BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman yang berperan penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme tanaman. Unsur hara fosfat diperlukan dalam merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, ikut dalam pembelahan sel, dan membantu penyemaian biji. Cadangan fosfor (P) di dalam tanah dijumpai dalam bentuk fosfat anorganik yang berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat dan fosfat organik yang berasal dari humus atau dari bahan organik lainnya. Tanaman menyerap fosfat dalam bentuk ion orthofosfat seperti H 2 PO - 4, HPO 2- - 4, dan PO 4 (Hanafiah, 2007: 292), tetapi sebagian besar bentuk fosfat tersebut terikat oleh koloid tanah sehingga keberadaan P dalam tanah pada umumnya rendah dan tidak dapat diserap tanaman. Pengikatan fosfat misalnya pada tanah-tanah masam, fosfat akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk Alfosfat, Fe-fosfat, dan occluded-p, sedangkan pada tanah-tanah alkali, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) sebagai Ca-P membentuk senyawa kompleks yang sukar larut (Santosa, 2007: 142). Keberadaan P dalam tanah yang rendah menyebabkan perlunya penambahan fosfat dalam bentuk pupuk mengandung fosfat. Namun, pemberian pupuk fosfat dalam bentuk pupuk kimiawi ke dalam tanah mengalami pengikatan (immobilisasi) yang sangat cepat sehingga hanya 15-20% yang dapat diserap oleh tanaman dan sisanya terjerap menjadi residu 1
dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982 dalam Santosa, 2007: 142). Fosfat dalam bentuk terikat dan tidak bisa diserap tanaman harus diubah menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Misalnya pada perubahan P organik menjadi P anorganik. Kandungan P organik cukup tinggi di dalam tanah tetapi tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman sehingga harus diubah menjadi bentuk tersedia terlebih dahulu menjadi bentuk P anorganik (H 2 PO - 2=) 4, HPO 4 (Sylvia et al., 2005 dalam Setiawati, 2014: 31). Perubahan P terikat menjadi bentuk tersedia dapat dilakukan dengan proses pelarutan dan mineralisasi yang dipengaruhi oleh kelompok mikroorganisme dalam tanah. Salah satu mikroorganisme tanah yang memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat adalah bakteri pelarut fosfat. Bakteri yang berperan sebagai pelarut fosfat pada tanah telah banyak ditemukan, diantaranya genera Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, Azotobacter, Microbacterium dan Flavobacterium (Elfiati, 2005: 4). Mekanisme pelarutan fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dilakukan dengan mengeksresikan sejumlah asam organik yang bereaksi dengan FePO 4 membentuk khelat (kompleks stabil) dan menghasilkan enzim fosfatase serta enzim fitase yang dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik (Santosa, 2007: 144-145). Masing-masing mikroorganisme memiliki sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat. Aktivitas bakteri pelarut fosfat (BPF) sangat tergantung pada ph tanah dan suhu lingkungan. Nilai ph menentukan ketersediaan fosfor 2
karena pada tanah ber-ph rendah, fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium membentuk Fe-fosfat dan Al-fosfat, sedangkan pada tanah ber ph tinggi, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) membentuk ion kalsium fosfat sukar larut. Suhu lingkungan juga berperan dalam meningkatkan atau menurunkan ketersediaan fosfor. Temperatur yang relatif hangat, ketersediaan fosfor akan meningkat karena proses perombakan bahan organik juga meningkat. Ketersediaan fosfor menipis di daerah yang bersuhu rendah. Keadaan Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) yang bergantung pada ph dan suhu menyebabkan keberadaan BPF ada yang hidup pada kondisi asam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral serta basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Bakteri pelarut fosfat termofilik memiliki ketahanan terhadap suhu panas dalam rentang tertentu, sehingga enzim serta asam-asam organik yang dihasilkan bakteri untuk melarutkan fosfat tidak mudah rusak saat digunakan untuk bekerja dalam lingkungan industri yang membutuhkan suhu tinggi. Lingkungan industri yang membutuhkan suhu tinggi misalnya pada pembuatan pupuk yang terdapat proses fermentasi sehingga diperlukan bakteri yang tahan terhadap suhu yang tinggi. Bakteri pelarut fosfat termofilik biasa ditemukan pada daerah yang memiliki aktivitas geotermal, seperti daerah pegunungan, gunung berapi, sumber air panas, dan tempat cadangan minyak bumi atau batu bara. Daerah yang memiliki aktivitas geotermal terdapat di daerah vulkanik yang ditemukan 3
pasca erupsi Merapi pada tahun 2010 di Sungai Gendol yang dialiri oleh material-material panas hasil letusan dari Gunung Merapi. Keadaan tersebut berpotensi untuk ditemukannya bakteri pelarut fosfat termofilik karena adanya peningkatan temperatur pasca erupsi Merapi. Berdasarkan hal tersebut maka eksplorasi bakteri termofilik masih berpotensi untuk dikembangkan agar dapat diterapkan ke masyarakat, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penelitian mengenai bakteri pelarut fosfat. Tiga isolat terpilih bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik pasca erupsi Merapi 2010 di uji kemampuannya dalam melarutkan fosfat yang dilakukan pada variasi suhu dan ph. Perlakuan variasi suhu dan ph sangat penting karena merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberadaan fosfat. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apa pengaruh suhu dan ph terhadap proses pelarutan fosfat dan pada suhu dan ph optimum berapakah yang dapat menghasilkan fosfat terlarut tertinggi pada tiga isolat terpilih bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik pasca erupsi Merapi 2010. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, antara lain: 1. Pengaruh variasi suhu saat inkubasi terhadap pertumbuhan bakteri serta aktivitas pelarutan fosfat bakteri termofilik hasil isolasi dari Sungai Gendol Pasca Erupsi Merapi belum banyak diperoleh, maka perlu dilakukan 4
