BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lawan kata dari minuman keras. Minuman ini banyak disukai karena rasanya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendidih untuk melarutkan gula. Proses ini juga yang membuat kulit kismis

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Makanan/Minuman jajanan adalah makanan/minuman. mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jamu beras kencur dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue busa (bahasa Belanda: schuimpje, bahasa Inggris: meringue) adalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Zat Aditif pada Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

I PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan untuk digunakan

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

Jurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No.1 Januari

Chemistry In Our Daily Life

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Pemanfaatan Limbah buah menjadi Jelly Kering. Purwanti Widhy H, M.Pd

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jeli Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih, kenyal, dan transparan. Jeli terbuat dari 45% sari buah dan 55% gula yang diolah dengan teknik perebusan hingga campuran ini kental mencapai kadar zat terlarut tidak kurang dari 65%, zat warna, flavor (perisa) dan pemanis buatan biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah itu. Hampir semua jenis buah dapat dibuat jeli, terutama buah yang mengandung pektin dan asam. Jeli terbentuk jika pektin, gula, asam, dan air yang ditambahkan dalam proporsi yang tepat. Buah-buahan yang umum dibuat jeli antara lain apel, nenas, jeruk, anggur, lemon, dan stroberi (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Kadar gula yang tinggi (lebih dari 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan makanan menyebabkan air dalam bahan makanan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba. Dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih. Bahan lain yang biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah adalah flavor yang ditujukan untuk mempertegas atau menyesuaikan rasa buah, zat warna dan pemanis buatan digunakan untuk membentuk warna dan cita rasa yang menarik (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

2.1.1. Proses Pembuatan Jeli Pada proses pembuatan jeli, buah direbus untuk memperoleh sari buah yang mengandung pektin dan asam. Kemudian sari buah dipisahkan dengan penyaringan bertekanan. Lalu sari buah dicampur dengan gula untuk mendapatkan distribusi yang sama. Perebusan dilanjutkan untuk memekatkan campuran tersebut (Estiasih dan Ahmadi, 2009). 2.2. Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan (Food Additive) adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Budiyanto, 2004). 2.2.1. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan, dan memperpanjang daya simpan (Baliwati, 2004). Menurut Cahyadi (2008), tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah: i. Meningkatkan atau mempertahankan daya simpan. ii. Membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik. iii. Meningkatkan kualitas makanan.

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Makanan Jenis bahan tambahan makanan (BTM) dilihat dari sumbernya dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu bahan tambahan makanan alami yang umumnya diperoleh dari sumber-sumber bahan alam dan bahan tambahan makanan sintetis yang umumnya diproduksi secara sintetis kimiawi (Wijaya, 2009). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/IX/1988, pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan pada makanan dapat digolongkan sebagai berikut: a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi. b. Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk. c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. d. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. f. Pengemulsi, pemantap, pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

g. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan. j. Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa atau aroma. k. Sikuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan. 2.3. Bahan Pengawet 2.3.1. Definisi Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988). Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008).

2.3.2. Jenis Bahan Pengawet 2.3.2.1. Pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet dalam minuman ialah asam sorbat, ester dari asam benzoat (paraben), asam benzoat, dan asam asetat (Winarno, 1992). 2.3.2.2. Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit. Asam sulfit bentuk efektifnya sebagai pengawet yang terdisosiasi terbentuk pada ph dibawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Winarno, 1992). 2.4. Asam Benzoat 2.4.1. Struktur Kimia dan Sifat sifat Asam Benzoat Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam carboxybenzene Rumus empiris : C 7 H 6 O 2 Berat molekul : 122,12

Pemerian : asam benzoat berupa hablur putih berbentuk jarum, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu kamar Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995). 2.4.2. Penggunaan Asam Benzoat Dalam Bahan Makanan Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada makanan atau minuman. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Asam benzoat efektif pada ph 2,5 sampai 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno, 1992). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 batas maksimum penggunaan asam banzoat dalam jeli adalah 1000 mg/kg. 2.4.3. Keamanan Asam Benzoat Terhadap Kesehatan Manusia Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Pengeluaran benzoat antara 66 sampai 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar (Yuliarti, 2007).

