V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun (Sumber: BMG Jakarta)

PENGARUH KENAIKAN MUKA LAUT DAN GELOMBANG PASANG PADA BANJIR JAKARTA

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS

IDENTIFIKASI ALIRAN PERMUKAAN DI SETIAP KECAMATAN DKI JAKARTA MENGGUNAKAN METODE SCS JUNIKA RIA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

Tabel : SP (T). JUMLAH RUMAH TANGGA MENURUT KECAMATAN DAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KOTORAN MANUSIA Kotamadya : JAKARTA SELATAN Tahun : 2009

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

POLA PIKIR YANG HARUS DI RUBAH. DJOKO SURYANTO Hp

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI. Oleh: AHMAD LUTFI F

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB IV ANALISA. Ciliwung Daerah DKI Jakarta pada beberapa stasiun pengamatan, maka datadata

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

No Kota_administrasi Kecamatan Kelurahan RW 1 Jakarta Pusat Sawah Besar Pasar Baru 0 2 Jakarta Pusat Tanah Abang Gelora 0 3 Jakarta Pusat Gambir

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

DATA KEJADIAN BANJIR BULAN FEBRUARI 2015 JUMLAH TERDAMPAK KETINGGIAN AIR

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 21-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 22-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

DATA SURAT KETERANGAN DOMISILI SEMENTARA TAHUN 2014

DATA JUMLAH KEPALA KELUARGA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

DATA KEPADATAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

NAMA WAJIB KTP WAJIB KTP TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN

DATA PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN WAJIB KTP TAHUN 2014

Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

REKAPITULASI KEJADIAN BANJIR BULAN JANUARI cm cm cm

Lampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

BUKU XI KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA

DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA TAHUN 2014

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3069/ 2003 TENTANG

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 PUTARAN KEDUA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

BAB III DATA EKSISTING

PERBANDINGAN JUMLAH DPT, JUMLAH TPS PILPRES II TAHUN 2004 DAN PILKADA 2007 PROVINSI DKI JAKARTA

DATA KELURAHAN DAN KOPERASI PENERIMA DANA BERGULIR PEMK TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

HIDROGRAF SATUAN OBSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU-KATULAMPA SEBAGAI BENCHMARKING MANAJEMEN BANJIR JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEROLEHAN SUARA CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PUTARAN I TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

PENGERTIAN HIDROLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N A M A / J U M L A H

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 PUTARAN KEDUA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

