ABSTRACT I KETUT GUNARTA. The Design of Spatial Based Decision Support Model in Crude Palm Oil Industry Development. Under supervision of ERIYATNO, ANAS M. FAUZI and B.S. KUSMULJONO. Industrial development should consider the location of spatial entities and their interactions. As with other Agro-Industries, the spatial interaction from oil palm plantations to palm oil mills is a complex problem. The complexity is caused by spread of the location of palm plantations and mills, current and potential transportation network, capacity constraint of each oil factory, perishable characteristics of the product, limited of port and port capacity and supply fluctuation from plantations to the factories due to the plant age as well. This research will give solution which has not yet discussed in the earlier publications by providing an alignment of strategic decision with operational decisions using GIS technology and spatial analysis that can represent the system associated with the space effectively. Decision support model was designed to integrate GIS, spatial multicriteria decision model, shortest path algorithm, transportation model, and financial model as well to determine the optimal configuration of spatial entities in CPO industry. IKG2012 model which has built have the capability to accomodate supply fluctuation from plants to factories due to their productivity and the quality requirement related to distribution time from plants to the factories. Loading and unloading capacity, Port s tank capacity and barge type are considered as constraints in this system. The results of this study will be useful in developing the logistics infrastructure network for this commodity as well.. The selection of development strategy in CPO agroindustry and improvement of transportation infrastructures will improve the performance of National CPO industry significantly. Keywords: GIS, Spatial Decision Support System, Spatial Simulation, Industrial Development, CPO. v
vi
RINGKASAN I KETUT GUNARTA. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Pengembangan Agroindustri Crude Palm Oil Berbasis Spasial. Dibimbing oleh: ERIYATNO, ANAS M. FAUZI dan B.S. KUSMULJONO. Pengembangan industri maupun lebih spesifik lagi untuk membutuhkan pertimbangan agroindustri faktor lokasi dan interaksi spasial yang terkait dengan bahan baku maupun untuk produk yang dihasilkan. Salah satu interaksi spasial yang terkait dengan industri ini adalah distribusi dan transportasi. Interaksi spasial untuk produk agroindustri diketahui mengkonsumsi hingga 30% dari total biaya produk (Beenhakker, 2010). Keberhasilan pengembangan sebuah industri salah satunya akan ditentukan oleh keputusan yang diambil atas permasalahan lokasi dan interaksi spasial antar entitas yang terlibat. Lokasi dalam hal ini merujuk pada dimana aktivitas produksi tersebut berada di permukaan bumi atau letak geografisnya, sementara interaksi spasial merujuk pada seberapa baik industri tersebut dapat memenuhi permintaan yang ada dari posisinya tersebut. Seberapa baik industri dapat melayani permintaan yang ada sangat bergantung dengan jarak dan kondisi infrastruktur yang menghubungkan interaksi tersebut. Seberapa baik usaha dalam rantai nilai agro-industri minyak kelapa sawit ini dapat melayani permintaan yang ada, pada akhirnya akan menentukan seberapa besar value atau nilai yang diraih oleh entitas usaha agroindustri yang ada. Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi masyarakat Indonesia. Tanaman kelapa sawit yang merupakan salah satu dari tanaman palma penghasil minyak kelapa sawit ini sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia sehingga dapat ditanam dan diusahakan oleh perorangan, kelompok maupun perusahaan dengan baik. Dengan masih luasnya lahan yang tersedia disertai dengan regulasi-regulasi yang mendorong berkembangnya industri berbasis kelapa sawit di Indonesia, menjadikan industri pengolahan baik untuk industri hulu maupun hilir kelapa sawit sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, pengembangan perkebunan dan industri minyak kelapa sawit ini masih menghadapi kendala yang kritikal. Kendala utama adalah terkait dengan buruknya infrastruktur logistik untuk mendukung pemenuhan vii
permintaan yang ada. Petani masih mengalami kesulitan membawa hasil panennya sehingga kuantitas maupun kualitas produksi menjadi tidak optimal, yang berakibat pada tingginya biaya produk. Perkembangan luas areal dari tahun ke tahun tampaknya juga tidak diikuti oleh sarana pengolahan yang memadai, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran. Masyarakat petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam kegiatan off-farm dan hanya terbatas pada on-farm. Bertitik tolak dari kekurangan dan permasalahan diatas, maka untuk meningkatkan nilai tambah pada kegiatan off-farm sekaligus untuk meningkatkan pendapatan petani, diperlukan upaya pengembangan agroindusri minyak kelapa sawit yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal. Permasalahan pengembangan industri hilir kelapa sawit dan dimana lokasi pengembangan yang paling optimal merupakan permasalahan yang kompleks karena harus mempertimbangkan berbagai aspek yang saling berkaitan satu sama lain yang umumnya juga memiliki ketidakpastian. Pemecahan permasalahan ini harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti: sebaran kebun dan kapasitasnya, sebaran pabrik (PKS) dan kapasitasnya, variasi produktivitas tanaman kelapa sawit, jaringan transportasi dan kondisinya, pilihan alat transportasi yang tersedia, persyaratan-persyaratan teknis untuk lokasi pengembangan dan juga rancangan infrastruktur utama di pelabuhan maupun di industri hilirnya. Kompleksitas dari permasalahan ini memerlukan sebuah model yang dapat membantu para pemangku kepentingan yang terkait untuk dapat mengambil keputusan strategis yang terbaik dalam rangka meningkatkan keunggulan bersaing dari agroindustri minyak kelapa sawit ini. Penelitian ini bertujuan untuk untuk membuat rancang bangun model pengembangan industri hilir kelapa sawit dengan mempertimbangkan atribut spasial mulai dari kebun kelapa sawit, pabrik minyak kelapa sawit, industri hilir sampai pada pelabuhan muat dan interaksi spasialnya. Model yang dibangun diimplementasikan pada area kajian di Kabupaten Kutei Timur, Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki potensi pengembangan agroindustri minyak kelapa sawit yang cukup besar dan direncanakan akan menjadi pusat pengembangan industri berbasis kelapa sawit. viii
