4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu normal untuk karang akan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Dalam kondisi perubahan parameter yang ekstrim dapat menyebabkan stress dan kematian pada karang Cahaya Cahaya memiliki peranan penting untuk kegiatan fotosintesis alga zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang. Nilai kecerahan pada penelitian ini bernilai 100% yang artinya penetrasi cahaya sampai ke dasar perairan sehingga akan mendukung proses fotosintesis (Nybakken 1992). Selain itu, menurut Nybakken (1992) cahaya matahari digunakan juga sebagai sumber energi untuk melakukan proses kalsifikasi sehingga karang bisa tumbuh dengan cepat Salinitas Salinitas suatu perairan sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan masukan air tawar dari daratan. Menurut Nybakken (1992), salinitas air laut yang normal untuk kehidupan karang hermatifik adalah / 00 dan berkisar antara / 00 (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Gambar 7. Perubahan salinitas rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa

2 Salinitas di perairan Pulau Kelapa berfluktuasi dengan kisaran salinitas / 00. Nilai salinitas menurun pada bulan Januari 2011 kemudian naik sampai pada salinitas 32 0 / 00 di bulan Mei dan Juli Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan memasuki musim barat sehingga nilai salinitas semakin rendah dengan nilai terendah pada bulan Januari 2011 kemudian naik lagi memasuki musim timur karena berkurangnya curah hujan. Menurut Rachmawati (2001) in Wibowo (2009) penurunan salinitas perairan laut dapat disebabkan oleh pasokan air tawar, badai, dan hujan. Kisaran salinitas pada bulan September dan Desember yang berada di bawah kisaran normal untuk pertumbuhan karang dapat menyebabkan pertumbuhan karang terganggu dan tidak optimal Suhu Suhu adalah salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam kehidupan karang. Berdasarkan Bikerland (1997) terumbu karang umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu ºC. Gambar 8. Fluktuasi suhu rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Suhu perairan pada lokasi penelitian di Pulau Kelapa berkisar antara 28-30,6 ºC. Suhu perairan berfluktuasi pada tiap pengambilan data dan menunjukkan tren menurun dari bulan September 2010 sampai Juli Menurut Nybakken (1992) kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan karang berkisar antara ºC, sedangkan menurut Dirjen PHKA (2008) ºC dan menurut KepMen LH No.51 (2004) baku mutu suhu perairan untuk terumbu karang berkisar antara ºC. Pada bulan September 2010 sampai Mei 2011 suhu perairan masih dalam batas optimal untuk pertumbuhan karang sedangkan pada bulan Juli 2011 suhu perairan di atas batas normal sehingga tidak terlalu baik untuk pertumbuhan karang.

3 Perubahan suhu bulan Mei ke Juli menunjukkan kenaikan sebesar 2 ºC dimana kenaikan ini cukup signifikan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Studi yang dilakukan Coles & Jokie (1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007) menunjukkan perubahan suhu perairan secara mendadak sekitar 4-6 ºC dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan mematikannya. Penurunan suhu perairan dapat disebabkan oleh kurang optimalnya intensitas penyinaran matahari. Curah hujan yang meningkat pada bulan Desember berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari dan mempengaruhi kondisi saat pengambilan data. Meningkatnya curah hujan juga dapat menyebabkan masuknya sedimen-sedimen dari daratan sehingga meningkatkan kekeruhan perairan yang berakibat pada terhambatnya penetrasi cahaya matahari karena terhalang oleh sedimen. Berkurangnya cahaya matahari akan berpengaruh terhadap penurunan suhu. Sebaliknya, pada bulan Juli curah hujan semakin berkurang sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi optimal dan berakibat pada meningkatnya suhu perairan Kekeruhan Kekeruhan terjadi karena banyaknya padatan tersuspensi atau sedimen dalam perairan, menurut Thamrin (2006) padatan tersuspensi ini akan mempengaruhi sepanjang siklus hidup hewan karang. Anna (1999) in Sachoemar (2008) menyatakan Kepulauan Seribu juga sangat rentan terhadap ancaman pencemaran dari daratan, mengingat secara osenografis lokasinya berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta yang padat pemukiman dan industri Kekeruhan di perairan Pulau Kelapa selama pengamatan September 2010 sampai Juli 2011 memiliki nilai yang berfluktuasi. Nilai kekeruhan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 dan terendah terjadi pada Mei 2011 dengan kisaran antara 0,28 NTU-0,70 NTU (Gambar 9). Kekeruhan yang tinggi pada bulan Januari 2011 diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan sebagai efek dari musim barat sehingga mengakibatkan terjadinya pengadukan partikel-partikel terlarut yang terdapat pada kolom perairan serta partikel yang mengendap di dasar perairan. Selain itu, hujan yang turun juga menyebabkan partikel-partikel dari daratan (run off) terbawa ke perairan sehingga meningkatkan nilai kekeruhan perairan. Letak Kepulauan Seribu seperti yang diungkapkan Anna (1999) in Sachoemar (2008) sangat rentan karena berhubungan langsung dengan teluk Jakarta yang merupakan

