BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN I-1

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya. Kawasan DAS ini memiliki fungsi menampung, menimpan, dan mengalirkan air berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. DAS mempunyai batas di darat sebagai pemisah secara topografis dan batas di laut sampai di perairan masih terpengaruh oleh aktivitas daratan. DAS merupakan suatu ekosistem dimana berbagai aktivitas manusia terjadi di bagian hulu akan mempengaruhi pada bagian tengah dan hilir. Oleh karena itu, dalam mengelola suatu kawasan DAS perlu penanganan sifatnya menyeluruh. Kondisi ada selama ini, kawasan DAS di Indonesia telah banyak tergolong dalam kategori kritis hingga sangat kritis. Salah satu DAS memerlukan penanganan segera adalah DAS Progo. DAS Progo merupakan satu kesatuan ekosistem kawasan melewati dua wilayah administratif provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten terlalui DAS Progo ini antara lain ialah: Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Magelang, Kota Magelang, Semarang, Boyolali, Sleman, Kulon Progo dan Bantul. Berdasar peta Rupa Bumi Indonesia dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional tahun 1999/2000, DAS Progo terletak antara 109 59 BT-110 291 BT dan 07 12 LS-08 04 LS. Berikut merupakan batas DAS Progo, diantaranya : Utara Timur Barat Selatan : DAS JratunSeluna : DAS Opak-Oyo : DAS Bogowonto : Samudera Hindia Menurut data Tahun 2010 dimiliki oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo (BPDAS SOP), luasan DAS Progo hilir adalah 11.852,02 hektar. Berdasarkan pada data tahun 2004, lahan kritis dan sangat kritis 1

2 terdapat di DAS Progo adalah 21.988,39 hektar dari total luas seluruh DAS Progo yaitu 237.058,11 hektar (BPDAS SOP, 2011). Data BPDAS SOP tahun 2009 menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan pertanian yaitu dari tahun 1997 luas lahan pertanian di DAS Progo 118.270 hektar (29%) dan lahan nonpertanian seluas 291.394 hektar (71%). Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 1997 hingga 2002 luas tanah sawah berkurang menjadi 95.275 hektar (27%) dan nonpertanian bertambah menjadi 262.073 hektar (73%). Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa terdapat kecenderungan penurunan luas lahan pertanian mencapai 22.996 hektar. Luas lahan pertanian di DAS Progo hingga saat ini semakin berkurang menjadi 93.773 hektar. Karakteristik DAS Progo anak-anak sungainya memiliki pola aliran berbentuk dendritik. DAS Progo bermuara di sungai utama (Sungai Progo) memanjang dari arah utara ke selatan. Pada bagian hilir, alur Sungai Progo berbelokbelok atau membentuk meander. Disekitar muara Sungai Progo banyak terdapat endapan berupa delta sungai. Endapan tersebut juga mendukung tingginya tasi terjadi (BPDAS SOP, 2009). Menurut Mawardi (2010) DAS Progo merupakan salah satu DAS kritis di Indonesia. DAS ini seharusnya memiliki fungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan namun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari keadaan di lapangan bahwa pada musim kemarau debit air kecil dan pada musim penghujan debit besar. Menurut data Tahun 2013 pada Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo, salah satu permasalahan lingkungan terjadi di DAS Progo ini adalah tasi. Sedimentasi adalah salah satu dampak ditimbulkan oleh terjadinya erosi di daerah hulu. Salah satu penyebab erosi yaitu berkurangnya atau bahkan hilangnya vegetasi pada daerah hulu DAS menimbulkan terjadinya limpasan dan meningkatkan laju erosi. Bila erosi terus menerus terjadi, maka akan menyebabkan hilangnya lapisan tanah atas (top soil) kemudian terbawa oleh arus sungai sampai ke hilir dan menyebabkan terjadinya tasi. Sedimen di DAS Progo hilir berasal dari beberapa anak sungai terutama berhulu di Gunungapi Merapi.

3 Gunungapi Merapi secara periodik menghasilkan erupsi berupa endapan vulkanik di lereng gunung pada musim penghujan material tersebut akan terangkut dan mengisi bagian tengah maupun hilir Sungai Progo. Barunadri (2000 dalam Legono 2003) melaporkan bahwa material pasir di sepanjang Sungai Progo berasal dari lereng Gunungapi Merapi, tebing sungai serta daerah sekitar sungai masuk ke sungai akibat proses erosi pada musim penghujan dan menunjukkan bahwa komposisi material dasar sungai dari hulu ke hilir sebagian besar berupa pasir diikuti lumpur. Sedimen terakumulasi menimbulkan masalah terutama di daerah hilir. Sungai tidak dapat menampung debit aliran besar sehingga meluap dan menggenangi daerah di sekitarnya. Sedimentasi juga menyebabkan tertutupnya muara sungai sehingga dapat menimbulkan banjir dan genangan pada saat debit besar datang. Banjir akan merugikan sekitar karena merusak pertanian dan tambak ada di daerah tersebut. Oleh karena itu diperlukan tepat untuk mengendalikan tasi terjadi. Dari uraian telah dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya tasi adalah erosi diakibatkan oleh perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan menjadi faktor utama terjadinya perubahan tata ruang dan keseimbangannya (Sumaatmaja, 1998). Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara penggunaan lahan dan kebutuhan akan lahan, sangat diperlukan perencanaan wilayah khususnya tentang pengaturan pemanfaatan lahan. Penggunaan lahan akan selalu berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan. Hal ini merupakan aktivitas nyata dilakukan manusia untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tersebut (Purwantoro, 1996). Perubahan penggunaan lahan terjadi akan memberikan dampak terutama dalam pendekatan DAS yaitu tidak berjalannya fungsi alami DAS. Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan judul Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sedimen di DAS Progo Hilir Yogyakarta.

