BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENYUSUNAN MASTER PLAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAS MUSI BERBASIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari sumber pengadaan energi saat ini, sumber bahan bakar minyak merupakan

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Click to edit Master title style

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daerah Aliran Sungai

BAB I PENDAHULUAN. kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I-1

Hulu DAS Kaligarang (Gunung Ungaran)

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di dunia saat ini sudah menekankan pada prinsip berkelanjutan (sustainable development). Hal ini ditunjukkan dengan adanya World Summit on Sustainable Development yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Johannesburg pada tahun 2002 yang mendeklarasikan komitmen dunia untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan. Kemudian, dilanjutkan pada tahun 2012 di Rio de Jeneiro untuk membahas perkembangan dan tantangannya. Namun, Kates dkk (2005) menyebutkan bahwa sebelum pelaksanaan konferensi tersebut sebenarnya sudah diselenggarakan berbagai konferensi lainnya yang juga berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan yaitu Stockholm Conference tahun 1972, World Commission on Environment and Developmnt General Assembly tahun 1982 dan Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992. Brundtland Commission (1987) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dilakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga untuk kebutuhan generasi yang akan datang. Salah satu aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan adalah lahan. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Enemark (2007) yang menyebutkan bahwa pengelolaan lahan yang meliputi seluruh aktivitas terkait lahan dan pemanfaatan sumber daya di atasnya merupakan aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Enemark pun menambahkan bahwa penggunaan lahan merupakan salah satu bagian dalam pengelolaan lahan. Penggunaan lahan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) dapat dilihat dalam tiga tingkatan yaitu nasional, daerah, dan lokal dengan batas bukan dalam arti administrasi, sehingga nasional dan daerah dapat dikategorikan sebagai wilayah dan kota, serta lokal sebagai kawasan. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan perlu diperhatikan dalam berbagai skala termasuk wilayah. 1

Wilayah menurut Rustiadi dkk (2011) merupakan kesatuan geografis dengan batasan-batasan tertentu yang didalamnya terdapat komponen yang saling berkaitan dan memiliki hubungan fungsional. Rustiadi juga menambahkan bahwa salah satu batasan yang penting pada suatu wilayah adalah kesatuan sistem ekologi, sehingga DAS (Daerah Aliran Sungai) sebagai konsep wilayah yang terbentuk dengan batasan tersebut menjadi penting untuk dikelola dan direncanakan secara seksama. Hal ini disebabkan karena jika sistem ekologi pada suatu DAS terganggu baik secara parsial maupun keseluruhan, akan mengakibatkan berbagai kegiatan yang bergantung pada DAS tersebut terganggu (Asdak, 2010). Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2004) dalam Undang-undang RI No.7 tentang Sumber Daya Air Pasal 1 menyebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Asdak (2010) melengkapi definisi tersebut dengan menyebutkan bahwa unsur utama pada DAS meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Kondisi DAS di Indonesia tercatat semakin hari semakin memburuk. Pemerintah Republik Indonesia (2005) melalui Peraturan Presiden RI No.7 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 menyebutkan bahwa jumlah DAS yang rusak di tahun 1984 yang berjumlah 22 DAS telah meningkat menjadi 62 DAS di tahun 1999. Bahkan, Kementrian Kehutanan Republik Indonesia (2009) dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK 328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014 sudah menetapkan 108 DAS yang dijadikan prioritas karena kondisinya yang rusak. Kerusakan DAS menurut Cahyono (2012) disebabkan oleh adanya alokasi sumberdaya alam yang tidak tepat sebagai akibat dari aktivitas produksi dan konsumsi manusia yang agresif, ekspansif dan eksploitatif. Salah satu bentuk 2