4 tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta. Hal ini memberikan pengaruh terhadap masukan sedimen ke perairan sehingga menyebabkan meningkatnya kekeruhan di Kepulauan Seribu. Gambar 9. Kekeruhan rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Partikel tersuspensi atau sedimen ini dapat mempengaruhi kehidupan karang baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh langsung sedimen adalah dengan menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang. Sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu menghalangi penetrasi cahaya sehingga mengganggu fotosintesis (Bak 1978 in Supriharyono 2007). Selain itu, sedimen yang tinggi memaksa karang untuk mengeluarkan energi lebih guna menghalau sedimen tersebut yang mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang (Pastorok dan Bilyard 1985 in Supriharyono 2007) Kecepatan arus Arus memiliki peranan penting terutama dalam menyuplai makanan bagi karang, oksigen serta membantu karang membersihkan diri dari sedimen (Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari at al. 2009). Kecepatan arus rata-rata di lokasi penelitian meningkat pada setiap pengambilan data dengan kisaran antara 0,12 m/s sampai 0,32 m/s (Gambar 10). Nilai kecepatan arus yang meningkat diduga disebabkan oleh pergantian musim yaitu dari musim barat ke musim timur. Musim timur memiliki arus dan gelombang yang lebih besar dibandingkan pada musim barat sehingga kecepatan arus terus meningkat terutama memasuki bulan Juli 2011 yang memiliki kecepatan sebesar 0,32 m/s naik sekitar 0,12 m/s dibandingkan bulan Mei 2011 yang memiliki kecepatan 0,2 m/s.

5 Gambar 10. Kecepatan arus rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kecepatan arus dan turbulensi akan berpengaruh terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang. Karang yang berada pada perairan dengan gelombang yang cukup kuat memiliki bentuk pertumbuhan masif atau bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Sedangkan pada perairan yang tenang, koloni karang yang terbentuk cenderung memanjang dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping (Rachmawati 2001 in Wibowo 2009) Nutrien (ammonia, nitrat, dan ortofosfat) Terumbu karang umumnya hidup pada perairan yang miskin unsur hara dengan kadar nutrien terbatas. Hanya beberapa spesies saja yang dapat beradaptasi pada lingkungan yang kaya unsur hara salah satunya Stylophora pistillata. Walker & Ormund (1982) in Supriharyono (2007) mengatakan bahwa spesies Stylophora pistillata memiliki ketahanan hidup pada perairan yang kaya akan unsur hara. Hal ini sesuai dengan penelitian Wibowo (2009) di perairan Pulau Karya yang mendapatkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%, sedangkan sebagian besar spesies karang tidak dapat beradaptasi terhadap perairan yang kaya akan unsur hara. Kandungan unsur hara yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan alga sehingga dapat menginvasi karang-karang disekitarnya dan menyebabkan terganggunya kehidupan karang bahkan dapat menyebabkan kematian pada karang (Estradivari et al. 2009) Kadar nutrien yang keberadaannya sangat penting dan mempengaruhi kehidupan karang diantaranya nitrogen (N) yang biasanya dalam bentuk nitrat (NO 3 - N) dan amonia (NH 3 -N) serta fosfor yang biasanya dalam bentuk ortofosfat (PO 4 -P).

6 Gambar 11. Kandungan nitrat (NO 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan nitrat rata-rata di perairan Pulau Kelapa menunjukkan kenaikan pada bulan Januari 2011 kemudian turun sampai bulan Juli (Gambar 11). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan kandungan unsur hara pada perairan adalah sedimentasi (Supriharyono 2007). Sedimen yang masuk ke perairan membawa unsur hara salah satunya adalah nitrat sehingga kandungan nitrat menjadi naik. Pengamatan pada bulan Januari menunjukkan nilai sedimentasi yang tinggi, tertinggi dibandingkan dengan pengamatan pada bulan lainnya. Hal ini menandakan peningkatan laju sedimentasi berpengaruh terhadap kandungan nitrat pada perairan Pulau Kelapa. Selain itu, tingginya kandungan nitrat pada bulan Januari 2011 juga dapat disebabkan oleh adanya proses nitrifikasi amonia menjadi nitrat yang dipicu oleh besarnya kadar oksigen sehingga menyebabkan kandungan nitrat di perairan meningkat (Effendi 2003 in Wibowo 2009), sedangkan kandungan amonia menjadi berkurang pada bulan tersebut (lihat Gambar 12). Menurut effendi (2003) nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga dan dapat dimanfaatkan secara langsung. Hal ini sesuai dengan kondisi pada saat pengamaratan bulan Januari 2011 dimana alga sangat melimpah termasuk yang menempel pada modul bahkan sampai menutupi fragmen karang.

7 Gambar 12. Kandungan amonia (NH 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan amonia mengalami kenaikan sampai bulan Mei dimana kandungan amonia pada bulan tersebut mencapai 0,308 (Gambar 12). Kadar kandungan ini melebihi baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan KepMEN LH No. 51 (2004) sebesar 0,3 mg/l sehingga dapat mempengaruhi kehidupan biota karang. Berdasarkan data yang didapatkan diduga kandumgan amonia yang tinggi mempengaruhi tingat ketahanan hidup fragmen karang sehingga menyebabkan kematian pada beberapa fragmen karang di bulan Januari-Mei Gambar 13. Kandungan ortofosfat (PO 4 -P) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan ortofosfat terus menurun sampai akhir pengamatan dengan nilai tertinggi sebesar 0,007 (Gambar 13). Berdasarkan KepMen LH No. 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk biota laut kandungan ortofosfat di perairan Pulau Kelapa selama pengamatan tidak melebihi baku mutu sehingga diduga tidak mempengaruhi kehidupan karang pada perairan tersebut.

