Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)

PENGARUH PERENDAMAN NATRIUM BISULFIT (NaHSO 3 ) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS PATI UMBI GANYONG (Canna Edulis Ker)

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERENDAMAN KAPUR SIRIH DAN GARAM TERHADAP MUTU TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr)

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

PENDAHULUAN. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No. 2, Agustus 2014

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUATAN PATI DARI BIJI DURIAN MELALUI PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT DAN LAMA PERENDAMAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

KAJIAN PERAN BAHAN PEMUTIH NATRIUM PIROPOSPHATE (Na 2 H 2 P 2 O 7 ) TERHADAP PROSES PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR. Tjatoer Welasih 1) dan Nur Hapsari1 )

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

III. METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH LAMA PERENDAMAN BIJI NANGKA DALAM NATRIUM METABISULFIT DAN CARA PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS TEPUNG BIJI NANGKA

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

METODE. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK MANISAN NANGKA KERING DENGAN PERENDAMAN GULA BERTINGKAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR KARBOHIDRAT DAN KUALITAS TEPUNG BIJI GAYAM PADA LAMA PERENDAMAN DAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Pengawetan pangan dengan pengeringan

S K R I P S I. Oleh : NI LUH DESI RASTIYATI

KARAKTERISTIK KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG BIJI DURIAN TERMODIFIKASI (Durio zibethinus Murr)

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

PENGARUH LAMA PEREBUSAN DAN LAMA PENYANGRAIAN DENGAN KUALI TANAH LIAT TERHADAP MUTU KERIPIK BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL TELUR DENGAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI DAN KONSENTRASI EMULSIFIER TERHADAP KARAKTERISTIK CAKE BERAS SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

3. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

Pengeringan Untuk Pengawetan

PENGARUH PERLAKUAN PEMBUATAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KUALITAS COOKIES LIDAH KUCING TEPUNG BIJI NANGKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI BUSA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

OLEH : GLADYS AMANDA WIJAYA

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

BAB III MATERI DAN METODE. biji durian dengan suhu pengeringan yang berbeda dilaksanakan pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI BUBUR BUAH MANGGA DAN CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSE) TERHADAP MUTU SORBET AIR KELAPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI

FLOUR TREATMENT OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus) AND OLD DRIED NOODLES DRYING ON QUALITY OF WHEAT MOCAF (Modified Cassava Flour)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Transkripsi:

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus) The Influence Of Drying Temperature and Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Concentration Toward Physical-Chemical Characteristic Of Durian Seed Flour (Durio zibethinus) Sarma Simanjuntak*, Wahyunanto Agung Nugroho, Rini Yulianingsih Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: sarma.simanjuntak17@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik-kimia tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) dan suhu pengeringan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor,dan 3( tiga) kali pengulangan. Faktor yang pertama adalah suhu pengeringan pada pengering dengan 3 level suhu (T) yaitu 1) C (T 1 ), 2) C (T 2 ), 3) C (T 3 ). Faktor yang kedua adalah perendaman dengan Natrium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) (K) yaitu : 1) 200 ppm (K 1 ), 2) 400 ppm (K 2 ), 3) 0 ppm (K 3 ).Adapun parameter yang diamati meliputi randemen, kadar air, kadar abu, derajat putih, ph, modulus kehalusan serta kesetimbangan massa. Konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rendemen, modulus kehalusan, derajat putih, kadar air, kadar abu, dan ph. Suhu Pengeringan berpengaruh sangat nyata nyata terhadap kadar air, berpengaruh nyata terhadap derajat putih dan ph, serta tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, modulus kehalusan serta kadar abu. Perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 0 ppm pada suhu C (K 3 T 2 ) Merupakan perlakuan terbaik dalam menghasilkan karakteristik tepung biji durian yang terbaik. Pada perlakuan ini diperoleh nilai rerata rendemen sebesar 33,07 %, modulus kehalusan sebesar 0,59, derajat putih sebesar 57,78 %, kadar air sebesar 9,38 %, kadar abu sebesar 3,04 %, dan ph sebesar 6,74 Kata kunci: Natrium metabisulfit, pengeringan, tepung biji durian ABSTRACT The objective of research is to study the influence of immersion in a solution of benzoic acid (Na 2 S 2 O 5 ) and drying temperature on physicochemichal characteristics of durian seed flour. Research design is Completely Randomized Design with 2 (two) factors and 3 (three) replications. First factor is drying temperature (, and C) and second factor is natrium metabisulfit concentration ( 200, 400 and 0 ppm). The yield, fineness modulus, whiteness index, moisture content, ash content,and ph were unaffected by natrium metabisulfit concentration, but affected by drying temperature. Treatment of concentration 0 ppm of natrium metabisulfit at C is the best treatment to produce the best characteristic of durian seed flour. In this treatment, these parameters are rated averagely as following : yield for 33,07%, fineness modulus for 0,59, whiteness index for 57,78%, moisture content for 9,38%, ash content for 3,04%, and ph for 6,74. Key words: Durian seed flour, drying, natrium metabisulfit PENDAHULUAN Buah durian merupakan salah satu buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Buah durian menghasilkan limbah padat berupa biji durian dan kulit durian. Biji durian merupakan 91