Poverty Map of Jakarta Poverty Headcount Poverty Headcount Level, Code

25 The SMERU Research Institute, January 2003

Poverty Map of Jakarta Monthly Per Capita Expenditure (Rupiah) Number Number

19 The SMERU Research Institute, January 2003

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK (DPR) TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju ke Jakarta. Tabel 9. Luas masing-masing DAS No DAS Luas (Ha) 1 Angke 23.972 2 Bekasi 51.779 3 Cakung 13.400 4 Ciliwung 37.468 5 Krukut Grogol 22.199 6 Pesanggrahan 17.738 7 Sunter 15.337 Jumlah Total 321.910 Luas penggunaan lahan pada tiap-tiap DAS tahun 2006 dapat dilihat pada lampiran 2. Presentase terbesar diisi oleh pemukiman, yaitu sebesar 45% (gambar 11). Pemukim an 44% Sawah Irigasi 8% Ladang 15% Kebun 9% Gambar 11. Penggolongan penggunaan lahan pada DAS sekitar Jakarta Jenis penggunaan lahan terbesar pada gabungan DAS adalah pemukiman, kebun, sawah irigasi, tegalan/ladang (gambar 11). Nilai CN untuk pemukiman berkisar antara 51-91. Nilai CN untuk kebun, sawah irigasi, tegalan/ladang adalah 45, 61, 49. Nilai CN pemukiman menyumbang limpasan permukaan yang lebih besar dibandingkan ketiga penggunaan lahan terbesar lainnya. Dapat disimpulkan penyumbang terbesar limpasan permukaan pada DAS yang diamati adalah daerah pemukiman. DAS yang mengalir menuju Jakarta terdapat 7 buah. DAS dengan luas terbesar yang berada pada daerah administrasi Jakarta adalah DAS Krukut. DAS Bekasi adalah DAS yang paling sedikit berbatasan dengan daerah administrasi Jakarta (Tabel 10). Luas DAS yang berada di Jakarta tidak mempengaruhi limpasan permukaan yang terjadi di Jakarta. Tabel 10. Luas DAS yang digunakan dalam penelitian (DKI Jakarta) No DAS Luas Luas (Ha) (%) 1 Angke 2321.45 4 2 Bekasi 1558.38 2 3 Cakung 7738.38 12 4 Ciliwung 12216.93 19 5 Krukut 22355.16 35 6 Pesanggrahan 6688.85 10 7 Sunter 11621.54 18 5.1.2. Penggunaan Lahan di Jakarta Penggunaan lahan di Jakarta terbesar adalah pemukiman sebesar 365.4 km 2. Area pemukiman dan gedung memiliki nilai ratarata CN 90-100. Luas total penggunaan lahan dengan nilai CN 90-100 adalah 77% dari luas total Jakarta yaitu 501.9 km 2. Peta penggunaan lahan Jakarta tahun 2006 dapat dilihat pada gambar 12. Tabel 11. Luas penggunaan lahan di Jakarta tahun 2006 No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) 1 Air Tawar 964.42 2 Belukar/Semak 215.84 3 Empang 209.42 4 Gedung 227.30 5 Kebun/Perkebunan 1795.94 6 Pemukiman 36538.70 7 Rawa 26.06 8 Rumput/Tanah kosong 6189.20 9 Sawah Irigasi 3037.14 10 Tanah Berbatu 42.52 11 Tegalan/Ladang 1848.15 12 Arteri 1335.42 13 Jembatan 125.34 14 Kereta api 28.11 15 Kolektor 309.32 16 Lain 148.98 17 Lokal 10732.30 18 Setapak 34.56 19 Terowongan 12.53 20 Tol nasional 679.45 14

Gambar 12. Peta penggunaan lahan Jakarta tahun 2006 5. 2. Kondisi Sungai di Jakarta Kejadian banjir yang diamati adalah kejadian banjir tahun 1996. Curah hujan mempengaruhi limpasan permukaan. Data sungai yang diamati adalah sungai Ciliwung, Cisadane, Bekasi, Pesanggrahan dan Sunter. 5.2.1. Waktu Tempuh Aliran Waktu tempuh aliran dilakukan pada saat tinggi muka air maksimum tahunan. Waktu tempuh didapatkan dari waktu yang diperlukan titik maksimum pengukuran tertinggi dalam satu hari tiba di stasiun pengukuran berikutnya. Waktu tempuh lima sungai yang berada di sekitar Jakarta yaitu sungai Ciliwung, Cisadane, Bekasi, Pesanggrahan dan Sunter dapat dilihat pada lampiran 4. Tahun pengukuran yang dibandingkan adalah tahun 2003 dan 2006. Hidrograf sungai di Jakarta pada tahun yang diamati dapat dilihat pada lampiran 6. Waktu tempuh yang lambat mengindikasikan air diperlambat oleh faktor lingkungan sehingga memperlambat waktu air sampai ke hulu. Waktu tempuh sungai Cisadane tahun 2006 semakin lambat pada stasiun Serpong-Pasar Baru. Hal ini dapat membuat air menggenangi di daerah sekitar badan sungai. 5.2.2. Kondisi Curah Hujan dan Debit Saat Kejadian Banjir Hubungan antar limpasan permukaan dan debit sungai ditampilkan pada gambar 13. Hubungan curah hujan dan debit berbanding terbalik. Pada saat curah hujan mengalami penurunan maka debit sungai mengalami kenaikan selama beberapa saat karena curah hujan melimpas menjadi debit seluruhnya di sungai. Namun pada saat curah hujan tetap, debit sungai perlahan-lahan mengalami penurunan. Hal ini konstan terjadi apabila tidak disertai oleh banjir kiriman dari hulu sungai. Banjir tahun 2006 adalah hasil dari curah hujan yang tinggi pada beberapa tempat. Hal ini dikarenakan pada stasiun pengukuran curah hujan, tidak menunujukkan nilai curah hujan yang tinggi. Namun, kejadian banjir 2006 disertai dengan debit yang tinggi melimpas dari hulu sungai. Sehingga membuat Jakarta tergenang akibat ketidakmampuan sungai menampung air hujan Nilai debit berada antara 0-210 m 3 / detik. Curah hujan maksimum yang terjadi berbedabeda tiap episode banjir. Curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 9 Februari 2006 yaitu 129 mm. 15