pengujian tentang pengaruh variasi suhu terhadap aktivitas pertumbuhan dan pelarutan fosfat isolat bakteri. 2. Pengaruh variasi ph pada media pertumbuhan terhadap pertumbuhan bakteri serta aktivitas pelarutan fosfat bakteri termofilik hasil isolasi dari Sungai Gendol Pasca Erupsi Merapi belum banyak diperoleh, maka perlu dilakukan pengujian tentang pengaruh variasi ph pada media pertumbuhan terhadap aktivitas pertumbuhan dan pelarutan fosfat isolat bakteri. 3. Pola pertumbuhan dari tiga isolat bakteri termofilik (D75, D92, dan D110a) yang diisolasi dari Sungai Gendol Pasca Erupsi Merapi belum banyak diketahui, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pola pertumbuhan dari tiga isolat bakteri pelarut fosfat termofilik. 4. Aktivitas pelarutan fosfat dari tiga isolat bakteri termofilik (D75, D92, dan D110a) yang diisolasi dari Sungai Gendol Pasca Erupsi Merapi belum banyak diketahui, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas pelarutan fosfat dari tiga isolat bakteri pelarut fosfat termofilik. C. Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan mengenai optimasi media pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari 3 isolat bakteri termofilik pasca erupsi Gunung Merapi 2010 menggunakan sumber fosfat anorganik yaitu Ca 3 (PO) 4 pada berbagai variasi suhu (45 o C, 55 o C, dan 65 o C) dan ph (5, 7, dan 9) untuk mendapatkan pertumbuhan dan aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat paling optimal. 5
D. Rumusan Masalah 1. Apa pengaruh suhu dan ph terhadap aktivitas pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010? 2. Apa pengaruh suhu dan ph terhadap pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010? 3. Berapa suhu dan ph optimum yang dibutuhkan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010 untuk melarutkan fosfat? 4. Berapa suhu dan ph optimum pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010? E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh suhu dan ph terhadap aktivitas pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010. 2. Untuk mengetahui pengaruh suhu dan ph terhadap pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010. 3. Untuk mengetahui suhu dan ph optimum yang dibutuhkan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010 untuk melarutkan fosfat. 4. Untuk mengetahui suhu dan ph optimum pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010. 6
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Dapat mengetahui peranan bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat dan mekanisme pelarutan Trikalsium Fosfat oleh bakteri pelarut fosfat. b. Memperoleh data dan informasi mengenai aktivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan bakteri pelarut fosfat pada suhu dan ph terbaik. c. Memberikan informasi tentang suhu dan ph optimum yang dapat menghasilkan aktivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan bakteri pelarut fosfat terbaik. d. Mengembangkan ilmu Mikrobiologi dan Ekologi Mikroba dalam menguji aktivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan bakteri fosfat pada media pertumbuhan dengan perlakuan variasi suhu inkubasi dan ph berbeda. 2. Bagi Masyarakat 1. Memberikan informasi awal terkait potensi bakteri pelarut fosfat yang berasal dari Sungai Gendol pasca erupsi Merapi 2010. 2. Memperkaya informasi sumber daya alam yang mempunyai potensi ditemukannya bakteri pelarut fosfat thermofilik. 3. Memberikan kontribusi bagi penelitian lebih lanjut dan pemanfaatan bakteri pelarut fosfat termofilik. 7
G. Batasan Operasional 1. Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri yang dapat melarutkan fosfat dengan cara melarutkan unsur fosfat yang terikat pada unsur lain, sehingga unsur P tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. 2. Bakteri pelarut fosfat termofilik adalah kelompok bakteri yang dapat melarutkan fosfat dan mampu hidup pada suhu tinggi. 3. Aktivitas pelarutan fosfat merupakan proses bakteri pelarut fosfat mengeluarkan asam-asam organik atau enzim fosfatase yang bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al 3+, Fe 3+, Ca membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat menjadi bentuk yang tersedia. 4. Pertumbuhan bakteri pelarut fosfat merupakan penambahan jumlah sel atau massa sel bakteri. 5. Sumber fosfat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Ca 3 (PO 4 ) 2 yang ditambahkan dalam media selektif Pikovskaya. 6. Uji pelarutan fosfat merupakan pengukuran aktivitas pelarutan fosfat yang dihitung dengan mengukur banyaknya fosfat terlarut menggunakan spektrofotometer. 7. Pengukuran pertumbuhan merupakan pengukuran terhadap densitas sel. Pengukuran menggunakan spektrofotometer untuk melihat tingkat kekeruhan (Optical Density) yang terbaca melalui nilai absorbansi yang dihasilkan. 8
8. Suhu inkubasi adalah suhu lingkungan suatu reaksi berlangsung. Pada penelitian ini suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu 45 o C, 55 o C dan 65 o C. 9. ph dalam media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri pelarut fosfat antara lain ph 5, 7, dan 9. 9