pengalokasian sumberdaya alam tersebut adalah penggunaan tanah atau lahan (Jayadinata, 2010). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik hubungan bahwa kerusakan pada suatu DAS dipengaruhi oleh penggunaan lahannya sebagai bentuk kegiatan manusia. Selain itu, pentingnya penggunaan lahan pada Suatu DAS juga dijelaskan oleh Kementrian Kehutanan Republik Indonesia (2011) melalui laporan Seminar dan Loka Karya (Semiloka) yang menyebutkan bahwa perlu adanya peningkatan penelitian terkait penggunaan lahan pada DAS. DAS Citarum menurut Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa melalui http://ppejawa.com/ekoregion/das-citarum yang diakses pada 10 November 2014 merupakan DAS terbesar di Jawa Barat. DAS ini merupakan salah satu dari DAS yang dijadikan prioritas karena kondisinya yang rusak disamping perannya yang penting. Direktorat Sumber Daya Air dan Irigasi Bappenas dan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Kementrian Pekerjaan Umum (2010) menjelaskan bahwa Sungai Citarum memiliki status mutu air sangat buruk, muka air tanah yang menurun sekitar 2-5 m per tahun, muka tanah yang menurun sebesar 10 cm per tahun di permukiman dan industri padat, terjadi defisit air hingga 85 mm pertahun, banjir yang meluas selama musim hujan dan kekeringan saat kemarau. Sama halnya dengan DAS pada umumnya, berbagai permasalahan pada DAS citarum tersebut tentu dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang tidak bisa dilihat hanya secara fisik saja, tetapi juga harus dilihat bersamaan dengan tata pengelolaannya termasuk tata kelola ruang. Dengan demikian, untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian permasalahan pada DAS Citarum perlu dilakukan penelitian mengenai permasalahan perkembangan guna lahan pada wilayah DAS Citarum. Penelitian ini akan menghasilkan penjelasan terkait permasalahan perkembangan guna lahan pada wilayah DAS Citarum yang menghubungkan perkembangan guna lahan terhadap masalah fisik dan penataan ruang. Hasil penelitian tersebutlah yang nantinya dapat menjadi bahan masukan dalam pengelolaan DAS Citarum kedepan. 3

1.2 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana permasalahan perkembangan guna lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang berfokus pada hubungan perkembangan guna lahan terhadap masalah yang terjadi baik berupa masalah fisik maupun tata ruang? Untuk menjawab pertanyaan utama tersebut, terdapat beberapa pertanyaan turunan, yaitu sebagai berikut : a. Bagaimana perkembangan guna lahan pada DAS Citarum? b. Bagaimana perkembangan masalah yang terjadi pada DAS Citarum? c. Bagaimana hubungan perkembangan guna lahan dan masalah yang terjadi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi dalam perkembangan guna lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang didapatkan dengan menghubungkan perkembangan guna lahan terhadap masalah yang terjadi. 1.4 Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian ini dijelaskan kedalam tiga bagian yaitu fokus, lokus, dan waktu. Berikut merupakan penjelasannya : a. Fokus Substansi yang menjadi fokus dalam penelitian ini meliputi perkembangan guna lahan dan masalah pada wilayah DAS Citarum. Berikut merupakan penjelasan selengkapnya : 1. Perkembangan Guna Lahan Perkembangan guna lahan disini merupakan perubahan luas penggunaan lahan dalam rentan tahun tertentu yang terdiri dari guna lahan permukiman, pertanian dan kehutanan yang didasarkan atas pentipologian jenis lahan oleh Bakosurtanal tahun 2008. Guna lahan permukiman merupakan guna lahan gabungan yang didalamnya terdiri dari perumahan, industri, perdagangan dan jasa. Guna lahan pertanian 4

merupakan gabungan dari persawahan baik tadah hujan maupun irigasi, pertanian lahan kering (tegalan), dan perkebunan. Sedangkan hutan merupakan hutan lahan kering. Keseluruhan luas penggunaan lahan tersebut diperoleh dari hasil interpretasi peta menggunakan ArcGIS dengan unit amatan Sub DAS. 2. Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup masalah dalam bentuk fisik dan tata ruang. Berikut merupakan penjelasannya : a. Masalah Fisik Masalah fisik dalam penelitian ini dilihat dan dibahas dalam periode tahun yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena jenis data yang diperlukan adalah data perkembangan. Perkembangan masalah fisik dalam penelitian ini dilihat berdasarkan data perubahan jumlah desa yang mengalami pencemaran lingkungan dan bencana alam dalam rentan waktu tertentu. Selain karena keterbatasan data, masalah-masalah tersebut dipilih karena dianggap sudah dapat mewakili masalah utama pada DAS, yaitu terkait pengelolaan lingkungan terutama dalam hal konservasi tanah dan air. Data perkembangan masalah ini diperoleh dari data potensi desa. Desa yang berjumlah sekitar 1184 desa pada tahun 2005 (Lampiran 1) dikelompokkan ke dalam lima belas Sub DAS. Pencemaran lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari pencemaran air, tanah dan udara. Pemerintah RI (2008) dalam pedoman potensi desa menjelaskan bahwa yang dimaksud pencemaran air ialah menurunnya kualitas air sungai di desa yang disebabkan oleh limbah pabrik, sampah keluarga/ pasar/ pertokoan/ perkantoran, dan lain sebagainya. Pencemaran tanah adalah kondisi menurunnya tingkat kesuburan tanah oleh berbagai sebab, rusaknya komposisi tanah karena kegiatan pertambangan dan penggalian, serta terkontaminasinya tanah oleh bahan radiokatif, dan lain sebagainya. 5

Sedangkan pencemaran udara adalah kondisi memburuknya kualitas udara sebagai akibat kontaminasi polutan seperti asap pabrik, pembakaran gamping, asap kendaraan bermotor, debu letusan gunung api, dan lain sebagainya. Bencana alam yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari bencana longsor dan banjir. Pemerintah RI (2008) melalui pedoman potensi desa mendefinisikan bencana longsor sebagai peristiwa terjadinya pergerakan tanah yang dapat berupa jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Sedangkan bencana banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air yang dapat disebabkan oleh adanya luapan air yang berlebihan akibat hujan besar, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. b. Masalah Penataan Ruang Masalah penataan ruang dalam penelitian ini merupakan masalah terkait pengalokasian ruang DAS Citarum. Identifikasi masalah ini diperoleh melalui analisis kelengkapan instrumen penataan ruang berdasarkan peraturan normatif yang mengaturnya tanpa analisis stakeholders. Kemudian, khusus untuk instrumen terkait rencana peruntukkan ruang yang sudah ditetapkan diidentifikasi perbedaannya dengan keadaan nyata di lapangan. Instrumen yang dimaksud adalah Rencana Pola Ruang DAS Citarum yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 2029. b. Lokus Lokus pada penelitian ini adalah wilayah DAS Citarum secara keseluruhan, yang terdiri dari 15 Sub DAS yaitu Sub DAS Cirasea, Citarik, Cikeruh, Cikapundung, Cihaur, Ciminyak, Ciwidey, Cisangkuy, Cimeta, Cisokan, Cikundul, Cikao, DTA Jatiluhur, Cibeet, dan Muaragembong atau Citarum Hilir. Adapun secara administratif kelima belas Sub DAS tersebut 6

berada di wilayah Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Bogor, Karawang, Sumedang, Cianjur, Bekasi, serta Kota Bandung dan Kota Cimahi. Pengambilan wilayah DAS secara utuh ini disebabkan karena suatu DAS tidak dapat dilihat secara parsial melainkan harus dalam satu kesatuan sistem ekologi dari hulu sampai hilir. c. Waktu Secara menyeluruh, penelitian permasalahan perkembangan guna lahan wilayah DAS Citarum ini menggunakan data runtut waktu antara tahun 2005 hingga 2013. Namun, tidak semua fokus penelitian diamati dalam rentan waktu tersebut, melainkan disesuaikan dengan ketersediaan data. 1.5 Manfaat Penelitian Temuan penelitian berupa penjabaran dari permasalahan perkembangan guna lahan DAS Citarum yang dibahas melalui hubungan perkembangan guna lahan dan masalah ini akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praksis. Berikut merupakan penjelasannya : a. Teoritis Secara teoritis, temuan dalam penelitian ini merupakan bentuk penambahan dan pengembangan kajian ilmu tata guna lahan pada pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bidang Perencanaan Wilayah dan Kota. b. Praksis Secara praksis, temuan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengelolaan DAS Citarum ataupun DAS lainnya yang dapat diaplikasikan baik oleh lembaga pemerintah, swasta maupun komunitas masyarakat. 7

1.6 Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, ditemukan beberapa penelitian sebelumnya yang juga mengangkat fokus tentang permasalahan perkembangan guna lahan pada DAS, khususnya DAS Citarum yang juga menghubungkan perkembangan guna lahan terhadap masalah yang terjadi. Namun, kebanyakan dari penelitian tersebut cenderung melihat perkembangan guna lahan secara fisik saja tanpa melibatkan aspek tata ruang. Selain itu, beberapa penelitian juga belum dilakukan secara menyeluruh pada wilayah DAS melainkan hanya mengambil sebagian wilayahnya saja. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian permasalahan perkembangan guna lahan pada DAS Citarum ini berbeda. Hal ini karena analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah hasil kombinasi dari perubahan guna lahan dengan masalah fisik dan juga tata ruang. Wilayah amatan pada penelitian ini pun meliputi keseluruhan wilayah DAS Citarum dari hulu hingga hilir. Agar lebih jelas, perbedaan dari beberapa penelitian yang dinilai sudah dapat mewakili penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya terhadap penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Perbandingan Daftar Penelitian Sebelumnya terhadap Penelitian Penulis No. Peneliti/Tahun Judul Fokus dan Metode Celah Penelitian 1. Edi Tri Haryanto, Totok Herwanto, dan Dwi Rustam Kendarto (Tidak Disebutkan Tahun Penelitian) Perubahan Bentuk Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Koefisien Air Larian DAS Citarum Hulu Jawa-barat Pengaruh perubahan guna lahan terhadap koefisien air larian (Kuantitatif) Penelitian berfokus pada satu masalah, belum melibatkan masalah penataan ruang, dan masih berfokus hanya pada DAS bagian hulu 2. Poerbandono, Evaluasi Hubungan perubahan Penelitian berfokus pada Ahmad Basyar, Perubahan ekosistem DAS yang satu masalah, belum Agung B. Harto, Perilaku Erosi diwakili oleh melibatkan masalah dan Puteri Daerah Aliran modifikasi tutupan penataan ruang, dan Bersambung 8

Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti/Tahun Judul Fokus dan Metode Celah Penelitian Rallyanti (2006) Sungai Citarum Hulu dengan lahan terhadap perubahan erosi yang masih berfokus hanya pada DAS bagian hulu Permodelan Spasial dilihat melalui laju ekspor sedimen tahunan. (Kuantitatif) 3. Nyoman Gede Gita Yogi (2010) Soil Erosion Countermeasures Corresponding to Land Cover Changes in Citarum Hulu Pengaruh perubahan guna lahan terhadap besarnya tingkat erosi pada DAS (Kuantitatif) Penelitian berfokus pada satu masalah, belum melibatkan masalah penataan ruang, dan masih berfokus hanya pada DAS bagian hulu Watersheed 4. Adelia Untari (2012) Studi Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Debit di DAS Citepus, Kota Bandung Pengaruh perubahan guna lahan terhadap hirologi DAS khususnya di sektor kebencanaan (Kuantitatif) Penelitian berfokus pada satu masalah, belum melibatkan masalah penataan ruang, dan belum mencakup seluruh wilayah DAS Penelitian Penulis Judul Fokus dan Metode Perbedaan Permasalahan Perkembangan Guna Lahan DAS Citarum Hubungan perubahan guna lahan terhadap masalah fisik, yang berupa pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara) dan bencana alam (banjir dan longsor) serta masalah penataan ruang yang dilihat melalui kelengkapan dan kesesuaian instrumen penataan ruang (Kuantitatif Kualitatif) Penelitian ini berfokus pada masalah fisik dan penataan ruang. Selain itu, cakupan wilayah penelitian ini meliputi seluruh wilayah DAS Sumber : Penulis, 2015 9

1.7 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penelitian ini terdiri dari 6 bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, deskripsi wilayah penelitian, hasil dan pembahasan serta kesimpulan dan saran. Penjelasan setiap bab tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bab I. Pendahuluan Bahasan pada bab ini meliputi latar belakang yang menjelaskan alasan diperlukannya penelitian ini, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian serta penulisan sistematika laporan penelitian. 2. Bab II. Tinjauan Pustaka Bab ini berisi penjabaran dari berbagai teori atau konsep yang digunakan peneliti selama pelaksanaan penelitian. Teori yang dimaksud meliputi teori tata guna lahan dan masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berupa masalah fisik dan tata ruang. Kemudian, pada bab ini juga dipaparkan kerangka teori penelitian. 3. Bab III. Metoda Penelitian Bab ini mengulas metoda yang digunakan dalam penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, unit amatan dan analisis, metoda pengumpulan data, metoda analisis data, tahapan penelitian dan desain penelitian. 4. Bab IV. Deskripsi Wilayah Penelitian Pada bab IV, deskripsi wilayah peneltian dibahas secara keseluruhan dalam kesatuan Daerah Aliran Sungai (DAS Citarum) yang jika dilihat secara administratif terdiri dari 8 Kabupaten dan 2 Kota, yaitu Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Karawang, Sumedang, Cianjur, Bekasi, Bogor, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Deskripsi wilayah ini meliputi deskripsi fisik, keruangan, sosial ekonomi, dan kelembagaan. 10

5. Bab V. Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi hasil penelitan yang terdiri dari hasil analisis kuantitatif maupun kualitatif. Kedua hasil analisis tersebut kemudian dipaparkan dalam bentuk deskriptif. Selain itu, pada bab ini juga dijelaskan tautan temuan penelitian terhadap teori yang ditinjau pada Bab II. 6. Bab VI. Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran berisi simpulan dari hasil penelitian yang berkolerasi dengan tujuan penelitian. Kesimpulan yang dihasilkan tersebut kemudian menjadi bahan masukkan dalam penyusunan saran untuk pengelolaan DAS Citarum kedepan serta untuk rekomendasi penelitian selanjutnya. 11