8 4.2. Pertumbuhan Karang Tingkat pencapaian pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak Tingkat pencapaian pertumbuhan karang merupakan pertumbuhan ukuran karang baik panjang maupun lebar karang pada setiap waktu pengamatan. Dalam penelitian ini waktu pengamatan dilakukan selama sebelas bulan yaitu dari bulan September 2010 sampai Juli 2011 dengan jumlah pengambilan sebanyak empat kali terhadap tiga jenis karang yaitu H. rigida, A. nobilis dan A. microphthalma. Tabel 3. Ukuran tingkat pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasi Jenis Karang H. rigida (n=19) A. nobilis (n=68) A. microphthalma (n=24) Ukuran (cm) Waktu Pengukuran Sep-10 Jan-11 Mei-11 Jul-11 Pertumbuhan mutlak (cm) (Sep 2010-Jul 2011) Tinggi 13,38±6,00 14,14±5,83 14,75±4,57 15,93±5,11 2,55 ± 5,38 Lebar 11,52±5,01 13,49±4,97 16,55±4,54 18,27±5,44 6,75 ± 4,80 Tinggi 25,12±10,33 26,22±10,23 27,93±8,31 29,44±8,48 4,30 ± 7,47 Lebar 28,30±8,25 31,19±9,67 36,83±10,35 38,92±10,67 10,52 ± 6,94 Tinggi 23,15±6,31 24,25±7,08 27,23±6,95 27,84±6,76 4,69 ± 4,07 Lebar 30,19±14,33 34,24±13,68 36,83±14,10 37,89±14,05 7,70 ± 6,93 Pertumbuhan mutlak yang dicapai fragmen H. rigida dari bulan September 2010 sampai Juli 2011 sebesar 2,55±5,38 cm untuk pertumbuhan tinggi dan 6,75±4,80 cm untuk pertumbuhan lebar (Gambar 14). Fragmen ini memiliki tingkat pertumbuhan terendah diantara ketiga fragmen yang diteliti baik untuk pertumbuhan tinggi maupun lebarnya. Pencapaian pertumbuhan fragmen A. nobilis sebesar 4,33±7,40 cm untuk pertumbuhan tinggi dan 10,62±6,94 cm untuk lebar dimana pertumbuhan lebar A. nobilis merupakan pertumbuhan lebar terbesar diantara ketiganya. Sedangkan tingkat pertumbuhan fragmen A. microphthalma sebesar 4,69±4,67 cm untuk dimensi tinggi dan 7,70±6,93 cm untuk dimensi lebar dimana pertumbuhan dimensi tinggi Acropora ini merupakan yang terbesar diantara pertumbuhan tinggi ketiga fragmen yang diteliti. Besarnya nilai standar deviasi pada dimensi pertumbuhan lebar dan tinggi ketiga fragmen disebabkan oleh adanya variasi nilai yang besar pada tiap fragmen. Beberapa fragmen memiliki nilai yang sangat tinggi namun ada pula fragmen karang yang mempunyai nilai sangat kecil (Lihat di lampiran 1, 2, dan 3). Perbedaan nilai pertumbuhan yang sangat besar ini menyebabkan besarnya nilai standar deviasi yang

9 didapatkan untuk pertumbuhan dimensi lebar maupun tinggi pada ketiga fragmen baik pada nilai pertumbuhan mutlak maupun nilai laju pertumbuhannya. Adanya gangguan lingkungan terutama alga yang disebabkan oleh adanya nutrien (nitrat dan ortofosfat) yang cukup tinggi pada perairan membuat pertumbuhan karang terhambat. Beberapa fragmen karang pada saat pengamatan di lapangan tertutup oleh alga baik tertutup sebagian bahkan seluruhnya (Gambar 21 dan lampiran 7). Pertumbuhan lebar memiliki nilai lebih besar dibandingkan pertumbuhan tinggi pada ketiga fragmen yang diteliti baik pada H. rigida, A. nobilis, maupun A. microphthalma. Hal ini mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ketiga jenis karang tersebut cenderung melebar. Pola pertumbuhan seperti ini diduga disebabkan oleh faktor cahaya dimana untuk mendapatkan asupan cahaya yang maksimal karang berusaha untuk memperluas jaringan karangnya sehingga bisa mendapatkan lebih banyak cahaya. Gambar 14. Pertumbuhan mutlak lebar dan tinggi fragmen karang selama sebelas bulan (September 2010-Juli 2011). Faktor kedalaman, gelombang dan pasang surut juga mempengaruhi pola pertumbuhan fragmen karang tersebut. Lokasi transplantasi berada pada daerah tubir dan termasuk daerah zona intertidal dimana daerah ini banyak dipengaruhi aktifitas pasang surut air laut dan gelombang. Beberapa modul tempat fragmen karang terletak pada kedalaman yang sangat dangkal (kurang dari satu meter dengan kedalaman maksimal 4 meter) sehingga diduga untuk beradaptasi terhadap aktifitas pasang surut tersebut fragmen karang cenderung tumbuh dengan pola melebar. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah yang dangkal dengan pasokan cahaya yang cukup serta terkena gelombang yang besar akan menyebabkan pertumbuhan karang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul.