salah satu sumber karbohidrat yang potensial sebagai alternatif diversifikasi pangan karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik untuk dikonsumsi. Bila ditinjau dari komposisi kimianya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein 9,79 %, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9 % (Winarti dan Purnomo, 2006). Untuk itu diperlukan upaya untuk mengolahnya menjadi sumber makanan. Masalah yang dihadapi dalam pengolahan biji durian menjadi tepung adalah tepung yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan. Untuk menghasilkan tepung biji durian dengan warna putih, diperlukan perlakuan dengan cara perendaman dengan natrium metabisulfit. Perendaman dengan natrium metabisulfit perlu dilakukan untuk menigkatkan mutu tepung karena natrium metabisulfit dapat menonaktifkan enzym,menghambat pertumbuhan mikroba,dan sebagai anti oksidasi (Arogba, 1999). Masalah lain yang dihadapi adalah proses pengeringan tepung yang masih kurang efektif apabila dilakukan dengan menggunakan sinar matahari karena suhu dan cuaca yang tidak menentu mengakibatkan lamanya pengeringan tidak dapat dipastikan. Berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini agar diperoleh tepung biji durian dengan mutu yang baik.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi perendaman natrium metabisulfit terhadap karakteristik fisik-kimia tepung biji durian dan juga untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik fisik-kimia tepung biji durian. Alat dan Bahan METODE PENELITIAN Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah pisau, blender, gelas ukur, ph meter, oven, timbangan digital, colour reader, tanur, ayakan 80 dan 100 mesh, dan alat pengering tipe rak. Bahan yang digunakan adalah biji durian, natrium metabisulfit, dan akuades Rancangan Percobaan Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah suhu pengeringan yang terdiri dari tiga level suhu yaitu (,, C). Faktor kedua adalah konsentrasi natrium metabisulfit yang terdiri dari 3 level yaitu (200,400,0 ppm). Proses Pembuatan Tepung Biji Durian Prosedur penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu proses pembersihan biji durian dengan air. Setelah dibersihkan, biji durian dikupas, di iris setebal 0.4 cm, kemudian direndam dengan larutan natrium metabisulfit dengan 3 level perlakuan yaitu 200 ppm, 400 ppm, dan 0 ppm selama 4 jam. Proses selanjutnya adalah proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering tipe rak. Suhu perlakuan yang digunakan adalah C, C, dan C selama 16 jam. Biji durian yang telah dikeringkan kemudian ditimbang dan dilakukan proses pengecilan ukuran dengan menggunakan blender selama 10 menit. Proses penggilingan ini menghasilkan tepung biji durian. Pengujian dan Analisa Data Karakterisasi tepung biji durian yang diamati meliputi rendemen, modulus kehalusan, derajat putih, kadar air, kadar abu, serta ph. Data hasil pengamatan yang didapat kemudian dianalisa menggunakan analisa sidik ragam (ANNOVA). Sedangkan untuk penentuan tepung biji durian terbaik digunakan metode Bayes HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Pada penelitian ini dilakukan pengukuran rendemen tepung biji durian. Rendemen adalah presentase produk yang didapatkan dari membandingkan berat akhir bahan dengan berat awalnya. Berdasarkan hasil uji analisis ragam (ANNOVA) menunjukkan bahwa faktor 92