m3/s 210 205 200 195 190 185 180 175 170 165 1 6 11 16 21 Debit Curah Hujan 114 116 118 120 122 124 126 128 130 jam mm m3/s 210 200 190 180 170 160 1 6 11 16 21 Debit Curah Hujan mm 0 10 20 30 40 50 jam Episode Tanggal 9 Februari 2006 Episode Tanggal 26 Februari 2006 m3/s 220 210 200 190 180 170 160 1 6 11 16 21 Debit Curah Hujan mm 0 10 20 30 40 50 60 70 jam m3/s 200 150 100 50 0 1 6 11 16 21 Debit Curah Hujan mm 0 20 40 60 80 100 120 jam Episode Tanggal 27 Februari 2006 Episode Tanggal 11 April 2006 Gambar 13. Grafik Hubungan Curah Hujan dan Debit yang Terukur di Manggarai Hulu pada Kejadian Banjir 16

5. 3. Kelompok Hidrologi Tanah Kelompok Hidrologi Tanah (SHG) Jakarta tahun 2006 terdiri atas kelompok C dan D. Kelompok hidrologi tanah terbesar di Jakarta adalah C sebesar 423,8 km 2. Luas ini adalah 60,14% dari seluruh Jakarta tanpa Kepulauan Seribu. Kelompok hidrologi tanah D seluas 280,8 km 2 adalah 39,85 % dari luas total Jakarta. Tabel 12. Luas kelompok hidrologi tanah tahun 2006 di Jakarta SHG Luas (Ha) Laju Infiltrasi (mm/jam) C 42383.316 1-4 D 28084.313 0-1 Gambar 14 menunjukkkan peta pembagian wilayah Jakarta berdasarkan kelompok hidrologi tanah. Wilayah Jakarta terbagi atas wilayah dengan kelompok hidrologi tanah C dan D. Kelompok hidrologi D mengisi di bagian utara Jakarta. Hal ini tentunya sangat rawan genangan sebab daerah utara Jakarta berbatasan dengan laut dan menjadi hilir dari 13 sungai. Limpasan permukaan yang diakibatkan kelompok hidrologi tanah disertai beberapa alasan di atas membuat genangan dapat berubah menjadi banjir. Kelompok hidrologi tanah Jakarta adalah C, D dan gabungan C dan D. Kelompok hidrologi tanah C dan D adalah kelompok yang menginfiltrasikan air sebesar 0-4 mm/jam. Hal ini menunjukkan tanah di Jakarta amat baik untuk melimpaskan air dan sebaliknya buruk menginfiltrasikan air. Kelompok hidrologi tanah C dan D memiliki laju infiltrasi yang kecil sehingga membuat waktu untuk limpasan permukaan terinfiltrasi lebih lama dibandingkan kedua kelompok hidrologi tanah lainnya. Keadaan ini patut diwaspadai dapat menimbulkan genangan pada daerah Jakarta pada waktu yang lama. Gambar 14. Peta kelompok hidrologi tanah Jakarta tahun 2006 5. 4. Bilangan Kurva (Curve Number) 5.4.1. Bilangan Kurva DAS Nilai CN DAS dapat dilihat pada tabel 13. Nilai CN tertinggi adalah DAS Krukut dan terendah adalah DAS Bekasi. DAS Krukut memiliki nilai CN tertinggi karena 68% penggunaan lahannya adalah berupa pemukiman. DAS Bekasi memiliki 48% penggunaan lahannya berupa gabungan dari kebun, sawah irigasi dan tegalan. Nilai rentang CN yang dimiliki tiap DAS yang diamati dapat dilihat pada lampiran 3. DAS Krukut memiliki nilai area CN antara 71-100. DAS Angke dan Pesanggrahan memiliki nilai CN antara 51-100. DAS Ciliwung memiliki variasi CN 30-100. 17