10 Rachmawati (2001) in Wobowo (2009) menyatakan bahwa pada daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Penelitian yang dilakukan Iswara (2010) terhadap jenis karang H. rigida di lokasi yang sama selama enam bulan mendapatkan pola pertumbuhan yang juga cenderung melebar. Tingkat pencapaian pertumbuhan yang dicapai sebesar 6 cm untuk lebar dan 3,8 cm untuk tinggi. Berdasarkan waktu yang digunakan dalam penelitian, maka secara umum tingkat pencapaian pertumbuhan pada penelitian Iswara (2010) lebih besar dibandingkan dengan penelitian ini. Adanya perbedaan waktu kegiatan transplantasi dan perbedaan perlakuan menyebabkan hasil yang berbeda pada pertumbuhan fragmen karang. Penelitian Prawidya (2003) terhadap spesies H. rigida selama lima bulan namun di tempat yang berbeda mendapatkan nilai pertumbuhan mutlak untuk lebar sebesar 5,02 cm dan untuk tinggi sebesar 3,59 cm. Hasil yang didapatkan Prawidya menunjukkan nilai yang lebih besar untuk pertumbuhan tinggi namun lebih rendah untuk pertumbuhan lebar jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Herdiana (2001) melakukan penelitian terhadap jenis karang A. microphthalma dan Acropora intermedia yang mempunyai struktur dan life form mirip dengan A. nobilis di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, selama lima bulan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan tingkat pencapaian pertumbuhan A. microphthalma sebesar 3,64±0,34 cm untuk tinggi dan 5,61±0,24 cm untuk lebar. Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan A. microphthalma yang ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu memiliki pola yang sama yaitu cenderung melebar. Penelitian Herdiana (2001) terhadap A.intermedia yang ditransplatasikan di Pulau Pari memiliki pola yang sama dengan A. nobilis yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, yaitu cenderung melebar. Nilai pertumbuhan yang didapatkan sebesar 1,04±0,06 cm untuk tinggi dan 6,19±0,37 cm untuk lebar. Kondisi lingkungan memberikan pengaruh terhadap morfologi terumbu karang. Pada spesies A. nobilis dan A. microphthalma yang memiliki life form

11 branching arborescent pertumbuhan seharusnya lebih dominan tinggi dibandingkan lebar, namun pengamatan dilapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Pertumbuhan kedua jenis karang tersebut menunjukan pola pertumbuhan yang lebih cenderung melebar atau horizontal daripada vertikal. Hal yang sama juga terjadi terhadap karang spesies H. rigida yang memiliki pola pertumbuhan lebih besar lebar daripada tinggi. Pada pengamatan spesies Acropora humilis, Acropora austera, dan Acropora bruegemani dilokasi dan waktu yang sama menunjukan pola yang juga cenderung melebar pada A. humilis dan A. austera, sedangkan pada A. bruegemani lebih cenderung ke pertumbuhan tinggi. Pertumbuhan mutlak A. humilis sebesar 5,1±2,92 cm untuk lebar dan 3,1±1,92 cm untuk tinggi, A. austera sebesar 7,1±4,01 cm untuk lebar dan 6,5±3,76 cm, serta A. brueguemani sebesar 4,0±2,66 cm dan 4,2±2,89 cm untuk lebar dan tinggi Laju pertumbuhan karang Laju pertumbuhan karang yang diukur meliputi laju pertumbuhan untuk dimensi tinggi dan lebar fragmen dimana pengukuran dilakukan setiap rentang waktu yang ditentukan. Data laju pertumbuhan tinggi dan lebar yang didapatkan kemudian dirata-ratakan dan dibagi rentang waktu perbulan untuk menghasilkan laju pertumbuhan rata-rata perbulan. Laju pertumbuhan rata-rata baik tinggi dan lebar secara umum untuk ketiga fragmen karang bervariasi. Pada jenis H. rigida pertumbuhan tinggi rata-rata dan lebar rata-rata menunjukkan nilai yang cenderung naik (Gambar 15). Laju pertumbuhan tinggi rata-rata terbesar terjadi pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,59±1,54 cm dan terendah pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 0,15±1,16 cm/bulan. Laju pertumbuhan lebar rata-rata tertinggi terjadi pada bulan yang sama dengan tinggi yaitu Mei-Juli 2011 sebesar 0,86±1,55 cm/bulan dan terendah pada bulan September-Januari 2011 sebesar 0,46±0,45 cm/bulan. Pada fragmen jenis A. nobilis pertumbuhan rata-rata tinggi terbesar terjadi pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,74±1,14 cm/bulan dan terendah pada September 2010-Januari 2011 sebesar 0,37±0,61 cm/bulan, sedangkan pertumbuhan rata-rata lebar terbesar terjadi pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 1,39±1,70 cm/bulan dan terendah pada September 2010-Januari 2011 sebesar 0,77±0,89 cm/bulan (Gambar 17). Pada A.

12 microphthalama pertumbuhan rata-rata tinggi terbesar terjadi pada Januari-Mei 2011 sebesar 0,81±0,44 cm/bulan dan terendah pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,29±1,12 cm/bulan sedangkan pertumbuhan rata-rata lebar terbesar terjadi pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 1,39±0,42 cm/bulan dan terendah pada bulan September 2010-Januari 2011 dengan laju pertumbuhan sebesar 0,77±1,45 cm/bulan (Gambar 18). Gambar 15. Laju pertumbuhan rata-rata tinggi dan lebar fragmen H. rigida (x±sd) Laju pertumbuhan tinggi H. rigida menurun pada bulan Januari-Mei 2011 sedangkan laju pertumbuhan lebar mengalami kenaikan. Hal ini diduga pada bulan Januari-Mei 2011 sebagian besar energi yang dihasilkan oleh karang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan ke arah samping atau lebar sehingga laju pertumbuhan lebar mengalami kenaikan dan laju pertumbuhan tinggi mengalami penurunan. Pertumbuhan dominan ke arah samping menunjukkan adaptasi karang untuk mempertahankan hidupnya terutama untuk mendapatkan sinar matahari dengan memperbanyak polip karang sehingga fragmen karang dapat tetap hidup meskipun kondisi lingkungan kurang mendukung. Pada bulan Mei-Juli laju pertumbuhan baik lebar maupun tinggi fragmen karang H. rigida mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan dengan bulan Januari-Mei Pada bulan Mei-Juli 2011, energi yang dihasilkan oleh karang digunakan secara seimbang sehingga laju pertumbuhan baik lebar maupun tingginya mengalami kenaikan. Besarnya laju pertumbuhan pada bulan Mei-Juli 2011 didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang cukup baik. Beberapa faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan karang pada bulan tersebut adalah arus, nitrat, ortofosfat, amonia, salinitas, dan kekeruhan. Arus