Rendemen (%) perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadaprendemen tepung biji durian yang dihasilkan. Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. 40 30 20 10 0 200 400 0 0 Gambar 1. Grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan Gambar 1 menunjukkan bahwa rendemen tepung biji durian paling tinggi adalah pada konsentrasi natrium metabisulfit sebesar 0 ppm dan pada suhu pengeringan sebesar C dan hasil rendemen terkecil yaitu pada perlakuan K 2 T 3 yaitu pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 400 ppm pada suhu C. Rendah atau tingginya rendemen diduga dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widya (2003) yang menyatakan bahwa secara keseluruhan, nilai rendemen yang rendah disebabkan penyusutan bobot akibat air yang hilang karena pemanasan. Rendemen yang dihasilkan pada perlakuan kontrol adalah sebesar 29,7%, nilai ini lebih rendah dibanding pada rata-rata rendemen dengan perlakuan perendaman natrium metabisulfit yang berkisar antara 30,067%-33,63%. Modulus Kehalusan Pengukuran modulus kehalusan dilakukan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari tepung yang dihasilkan. Hasil pengujian modulus kehalusan berdasarkan analisi sidik ragam (ANNOVA) menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap nilai modulus kehalusan tepung biji durian yang dihasilkan. Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan modulus kehalusan dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Grafik pada Gambar 2 menunjukkan terjadi kecenderungan meningkatnya modulus kehalusan tepung biji durian dengan bertambahnya konsentrasi natrium metabisulfit. Hal ini diduga karena adanya proses perendaman dengan larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi komponen-komponen kimia dalam tepung. Hal ini sesuai dengan penelitian Rizal (2013), yaitu semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit, maka modulus kehalusan tepung yang dihasilkan semakin tinggi. Nilai modulus kehalusan yang dihasilkan pada perlakuan dengan perendaman natrium metabisulfit berkisar antara 0,58-1,17. Nilai modulus kehalusan yang dihasilkan pada perlakuan kontrol lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai modulus kehalusan yang dihasilkan pada perlakuan dengan perendaman natrium metabisulfit yaitu sebesar 0,33. 93

Derajat Putih (%) Modulus Kehalusan (%) 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Gambar 2. Grafik hubungan modulus kehalusan dengan suhu pengeringan dan konsentrasi natriu metabisulfit Derajat Putih Warna merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu dari produk tepung yang dihasilkan. Dari analisis ragam (ANNOVA) diperoleh faktor perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih. Faktor perlakuan suhu pengeringan berbeda nyata terhadap derajat putih tepung biji durian. Adapun interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih. Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan derajat putih terhadap konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. 62 58 56 54 52 200 400 0 0 200 400 0 0 Gambar 3. grafik hubungan derajat putih dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan Grafik pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai derajat putih tertinggi adalah pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 400 ppm dan pada suhu pengeringan C (K 2 T 3 ) dimana pada perlakuan ini menghasilkan derajat putih sebesar 59,09. Pada grafik juga dapat dilihat nilai derajat putih terendah adalah pada perlakuan konsentrasi natrium metbisulfit 200 ppm dan pada suhu pengeringan C (K 1 T 2 ) dimana pada perlakuan ini menghasilkan derajat putih sebesar 56,25. Hal ini diduga disebabkan karena rendahnya konsentrasi natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan pada proses pengolahan tepung biji durian. Menurut Prabasini (2013), perendaman dengan larutan natrium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) dapat mencegah reaksi pencoklatan non enzimatis karena gugus sulfit pada natrium metabisulfit berikatan dengan gugus karbonil pada gula tepung yang mencegah pembentukan senyawa melanoidin penyebab warna coklat. Pada grafik dapat dilihat nilai derajat putih yang dihasilkan pada perlakuan kontrol adalah sebesar 57,37%, sedangkan yang 94