DAS Krukut perlu diwaspadai sebagai DAS penyumbang limpasan permukaan utama di Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari nilai bilangan kurva timbangan area sebesar 94 dan nilai variasi CN adalah 71-100. Tabel 13. Bilangan Kurva DAS DAS CN DAS Angke 88.03 Bekasi 81.86 Cakung 93.12 Ciliwung 83.47 Krukut 94.02 Pesanggrahan 89.01 Sunter 89.60 5.4.2. Bilangan Kurva Jakarta Dari 42 kecamatan di DKI Jakarta terdapat 16 kecamatan yang tidak terdeteksi nilai CN seutuhnya. Hal ini disebabkan data tidak mencakup seluruh daerah Jakarta. Berdasarkan perhitungan bilangan kurva timbangan area Jakarta tahun 2006 memiliki nilai CN sebesar 94,68. Kecamatan dengan nilai CN rata-rata tertinggi adalah kecamatan Pancoran dengan nilai 98.51 dan terendah adalah kecamatan Cipayung dengan nilai CN 94.18 (lampiran 8). Nilai ini menunjukkan daerah Jakarta memiliki nilai potensi besar melimpaskan air hujan menjadi limpasan permukaan. Nilai CN Jakarta berada pada nilai 73-100. Nilai CN dengan luas wilayah terbesar adalah kisaran nilai 91-100 (gambar 15). 74% 18% 70-80 81-90 91-100 8% Luas Total : 63458.5 Ha Gambar 15. Perbandingan luas wilayah (Ha) berdasarkan nilai CN Gambar 16. Peta nilai CN Jakarta 5. 5. Limpasan Permukaan DAS Curah hujan harian maksimum yang digunakan dalam menentukan limpasan permukaan DAS dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 15 menunjukkan limpasan permukaan yang dihasilkan oleh masingmasing DAS berdasarkan data curah hujan harian maksimum tahun 1990, 1996, 2002 dan 2006. DAS yang menghasilkan limpasan permukaan total tertinggi adalah DAS Ciliwung dan terendah adalah DAS Pesanggrahan. 18