13 menunjukkan nilai yang paling besar pada bulan Mei-Juli 2011 (Gambar 10). Arus memberikan dampak positif terhadap karang seperti yang diungkapkan Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari et al bahwa arus membantu menyuplai makanan untuk karang dalam bentuk zooplankton, membawa oksigen, serta membantu mebersihkan karang dari sedimen. Nitrat, ortofosfat, dan ammonia pada bulan Juli 2011menunjukkan nilai yang kecil yaitu sebesar 0,007 untuk nitrat, sedangkan ortofosfat sebesar 0,048 dan ammonia memiliki nilai di bawah 0,005. Nilai ini masih di bawah nilai baku mutu untuk kehidupan karang yang ditetapkan oleh KepMen LH No. 51 tahun 2004 sehingga sangat mendukung untuk kehidupan dan pertumbuhan karang. Kandungan nitrat dan ortofosfat yang tinggi pada suatu perairan dan menstimulir pertumbuhan alga secara berlebihan sehingga dapat mengganggu kehidupan karang, sedangkan ammonia bersifat racun terhadap biota perairan termasuk karang (Effendi 2003). Salinitas pada bulan Mei dan Juli 2011 memiliki nilai sebesar 32 o / oo, menurut Nybakken (1992) dan Ramimohtarto dan Juwana (1999) nilai salinitas ini sesuai untuk kehidupan karang. Kekeruhan pada bulan Mei dan Juli 2011 memiliki nilai yang sangat kecil (paling rendah dibandingkan nilai kekeruhan pada pengamatan-pengamatan sebelumnya) dan masih di bawah baku mutu sesuai KepMen LH No. 51 tahun 2004 sehingga sangat cocok untuk kehidupan karang. Kekeruhan yang tinggi pada suatu perairan disebabkan oleh adanya sedimen yang tinggi pada perairan tersebut. Sedimen yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap karang seperti yang diungkapkan oleh Bak (1978) in Supriharyono (2007) bahwa sedimen dapat menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang, selain itu menurut Pastorok dan Bilyard (1985) in Supriharyono (2007) sedimen yang tinggi memaksa karang mengelurkan energi lebih untuk menghalau sedimen tersebut sehingga mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang. Pada bulan Januari-Mei 2011 faktor lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhan fragmen karang sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan fragmen H. rigida. Salinitas pada bulan ini berada diluar kisaran normal untuk karang sehingga dapat mengganggu pertumbuhan karang. Selain itu, kekeruhan pada bulan Januari menunjukkan nilai yang tinggi dimana kekeruhan yang tinggi menandakan tingginya partikel atau sedimen dalam perairan (Gambar 7 dan 9).

14 Sedimen yang tinggi dapat menutup polip karang sehingga mengganggu proses fotosintesis yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan karang. Kadar nitrat yang tinggi secara tidak langsung bisa menyebabkan blooming alga sehingga dapat menimbulkan adanya persaingan tempat dengan karang dan menghambat pertumbuhan karang. Gambar 16. Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis H. rigida pada penelitian yang berbeda Ket: *Peneliti H. rigida dalam skripsi ini, ** Iswara (2010) meneliti H. rigida di tempat yang sama dengan penulis namun berbeda waktu, *** (Prawidya (2003) meneliti H. rigida di tempat yang berbeda. Nilai pertumbuhan lebar dan tinggi rata-rata spesies H. rigida selama sebelas bulan sebesar 0,70 cm/bulan dan 0,31 cm/bulan. Penelitian tentang H. rigida juga pernah dilakukan oleh Iswara (2010) di lokasi yang sama dengan penelitin ini (Gambar 16). Kegiatan transplantasi yang dilakukan Iswara (2010) selama enam bulan diperoleh data pertumbuhan panjang rata-rata sebesar 0,85 cm/bulan untuk lebar dan 0,55 cm/bulan untuk tinggi. Penelitian lain dilakukan Prawidya (2003) terhadap H. rigida di Pulau Pari, Kepulauan Seribu selama lima bulan mendapatkan pertumbuhan tinggi dan lebar sebesar 0,72 dan 0,96 cm/bulan. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan rata-rata spesies H. rigida yang dilakukan oleh Iswara (2010) dan Prawidya (2003) memiliki pertumbuhan yang lebih besar baik untuk lebar maupun tingginya. Waktu, lokasi, serta perlakuan yang berbeda diduga memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan karang H. rigida. Laju pertumbuhan rata-rata A. nobilis mengalami kenaikan pada bulan Januari- Mei 2011 baik untuk tinggi maupun lebarnya. Hal ini diduga bahwa karang A.