4 1.2 Perumusan Masalah Berdasar pada data Bappeda Kabupaten Kulonprogo (2012), tekanan terhadap DAS Progo paling besar disebabkan oleh peningkatan penggunaan lahan untuk permukiman dan pertanian pada daerah hulu. Masyarakat seringkali memanfaatkan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi benar sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan. Erosi adalah hal sering terjadi di daerah hulu karena tidak adanya akar-akar pepohonan besar mampu menahan air hujan akibat berkurangnya luas hutan karena perubahan penggunaan lahan. Dampak kemudian muncul seperti adanya tasi dapat dilihat secara aktual di bagian DAS Progo hilir. Sedimentasi adalah hasil dari akumulasi material erosi dibawa oleh sungai dari bagian hulu ke hilir sungai. Sedimentasi terjadi terus-menerus setiap tahun sehingga terdapat bermacam jenis tasi di DAS Progo hilir. Dapat dilihat dari citra satelit, tasi di DAS Progo hilir ini menyebabkan muara Sungai Progo berubah arah. Awalnya muara Sungai Progo menuju keselatan bertemu Samudera Hindia. Sekarang muara tertutup dan mengarah ke barat yaitu ke wilayah Kabupaten Kulonprogo. Hal tersebut tentu akan menimbulkan berbagai dampak baik secara ekologis maupun dampak sosial ekonomi. Berdasar pengamatan lapangan telah dilakukan, sejauh ini belum ada usaha signifikan dilakukan oleh maupun pemerintah daerah untuk mengelola daerah tersebut. Sedimen sudah ada dan material terus dibawa oleh sungai seperti tidak mendapat perhatian. Oleh karena itu perlu diketahui kondisi tasi terutama di daerah hilir dan ada tidaknya usaha dilakukan untuk mengendalikan tersebut. Kemudian informasi didapatkan digunakan untuk menyusun rekomendasi dalam rangka mengendalikan tasi. Berdasarkan penjelasan permasalahan tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan luasan tasi di DAS Progo hilir? 2. Apakah pemanfaatan lahan dilakukan oleh pada daerah di DAS Progo hilir?

5 3. Bagaimana rekomendasi arahan tepat untuk menyusun perencanaan pesisir? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini untuk: 1. Mengetahui perubahan luasan tasi di DAS Progo hilir, 2. Menganalisis bentuk pemanfaatan lahan oleh, dan 3. Mengevaluasi usaha dalam. 1.4 Keaslian Penelitian Berdasarkan kajian literatur, penelitian dengan tema DAS dan kaitannya dengan tasi sudah banyak dilaksanakan namun tidak ada judul sama dengan diajukan peneliti yaitu Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sedimen di DAS Progo Hilir Yogyakarta. Penelitian tasi di hilir DAS seperti telah dilakukan Suganda, dkk., (2009) dan Shi, dkk., (2012) memiliki kesamaan dengan penelitian dilakukan peneliti pada metodenya, yaitu tinjauan literatur tentang hilir sungai dan kondisi di sekitarnya. Perbedaannya adalah penelitian Suganda, dkk., (2009) lebih ditekankan kepada objek nya, sedangkan penelitian dilaksanakan peneliti difokuskan pada daerah nya dengan melibatkan saat ini masih sedikit dilakukan. Lebih lanjut, peneliti akan mencari tahu jenis pada berbagai area penggunaan lahan berbeda. Metode digunakan adalah observasi lapangan dengan pegambilan sampel di beberapa outlet seperti pernah dilakukan oleh (Arianti, 2012) dan (Djajasinga, 2012) mengambil sampel diakibatkan oleh lahan pertanian berbeda dan menentukan penanganan tepat pada tersebut. Beberapa penelitian terkait dengan tema penelitian seperti dilakukan peneliti ditampilkan secara\ sederhana pada Tabel 1.1

