BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

Diponegoro, Semarang. Diponegoro, Semarang. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU (di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal april tahun Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2012

BAB 5 HASIL. Universitas Indonesia

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

KEPADATAN HUNIAN, VENTILASI DAN PENCAHAYAAN TERHADAP KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINANGA KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. mencakup 14 Kelurahan, 201 Dukuh, 138 RW (Rukun Warga), dan 445 RT

6. Umur Responden :...Tahun

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS 23 ILIR PALEMBANG TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN

jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran profil penderita

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 3, Nomor 3, September-Desember 2015

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo, dengan batas-batas pokok desa

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB PARU DI RW 09 KELURAHAN JEMBATAN BESI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT TAHUN 2016

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 KUESIONER. DATA KHUSUS A. Perilaku Pengetahuan 1. Apakah saudara/saudari tahu penyakit Tuberkulosis Paru? Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN KONDISI RUMAH SEHAT DENGAN FREKUENSI SESAK PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 10, No 2. Juni 2014


BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Kabila Bone merupakan salah satu puskesmas yang terletak di. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 desa yaitu : Desa Bintalahe, Desa Botubarani, Desa Modelomo, Desa Huangobotu, Desa Botutonuo, Desa Molotabu, Desa Biluango, Desa Oluhuta dan Desa Olele. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec.Botupingge 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec.Bonepantai 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Dumbo Raya 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Analisis Univariat Pada penelitian ini distribusi variabel sampel yang diambil adalah karakteristik dari sampel yang antara lain terdiri dari umur, jenis kelamin, kejadian TB Paru, alamat, jenis rumah, luas ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian rumah, dan jenis lantai yang didistribusikan dalam tabel distribusi frekuensi.

a. Distribusi Sampel Menurut Umur Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kabila Bone maka didapatkan distribusi sampel menurut umur yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1 Distribusi sampel menurut Umur Di Wilayah Kerja Kabila Bone Umur (Tahun) n % 15-20 32 17.0 21-25 15 8.0 26-30 36 19.2 31-35 26 13.8 36-40 27 14.4 41-45 26 13.8 46-50 26 13.8 188 100 Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa distribusi karakteristik sampel menurut umur terlihat bahwa umur sampel lebih banyak terdistribusi pada umur 26-30 tahun sebanyak 36 sampel (19.2%), dan paling sedikit berada pada kelompok umur 21-25 tahun sebanyak 15 sampel (8%).

b. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kabila Bone maka didapatkan distribusi sampel menurut jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Distribusi Sampel menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin n % Laki-laki 124 66,0 Perempuan 64 34.0 188 100 Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan bahwa jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 124 sampel (66.0%) dan perempuan sebanyak 64 sampel (34.0%). c. Distribusi Sampel menurut Kejadian TB Paru Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.3 Distribusi Sampel menurut Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru n % Bukan Penderita 137 72.9 Penderita 51 27.1 188 100

Berdasarkan tabel 4.3, menunjukan bahwa jumlah sampel yang menderita TB Paru sebanyak 51 sampel (27.1 %) dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 137 sampel (72.9 %). d. Distribusi Sampel Menurut Alamat Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Alamat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Distribusi Sampel menurut Alamat Status Alamat Penderita Positif Negatif n % Biluango 2 19 21 11.2 Bintalahe 4 10 14 7.4 Botubarani 8 7 15 8.0 Botutonuo 12 30 42 22.3 Huangobotu 6 36 42 22.3 Modelomo 2 7 9 4.8 Molotabu 12 17 29 15.4 Olele 2 1 3 1.6 Oluhuta 3 10 13 6.9 51 137 188 100 Berdasarkan tabel 4.4, menunjukan bahwa jumlah sampel terbanyak terdapat di Desa Botutonuo dan Huangobotu sebanyak 42 sampel (22.3 %) dan sampel yang paling sedikit terdapat di Desa Olele sebanyak 3 sampel (1.6 %).

e. Distribusi Sampel Menurut Jenis Rumah Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Jenis Rumah dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Distribusi Sampel menurut Jenis Rumah Jenis Rumah n % Permanen 138 73.4 Semi Permanen 36 19.1 Tidak Permanen 14 7.4 188 100 Berdasarkan tabel 4.5, menunjukkan bahwa jumlah sampel terbanyak tinggal pada jenis rumah permanen yaitu sebanyak 138 sampel (73.4%) dan jumlah sampel paling sedikit tinggal pada jenis rumah tidak permanen yaitu sebanyak 14 sampel (7.4%).

f. Distribusi Sampel Menurut Keadaan Ventilasi Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut keadaan Ventilasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Distribusi Sampel menurut Keadaan Luas Ventilasi Luas Ventilasi n % Tidak Memenuhi Syarat 89 47.3 Memenuhi Syarat 99 52.7 188 100 Berdasarkan tabel 4.6, menunjukkan bahwa sampel yang tinggal di tempat dengan Keadaan ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebanyak 89 sampel (47.3%) dan yang tinggal di tempat dengan keadaan ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 99 sampel (52.7%).

g. Distribusi Sampel Menurut Kelembaban Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Kelembaban yang dapat dilihat pada tabel berikut : Kelembaban Tabel 4.7 Distribusi Sampel menurut Kelembaban n % Tidak Memenuhi Syarat 18 9.6 Memenuhi Syarat 170 90.4 188 100 Berdasarkan tabel 4.7, menunjukkan bahwa sampel yang tinggal di tempat dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 18 sampel (9.6%) dan yang tinggal di tempat dengan kelembaban yang memenuhi syarat sebanyak 170 sampel (90.4%).

h. Distribusi Sampel Menurut Pencahayaan Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Pencahayaan yang dapat dilihat pada tabel berikut : Pencahayaan Tabel 4.8 Distribusi Sampel menurut Pencahayaan n % Tidak Memenuhi Syarat 91 48.4 Memenuhi Syarat 97 51.6 188 100 Berdasarkan tabel 4.8, menunjukkan bahwa sampel yang tinggal di tempat dengan Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 91sampel (48.4%) dan yang tinggal di tempat dengan Pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 97 sampel (51.6%).

i. Distribusi Sampel Menurut Kepadatan Hunian Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Kepadatan Hunian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.9 Distribusi Sampel menurut Kepadatan Hunian Kepadatan Hunian n Persen Tidak Memenuhi Syarat 89 47,3 Memenuhi Syarat 99 52,7 188 100 Berdasarkan tabel 4.9, menunjukkan bahwa sampel yang tinggal di tempat dengan Kepadatan Hunian yang tidak memenuhi syarat sebanyak 89 sampel (47.3%) dan yang tinggal di tempat dengan Kepadatan Hunian yang memenuhi syarat sebanyak 99 sampel (52.7%).

j. Distribusi Sampel Menurut Jenis Lantai Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone diperoleh sampel menurut Jenis Lantai yang dapat dilihat pada tabel berikut : Jenis Lantai Tabel 4.10 Distribusi Sampel menurut Jenis Lantai n Persen Tidak Memenuhi Syarat 14 7.4 Memenuhi Syarat 174 92.6 188 100 Berdasarkan tabel 4.8, menunjukkan bahwa sampel yang tinggal di tempat dengan Jenis Lantai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 14 sampel (7,4%) dan yang tinggal di tempat dengan Jenis Lantai yang memenuhi syarat sebanyak 174 sampel (92.6%). 4.1.2 Analisis Bivariat Analisis data ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone. Variabel yang diteliti yaitu Luas Ventilasi, Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan hunian, dan Jenis Lantai dihitung dengan uji Chi square untuk memperoleh jawaban ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.

a. Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru Analisis tentang hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut : Tabel 4.11 Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru χ 2 Bukan TB Luas Ventilasi TB Paru Paru n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 33 37.1 56 62.9 89 100 Memenuhi Syarat 18 18.2 81 81.8 99 100 51 27.1 137 72.9 188 100 8.466 Berdasarkan tabel 4.11, terlihat bahwa dari 89 sampel yang tinggal di tempat dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 33 orang atau 37.1% dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 56 orang atau 62.9%. Sedangkan dari 99 sampel yang tinggal di tempat dengan luas ventilasi memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 18 orang atau 18.2% dan sampel yang tidak menderita TB Paru sebanyak 81 orang atau 81.8%. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (8.466) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan Ha diterima dimana terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone.

b. Hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB Paru Analisis tentang hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut : Tabel 4.12 Hubungan kelembaban dengan Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru Kelembaban TB Paru Bukan TB Paru n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 5 27.8 13 72.2 18 100 Memenuhi Syarat 46 27.1 124 72.9 170 100 51 27.1 137 72.9 188 100 χ 2 0.004 Berdasarkan tabel 4.12, terlihat bahwa dari 18 sampel yang tinggal di tempat dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 5 orang atau 27.8% dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 13 orang atau 72.2%. Sedangkan dari170 sampel yang tinggal di tempat dengan kelembaban yang memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 46 orang atau 27.1% dan sampel yang tidak menderita TB Paru sebanyak 124 orang atau 72.9%. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (0,004) < χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 diterima dan Ha di tolak dimana tidak ada hubungan antara keadaan kelembaban dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone.

c. Hubungan antara Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru Analisis tentang hubungan antara Pencahayaan dengan kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut : Tabel 4.13 Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru Pencahayaan TB Paru Bukan TB Paru n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 33 36.3 58 63.7 91 100 Memenuhi Syarat 18 18.6 79 81.4 97 100 51 27.1 137 72.9 188 100 χ 2 7.447 Berdasarkan tabel 4.13, terlihat bahwa dari 91 sampel yang tinggal di tempat dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 33 orang atau 36.3% dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 58 orang atau 63.7%. Sedangkan dari 97 sampel yang tinggal di tempat dengan pencahayaan yang memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 18 orang atau 18.6% dan sampel yang tidak menderita TB Paru sebanyak 79 orang atau 81.4%. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (7.447) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima dimana terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone.

d. Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru Analisis tentang hubungan antara Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut : Tabel 4.14 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru Kepadatan Hunian TB Paru Bukan TB Paru n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 28 31.5 61 68.5 89 100 Memenuhi Syarat 23 23.2 76 76.8 99 100 51 27.1 137 72.9 188 100 χ 2 1.605 Berdasarkan tabel 4.14, terlihat bahwa dari 89 sampel yang tinggal di tempat dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 28 orang atau 31.5% dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 61 orang atau 68.5%. Sedangkan dari 99 sampel yang tinggal di tempat dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 23 orang atau 23.2% dan sampel yang tidak menderita TB Paru sebanyak 76 orang atau 76.8%. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (1.605) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 diterima dan Ha ditolak dimana tidak terdapat hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone.

e. Hubungan antara Jenis Lantai dengan kejadian TB Paru Analisis tentang hubungan antara jenis lantai dengan kejadian TB Paru yang dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut : Tabel 4.15 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian TB Paru Kejadian TB Paru Jenis Lantai TB Paru Bukan TB Paru n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat 8 57.1 6 42.9 14 100 Memenuhi Syarat 43 24.7 131 75.3 174 100 51 27.1 137 72.9 188 100 χ 2 6.894 Berdasarkan tabel 4.15, terlihat bahwa dari 14 sampel yang tinggal di tempat dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 8 orang atau 57.1% dan yang tidak menderita TB Paru sebanyak 6 orang atau 42.9%. Sedangkan dari 174 sampel yang tinggal di tempat dengan jenis lantai yang memenuhi syarat dan menderita TB Paru sebanyak 43 orang atau 24.7% dan sampel yang tidak menderita TB Paru sebanyak 131 orang atau 75.3%. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (6.894) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan Ha diterima dimana terdapat hubungan antara jenis lantai dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone.