15 nobilis sudah bisa beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sehingga energi yang dihasilkan dapat digunakan dengan optimal untuk pertumbuhan dan berakibat pada naiknya pertumbuhan tinggi dan lebar fragmen karang. kondisi lingkungan yang kurang mendukung pada bulan Januari-Mei 2011 tidak terlalu memberikan pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan fragmen A. nobilis. Hal ini diduga karena genus Acropora merupakan genus karang yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, selain itu berdasarlan Supriharyono (2007) life form atau bentuk pertumbuhan karang yang berupa branching sangat mendukung untuk pertumbuhan karang dimana karang dengan life form branching mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat yaitu bisa mencapai diatas dua centimeter perbulan. Gambar 17. Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen jenis A. nobilis (x±sd) Laju pertumbuhan rata-rata lebar A. nobilis mengalami penurunan pada bulan Mei-Juli 2011 sedangkan laju pertumbuhan tinggi mengalami kenaikan yang cukup besar. Distribusi energi pada bulan Mei-Juli 2011 lebih banyak digunakan karang untuk pertumbuhan tinggi dibandingkan lebar sehingga laju pertumbuhan tinggi lebih besar. Selain itu, adanya kompetisi ruang menyebabkan pertumbuhan karang terutama pertumbuhan lebar pada A. nobilis menjadi terhambat sehingga karang lebih menggunakan energinya untuk pertumbuhan tinggi sebagai salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya. Faktor gelombang memberikan pengaruh penting terhadap laju pertumbuhan lebar fragmen karang. Menurut Moor (1958) in Radisho (1997) sifat dari habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap tipe pertumbuhan dan jenis karang. Daerah yang terkena gelombang pada daerah ujung sebelah luar dari daerah terumbu diisi oleh jenis masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dengan

16 ujung yang datar. Pada perairan sebelah dalam yang terlindung, dihuni oleh jenis yang berbentuk lembaran dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping. Kondisi di lokasi penelitian pada bulan Mei dan Juli 2011 menunjukkan gelombang yang cukup besar. Hal ini berkaitan dengan pengaruh musim dimana bulan tersebut merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur sehingga gelombang cukup besar yang berpengaruh terhadap tipe pertumbuhan fragmen karang. Laju pertumbuhan rata-rata A. nobilis selama sebelas bulan pengamatan sebesar 0,52 cm/bulan untuk tinggi dan 1,06 cm/bulan untuk lebar. Penelitian yang dilakukan Herdiana (2001) terhadap karang jenis Acropora intermedia yang mempunyai struktur dan life form mirip dengan A. nobilis di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, selama lima bulan mendapatkan rata-rata pertumbuhan lebar dan tinggi sebesar 1,54±0,09 cm/bulan dan 1,04±0,06 cm/bulan. Berdasarkan hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan lebar dan tinggi rata-rata A. intermedia yang ditransplantasikan di Pulau Pari lebih besar dibandingkan dengan A. nobilis yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. Adanya perbedaan waktu dan lama dan lokasi penelitian memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertumbuhan karang. Gambar 18. Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen jenis A.microphthalma (x±sd) Laju pertumbuhan rata-rata lebar A. microphthalma menurun pada bulan Januari-Mei 2011 sedangkan laju pertumbuhan rata-rata tinggi mengalami kenaikan. Hal ini diduga pada bulan Jan-Mei 2011 sebagian besar energi yang dihasilkan oleh karang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi dibandingkan lebar sehingga laju pertumbuhan tinggi mengalami kenaikan sedangkan laju pertumbuhan lebar mengalami penurunan. Bentuk life form arborescent pada fragmen A.

17 microphthalma diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan laju pertumbuhan tinggi lebih besar daripada lebar. Berdasarkan suharsono (2008) life form arborescent adalah salah satu karakteristik bentuk pertumbuhan karang seperti pohon dimana arah pertumbuhan umumnya dominan mengarah ke atas. Pada bulan Mei-Juli 2011 laju pertumbuhan rata-rata lebar dan tinggi A. microphthalma mengalami penurunan. Laju pertumbuhan tinggi yang menurun diduga berkaitan dengan faktor kedalaman. Lokasi penelitian yang berada pada daerah perairan yang cukup dangkal menyebabkan karang tidak mengembangkan pertumbuhan tingginya untuk menghindari terpapar karang oleh udara bebas terutama ketika perairan surut. Laju pertumbuhan rata-rata lebar yang menurun diduga berkaitan dengan adanya kompetisi ruang yang menyebabkan pertumbuhan karang terutama pertumbuhan lebar pada A. microphthalma menjadi terhambat. Adanya faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan pada lebar dan tinggi A. microphthalma menyebabkan karang mengalokasikan energinya untuk pertumbuhan cabang-cabang baru. Suharsono (2008) dan Veron (2000) mengatakan bahwa salah satu karakteristik A. microphthalma adalah mempunyai cabang yang kecil dan ramping. Percabangan yang kecil dan ramping pada A. microphthalma ini menyebabkan spesies tersebut mudah untuk menghasilkan cabang-cabang yang baru ketika energinya tidak digunakan untuk pertumbuhan tinggi ataupun lebar. Habitat yang menjadi lokasi karang berada juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan karang. Moor (1958) in Radisho (1997) menyatakan sifat dari habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap tipe pertumbuhan. Daerah yang terkena gelombang pada daerah ujung sebelah luar dari daerah terumbu diisi oleh jenis masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dengan ujung yang datar. Kondisi di lokasi penelitian pada bulan Mei dan Juli 2011 menunjukkan gelombang yang cukup besar karena sedang dalam masa musim peralihan. Adanya gelombang memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan rata-rata lebar fragmen A. microphthalma. Laju pertumbuhan rata-rata lebar dan tinggi spesies A. microphthalma selama penelitian sebesar 0,53 cm/bulan untuk pertumbuhan tinggi dan 0,70 cm/bulan untuk pertumbuhan lebar. Penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (2001) terhadap jenis karang yang sama di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu tapi dengan waktu