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian Penulis (tahun terbit) Emirhadi Suganda, Yandi Andri Yatmo, dan Paramita Atmodiwirjo. (2009) Z.H. Shi, L. Ai, N.F. Fang, H.D. Zhu. (2012) Judul Tujuan Metode Hasil Persamaan Perbedaan Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Wilayah Hilir Sungai Modeling the impacts of integrated small watershed managemen t on soil erosion and t delivery Memberikan gambaran kondisi permukiman dan kondisi di Bale Kambang dan Kampung Pulo Menyelidiki dampak DAS berkelanjuta n pada erosi tanah dan sebaran di DAS Wangjiaqiao Tinjauan literatur tentang hilir sungai dan kondisi di sekitarnya. Model dikalibrasi kan dengan pengukura n jangka panjang terlarut pada hilir DAS. Diperlukan keterpaduan antara DAS di berbagai wilayah, serta pemahaman kondisi di wilayah sekitar DAS. Konservasi tanah diambil di lapangan efektif mengurangi erosi di tempat dan produksi. Mengguna kan metode sama yaitu melakukan tinjauan literatur tentang hilir sungai dan kondisi di sekitarnya. Meneliti dampak tas i akibat erosi pada suatu DAS. Penelitian sebelumnya menekankan pada objek nya, sedangkan penelitian dilaksanakan peneliti difokuskan pada daerah nya dengan melibatkan. Penelitian sebelumnya membuat dua pemodelan untuk membandingka n efektivitas DAS sedangkan peneliti membuat rekomendasi daerah karena belum adanya. Forita Dyah Arianti, Suratman, Edhy Martono dan Slamet Suprayogi. (2012) Viari Djajasinga,A niek Dampak lahan Pertanian terhadap hasil Sedimen di Daerah Aliran Sungai Galeh Kabupaten Semarang. Kajian Ekonomi Penanganan Mengetahui hasil diakibatkan oleh lahan pertanian berbeda di daerah aliran sungai Galeh Menentukan metode penanganan Menganali sis sampel diambil dari outlet ketiga sungai utama bermuara ke Sungai Galeh. Pengolaha n dan analisa Dengan lahan pertanian berbeda di DAS Galeh menghasilka n nilai debit berbeda Penanganan berupa Mengguna kan metode sama yaitu observasi lapangan dengan pegambila n sampel akibat pengelolaa n lahan berbeda di beberapa outlet sungai. Menentuka n metode penangana Penelitian sebelumnya hanya menilai debit dan membandingka nnya sedangkan penelitian dilakukan peneliti menganalisis untuk pertimbangan membuat daerah. Penelitian sebelumnya meneliti 6

Lanjutan Tabel 1.1 Penulis (tahun terbit) Masrevaniah, Pitojo Tri Juwono (2012) Lilik Nugrahaeni (2015) Judul Tujuan Metode Hasil Persamaan Perbedaan Sedimen pada Waduk Seri di Sungai Brantas. Pemberdaya an Masyarakat dalam Pengelolaan Sedimen di DAS Progo Hilir Yogyakarta. tepat agar upaya penanganan dapat mempertaha nkan fungsi manfaat waduk sekaligus layak secara ekonomi. Mengkaji jenis-jenis tasi di DAS Progo hilir, menilai jenis-jenis usaha telah dilakukan oleh pada daerah di DAS Progo hilir, dan memberikan rekomendasi arahan tepat untuk menyusun perencanaan pesisir. data untuk Mengetahu i kondisi tampungan, trap efficiency, laju tas i dan volume penangana n paling layak. Kajian literatur, observasi lapangan, PRA. pengerukan dan Penggelonto ran secara kontinu merupakan bentuk koreksi fisik jangka pendek dapat dilakukan pada ketiga waduk. Rekomenda si arahan tepat untuk perencanaan pesisir. n tepat dengan pertimbang an agar daerah memiliki nilai ekonomi. tasi waduk sedangkan peneliti meneliti tasi pesisir. 7

8 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dari beberapa aspek adalah sebagai berikut: 1. Dari segi iptek, penelitian ini merupakan kajian akademis dalam DAS secara terpadu, outputnya memberikan informasi DAS, informasi penggunaan lahan untuk peningkatan kesejahteraan. 2. Dari aspek pembangunan, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pembangunan menyusun perencanaan tata ruang DAS Progo hilir dengan output memberikan informasi pertimbangan kebijakan bagi pemerintah meliputi willayah DAS Progo dalam penyusunan RTRW kabupaten untuk menentukan arah pembangunan berwawasan lingkungan melalui kajian akademis analisis kesesuaian rencana pembangunan lahan dengan pertimbangan DAS. 3. Dari aspek kelestarian, dapat memberikan arahan kawasan di DAS Progo hilir agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensi kawasan sehingga dapat menjamin kelestarian fungsi lingkungan, ekonomi, dan sosial pada DAS tersebut berjalan secara optimal. 4. Meningkatkan pengetahuan mengenai tata ruang wilayah pesisir.