Pada penderita asma, urtikaria, dan yang sensitif terhadap asam benzoat, akan memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut (WHO, 2000). 2.5. Bahan Pemanis Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering digunakan untuk memberikan rasa manis pada produk makanan hasil olahan, industri, serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis makanan dan minuman dengan jumlah kalori terkontrol, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006). 2.5.1. Jenis Pemanis Dilihat dari sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (pemanis sintetis) (Cahyadi, 2006). 2.5.1.1. Pemanis Alami Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alami atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah sukrosa, fruktosa, glukosa, laktosa, maltosa, manitol, sorbitol, xilitol, gliserol, dan glisina (Yuliarti, 2007).

2.5.1.2. Pemanis Buatan Pemanis buatan adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1992). Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam satu hari yang aman bagi kesehatan atau dikenal dengan Acceptable Daily Intake (ADI) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan. Pemanis buatan yang diizinkan dan batas maksimum konsumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (Syah, 2005). 2.5.2. Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan Menurut Cahyadi (2006), pemanis buatan ditambahkan ke dalam bahan makanan mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut: 1. Sebagai makanan bagi penderita diabetes mellitus (kencing manis) karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. 2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. 3. Menghindari kerusakan gigi. 4. Pada industri makanan dan minuman, industri rokok pemanis buatan digunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi. Tabel 1. Pemanis Buatan Yang Diizinkan dan Batas Maksimum Konsumsinya No Pemanis Buatan ADI (mg/kg berat badan) 1. Aspartam 50 2. Siklamat 11 3. Sakarin 5

2.5.3. Penggunaan Pemanis Buatan Dalam Bahan Makanan Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah yang digunakan dalam bahan makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, penggunaan pemanis buatan berdasarkan jenis bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2 (Cahyadi, 2006). 2.5.4. Keamanan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan Manusia Beberapa penelitian mengenai keamanan pemanis buatan terhadap kesehatan masih menunjukkan hasil yang tidak konvensional. Meskipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila penggunaanya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang merugikan. Beberapa efek penggunaannya perlu kita kenal mengingat beberapa jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit, dan akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Yuliarti, 2007). Tabel 2. Penggunaan Pemanis Buatan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan No Pemanis Buatan Jenis Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan (mg/kg) 1. Aspartam*) - - 2. Sakarin 1. Minuman ringan 2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli 4. Siklamat 1. Minuman ringan 2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli *) hanya dalam bentuk sediaan 300 (natrium sakarin) 50 (natrium sakarin) 100 (natrium sakarin) 300 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 1000 (asam siklamat) 500 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat) 3000 (asam siklamat) 2000 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat)

2.6. Sakarin 2.6.1. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sakarin Gambar 2. Struktur molekul sakarin Nama kimia Rumus empiris : benzoat sulfimida atau orto-sulfobenzamida : C 7 H 5 NO 3 S Berat molekul : 183,18 g mol -1 Pemerian : sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis dengan rasa manis yang tajam dan meninggalkan rasa pahit Kelarutan : sakarin sukar larut dalam etanol. Agak sukar larut dalam air, eter, dan kloroform. Larut dalam air mendidih. Mudah larut dalam larutan ammonia encer, alkali hidroksida, dan alkali karbonat (Ditjen POM, 1995). Sakarin jauh lebih manis dibanding sukrosa, dengan perbandingan rasa manis kira-kira 250 sampai 700 kali lipat sukrosa. Pada tahun 1900 sakarin menjadi umum digunakan sebagai pemanis pada makanan dan minuman. Sakarin biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium yang sangat larut dalam air yaitu 0,67 gram per mililiter air pada suhu kamar. Natrium sakarin dibuat secara sintetis pertama kali oleh Ira Remsen dan Constantine Fahlberg dari Universitas John Hopkins pada tahun 1879. Natrium sakarin merupakan hasil sintetis dari toluen (Hughes, 1987).

2.6.2. Penggunaan Sakarin Dalam Bahan Makanan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, batas maksimum penggunaan sakarin dalam makanan dan minuman adalah tidak lebih dari 300 mg/kg. Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan pemanis buatan lain seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2006). 2.6.3. Keamanan Sakarin Terhadap Kesehatan Manusia Mengenai keamanan penggunaan sakarin, sampai saat ini masih terus diadakan penelitian mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan seperti pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya tumor kandung kemih. Sehubungan dengan hal tersebut maka penggunaan sakarin hanya dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus dan kegemukan (obesitas) (Cahyadi, 2006). Di dalam tubuh, sakarin tidak akan terakumulasi karena tidak dicerna oleh pencernaan manusia dan langsung terbuang ke saluran pembuangan, sehingga tidak sempat merusak sel-sel tubuh (Yuliarti, 2007). Sakarin berasal dari senyawa sulfonamida yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit, sakit kepala, dan diare jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Takayama, 1998).

