CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

dokumen-dokumen yang mirip
IMPLIKASI HUKUM TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 Oleh : Muhammad Iqbal, SHI. SH. MHI 1

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB V PEMBAHASAN. kekuasaan judikatif. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1970

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB III PEMBAHASAN. A. Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB II DASAR PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM KONSTITUSI TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PADA PUTUSAN NO.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

PERAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

By: Ratna Sofiana ** Adisucipto Yogyakarta.

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Oleh : DENDI ABDURROSYID, S.

KOMPETENSI PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PERBANKAN SYARI AH

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

ANALISIS INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PASAL 55 UUPS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PT BANK SYARI AH BUKOPIN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

EKSISTENSI PERADILAN AGAMA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SHARIAH.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

KENDALA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG

Kata Kunci: Peradilan Agama, Mahkamah Konstitusi, Sengketa Ekonomi Syariah, Kepastian Hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

Lex Privatum Vol. IV/No. 8/Okt-Nov/2016

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

PUTUSAN Nomor 93/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 93/PUU-X/2012 (STUDI KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA)

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERMOHONAN PERKARA Nomor 122 /PUU-VII/2009 Tentang UU PTUN Memberlakukan kembali pasal yang berkaitan dengan derden verzet

WKEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI SENGKETA EKONOMI SYARIAH SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MK No. 93/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

Khotibul Umam. Naskah diterima: 24/04/2015 revisi: 23/07/2015 disetujui: 13/11/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

This paper examines the dualism of authority between the district courts and religious

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : ISSN BASYARNAS SEBAGAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

Ringkasan Putusan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Pelaksanaan Klausul Penyelesaian Sengketa Dalam Akad... (Mahpudin) Vol 5 No 1 Maret 2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

KONTROVERSI KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARI AH DI INDONESIA.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DI JAWA TENGAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 93/PUU-X/2012 TENTANG SENGKETA EKONOMI SYARI AH

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Transkripsi:

[43] CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 Afrik Yunari Sekolah Tinggi Agama Islam Hasanuddin (STAIH) Kediri Email: afrik.yunari@yahoo.com ABSTRACT The dispute resolution process which emerges after the issue of the Islamic Banking Law No. 21/2008, has led to occurrence of dispute settlement or contention regarding to the institution for the dispute resolution. The dispute occurs between the Basyarnas with the District Court or between Basyarnas with Religious Courts or between the Religious Courts with the District Court. This problem occurs due to legal clarification of Article 55, Paragraph 2 issued by the Constitution Court, which confirms that the article is against the Constitution and has no binding legal force. This study discusses the possible alternative of dispute settlement forum in Islamic banking after the publication of the legal decision of the Constitution Court No. 93/PUU-X/2012, discuss the sharia banking dispute resolution before and after the inception of Act No. 21/ 2008 about Islamic banking, the legal decision of the Constitution Court No. 93/PUU-X/2012, and the choice of dispute settlement forum in Islamic banking after publication of the legal decision of the Constitution Court No. 93/PUU-X/2012. Kata kunci: Choice of Forum, Sengketa Perbankan Syariah, MK No. 93/PUU-X/2012

[44] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis yang dijalankan dalam berbagai macam sistem, tidak terkecuali praktek ekonomi yang dijalankan berdasarkan prinsip agama seperti sistem ekonomi Islam yang sering dikenal dengan istilah ekonomi syariah. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah. 1 Di Indonesia, berjalannya sistem ekonomi Islam dapat dilihat dari perkembangan perbankan syariah yang merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam yang sejak tahun 1998 sampai sekarang berkembang sangat signifikan, sehingga sangat mungkin dapatmenimbulkan terjadinya sengketa (dispute) diantara para pihak yang terlibat dalam aktifitas perbankan syariah. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatar belakanginya, baik dari salah satu pihak maupun kedua pihak. Dalam sengketa perbankan syariah pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun jalur di luar pengadilan (non litigasi). Mekanisme atau cara menyelesaikan sengketa dalam ekonomi syariah diatur dengan melalui jalur pengadilan, sudah diatur dalamundang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Pada Pasal 49 poin (i) disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