4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone Kab. Bone Bolango selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang diteliti. a. Luas Ventilasi Udara yang bersih merupakan komponen utama di dalam rumah dan sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup secara sehat. Sirkulasi udara berkaitan dengan masalah keberadaan ventilasi. Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi atmosfir yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia (Harun, 2011). Untuk itu ventilasinya harus mencapai 10% dari luas lantai sesuai dengan syarat kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone menunjukkan bahwa dari 51 penderita TB Paru terdapat 33 rumah yang keadaan ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu 10 % dari luas lantai dan 18 rumah penderita TB Paru yang keadaan ventilasinya telah memenuhi syarat. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (8.466) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima dimana terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat ditemukan lebih banyak pada rumah yang tidak menderita tb, hal ini di akibatkan karena jumlah sampel bukan TB Paru lebih banyak dari penderita TB Paru yang hanya berjumlah 51 sampel. Sesuai hasil observasi pada saat melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone ditemukan rumah penderita TB Paru memiliki luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan yaitu 10% dari luas lantai juga ventilasinya ditutupi dengan plastik ataupun kaca sehingga aliran udara dalam rumah tersebut tidak lancar yang mengakibatkan udara tidak dapat membawa bakteri keluar. Sedangkan untuk rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat tetapi tidak terdapat TB Paru ini disebabkan karena mereka mengetahui pentingnya ventilasi untuk kesehatan sehingga ventilasinya tidak ditutupi dengan plastik ataupun kaca. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2008) di kabupaten Tapanuli Utara dan Harun (2011) di Kabupaten Gorontalo yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi dengan potensi penularan TB Paru. b. Kelembaban Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara di dalam rumah. Hasil penelitian yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone menunjukkan bahwa dari 51 penderita TB Paru terdapat 5 rumah yang kelembabannya tidak memenuhi syarat kesehatan dan 46 rumah penderita TB Paru yang kelembabannya telah memenuhi syarat. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (0,004) < χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 diterima dan H a di tolak dimana tidak ada hubungan antara keadaan kelembaban dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone. Sesuai dengan hasil observasi bahwa rumah penderita TB Paru di Kabila Bone sudah memenuhi syarat kesehatan yaitu 40%-70%. Hal ini bisa di pengaruhi karena lokasi penelitian berada didekat pantai sehingga mempengaruhi nilai kelembaban.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kelembaban merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB Paru. c. Pencahayaan Depkes RI,1994 mengemukakan bahwa : Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (dalam Fatimah, 2008). Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Hasil penelitian yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone menunjukkan bahwa dari 51 penderita TB Paru terdapat 33 rumah yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu 60-120 lux dan 18 rumah penderita TB Paru yang pencahayaannya telah memenuhi syarat. Hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (7.447) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima dimana terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone. Sesuai dengan obsevasi yang peneliti lakukan bahwa rumah penderita TB Paru di wilayah Kerja Puskesmas Kabila Bone ada yang luas ventilasinya sudah memenuhi syarat kesehatan tetapi pencahaayan dalam rumah tidak memenuhi syarat hal ini diakibatkan karena ventilasi yang ditutup dengan plastik ataupun kaca

sedangkan jendela rumahnya ditutup. Sedangkan untuk rumah yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat tapi tidak terdapat TB Paru disebabkan karena mereka telah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti membuka jendela pada pagi hari agar sinar matahari dapat masuk dalam rumah dan juga mereka memiliki kekebalan tubuh yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Fatimah tahun 2008 yang menyatakan bahwa seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 4,214 kali lebih besar menderita tuberkulosis paru dibanding orang yang bertempat tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang memenuhi syarat. d. Kepadatan Hunian Rumah Kepadatan hunian rumah merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993 maka kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar ( 9 m 2 /orang) dan kepadatan penghuni yang tidak memenuhi standar yaitu < 9 m 2 /orang (Mukono, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone menunjukkan bahwa dari 51 penderita TB Paru terdapat 28 rumah yang kepadatan penghuninya tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu 9 M 2 / orang dan 23 rumah penderita TB Paru yang kepadatan penghuninya telah memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan dari 137 orang yang tidak menderita TB Paru 61 rumah kepadatan

penghuninya tidak memenuhi syarat kesehatan dan sisanya 76 rumah telah memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh χ 2 hitung (1.605) < χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 diterima dan H a ditolak dimana tidak terdapat hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone. Pada kondisi kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat kesehatan namun responden tidak menderita TB Paru disebabkan karena responden mempunyai pengetahuan yang baik dalam upaya pencegahan penyakit TB Paru, d imana p engetahuan yangcukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tobing tahun 2008 yang menyatakan bahwa kepadatan hunian mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi penularan TB Paru 3,3 kali lebih besar pada kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat kesehatan. e. Jenis Lantai Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau keramik. Hasil penelitian yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kabila Bone menunjukkan bahwa dari 51 penderita TB Paru terdapat 8 rumah yang jenis lantainya

tidak memenuhi syarat kesehatan dan 43 rumah penderita TB Paru yang jenis lantainya telah memenuhi syarat kesehatan. Hasil penelitian ini juga menunjukan adanya hubungan antara jenis lantai dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone dimana diperoleh χ 2 hitung (6.894) > χ 2 tabel (3,841), hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariza Adnani dan Asih Mahastuti (2003-2006) diwilayah kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul yang menyatakan bahwa besarnya risiko penghuni rumah penderita TB Paru maupun pembanding yang lantai rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai risiko terkena TB Paru sebesar 3-4 kali lebih tinggi jika dibanding pada penduduk yang tinggal pada rumah yang lantainya memenuhi syarat kesehatan (Adnani, 2006).