2.7. Penetapan Kadar Sakarin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dari suatu sampel pada sejumlah bidang seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2007). Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi (kerusakan) bahan yang dianalisis, resolusi (daya pisah) yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, dan kolom dapat dipergunakan kembali (Synder, 1979). Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik yang mana komponen sampel terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan sampel melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan komponen sampel diatur oleh laju pergerakan komponen sampel dalam fase gerak dan fase diam, biasanya disebut kinetika alih massa (Rohman, 2009). Karena rentang kepolaran fase diam cukup lebar, bermacam-macam jenis sampel dapat dianalisis. Untuk memisahkan senyawa polar dapat menggunakan fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak). Sementara untuk

memisahkan senyawa polar dan non polar, biasanya menggunakan fase balik (fase gerak lebih polar daripada fase diam) (Johnson, 1991). Pada fase balik, zat terlarut terelusi berdasarkan sifat kehidrofobannya. Ini berarti, semakin mudah zat larut dalam air, maka semakin cepat zat terlarut tersebut terelusi dari kolom. Kromatografi dengan fase balik sangat populer digunakan daripada fase normal karena beberapa kelebihannya, yaitu puncak yang terelusi dapat dipisahkan dengan mudah, puncak kecil dapat ditentukan dengan lebih teliti, dapat digunakan untuk memisahkan berbagai jenis campuran senyawa, kemasan fase balik sering menghasilkan keselektifan yang baik untuk zat terlarut yang polar dan non polar (Johnson, 1991). Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (susunan fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (susunan fase gerak berubah-ubah selama elusi). Dalam penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi secara baik dibutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan aliran fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007). 2.7.1. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Menurut Rohman (2007), instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen pokok yaitu: i. Wadah fase gerak dan fase gerak Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat molekul-molekul sampel. ii. Pompa Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan, dan bebas dari gangguan. iii. Injektor (tempat injeksi) Sampel-sampel cair disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik. iv. Kolom Kolom merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom. Kemasan kolom terdiri dari panjang kolom, garis tengah kolom, dan bentuk kolom (lurus). Suatu kolom dikatakan bagus, apabila kolom tersusun dengan partikel-partikel dengan distribusi ukuran sesempit mungkin (berdiameter 1,5 sampai 7,5 μm). Kemasan yang paling populer adalah kemasan yang mempunyai fase diam dengan lapisan oktadesilsilika atau oktadekilsilan (ODS atau C 18 ), karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. v. Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif).

Detektor yang baik adalah detektor yang mempunyai respon terhadap zat terlarut yang cepat, sensitifitas yang tinggi, stabil dalam pengoperasiannya, dan tidak peka terhadap gangguan yang rendah dan memberi respon untuk semua senyawa. vi. Komputer atau pengelolahan data (Recorder) Alat pengelolahan data berupa komputer dihubungkan dengan detektor, sehingga alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor. Lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Diagram blok sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 32. 2.7.2. Faktor-faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi Kinerja Kolom Menurut Rohman (2009), kualitas pemisahan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi: 1. Efisiensi kolom Efisiensi kolom dapat diukur dari tinggi lempeng teori (H) dan bilangan lempeng teori (N). Bilangan lempeng teori (N) dan tinggi lempeng teori (H) sangat berkaitan dengan keefisienan kolom, dimana semakin kecil nilai H dengan nilai N yang tinggi, maka kolom akan semakin efisien. Kolom yang baik biasanya mempunyai tinggi lempeng dalam rentang 0,01 sampai 0,1 mm. Bilangan lempeng akan meningkat dengan adanya beberapa faktor, yaitu kolom dikemas dengan baik, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah, suhu yang tinggi, dan molekul-molekul sampel yang lebih kecil. Kolom yang efisien mencegah pelebaran pita dan hilangnya daya pisah.

2. Resolusi (daya pisah) Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran ditunjukkan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi komponenkomponen tergantung pada keefisienan kolom, keselektifan kolom, kepekaan detektor, laju aliran fase gerak, dan susunan fase gerak selama elusi. 3. Faktor asimetri (faktor pengekoran) Suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) menunjukkan kinerja kromatografi cair kinerja tinggi yang kurang baik, sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup (asimetri).