18 berbeda (selama lima bulan) didapatkan rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 0,31±0,03 cm/bulan dan rata-rata pertumbuhan lebar sebesar 0,82±0,05 cm/bulan (Gambar 19). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan rata-rata tinggi A. microphthalma yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan rata-rata tinggi A. microphthalma yang ditransplantasikan di Pulau Pari, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata lebar lebih rendah pada transplantasi di Pulau Kelapa dibandingkan dengan di Pulau Pari. Gambar 19. Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis A. microphthalma pada penelitian yang berbeda Ket: *Peneliti A. microphthalma dalam skripsi ini, **Herdiana (2003) meneliti A. microphthalma di tempat yang berbeda. Beberapa penelitian mengenai karang genus Acropora telah banyak dilakukan, selain itu penelitian terhadap genus Hydnophora jenis H. rigida juga demikian (Tabel 4). Genera karang yang diteliti hampir baik untuk Acropora maupun Hydnophora semua memiliki life form branching atau bercabang. Tabel 4. Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia. Lokasi Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan A. tenuis 32,6-33,3 90 A. formosa 45,8-46,3 83,33 A. hyachintus 43,8-44,4 100 Pertambahan A. divaricata 31,9-32,2 100 tunas dan 5 bulan perambatan A. nasuta 47,9-48,1 100 pada substrat A. yongei 48,8-49,1 100 keramik A. aspera 33,0-33,3 100 A. digitifera 21,1-24,3 100 Pulau Pari (Sadarun 1999) Substrat keramik, patok bambu. Fragmen dibersihkan.

19 Lokasi Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000) Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001) Selatan Pulau Pari (Aziz 2001) Selatan Pulau Pari (Alhusna 2002) Pulau Pari (Prawidya 2003) Perairan Tabolong, Kupang (Kaleka 2004) A. valida 49,0-41,2 100 A. glauca 20,1 100 A. formosa 3,7 89 A. donei 1, bulan A. acuminata 4,2 90 A. micropthalma A. intermedia 5 bulan A. intermedia 6 bulan A. formosa H.rigida H. rigida 5 bulan 5 bulan P = 90 ; L = 139 / P = 103 ; L = 82,2 P = 104 ; L = 154 / P = 127 ; L = ,33 / 66,67 83,33 / 79,17 T = 2,5 ; P = 2,5 66,67 T = 2,8 ; L = 4, P = 8,3 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,3 2. P = 14,1 ; L1 = 16,7 ; L2 = 14,3 1. P = 4,6 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,5 2. P = 5,4 ; L1 = 6,1 ; L2 ; 5,1 T = 35,89 ; L = 48, A. valensiennesi A. brueggenanni 2 bulan P = 6, A. formosa P = 6,7 100 Jumlah cabang dan perambatan pada substrat keramik Posisi penanaman (vertikal dan horizontal) Rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang Perbandingan laju petumbuhan koloni induk (1) dan koloni transplan (2) Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup P = Laju pertumbuhan, pertambahan tunas, tingkat ketahanan hidup Substrat keramik. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat gerabah jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat beton. Laju pertumbuhan yang dicapai oleh berbagai karang genera Acroprora memiliki nilai yang bervariasi. Fragmen yang ditransplantasi sebagian besar dapat hidup sampai akhir penelitian atau kelangsungan hidup sempurna, namun ada beberapa yang memiliki nilai kelangsungan hidup lebih rendah dengan nilai terkecil

20 sebesar 66,67%. Adanya perbedaan tempat, waktu, dan teknik transplantasi baik media maupun ukuran fragmen karang memberikan dampak yang berbeda terhadap keberhasilan transplantasi karang dan laju pertumbuhan karang Tingkat Ketahanan Hidup (Survival Rate) Tingkat ketahanan hidup karang sangat menentukan keberhasilan transplantasi yang dilakukan. Apabila tingkat ketahanan hidup karang memiliki nilai minimal 50% maka kegiatan transplantasi tersebut bisa dikatakan berhasil (Harriot & Fisk 1988). Tingkat ketahanan hidup didapatkan dengan cara membandingkan jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dengan jumlah karang pada awal penelitian (No). Tingkat ketahanan hidup pada masing-masing fragmen karang berbeda-beda. Pada fragmen jenis H. rigida memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 74% pada akhir penelitian sedangkan A. nobilis sebesar 71% yang merupakan tingkat ketahanan hidup paling kecil diantara ketiga fragmen sedangkan A. microphthalma mempunyai tingkat ketahanan hidup paling besar yaitu 83%. Ketiga jenis karang yang diteliti mengalami penurunan tingkat kelangsungan hidup di setiap periode pengamatan kecuali pada jenis H. rigida yang memiliki tingkat ketahanan hidup sama pada periode pengamatan bulan ketiga dan keempat. Gambar 20. Tingkat Ketahanan Hidup fragmen jenis H. rigida, A. nobilis, dan A. microphthalma Persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen H. rigida mengalami penurunan pada pengamatan bulan Januari 2011 dan Mei 2011 lalu konstan pada

