BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

DESAIN PREMIS. Dalam merancang Taman Budaya ini menggunakan sebuah metode transformasi perancangan yaitu metode preseden. Metode preseden merupakan

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan. berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5 elemen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTING PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Pariwisata Dalam Pembangunan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

REVITALISASI KAWASAN PASAR IKAN SUNDA KELAPA SEBAGAI KAWASAN WISATA BAHARI DI JAKARTA

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH )

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

Bab 4 ANALISA & PEMBAHASAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR

Penerapan Karakter Kota Lama Medan dalam Perancangan Pusat Kuliner di Tepi Sungai Deli Medan

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI HASIL RANCANGAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN


BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

6.1 Peruntukkan Kawasan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Projek Gagasan awal. Projek akhir arsitektur berjudul Pusat Rekreasi dan Interaksi

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil perancangan dari kawasan wisata Pantai Dalegan di Kabupaten Gresik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PULO CANGKIR

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Sampit. Desain Shopping Arcade ini juga merespon akan natural setting, Dalam aktivitas urban, desain Shopping Arcade dapat menjadi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II FIRST IMPRESSION. perancang melakukan survey lokasi ke Istana Maimun, kesan pertama ketika perancang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V KONSEP Traffic-coaster

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah, mulai dari sektor migas, pertanian yang subur serta pariwisata. Hal ini

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

Transkripsi:

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa serta menjadikan Kawasan Tugu Khatulistiwa sebagai kawasan yang memiliki nilai edukatif dan rekreatif. 5.1 Arahan Peningkatan Citra Tetenger (Landmark) Landmark berupa Tugu Khatulistiwa merupakan point of interest dan elemen pembentuk citra kawasan yang sangat kuat. Oleh karena itu, keberadaannya harus tetap dijaga dengan penerapan bentuk radial pada kawasan, dimana Tugu Khatulistiwa sebagai pusat atau point of interest pada kawasan tersebut, kemudian desain jaringan jalan di buat Iinier yang berkembang menurut arah jari-jarinya, sehingga pengalaman ruang pada setiap sudut kawasan ini, orang akan senantiasa merasakan atmosfir Kota Pontianak sebagai Kota yang tepat dilalui oleh garis equator. Selain itu, keberadaan landmark dapat dijaga dengan mengatur pembangunan disekitarnya. Untuk mendapatkan proporsi yang seimbang terkait visual menuju bangunan Tugu Khaulistiwa, maka pada jarak 54 meter harus bebas dari bangunan atau merupakan lahan tidak terbangun. Kemudian simbol dari landmark Tugu Khatulistiwa digunakan pada beberapa elemen pembentuk citra Kawasan Tugu Khatulistiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada prototipe Gambar 5.1 Arahan Peningkatan Citra Tenggeran (Landmark) dibawah ini. 5.2 Arahan Peningkatan Citra Kawasan (District) Karakteristik Kawasan Tugu Khatulistiwa dikenal sebagai kawasan yang tepat dilewati garis imajiner nol derajat dan merupakan kawasan yang didalamnya terdapat landmark Tugu Khatulistiwa. Untuk meningkatkan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa, sesuai dengan peruntukan kawasannya sebagai Kawasan Strategis Sumberdaya Alam dan Teknologi, Kawasan Cagar Budaya dan Kawasan Pariwisata, maka kawasan Tugu Khatulistiwa dikembangkan dengan beberapa aktivitas pendukung berupa zona sejarah, zona sosial dan kebudayaan, zona ilmu pengetahuan, dan zona rekreasi tepi sungai. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada prototipe Gambar 5.2 Arahan Peningkatan Citra Kawasan (District) sebagai berikut. 83