Dalam perancangan model pengambilan keputusan pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit ini, pertama-tama dibangun sebuah model GIS (Geographical Information System) yang dapat digunakan untuk memetakan seluruh entitas yang terlibat dalam sistem agroindustri kelapa sawit mulai dari kebun (KKS), Pabrik (PKS), Industri Hilir, sampai di pelabuhan muat. Data dasar yang digunakan dalam hal ini adalah peta wilayah, peta rupa bumi, peta bathymetri, peta jalan dan sungai serta peta yang diperoleh dari analisis citra satelit maupun yang berasal dari proses digitasi dan proses identifikasi menggunakan teknologi GPS. Seluruh entitias tersebut beserta dengan atributnya masing-masing dipetakan dalam layer-layer untuk memudahkan dalam analisis lebih lanjut. Kedua, dibangun model yang dapat membantu dalam melakukan analisis spasial terkait dengan surplus atau shortage kapasitas pengolahan (PKS) yang terdapat dalam area tertentu. Tahap ketiga dibangun model yang dapat mengidentifikasi dan sekaligus memetakan interaksi/arus supply yang optimal dari kebun ke pabrik kelapa sawit ke pabrik kelapa sawit yang optimal sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan industri hilir nantinya. Model yang dibangun pada tahap ini menggunakan model shortest path dengan algoritma Djikstra dan model alokasi. Model shortest path digunakan untuk menentukan biaya transportasi yang terendah pada jaringan transportasi yang ada sementara model alokasi spasial menggunakan pendekatan heuristik mengingat jumlah dan kompleksitas variabel yang cukup tinggi. Tahap keempat, untuk menentukan alternatif lokasi pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit, dibangun model spatial multi criteria yang mempertimbangkan beberapa faktor antara lain faktor teknis, lingkungan dan ekonomi. Pada tahapan ini akan diperoleh lokasi yang sesuai untuk pengembangan industri sesuai dengan kriteria-kriteria dan bobot kriteria yang ditentukan. Tahap kelima, dibangun sebuah model yang dapat menentukan lokasi pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit yang optimal atas dasar interaksi spasial antara alternatif lokasi pengembangan dengan pabrik minyak kelapa sawit (PKS). Pada tahapan ini sebagaimana dengan tahapan ketiga, digunakan model shortest path dan model alokasi. Optimalisasi interaksi antara industri hilir dengan pabrik minyak kelapa sawit juga ditentukan oleh fasilitas utama yang terdapat di lokasi pengembangan khususnya adalah tanki timbun dan ix
loading dan unloading facility yang ada di lokasi tersebut. Untuk itu pada tahapan keenam, dibangun sebuah model spatial simulation yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan fasilitas utama di lokasi pengembangan industri dan pelabuhan agar interaksi antara lokasi pengembangan industri hilir dan pabrik minyak kelapa sawit menjadi optimal. Pada tahap yang ke-tujuh dan yang terakhir, keseluruhan model yang dibangun dikemas dalam sebuah sistem pendukung keputusan terintegrasi yang dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan strategis pengembangan agroindustri minyak kelapa sawit. Implementasi model di Kabupaten Kutei Timur ditemukan bahwa, terdapat shortage kapasitas pabrik pengolahan CPO sebesar 1,9 juta ton pada tahun awal proyeksi sehingga petani-petani dan perkebunan yang ada harus mengolah tandan buah segar yang dihasilkan ke daerah lain. Diperlukan pengembangan atau penambahan kapasitas agar dapat mengurangi shortage untuk keberhasilan pengembangan klaster industri kelapa sawit ini. Hasil eksekusi model IKG2012 memperlihatkan bahwa pola interaksi yang optimal antara KKS dengan PKS bervariasi untuk setiap tahunnya yang diakibatkan oleh perbedaan umur tanaman dari masing-masing kebun. Model DSS yang dibangun mengidentifikasi tiga alternatif lahan yang sesuai dengan persyaratan industri hilir yang dikembangkan, yaitu di lokasi LKI001 pada koordinat (609851, 101634), LKI002 pada koordinat (621605, 251748) dan LKI003 pada koordinat (553998, 19197). Berdasarkan interaksi spasial antara lokasi pengembangan industri hilir kelapa sawit model IKG2012 menghasilkan lokasi pengembangan industri hilir inti yang optimal adalah di lokasi LKI001 dengan sumber supplai dari PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012. Panel monitor spatial simulation IKG2012 menunjukkan bahwa dengan adanya keterbatasan jaringan transportasi serta fasilitas yang ada, lokasi pengembangan industri hilir harus memiliki 2 buah tanki timbun dengan kapasitas minimal masing-masing adalah sebesar 5000 KL, sementara PKS yang memasok CPO ke lokasi tersebut pada industri hilir adalah harus memiliki kapasitas minimal masing-masing sebesar 1000 ton untuk PKS002, 800 ton untuk PKS007, 600 ton untuk PKS009 dan dibawah 400 ton untuk PKS lain yang mensuplai lokasi pengembangan industri x
tersebut. Hasil studi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk menentukan pengembangan infrastruktur yang efektif untuk mendukung komoditas kunci ini. Kata Kunci: GIS, Spatial Decision Support System, Spatial Simulation, Industrial Development, CPO. xi