BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Iklim di Indonesia tidak lepas dari pengaruh angin muson, baik yang berhembus dari Benua Asia (angin muson barat) maupun yang berhembus dari Benua Australia (angin muson timur).dalam kondisi normal, angin muson barat bertiup dari bulan Oktober April dengan sifat basah yang menyebabkan terjadinya musim penghujan di Indonesia. Sedangkan angin muson timur bertiup dari bulan April Oktober dengan sifat kering dan panas sehingga menyebabkan terjadinya musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia sangat sensitif terhadap El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO merupakan gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru. Fenomena ENSO yang ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu permukaan laut (SPL) disebut dengan El Nino. El Nino dianggap sebagai faktor pengganggu sirkulasi angin muson yang berlangsung di Indonesia. El Nino terjadi apabila perairan yang lebih panas di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian barat Samudera Pasifik mengalami peningkatan tekanan udara yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia, sehingga di beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari rerata normal. Kemarau panjang akibat pergeseran awal musim penghujan serta penurunan curah hujan yang dipicu oleh El Nino menyebabkan terjadinya kekeringan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah yang jauh di bawah kebutuhan air normalbaik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan. 1
Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS PB), kekeringan yang terjadi secara alamiah terbagi atas empat jenis, yaitu: kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringansosialekonomi.kekeringan meteorologis berkaitan dengan penurunan curah hujan di bawah rerata dalam satu musim. Kekeringan meteorologis kemudian akan menyebabkan terjadinya kekeringan pertanian, yakni berkurangnya lengas tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air tanah dan permukaan.sedangkan kekeringan sosialekonomi merupakan kondisi di mana pasokan komoditas ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologis, hidrologis, dan pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor yang paling parah terkena dampak kekeringan.kekeringan pertanianadalah penyebab kerugian hasil panen paling besar jika dibandingkan dengan penyebab lainnya seperti serangan hamaataupunkurang suburnya tanah.pada tingkat fisiologis, kekeringan pertanianmemicu penghambatan pertumbuhan tunas, penyesuaian luas daun, pengurangan transpirasi, serta penghambatan fotosintesis (Xoconostle-Cazares et al, 2011).Sebagai dampaknya adalah terhambatnya pertumbuhan tanaman, penurunan hasil panen, dan ancaman terhadap kelangsungan hidup tanaman(xoconostle-cazares et al., 2011; Jaleel et al. 2009). Perkembangan teknologi penginderaan jauh sistem satelit saat ini mengarah pada peningkatan resolusi spasial dan resolusi temporal untuk memperoleh informasi dan data spasial yang lebih detil dan akurat serta frekuensi perolehan data yang lebih tinggi untuk keperluan monitoring.keunggulan teknologi penginderaan jauh tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengatasi hambatan dalam studi kekeringan khususnya kekeringan pertanian, yaitu dalam hal perolehan informasi spasial yang paling aktual untuk pemetaan sebaran kekeringan.salah satu data penginderaan jauh yang banyak dimanfaatkan dalam penelitian kekeringan adalah citra Landsat 7 ETM+ yang dihasilkan oleh satelit Landsat 8yang dioperasikanthe United States Geological Survey(USGS).Citra 2
Landsat 8 dapat diunduhsecara gratis dari situs web resmi USGS sehingga sangat menunjang untuk kajian di berbagai bidang, salah satunya tentang kekeringan. Kajian kekeringan pertanian sangat erat kaitannya dengan dengan kesetimbangan air pada siklus tanaman.oleh karena itu dibutuhkan data indeks kekeringan yang mampu menerangkan variasi temporal dan spasial kondisi tanaman pertanian untuk monitoring kekeringan pertanian.model indeks kekeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI).TVDI memanfaatkan hubungan yang terjadi antara indeks vegetasi dan suhu permukaan tanah (Land Surface Temperature/LST).Indeks vegetasi merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi suatu tanaman, namun tidak dapat memberikan informasi kondisi lengas tanahnya. Sedangkan LST dapat memberikan informasi besarnya panas yang dikeluarkan oleh suatu permukaan berkaitan dengan proses transpirasi dan evaporasi. Integrasi indeks vegetasi dan suhu permukaan tanah ke dalam TVDI mampu memberikan informasi gambaran kekeringan di suatu lahan pertanian (Hung and Yasuoka, 2005). Kabupaten Sukoharjomerupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Sukoharjo memiliki suhu udara yang berkisar antara 230 o C 240 o C, dengan curah hujan tahunan rerata sebesar 2.790 mm, serta kelembaban udara tahunan rerata sebesar 77% (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011). Berdasarkan klasifikasi Koppen, Kabupaten Sukoharjo masuk ke dalam tipe iklim muson tropis (Am) dengan periode 6 bulan basah dan 6 bulan kering.besarnya lahan pertanian menurut Sukoharjo dalam Angka 2011 adalah sebesar 21.287 Ha atau 45,62% dari total luas wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kekeringan yang berdampak pada sektor pertanianmerupakan fenomena yang rutin terjadi tiap tahun di Kabupaten Sukoharjo.Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No. 14 Tahun 2011, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2031, ditetapkan 8 kecamatan rawan bencana kekeringan meliputi: Kecamatan Sukoharjo, Nguter, Bulu, Weru, Tawangsari, Gatak, Bendosari, dan Polokarto.Pada tahun 2013 dan 2014 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)mempublikasikan prakiraan 3