21 pengamatan-pengamatan selanjutnya. Hal ini diduga fragmen karang belum bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan sehingga beberapa fragmen mengalami kematian (Gambar 20). Selain itu, kondisi perairan terutama kekeruhan dan nutrien seperti nitrat, ortofosfat dan amonia diduga memberikan tekanan yang cukup besar terhadap fragmen karang H. rigida. Besarnya kekeruhan berhubungan erat dengan tingginya sedimentasi di perairan sehingga dapat menutupi permukaan karang terutama polip-polip karang. Tertutupnya polip karang akan mengganggu proses fotosintesis sehingga pada akhirnya akan berdampak terhadap pertumbuhan karang bahkan menyebabkan kematian pada fragmen karang. Nutrien yang tinggi akan memicu timbulnya blooming alga yang mempunyai sifat kompetitor spasial dengan karang sehingga mengakibatkan fragmen karang kalah bersaing. Alga mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari karang sehingga alga akan cepat menempati daerah-daerah sekitar karang bahkan menutupi fragmen-fragmen karang hidup sehingga menyebabkan gangguan bahkan kematian pada karang. Estradivari et al.(2009) menyatakan kandungan unsur hara yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan alga sehingga dapat menginvasi karang-karang disekitarnya dan menyebabkan terganggunya kehidupan karang bahkan dapat menyebabkan kematian pada karang. Pengamatan dilapangan pada saat pengambilan data memperlihatkan alga yang sangat banyak terutama pada bulan Januari 2011 dimana fragmen karang banyak yang tertutup oleh alga baik tertutup sebagian bahkan seluruh fragmen karang (Gambar 21). Musim barat yang terjadi pada bulan Januari 2011 membuat curah hujan sangat tinggi sehingga diduga nutrien-nutrien dari darat yang mengandung nitrat dan ortofosfat terbawa dan masuk ke perairan yang menyebabkan kesuburan pada perairan meningkat. Kesuburan perairan merangsang pertumbuhan alga secara cepat dan banyak (blooming) sehingga menutupi fragmen karang.

22 Gambar 21. Contoh fragmen karang yang tertutup alga sebagian dan tertutup seluruhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Iswara (2010) terhadap karang jenis H. rigida pada lokasi yang sama mendapatkan nilai tingkat ketahanan hidup yang sama yaitu sebesar 74%. Penelitian Iswara (2010) dilakukan selama enam bulan dengan jumlah fragmen sebanyak 15 fragmen karang H. rigida. Fragmen A. nobilis mengalami penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup pada tiap pengamatan. Pada pengamatan bulan Januari terjadi kematian sebanyak enam fragmen yang disebabkan oleh alga sebanyak tiga fragmen dan tiga fragmen lagi hilang atau lepas karena pengaruh arus dan ombak. Pada bulan Mei karang mati sebanyak sembilan fragmen dikarenakan tertutup alga sebanyak enam fragmen hilang tiga fragmen sehingga tingkat ketahanan hidup turun dari 91% pada bulan Januari menjadi 78%. Kemudian pada pengamatan terakhir turun menjadi 71% akibat lima fragmen karang mati karena tertutup oleh alga. Kandungan nutrien yang cukup tinggi terutama pada bulan Januari dan Mei yaitu sebesar 0,138 mg/l untuk nitrat dan 0,212 mg/l untuk ortofosfat pada bulan Januari dan sebesar 0,025 mg/l untuk nitrat dan 0,308 mg/l untuk ortofosfat pada bulan Mei menyebabkan meledaknya populasi alga sehingga mengganggu pertumbuhan fragmen karang dan menyebabkan kematian pada karang. Pada fragmen jenis A. microphthalma mempunyai tingkat ketahanan hidup sebesar 83% pada akhir pengamatan dengan

23 total fragmen yang mati sebanyak empat fragmen (Gambar 21). Semua fragmen yang mati disebabkan karena tertutup oleh alga yang menyebabkan karang terganggu dan akhirnya mati. Berdasarkan tingkat ketahanan hidup dari ketiga fragmen yang ditransplantasikan maka dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan untuk kegiatan penelitian ini berhasil dengan tingkat ketahanan hidup pada akhir penelitian di atas 50% untuk fragmen H. rigida, A. nobilis, maupun A. microphthalma.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Karang tergolong dalam jenis makhluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan (Rahmawaty 2004). Dalam bentuk yang paling

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011. Lokasi pengamatan

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG Pocillopora damicornis DAN Acropora millepora YANG DITRANSPLANTASIKAN DENGAN TEKNIK RUBBLE STABILIZATION DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU LOVEDRIAN

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007 SKRIPSI

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU ADITYA BRAMANDITO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG 2004 Deselina M W Kaleka Posted 5 Nov. 2004 Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3 November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof.

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS Acropora humilis (DANA 1846), Acropora brueggemanni (BROOK 1893), DAN Acropora austera (DANA 1846) DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo 3), batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Terumbu karang merupakan kumpulan komunitas karang, yang hidup di dasar perairan, berupa batuan kapur (CaCO 3 ), dan mempunyai kemampuan untuk menahan gaya gelombang

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU AGUS SETIAWAN WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), DAN Acropora microphthalma (Verrill 1859) YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Wilayah Pulau Pramuka Perairan wilayah Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, terdiri dari rataan terumbu yang mengelilingi pulau dengan ukuran yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi Lobophytum

Lebih terperinci

hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari

hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari 27 4.2 Kesehatan Karang Rata-rata kesehatan fragmen karang beraada di nilai lima. Nilai maksimum hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari skala nol sampai enam (Tabel

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci