4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

Kesehatan Karang Genus Lifeform Batu

3. METODE PENELITIAN

REKRUTMEN DAN KESEHATAN KARANG (Sceleractinia) PADA SUBSTRAT BATU DI PERAIRAN GOSONG PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA NISA NURIL HUDHAYANI

Parameter Fisik Kimia Perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

2.2. Struktur Komunitas

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

HASIL DAN PEMBAHASAN

JAKARTA (22/5/2015)

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO

Lampiran 1 Hasil pengukuran kualitas air

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rekruitmen karang merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan terumbu karang. Perubahan

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

4. KONDISI HABITAT SIMPING

CORAL REEF CONDITION BASED ON LEVEL OF SEDIMENTATION IN KENDARI BAY

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar dapat dipengaruhi oleh aktivitas dari tempat tempat tersebut. Pengamatan kondisi fisik kimia perairan dilakukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda yaitu pada hari Kamis tanggal 22 September 2011 dan hari Sabtu tanggal 24 September 2011 di keempat stasiun. Parameter-parameter tersebut mempengaruhi biota yang ada didaerah tersebut termasuk karang yang menjadi topik utama dari penelitian ini. Kondisi fisika kimia perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. 4.1.1. Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian Pasang surut mengakibatkan adanya fluktuasi kedalaman perairan yang mengakibatkan perbedaan penetrasi cahaya matahari bagi karang. Pasang surut di perairan ini tidak mengalami anomali selama 5 tahun terakhir (Lampiran 2) dengan kisaran pasang tertingginya adalah 57 cm di atas mean sea level (tinggi muka air rata-rata) dan surut terendahnya adalah 50,5 cm di bawah mean sea level. Nilai kecerahan di seluruh stasiun penelitian memiliki nilai yang sama yaitu 100%. Hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang terlihat jelas. Nilai kecerahan 100% dapat diakibatkan kedalaman yang relatif dangkal yaitu antara 70 99 cm sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat menembus hingga dasar perairan. Kecerahan dapat mempengaruhi masuknya cahaya pada wilayah perairan, dimana cahaya yang masuk dapat digunakan untuk proses 20

21 fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk dalam kolom perairan mengakibatan semakin rendah laju fotosintesis. Kondisi arus di stasiun terlindung cenderung stagnan atau statis, kondisi tersebut biasanya kurang disukai oleh karang yang membutuhkan arus yang cukup untuk distribusi nutrien, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan sampah (Veron 1995). Tabel 3. Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011 Stasiun Suhu ( C) Kedalaman (cm) Kecerahan (%) 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep STP 1 30 30 80-99 80-99 100% 100% STL 1 31 31 88 88 100% 100% STP 2 30 30 70-88 70-88 100% 100% STL 2 32 32 85 85 100% 100% Keterangan : STP = Stasiun Terpapar ; STL = Stasiun Terlindung Suhu di keempat stasiun berkisar antara 30 32 o C dimana suhu pada bagian terlindung I dan II memiliki suhu lebih tinggi dari kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan karang yaitu 28-30 o C (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 2004). Suhu perairan sangat penting bagi pertumbuhan karang, efek perubahan suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi ratarata reproduksi, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Dubinsky 1990). 4.1.2. Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian Parameter ph menunjukkan nilai yang berada pada kisaran yang masih cukup aman untuk kelangsungan hidup biota. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, kisaran ph yang optimal adalah 7 8,5. Kandungan nitrat pada stasiun penelitian berkisar antara 0,112 0,440 mg/l, nilai tersebut berada di atas kisaran baku mutu yaitu 0,008 mg/l. Nilai orthofosfat yang diperoleh adalah berkisar antara 0,020 0,856 mg/l, nilai tersebut berada di atas