awal musim penghujan tahun 2013 dan awal musim kemarau 2014 untuk seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan publikasi tersebut,kabupaten Sukoharjo diperkirakan mengalami musim penghujanpada bulan Oktober 2013 dan berakhir pada bulan Mei 2014 yang merupakan awal musim kemarau. Pertanian sebagai sektor perekonomian utama di Kabupaten Sukoharjo dan fenomena kekeringan yang rutin terjadi merupakan permasalahan yang membutuhkan pemecahan.pemanfaatan citra Landsat 8 serta model indeks kekeringan TVDI diharapkan mampu menghasilkan informasi sebaran dan pola kekeringan pertanian di Kabupaten Sukoharjo selama periode musim kering. Dalam penelitian ini periode tahun 2013-2014 dipilih sebagai representasi fenomena kekeringan paling aktual yang terjadi dikabupaten Sukoharjo. 1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Pertanian adalah aktivitas utama di Kabupaten Sukoharjoyang memiliki luasan lahan pertanian mencapai 45,62% dari total luas wilayah Kabupaten Sukoharjo. Padi merupakan komoditas utama hasil pertanian yang diusahakan di Kabupaten Sukoharjo.Perubahan iklim menyebabkan terjadinya anomali musim, baik dalam durasi maupun agihannyasehingga mempengaruhi hasil pertanian di wilayah terdampak.monitoring kekeringan di lahan pertanian sangat penting dilakukan untuk untuk mencegah terjadinya kerugian akibat bencana kekeringan yang lebih besar. Berbagai macam model analisis berbasis indeks dengan memanfaatkan data penginderaan jauh sangat memudahkan dalammonitoring kekeringan.salah satunya adalah Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI), yakni proses transformasi yang mengintegrasikandata kerapatan vegetasi dan suhu permukaan tanah (Land Surface Temperature/LST).Dalam penelitian ini data penginderaan jauh yang dimanfaatkan untuk ekstraksi data kerapatan vegetasi dan LST adalah citra Landsat 8. Kerapatan vegetasi diperoleh dari pemrosesan nilai pantulan spektral pada saluran multispektral dengan transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), sedangkan LST diperoleh darisaluran termal. Integrasi antara keduanyaakan saling melengkapi informasi karakteristik kekeringan lahan 4
pertanian.hasil pemetaan sebaran kekeringan pertanian berdasarkan transformasi TVDI diharapkan mampu merepresentasikan kondisi sebenarnya di lapangan. 1.2.1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Citra Landsat 8 dan transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) perlu dikaji kemampuannya dalam memberikan informasi tutupan vegetasi di permukaan bumi. 2. Saluran termal dari citra Landsat 8 perlu dikaji kemampuannya dalam menghasilkan informasi sebaran suhu permukaan (Land Surface Temperature/LST). 3. Pemetaan sebaran kekeringan hasil transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) diperlukan untuk mengetahui sebaran dan pola kekeringan pertanian pada periode 2013-2014di Kabupaten Sukoharjo. 1.2.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakemampuan citra Landsat 8 melalui transformasi Naturalized Difference Vegetation Index (NDVI) dalam menghasilkan informasi kerapatan vegetasi? 2. Bagaimana kemampuan saluran termal dari citra Landsat 8 dalam menghasilkan informasi sebaran suhu permukaan (Land Surface Temperature/LST)? 3. Bagaimanakah sebaran dan pola kekeringan di Kabupaten Sukoharjo pada periode 2013-2014 berdasarkan hasil transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI)? 5
Ketersediaan informasi sebaran kekeringan sangat penting dalam mitigasi bencana kekeringan, terutama bagi sektor pertanian. Dari latar belakang serta perumusan masalah diatas, maka diputuskan judul penelitian ini adalah: Pemanfaatan Citra Landsat 8 untuk Pemetaan Kekeringan Pertanian dengan Transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013-2014 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengkaji kemampuan citra Landsat 8 melalui transformasi Naturalized Difference Vegetation Index (NDVI) dalam menghasilkan informasi kerapatan vegetasi. 2. Mengkaji kemampuan saluran termal dari citra Landsat 8 dalam menghasilkan informasi sebaran suhu permukaan (Land Surface Temperature/LST). 3. Menyajikan dan menganalisis sebaran dan pola kekeringan di Kabupaten Sukoharjo pada periode 2013-2014 berdasarkan hasil transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI). 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan aplikasi teknologi penginderaan jauh melalui pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk studi kekeringan. 2. Memberikan masukan bagi pemangku kepentingan di daerah rawan kekeringan untuk mengurangi dampak permasalahan kekeringan pertanian berdasarkan aplikasi teknologi penginderaan jauh. 6