84 GAMBAR 5.1 Arahan Peningkatan Citra Tetenger (Landmark)

85 GAMBAR 5.2 Arahan Peningkatan Citra Kawasan (District)

86 5.3 Arahan Peningkatan Citra Jalur (Path) Jalur, lorong (paths) pada umumnya jalur atau lorong berbentuk pedestrian dan jalan raya. Peningkatan citra Path pada Kawasan Tugu Khatulistiwa, akan dijelaskan sebagai berikut: (1) Karakteristik paths pada Jalan Khatulistiwa dari arah dalam dan luar Kota Pontianak menuju Kawasan Tugu Khatulistiwa adalah deretan pohon dan bangunan yang membentuk visual koridor menuju Kawasan Tugu Khatulistiwa. Kemudian belum adanya ornamen-ornamen khas Kota Khatulistiwa dan atau khas budaya lokal yang menjadi citra khusus Kawasan Tugu Khatulistiwa, serta tidak adanya jalur pedestrian khusus yang memberikan kesan aman bagi pejalan kaki. Maka dari itu, arahan peningkatan citra jalur Jalan Khatulistiwa dari arah dalam dan luar Kota Pontianak menuju Kawasan Tugu Khatulistiwa adalah pembangunan jalur pejalan kaki serta pemberian ornament-ornament yang mencerminkan Kota Khatulistiwa dan atau cerminan budaya sebagai ritme kawasan, sehingga tidak terkesan monoton dan memiliki daya tarik serta image tersendiri bagi Kawasan Tugu Khatulistiwa. (2) Karakteristik Path pada Sirkulasi kendaraan dan tempat parkir adalah deretan pohon pembentuk visual dari pintu gerbang menuju bangunan Tugu Khatulistiwa. Kemudian letak lahan parkir eksisting menjadi permasalahan terkait proporsi bangunan Tugu Khatulistiwa yang dapat dinikmati dengan baik secara visual oleh pengunjung. Maka dari itu, arahan peningkatan citra jalur ini adalah memindahkan lahan parkir eksisting agar jalur ini memiliki kesan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang ingin berfoto dengan proporsi bangunan Tugu yang baik. (3) Karakteristik Path Pada jalur sirkulasi pejalan kaki menuju tribun adalah tidak terdapat deretan pohon guna memberikan keteduhan, mengingat Kota Pontianak adalah kawasan iklim tropis. Kemudian pada jalur ini tidak terdapat ciri khas yang mencerminkan Kawasan Tugu Khatulistiwa ataupun budaya lokal. Oleh karena itu, dibutuhkan pepohonan guna memberikan keseimbangan suhu, sehingga masyarakat merasa lebih nyaman dalam beraktivitas pada jalur ini. Dan sesuai dengan peruntukan lahannya sebagai kawasan cagar budaya, dibutuhkan ciri khas atau ornamen pendukung yang mencerminkan budaya setempat.

87 (4) Karakteristik Path pada jalur sirkulasi pejalan kaki disamping tribun adalah adanya genangan air pada beberapa jalur, kemudian kemanan pejalan kaki terganggu dengan adanya pengguna kendaraan bermotor yang menggunakan jalur ini menuju ke arah Sungai Kapuas. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan jalur dengan mengubah material jalur menjadi paving block agar masyarakat lebih merasa nyaman dalam melakukan aktivitas di jalur ini. (5) Karakteristik Path pada jalur pejalan kaki ditepi Sungai Kapuas adalah masyarakat tidak merasa aman, sebagai akibat dari belum tersedianya pengaman berupa pembatas jalur dengan Sungai Kapuas. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaman yang berupa pembatas di tepi jalur untuk memberikan kesan aman terhadap pengunjung. Kemudian dibutuhkan pepohonan sebagai penyeimbang suhu atau memberikan kesan rindang. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan citra path di Kawasan Tugu Khatulistiwa, dapat dilihat pada prototipe Gambar 5.3 Arahan Peningkatan Citra Path (Jalur) dibawah ini. 5.4 Arahan Peningkatan Citra Simpul (Nodes) Arahan dalam meningkatkan kualitas citra Kawasan Tugu Khatulistiwa pada elemen node adalah sebagai berikut: (1) Karakteristik galeri yang terdapat di dalam Bangunan Tugu Khatulistiwa adalah kumpulan foto-foto terkait benda ruang angkasa, fenomena alam dan dokumentasi sejarah perkembangan bangunan Tugu Khatulistiwa, serta terdapat Tugu asli pertama yang dibuat pada tahun 1928, yang menandakan garis imajiner nol derajat. Mengingat bahwa garis imajiner nol derajat telah berpindah posisi, kemudian galeri ini memiliki nilai historikal yang kuat, oleh karena itu untuk mendukung pula peruntukannya sebagai benda cagar budaya, dimana dalam kegiatan yang diperbolehkan dalam RTRW Kota Pontianak adalah terkait dengan pendidikan, maka untuk memberikan kesan yang lebih menarik dan meningkatkan image terhadap Kawasan Tugu Khatulistiwa, galeri di dalam bangunan Tugu Khatulistiwa difokuskan sebagai rekreasi ilmu pengetahuan sejarah atau zona sejarah.

88 (2) Kios makanan dapat memberikan kesan atau ciri khas tersendiri, terkait dengan keberagaman budaya di Kota Pontianak, yang dicerminkan dengan penyediaan masakan khas melayu dan dayak. Kemudian, lahan disekitar kios ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang komunitas dan tempat atau wadah pengenalan budaya setempat, guna menambah image dan vitalitas di Kawasan Tugu Khatulistiwa. Zona sosial dan budaya akan diletakkan berdampingan dengan kios makanan atau tempat makan. (3) Tribun dapat memberikan kesan atau ciri khas tersendiri dengan penambahan elemen yang mencerminkan batas antara belahan bumi bagian utara dan selatan, mengingat garis imajiner nol derajat telah bergeser ke arah tribun, sehingga pengunjung dapat mengetahui perlintasan garis imajiner khatulistiwa dan elemen ini dapat memberikan citra tersendiri pada Kawasan Tugu Khatulistiwa. (4) Ruang terbuka di tepi sungai Kapuas sebagai elemen node, dapat memberikan citra tersendiri bagi Kawasan Tugu Khatulistiwa sebagai kawasan tepi air dengan memberikan rasa nyaman bagi pengunjung, oleh karena itu dibutuhkan pepohonan sebagai penyeimbangan suhu yang terdapat di tepi Sungai Kapuas, agar pengunjung merasa nyaman terkait suhu kawasan (gaya alam dan iklim), sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menikmati dan melakukan kegiatan pada ruang terbuka di tepi Sungai Kapuas. Kemudian, ruang terbuka di tepi Sungai Kapuas dijadikan sebagai area rekreasi tepi sungai yang dilengkapi dengan promonade dan ampiteater terbuka yang memberikan akses visual menuju Sungai Kapuas, dan dermaga sandar. (5) Node baru berupa wahana science center yang memberikan citra atau image kawasan sebagai kawasan yang edukatif. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan citra nodes di Kawasan Tugu Khatulistiwa, dapat dilihat pada prototipe Gambar 5.4 Arahan Peningkatan Citra Simpul (Nodes) sebagai berikut.

89 GAMBAR 5.3 Arahan Peningkatan Citra Jalur (Path)

90 GAMBAR 5.4 Arahan Peningkatan Citra Simpul (Nodes)

91 5.5 Arahan Peningkatan Citra Batas atau Tepian (Edges) Arahan peningkatan citra edges dilakukan pada Sungai Kapuas yang berfungsi sebagai batasan kawasan. Untuk menambah kesan pada elemen edges yang baik serta mengacu pada aturan tepi sungai yang dijadikan sebagai halaman depan, kemudian dengan mempertimbangkan bahwa Kawasan Tugu Khatulistiwa terletak pada koridor Sungai Kapuas dan memperhatikan letak wisata lainnya yang berada di jalur/koridor Sungai Kapuas, maka Sungai yang berbatasan langsung dengan Kawasan Tugu Khatulistiwa dapat dijadikan sebagai pintu gerbang alternatif untuk dijadikan sebagai akses masuk menuju Kawasan Tugu Khatulistiwa. Dengan adanya pintu gerbang alternatif ini, kegiatan di tepi Sungai Kapuas akan bertambah dan menjadi image serta daya tarik baru bagi Kawasan Tugu Khatulistiwa. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan citra edges di Kawasan Tugu Khatulistiwa, dapat dilihat pada prototipe Gambar 5.5 Arahan Peningkatan Citra Batas atau Tepian (Edges) sebagai berikut.

92 GAMBAR 5.5 Arahan Peningkatan Citra Batas atau Tepian (Edges)

93 5.6 Rekomendasi Rekomendasi ditujukan kepada berbagai pihak antara lain pihak pemerintah, pengembang, masyarakat, dan para akademisi terkait dengan hasil studi, yaitu sebagai berikut: 1) Citra Kawasan Tugu Khatulistiwa erat kaitannya dengan faktor ciri khas kawasan yang tepat dilalui garis imajiner nol derajat, dan faktor sejarah pembangunan landmark yang ada di kawasan tersebut, oleh karena itu Pemerintah Kota Pontianak melakukan sosialisasi tentang pentingnya pemeliharaan Kawasan Tugu Khatulistiwa untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai interfensi publik dalam aktivitas pelestarian kawasan, khususnya masyarakat yang berada di sekitar Kawasan Tugu Khatulistiwa. 2) Kegiatan merupakan faktor yang berpengaruh dalam membentuk image atau citra kawasan di Kota Pontianak. Oleh karena itu, dibutuhkan penambahan aktivitas pendukung pada Kawasan Tugu Khatulistiwa sesuai dengan peruntukan kawasannya, dalam rangka meningkatkan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa. 3) Arahan diharapkan mampu dikelola dengan baik sehingga dapat mendukung program Pemerintah Kota Pontianak dalam mengembangkan potensi sumberdaya manusia, budaya dan pariwisata Kota Pontianak.