22 kisaran baku mutu. Kadar amonia yang optimal bagi pertumbuhan karang adalah 0,3 mg/l, hal ini berarti kadar amonia yang di stasiun penelitian masih berada dibawah kisaran baku mutu. Salinitas di lokasi penelitian berkisar dari 30 33 ppt, hali ini berarti nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi karang untuk hidup. Tabel 4. Kondisi Kimia Perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011 Stasiun Nitrat (mg/l) Orthofosfat (mg/l) Amonia (mg/l) ph Salinitas (ppt) 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep STP 1 0,2321 0,3551 0,229 0,0215 0,1261 0,1950 7,92 8,13 33 30 STL 1 0,2948 0,1767 0,035 0,0363 0,2144 0,1583 8,07 8,13 32 30 STP 2 0,4395 0,1911 0,081 0,1502 0,0768 0,1055 8,01 8,11 32 30 STL 2 0,1116 0,3141 0,856 0,0198 0,0894 0,1697 8,07 8,11 32 30 4.2. Karang Rekrut Karang rekrut ditemukan di empat stasiun dengan total 260 koloni karang. Ditemukan 210 koloni karang pada Stasiun Terpapar I (STP I) yang merupakan stasiun dengan koloni karang terbanyak yang ditemukan. Stasiun terlindung I (STL I) memiliki 37 koloni karang rekrut, pada Stasiun Terpapar II (STP II) ditemukan 9 koloni karang rekrut dan Stasiun Terlindung II (STL II) memiliki 4 koloni karang rekrut. Jumlah koloni karang rekrut secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 7. Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran koloni adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005). Pendataan rekrutmen karang untuk melihat karang yang dapat tumbuh secara alami beserta distribusi dan kelimpahan dari spesies terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, dalam Sorong et al. 2003).

23 Gambar 7. Histogram populasi koloni karang rekrut 4.2.1 Rekrutmen Berdasarkan Genus Tahap identifikasi karang dilakukan hingga tahap genus. Identifikasi karang dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi Veron. Genus yang ditemukan adalah Acropora, Montipora, Porites, Pavona, Favia, dan Goniastrea dari keempat stasiun yang ada. Grafik sebaran karang berdasarkan genus secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Histogram sebaran genus karang rekrut

24 Karang dengan genus Acropora merupakan yang paling banyak ditemukan dan tersebar di seluruh stasiun penelitian yang ada. Genus ini dicirikan dengan adanya koralit yang terbagi menjadi axial dan radial. Sebanyak 179 koloni karang Acropora ditemukan di STP I dimana jumlah ini merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan stasiun yang lain dimana di STL I ditemukan 30 koloni karang, STP II ditemukan 4 koloni karang dan STL II hanya 1 koloni karang. Karang genus Porites merupakan kedua terbanyak yang ditemukan di seluruh stasiun setelah Acropora. Stasiun Terpapar I memiliki 23 koloni karang genus ini dimana jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan stasiun yang lainnya yaitu 2 koloni karang Porites pada STL I, pada STP II ditemukan 3 koloni karang dan pada STP II ditemukan sebanyak 2 koloni karang. Terdapat perbedaan jumlah yang besar antara karang genus Porites di STP I dengan stasiun lainnya. Karang genus Montipora hanya ditemukan di tiga stasiun yaitu pada STP I ditemukan sebanyak 5 koloni karang, pada STL I ditemukan sebanyak 1 koloni karang, dan pada STP II ditemukan 1 koloni karang. Tidak ditemukan karang genus Montipora di STL II. Karang genus Pavona hanya ditemukan di STP I yaitu sebanyak 3 koloni karang. Selain genus Pavona, terdapat karang genus Favia dan Goniastrea yang masing-masing juga hanya ditemukan pada salah satu stasiun penelitian. Karang genus Favia hanya ditemukan di STP II yaitu 1 koloni karang, sedangkan karang dengan genus Goniastrea hanya ditemukan pada STL II dengan jumlah 1 koloni karang.

25 4.2.2. Rekrutmen Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di permukaan rangka (Castro dan Huber 2005). Adapun bentuk pertumbuhan karang menurut English et al. (1997) yaitu terbagi atas karang Acropora dan non Acropora. Untuk karang non Acropora dibagi menjadi digitate, branching, encrusting, submassive, massive, foliose, mushroom, karang api, dan karang biru. Khusus untuk Acropora, bentuk pertumbuhannya dibagi menjadi digitate, branching, encrusting, tabulate dan submassive (Veron 1995). 4.2.2.1. Acropora Bentuk pertumbuhan pada karang genus Acropora yang ditemukan di stasiun penelitian diantaranya adalah tabulate, branching, encrusting, dan digitate. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora dapat dilihat pada Gambar 9. Karang dengan bentuk pertumbuhan tabulate ditemukan dengan jumlah total 56 koloni. Sebanyak 45 koloni karang ditemukan di STP I, di STL I ditemukan 6 koloni karang, 4 koloni pada STP II, dan STL II ditemukan 1 koloni karang. Acropora digitate ditemukan di STP I sebanyak 2 koloni, sedangkan di ketiga stasiun lainnya tidak ditemukan. Bentuk tersebut merupakan bentuk pertumbuhan yang yang paling sedikit dan juga hanya ditemukan di stasiun terpapar I.