Kadar Air (%) dihasilkan pada perlakuan dengan perendaman natrium metabisulfit berkisar antara 56,25% - 59,093%. Kadar Air Pengujian kadar air tepung perlu dilakukan karena berkaitan dengan daya simpan produk. Perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap kadar air tepung biji durian, hal ini dapat dilihat dari data analisis ragam (ANNOVA). Faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tepung biji durian. Adapun interaksi perlakuan tidak berbeda nyata Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan kadar air terhadap konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. 12 10 8 6 4 2 0 200 400 0 0 Gambar 4. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan Berdasarkan grafik pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air tepung biji durian yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu pengeringan maka jumlah air yang menguap semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1998), bahwa semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.dari grafik diatas juga dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi natrium metabisulfit maka kadar air tepung biji semakin menurun. Rendahnya kadar air disebabkan karena natrium metabisulfit dapat menyebabkan sel-sel jaringan pada bahan berlubang-lubang sehingga akan mempercepat proses pengeringan dan dengan pengeringan yang cepat tersebut maka air dalam bahan cepat teruapkan (Prabasini, 2013). Pada grafik dapat dilihat nilai kadar air yang dihasilkan pada perlakuan kontrol adalah sebesar 10,2%, sedangkan nilai kadar air yang dihasilkan pada perlakuan perendaman natrium metabisulfit berkisar antara 8,02%- 10,3167%. Kadar Abu Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Menurut Ambarsari (2009), kadar abu dapat mempengaruhi warna akhir produk dan dapat mempengaruhi tingkat kestabilan adonan. Pada penelitian ini Tepung biji durian setelah dianalisis didapatkan hasil kadar abu yang cukup tinggi. Hasil analisis ragam (ANNOVA) menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap kadar abu tepung biji durian yang dihasilkan dimana masing- masing faktor mempunyai F hitung kurang dari F tabel. Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. 95

Kadar Abu (%) 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 200 400 0 0 Gambar 5. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan Berdasarkan grafik pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar abu tertinggi didapat pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 0 ppm pada suhu C (K 3 T 3 ). Hal ini diduga karena bertambahnya konsentrasi natrium metabisulfit menyebabkan terjadi penambahan komponen kimia pada bahan tepung biji durian. Menurut Rahman (2007), Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka kadar abu semakin tinggi. Kadar abu terendah didapatkan pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 200 ppm pada suhu pengeringan C (K 1 T 1 ). Nilai kadar abu yang didapat pada perlakuan K 1 T 1 adalah sebesar 2,69%. Hal ini dikarenakan semakin rendah suhu pengeringan maka semakin sedikit air yang teruapkan dari bahan yang dikeringkan. Menurut Sudarmaji (1989), kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan. Jika bahan yang diolah melalui proses pengeringan, maka semakin tinggi suhu pengeringan akan meningkatkan kadar abu,karena air yang keluar dalam bahan semakin besar. Pada grafik dapat dilihat bahwa nilai kadar abu yang dihasilkan pada perlakuan kontrol adalah sebesar 2,77%, sedangkan nilai kadar abu yang dihasilkan pada perlakuan perendaman natrium metabisulfit berkisar antara 2,69% - 3,1567%. ph Berdasarkan hasil uji analisis ragam (ANNOVA) menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit tidak berbeda nyata terhadap ph tepung biji durian. Pada perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap ph dari tepung biji durian. Interaksi perlakuan berbeda nyata terhadap ph tepung biji durian yang dihasilkan. Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan grafik pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai ph tepung biji durian terendah adalah pada perlakuan K 2 T 3, yaitu pada suhu pengeringan C dan konsentrasi natrium metabsulfit 400 ppm. Nilai ph pada perlakuan K 2 T 3 adalah sebesar 6,403. Sedangkan nilai ph tertinggi adalah pada perlakuan K 2 T 1 yaitu pada perlakuan suhu C dan konsentrasi natrium metabisulfit 400 ppm. Tinggi atau rendahnya ph yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Suhu pengeringan berperan dalam penguapan air (Rizal, 2013). ph akan terpengaruh oleh media yang terdekomposisi oleh suhu tinggi yang menghasilkan asam atau basa. Asam atau basa ini yang mempengaruhi ph. Nilai ph pada perlakuan K 2 T 1 adalah sebesar 6,996. Pada grafik dapat dilihat nilai ph yang dihasilkan pada perlakuan kontrol adalah sebesar 6,89, sedangkan nilai ph yang dihasilkan pada perlakuan prendaman dengan natrium metabisulfit adalah berkisar antara 6,433-6,85 96