Limpasan permukaan pada DAS berdasarkan nilai CN menunjukkan limpasan permukaan terbesar dihasilkan oleh nilai CN 91-100 (lampiran 3). Bentuk, ukuran dan tata guna lahan DAS mempengaruhi limpasan permukan DAS. Bentuk DAS Angke dan Pesanggrahan sama yaitu daerah di bagian tengah lebih kecil dibandingkan daerah hulu dan hilir. Ukuran DAS Angke adalah terbesar dibandingkan lainnya yaitu 240 km 2. Tata guna lahan Angke 45% ditempati oleh pemukiman. Sedangkan tata guna lahan DAS Pesanggrahan sebesar 53% adalah pemukiman (lampiran 2). Bentuk DAS Ciliwung mengecil di bagian hilir sehingga dapat mempercepat laju aliran air tiba di hilir sungai (lampiran 7). Tata guna lahan Ciliwung 52% ditempati oleh pemukiman dan gedung (lampiran 2). Kondisi ini buruk untuk menginfiltrasikan air dan mengindikasikan DAS Ciliwung rentan menjadi penyumbang genangan di Jakarta. Bentuk DAS Krukut semakin membesar ke arah hilir. Hal ini dapat memperlambat waktu tempuh air menuju hilir. Tata guna lahan terbesar di DAS Krukut adalah pemukiman sebesar 68%. Limpasan permukaan DAS akan berubah-ubah tergantung curah hujan yang jatuh ke dalam DAS. Faktor iklim menjadi faktor penentu awal terjadinya perbedaan limpasan permukaan yang terjadi pada wilayah tertentu. Jenis tanah yang berada dalam DAS ikut menentukan limpasan permukaan sebab menentukan lama air terinfiltrasi. Persentase luas DAS menjadi faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya limpasan permukaan. Sebab bentuk DAS tertentu dengan luas DAS yang besar dapat memperlambat waktu debit ke hilir. Sehingga dapat memperkecil limpasan permukaan yang terjadi. 5.5.1. Limpasan Permukaan DAS yang Mengalir di Jakarta Tabel 16 memuat nilai CN DAS dan luas wilayahnya yang termasuk di dalam batas administrasi Jakarta. DAS yang mengalir di Jakarta memiliki nilai CN antara 81-94. Nilai CN ini termasuk dalam kategori nilai CN tinggi yang mudah membuat air melimpas di permukaan. Air limpasan permukaan yang tidak mengalir dengan baik sampai ke hilir akan menimbulkan genangan di permukaan sehingga menyebabkan banjir. Dapat disimpulkan tujuh buah DAS yang berada dalam penelitian ini berpotensi besar menyebabkan banjir apabila tidak dikelola dengan baik. Tabel 16. Prakiraan limpasan permukaan berdasarkan persentase luas dan nilai CN No DAS Luas (%) CN 1 Krukut 34.7 94.02 2 Sunter 18.0 89.6 3 Ciliwung 18.9 83.47 4 Cakung 12.0 93.12 5 Pesanggrahan 10.4 89.01 6 Angke 3.6 88.03 7 Bekasi 2.4 81.86 Nilai CN dan SHG mempengaruhi perhitungan limpasan permukaan. Apabila nilai CN besar maka limpasan permukaan yang dihasilkan akan menjadi besar. DAS Krukut adalah DAS dengan nilai CN terbesar dibandingkan DAS lainnya yang mengalir ke Jakarta. DAS Krukut menghasilkan limpasan permukaan besar karena nilai CN DAS 94 dan 34% luas DAS berada di Jakarta. Keadaan ini dapat membuat DAS Krukut adalah DAS yang menyumbang limpasan permukaan terbesar di Jakarta. 5.5.2. Limpasan Permukaan di DKI Jakarta Curah hujan harian maksimum yang digunakan pada perhitungan limpasan permukaan DKI Jakarta tertera pada tabel 17. Limpasan permukaan rata-rata pada tahun 2002 berdasarkan nilai CN dapat dilihat pada tabel lampiran 5. Gambar 17 menggambarkan hubungan limpasan permukaan tahun 2002 (m 3 /km 2 ) dan luas wilayah (km 2 ). Persentase sumbangan limpasan permukaan terbesar adalah wilayah dengan nilai CN 100. Luas wilayah CN 100 di Jakarta adalah 85.58 km 2 atau 13% luas total. Dengan keberadaan 13 % wilayah CN 100 menghasilkan 58% limpasan permukaan Jakarta. Sebaliknya terjadi pada nilai CN 99 dan 98. Keberadaan CN 99 sebagai 34% dari total wilayah menyumbang 14% limpasan permukaan. Keberadaan CN 98 sebagai 21% dari total wilayah menyumbang 18% limpasan permukaan. 19

70 60 50 40 30 20 10 0 % 74 80 84 87 89 94 95 98 99 100 limpasan permukaan luas wilayah Gambar 17. Perbandingan persentase sumbangan limpasan permukaan tahun 2002 berdasarkan nilai CN Tabel 18 adalah tabel limpasan permukaan DKI Jakarta menggunakan curah hujan maksimum harian pada tabel 16. Ratarata limpasan permukaan Jakarta berkisar antara 76-149 mm/hari. Limpasan permukaan total berkisar antara 54-106 juta m 3 /hari. Tabel 19 membandingkan limpasan permukaan di antara kelima wilayah administrasi Jakarta. Rata-rata limpasan permukaan antara 66-201 mm/ hari. Limpasan permukaan berdasarkan wilayah administrasi di Jakarta berkisar antara 4-37 juta m 3 /hari. Limpasan permukaan total terendah dimiliki oleh Jakarta Pusat dan tertinggi adalah Jakarta Timur. Limpasan permukaan metode SCS adalah hasil interaksi antara penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah. Kecamatan Kelapa Gading diprediksi menghasilkan nilai permukaan yang tinggi sebab berada dalam kelompok hidrologi tanah D dan nilai CN rata-rata yang besar yaitu 97,87. Kecamatan Ciracas diprediksi menghasilkan limpasan permukaan yang kecil sebab berada dalam kelompok hidrologi tanah C dan nilai CN rata-rata terkecil dibandingkan kecamatan di Jakarta lainnya (lampiran 8). Pada umumnya daerah Jakarta bagian utara mengalami limpasan permukaan yang tertinggi (gambar 18-21). Metode SCS menggunakan curah hujan sebagai faktor yang mempengaruhi jumlah limpasan permukaan. Daerah Jakarta bagian utara rawan menghasilkan limpasan permukaan tinggi sebab daerah Jakarta utara didominasi oleh kelompok hidrologi tanah D. Sehingga dengan nilai curah hujan di atas normal sudah dapat menghasilkan genangan akibat laju infiltrasi yang lama. Genangan ini dapat mengalir menjadi limpasan permukaan menuju daerah yang lebih rendah. Limpasan permukaan tiap kecamatan menggunakan curah hujan maksimal tahun 1990, 1996, 2002 dan 2006 dapat dilihat pada lampiran 9. Limpasan permukaan kecamatan di Jakarta berkisar antara 33-515 mm/ha. Kecamatan yang kerap dijumpai sebagai 10 kecamatan penyumbang limpasan permukaan tertinggi berdasarkan nilai ratarata tahun 1990, 1996 dan 2002 adalah Kelapa Gading, Tanjung Priok, Grogol Petamburan, Sawah Besar, Taman Sari, Pademangan, Duren Sawit, Pulo Gadung, Penjaringan dan Gambir. Hasil limpasan permukaan tahun 2002 mencerminkan curah hujan maksimum harian yang tertinggi dibandingkan ketiga tahun lainnya. Kecamatan yang menghasilkan limpasan permukaan tertinggi berdasarkan rata-rata curah hujan maksimum harian adalah kecamatan Kelapa Gading sebesar 515 mm/ha. Hal ini disebabkan oleh kecamatan Kelapa Gading yang sebelumnya adalah rawa sudah berubah menjadi pusat perkantoran dan perbelanjaan. Kecamatan yang menghasilkan limpasan permukaan terendah berdasarkan curah hujan ini adalah kecamatan Cilandak sebesar 91 mm/ha. Menurut metode isohyet keberadaan kecamatan Cilandak jauh dari stasiun pengukuran Pondok Betung dan Halim Perdana Kusuma membuat curah hujan lebih rendah dari stasiun pengukuran. Hal ini membuat limpasan permukaan semakin kecil dibandingkan kecamatan lain yang berada lebih dekat dengan stasiun hujan. 20

Tabel 14. Curah hujan harian maksimum yang digunakan pada DAS (mm) DAS Stasiun 1990 Tanggal 1996 Tanggal 2002 Tanggal 2006 Tanggal Angke Darmaga 188 (7 Agustus) 174 (10 Januari) 127 (30 Januari) 81 (1 November) Citeko 141 (7 Januari) 123 (7 Januari) 146 (30 Januari) Ciliwung Kemayoran 216 (9 Februari) 167 (1 Februari) 72 (13 April) Gunung Mas 162 (3 Januari) 147 (30 Januari) 127 (23 Januari) Katulampa 130 (13 Mei) 154 ( 17 Maret) 71 ( 9 Februari) Cisadane Curug 197 (12 Mei) 89 (6 April) 73 (29 Januari) Darmaga 188 (7 Agustus) 174 (10 Januari) 127 (30 Januari) Citeko 141 (7 Januari) 123 (7 Januari) 146 (30 Januari) Katulampa 130 (13 Mei) 154 ( 17 Maret) Krukut Kemayoran 77 (22 Januari) 216 (9 Februari) 167 (1 Februari) 72 (13 April) Pondok Betung 134 (13 Mei) 130 (10 Februari) 109 (23 Januari) 80 (21 April) Depok 94 (2 April) Pesanggrahan Pondok Betung 134 (13 Mei) 130 (10 Februari) 109 (23 Januari) 80 (21 April) Darmaga 188 (7 Agustus) 174 (10 Januari) 127 (30 Januari) 81 (1 November) Tabel 15. Limpasan permukaan total yang dihasilkan DAS pada kondisi curah hujan maksimum harian Q total (mm) Q total (m 3 ) DAS 1990 1996 2002 2006 1990 1996 2002 2006 Angke 148 121 124-39837932 31266604 33477811 - Ciliwung - 146 138 66-67887796 61941667 33082191 Krukut 85 141 139 72 20500860 34344000 33297651 17272119 Pesanggrahan 123 118 97 79 23428232 22571164 18504092 15168639 21

Tabel 17. Curah hujan harian maksimum yang digunakan pada Jakarta (mm) Stasiun Curah Hujan 1990 Curah Hujan 1996 Curah Hujan 2002 Curah Hujan 2006 Cengkareng 83 (26 Januari) 107 (9 Februari) 88 (28 Januari) 90 (6 Februari) Tanjung Priok 216 (3 Desember) 102 (17 Januari) 275 (12 Februari) 90 (18 Februari) Halim Perdana Kusuma 143 (6 Juli) 99 (11 Februari) 108 (1 Februari) 93 (8 Februari) Kemayoran 77 (22 Januari) 216 (9 Februari) 167 (1 Februari) 72 (13 April) Pondok Betung 134 (13 Mei) 130 (10 Februari) 109 (23 Januari) 80 (21 April) Tabel 18. Limpasan permukaan DKI Jakarta menggunakan curah hujan maksimum harian Luas Q total (mm) Q total (m 3 / hari) DAS (Ha) 1990 1996 2002 2006 1990 1996 2002 2006 DKI Jakarta 64500.688 137 149 126 76 96773060 106835046 87853607 54599655 Tabel 19. Limpasan permukaan DKI Jakarta berdasarkan wilayah administrasi Wilayah Luas Q total (mm) Q total (m 3 / hari) (Ha) 1990 1996 2002 2006 1990 1996 2002 2006 Barat 11643.38 104 201 128 70 12600547 24927169 15865560 8924621 Pusat 6020.95 104 203 141 66 6513270 13225514 8926877 4281860 Selatan 18586.89 119 152 83 80 23644883 31313453 16408034 16769103 Timur 20497.13 165 104 120 80 37984444 23962347 27213670 18364279 Utara 7752.34 176 138 201 75 16256507 12415895 17786864 6506131 22

Gambar 18. Peta Limpasan Permukaan di Jakarta Gambar 19. Peta Limpasan Permukaan di Jakarta menggunakan curah hujan harian maksimum tahun 1990 menggunakan curah hujan harian maksimum tahun 1996 Gambar 20. Peta Limpasan Permukaan di Jakarta Gambar 21. Peta Limpasan Permukaan di Jakarta menggunakan curah hujan harian maksimum tahun 2002 menggunakan curah hujan harian maksimum tahun 2006 23