26 Gambar 9. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora di seluruh stasiun Bentuk pertumbuhan branching ditemukan di STP I dan STL I. Stasiun Terpapar I memiliki 98 koloni karang Acropora yang berbentuk branching, sedangkan pada STL I terdapat 25 koloni karang. Karang encrusting merupakan bentuk awal pertumbuhan karang Acropora dimana nantinya bentuk tersebut dapat berubah. Ditemukan 36 koloni karang dengan bentuk ini STP I dan 3 koloni karang di STL I sedangkan pada STP II dan STL II tidak ditemukan. Bentuk pertumbuhan yang dapat ditemui di seluruh stasiun adalah tabulate dimana jumlah terbanyak terdapat pada stasiun terpapar I yatu 45 koloni karang. Sementara itu, bentuk pertumbuhan yang jumlahnya paling banyak adalah branching dengan total 123 koloni karang walaupun tidak ditemukan diseluruh stasiun.

27 4.2.2.2. Non Acropora Bentuk pertumbuhan pada karang non Acropora yang ditemukan adalah massive, encrusting dan sub massive, namun yang ditemukan di seluruh stasiun hanya bentuk massive dan encrusting. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang non Acropora dapat dilihat pada Gambar 10. Bentuk pertumbuhan massive pada STP I adalah 11 koloni karang, pada STL I terdapat 2 koloni karang, di STP II terdapat 1 koloni karang, dan di STL II terdapat 1 koloni karang. Total jumlah karang non Acropora dengan bentuk massive dari seluruh stasiun adalah 14 koloni. Gambar 10. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Non Acropora di seluruh stasiun Bentuk pertumbuhan encrusting merupakan yang paling banyak bagi karang non Acropora. Total jumlah karang berbentuk encrusting adalah 22 koloni karang. Pada STP I ditemukan 17 koloni karang, di STL I ditemukan 1 koloni karang, di STP II ditemukan 2 koloni karang dan di STL I ditemukan 2 koloni karang.

28 Bentuk pertumbuhan sub massive hanya ditemukan di 2 stasiun yaitu STP I dan II. Stasiun terpapar I memiliki 1 koloni karang dengan bentuk tersebut, dan STP II memliki 2 koloni karang. Bentuk ini merupakan yang paling sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan bentuk lainnya. 4.2.3. Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter Karang rekrut yang telah diketahui nilai luasannya dikelompokkan berdasarkan rentang nilai seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5. Secara kesuluruhan, rentang nilai luasan yang paling banyak adalah pada kisaran 0 25 cm 2 dengan jumlah 93 koloni karang sedangkan yang paling sedikit adalah pada kisaran luas 150 175 cm 2 dengan jumlah 5 koloni karang. Pada STP I kisaran luas yang memiliki jumlah terbanyak adalah 0 25 cm 2 yang artinya mayoritas karang di stasiun tersebut masih dalam ukuran yang kecil. Kisaran luas yang dominan di STL I adalah 50 75 cm 2 dengan jumlah karang 12 koloni. Kisaran luas yang dominan di STP II adalah 50 75 cm 2 dengan jumlah 3 koloni karang. Stasiun terlindung II didominasi oleh karang berukuran 50 75 cm 2 dengan jumlah 2 koloni karang. Karang rekrut juga dikelompokkan berdasarkan tiap genusnya agar terlihat perbandingan rataan luasan koloni karang (Gambar 11). Untuk genus Acropora, rataan luas koloni yang terbesar terdapat pada STP I, untuk genus Montipora dan Porites rataan luasan terbesarnya terdapat di STL I dan STP II. Selain luasan, diukur pula diameter karang sebagai pembanding. Karang rekrut yang telah diukur diameternya dikelompokkan berdasarkan rentang nilai seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun pengkelasan diameter karang rekrut menurut Loch (2002) adalah 0 1 cm, >1 2 cm, >2 4 cm, dan lebih dari