ph 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 200 400 0 0 Gambar 6. Grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan Pemilihan Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik dari parameter fisik dan kimia didapatkan dengan metode Bayes. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Bayes, perlakuan terbaik dipilih dengan nilai skor tertinggi pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan C (K 3 T 2 ). Parameter perlakuan terbaik disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Pemilihan perlakuan terbaik Parameter Perlakuan Terbaik K 3 T 2 Perlakuan Terburuk K 2 T 2 Rendemen % 33,07 31,73 Modulus Kehalusan 0,59 1,17 Derajat Putih 57,78 56,93 Kadar Air % 9,38 9,53 Kadar Abu % 3,04 3,06 Ph 6,74 6,763 Pada perlakuan ini menghasilkan nilai Rendemen sebesar 33,07 %, modulus kehalusan sebesar 0,59, derajat putih sebesar 57,78, kadar air sebesar 9,38%, kadar abu sebesar 3,04%, dan ph sebesar 6,74. Keseimbangan Massa Keseimbangan massa perlu diketahui untuk mengetahui massa yang hilang dari tiap tahapan proses pembuatan tepung biji durian.tepung yang di analisa keseimbangan massanya adalah tepung yang merupakan perlakuan terbaik yang didapatkan dengan metode Bayes. Neraca massa proses pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada Gambar 7. Pada proses pertama yaitu proses pembersihan dan pengupasan bahan yang masuk berupa biji durian sebanyak 100 gram dan menghasilkan hasil samping berupa kulit sebanyak 27,4 gram, maka massa biji durian berkurang menjadi 72,6 gram.pada proses selanjutnya yaitu proses pengirisan, terjadi kehilangan massa sebesar 1,1 gram sehingga massa biji durian berkurang menjadi 71,5 gram. Setelah proses pengirisan, selanjutnya dilakukan proses perendaman. Pada proses perendaman terjadi penambahan natrium metabisulfit sebanyak 0,198 gram dan akuades sebanyak 314 gram sehingga total biji durian beserta larutan perendam menjadi 385,698 gram. Setelah direndam, biji durian ditiriskan, larutan natrium metabisulfit memiliki massa sebesar 300,498 gram dan biji durian yang telah ditiriskan memiliki massa sebesar 85,2 gram. Kemudian biji durian dikeringkan dengan alat pengering tipe rak. Selama proses pengeringan 97

terjadi penguapan air bahan sebesar 49,7 gram, sehingga menghasilkan biji durian kering yang memiliki massa sebesar 35,5 gram. Kemudian dilakukan proses penggilingan, yaitu proses pengecilan biji durian dengan menggunakan blender. Selama proses penggilingan terjadi kehilangan massa sebesar 1,5 gram. Produk akhir yang dihasilkan adalah tepung biji durian yang memiliki massa sebesar 34 gram. Gambar 7. Neraca Massa Pembuatan Tepung Biji Durian KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa, Perlakuan penambahan konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik-kimia rendemen,modulus kehalusan, derajat putih, kadar air, kadar abu, dan ph. Rerata rendemen antara 30,33%-37.7%, modulus kehalusan 0,58-1,17, derajat putih 56,25-59.09,kadar air 8,02-10,6, kadar abu 2,69 3,16, dan ph 6,403-6,997. Suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, berpengaruh nyata terhadap derajat putih dan ph, serta tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, modulus kehalusan serta kadar abu. Semakin tinggi suhu pengeringan maka derajat putih, kadar air dan ph semakin menurun. DAFTAR PUSTAKA Ambarsari, I. 2009. Rekomendasi Dalam Penetapan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar. Jurnal Standardisasi. Vol 11.No 3. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Arogba, S. S. 1999. The Perfomance of Processed Mango Kernel Flour In a Model Food System. Journal. Dept. of Sci and Tech. Nigeria. Desroiser, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M.Muljoharjo. UI-Press, Jakarta. Prabasini, H. 2013. Kajian Sifat Kimia dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) Dengan Perlakuan Blanching dan Perendaman Dalam Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ). Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Rahman, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Pati Rizal, S. 2013. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang 98

Sudarmaji, S. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta Widya, D. 2003. Proses Produksi Dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Winarti, S dan Purnomo Y. 2006. Olahan Biji Buah. Trubus Agrisarana, Surabaya 99