29 4 8 cm. Kisaran diameter yang dominan pada STP I adalah 6 9 cm, kisaran ini masuk kedalam ukuran karang rekrut yang kecil (Engelhardt 2000). Stasiun Terlindung I didominasi oleh karang berdiameter 6 9 cm dan 12 15 cm, masing-masing memiliki 8 koloni karang. Kisaran diameter yang dominan pada STP II adalah 9-12 cm dengan jumlah 3 koloni karang. Pada STP II, kisaran yang dominan adalah 9-12 cm dengan jumlah 3 koloni karang. Tabel 5. Tabel luasan karang rekrut di seluruh stasiun Terpapar I Terlindung I Terpapar II Terlindung II Luas (cm²) Acropora Montipora Porites Pavona Acropora Montipora Porites Acropora Montipora Porites Favia Acropora Porites Goniastrea Jumlah 0-25 76 0 4 1 10 0 1 0 0 0 0 0 0 1 93 25-50 49 1 5 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 57 50-75 17 0 2 1 12 0 0 0 0 2 1 0 2 0 37 75-100 10 0 1 0 4 0 0 2 0 0 0 1 0 0 18 100-125 12 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 125-150 1 1 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 150-175 2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 175-200 0 0 1 0 2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 6 >200 12 3 1 0 4 1 0 1 1 0 0 0 0 0 23 Tabel 6. Tabel diameter karang rekrut di seluruh stasiun Terpapar I Terlindung I Terpapar II Terlindung II Diameter (cm) Acropora Pavona Montipora Porites Acropora Montipora Porites Acropora Favia Montipora Porites Acropora Goniastrea Porites Jumlah 0-3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 6 53 1 0 2 6 0 0 0 0 0 0 0 1 0 63 6 9 69 1 0 9 7 0 1 0 0 0 0 0 0 0 87 9 12 17 0 0 0 5 0 0 0 1 0 2 1 0 2 28 12 15 18 0 1 5 8 0 0 2 0 0 0 0 0 0 34 15-18 7 1 0 6 4 0 1 1 0 0 1 0 0 0 21 18-21 4 0 0 1 4 1 0 1 0 1 0 0 0 0 12 >21 9 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12

30 Gambar 11. Histogram luasan karang rekrut Secara keseluruhan, kisaran diameter yang paling dominan dari semua stasiun adalah 6 9 cm dengan jumlah 87 koloni karang. Kisaran diameter tersebut merupakan ukuran karang yang terbilang kecil dan dapat disimpulkan bahwa karang tersebut didominasi oleh karang yang masih terbilang muda. 4.3. Kesehatan Karang Rata-rata kesehatan fragmen karang beraada di nilai lima. Nilai maksimum hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari skala nol sampai enam. Nilai enam dan lima dari pengukuran menggunakan skala warna menunjukan bahwa fragmen karang tersebut dalam kondisi sehat. Nilai empat dan tiga menunjukan kondisi karang yang kurang sehat, sedangkan nilai dua hingga nol berarti kritis dan mulai terjadi bleaching (Seabeck et al 2006). Kondisi kesehatan karang di stasiun terpapar I terbilang baik karena ratarata berada dalam kisaran 5-6, namun adapula karang yang berada pada kisaran 2 dan 3 dengan total jumlah 17 koloni yang berarti terdapat karang yang kurang

31 sehat dan berpotensi terjadi bleaching di stasiun ini. Data kesehatan karang seluruh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1. Kondisi kesehatan pada stasiun terlindung I berada pada kisaran 5-6 yang berarti berada dalam kondisi sehat. Karang yang berada di stasiun terpapar II berada dalam kisaran 5-6, hal ini berarti karang berada dalam kondisi yang sehat. Kondisi karang pada stasiun terlindung II berada dalam kisaran 5-6 yang berarti berada dalam kondisi sehat, namun ada satu karang dengan warna yang berada di angka 3. 4.4. Kepadatan Karang Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur tingkat rekrutmen karang pada suatu tempat. Nilai kepadatan pada STP I adalah 1,3697 koloni/m 2, di STP I nilainya 0,2266 koloni /m 2, di STP II nilainya 0,0513 koloni /m 2, dan di STL II nilainya adalah 0,0251 koloni /m 2 (Tabel 7). Nilai kepadatan karang di stasiun terpapar I adalah yang paling besar dibandingkan ketiga stasiun lainnya, namun nilai tersebut masih terbilang rendah untuk kepadatan karang (Engelhardt 2000), sedangkan kepadatan yang paling rendah adalah pada stasiun terlindung II. Adapun penelitian tentang kepadatan karang yang dilakukan oleh Abrar (2011) di Pulau Pari menyatakan bahwa kepadatan karang yang didapat sebesar 7,3 koloni/m 2. Nilai kepadatan yang rendah tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat rekrutmen diseluruh stasiun, namun permukaan substrat yang masih luas dapat membuat tingkat rekrutmen naik. Terdapat korelasi positif antara jumlah karang rekrut dengan luas permukaan substrat yang kosong dan tersedia (Connel, Hughes dan Wallace 1997).

32 Tabel 7. Tabel kepadatan karang di seluruh stasiun Keterangan STP I STL I STP II STL II Jumlah Batu 262 279 300 272 Luas Permukaan 0,5852 ±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05 Batu (m 2 ) Luas Permukaan 153,3224 163,2708 175,5600 159,1744 Total (m 2 ) Kepadatan (koloni /m 2 ) 1,3697 0,2266 0,0513 0,0251 4.5. Analisis Statistik 4.5.1. Analisis Korespondensi Data dari genus, diameter, dan stasiun diplotkan (Gambar 12) sehingga terlihat bahwa genus Goniastrea terdapat pada STL II, sedangkan STP II didominasi oleh genus Favia dan Montipora. Genus Acropora dan Pavona lebih dekat ke STP I yang dominan oleh karang berdiameter kurang dari 9 cm. Genus Porites lebih dekat dengan STL I yang dominan oleh karang berdiameter lebih dari 9 cm. Dimensi 1 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 52,896% dan dimensi 2 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 49,869%. STP I dan STL I memiliki hubungan yang relatif sangat dekat.

33 Gambar 12. Analisis korespondensi antara stasiun, diameter karang, dan genus karang 4.5.2. Korelasi Dimensi 1 Hubungan antara genus dengan stasiun lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara genus dengan diameter. Korelasi antara stasiun dengan genus sebesar 0,428. kuatnya hubungan antara genus dengan stasiun lebih besar dari hubungan antara stasiun dengan diameter karena korelasi antara stasiun dengan diameter sebesar 0,259, sedangkan diameter dengan genus memiliki korelasi paling kecil yaitu sebesar 0,170 (Tabel 8). Tabel 8. Variabel korelasi antara genus karang, diameter karang, dan stasiun Stasiun Genus Diameter Stasiun 1,000 0,428 0,259 Genus 0,428 1,000 0,170 Diameter 0,259 0,170 1,000

34 4.6. Biota Penempel Lainnya Permukaan batu yang menjadi tempat menempel karang tidak hanya ditempeli oleh karang saja namun terdapat biota lain yang menempel dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup karang. Biota penempel lain yang ditemukan adalah bulu babi (Diadema sp.), alga Padina sp. dan Caulerpa sp., tunikata, spons, anemon pasir (Heteractis malu), dan Cypraea sp (Gambar 13). Tutupan alga atau tunikata dapat menghambat penempelan larva karang atau menurunkan kelulusan hidup karang rekrut karena kompetisi ruang. Adanya hewan perumput (grazer) menyebabkan keberadaan alga tidak menjadi pembatas. Penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput seperti bulu babi dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulusan hidup rekrut (Harrison and Wallace 1990). Namun, perumputan yang intensif dapat menghancurkan karang rekrut yang hidup di antara alga tersebut. Karang rekrut juga mengalami kerusakan dan terluka akibat pemangsaan oleh ikan dan bulu babi (Engelhardt 2000).

Gambar 13. Biota penempel lainnya : A. Caulerpa sp.; B. Cypraea sp.; C. Heteractis malu; D. Tunikata; E. Bulu babi (Diadema sp.); F. Padina sp.; G. Spons Hitam 35