Afrik Yunari, Choice of Forum... [45] orang yang beragam Islam di bidang ekonomi syariah, sehingga sudah jelas bahwa merupakan kewenangan absolut bagi Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa dalam lingkup ekonomi syariah. Selain Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, disahkan pula Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dalam proses penyelesaian sengketanya diatur dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Dalam perkembangannya, ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah yang terdapat dalam Undang-Undangtersebut dilakukan uji materi karena dianggap bertentangan dengan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana amanah Undang-Undang Dasar 1945 yang termuat pada pasal 28D (ayat1) yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 2 Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas tentang choice of forum dalam penyelesian sengketa perbankan syariah pasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang menjawab hasil uji materi terhadap muatan isi Pasal 55 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tersebut. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Sebelum Lahirnya Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebelum lahirnya Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dilakukan dengan dua pilihan yaitu secara litigasi dan secara non litigasi. Penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi merupakan tugas dan kewenangan absolut Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Hukum acara atau prosedur dalam menangani perkara perbankan syariah yang diajukan di lingkungan peradilan agama adalah bentuk hukum acara perdata yang biasa dilaksanakan di peradilan negeri. Hal ini sesuai dengan 2 Undang-Undang Dasar 1945

[46] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 Pasal 54, yang berbunyi: Hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini. 3 Hukum acara perdata tersebut sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, HIR (Het Herzeine Inlandsche Reglement) dan R.Bg (Rechts Reglement Buitengewesten) termasuk ketentuan yang diatur dalam Rv (Reglement of de Rechtsvordering), KUH Perdata, Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang No. 8Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum serta beberapa peraturan lain yang berkenaan dengan itu. Ada beberapa bentuk kewenangan peradilan agama, antara lain: menangani perkara-perkara di bidang perkawinan yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acarakhusus sebagaimana dalam Undang- Undang Peradilan Agama itu sendiri dan menangani perkara-perkara perdatadi bidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acaraperdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Maksud ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari ah, antara lain meliputi: bank syari ah, lembaga keuangan mikro syari ah, asuransi syari ah, reasuransi syari ah, reksa dana syari ah, obligasi syari ah dan surat berharga berjangka menengah syari ah, sekuritas syari ah, pembiayaan syari ah, pegadaian syari ah, dana pensiun lembaga keuangan syari ah, dan bisnis syari ah. 4 Perbankan syariah merupakan perkara perdata di luar bidang perkawinan, oleh karena itu ketentuan hukum acara yang harus diterapkan dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidang perbankan syariah di lingkungan peradilan agama adalah ketentuan yang berlaku di peradilan umum. Dalam hal menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara ekonomi syariah wajib menerapkan ketentuan-ketentuan hokum acara perdata. 3 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama 4 Penjelasan Pasal 49, Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

Afrik Yunari, Choice of Forum... [47] Penyelesaian sengketa perbankan syariah secara non litigasi, ratarata dilakukan melalui proses Arbitrase oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan pada tanggal 21 Oktober 1993. 5 BAMUI pada saat ini dikenal dengan BASYARNAS, yang merupakan bentuk Badan Arbitrase Institusional. Arbitrase Institusional (institutional arbitration) lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen. 6 Badan arbitrase ini sengaja didirikan untuk menyelesaikan dan menangani sengketa yang timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan. Tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai badan permanen dan independen yangberfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbuldalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan umat Islam. Penyelesaian sengketa perbankan syariah, dilakukan melalui BASYARNAS, karena rata-rata di dalam akad (perjanjian) antara Bank Syariah dengan nasabahnya selalu mencantumkan arbitration clause. Putusan dari BASYARNAS ini bersifat final dan binding. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, maka pada tahun 2008 dibentuklah Undang-Undang tentang perbankan syariah, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah diatur dalam Undang-Undang ini, termasuk juga mengenai penyelesaian sengketa yang terjadi akibat adanya wanprestasi antar pihak yang berakad. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dalam Undang-Undang ini diatur pada Bab IX Pasal 55 yang berbunyi: (1) Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat [1] penyelesaian sengketa dilakukan sesuai 5 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan: negosiasi,mediasi, konsiliasi & arbitrase, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2011), h. 121. 6 Yahya Harahap, Arbitrase, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 106.

[48] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 dengan isi akad. (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat [2] tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. 7 Dengan adanya pasal tersebut diatas memunculkan mekanisme penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa (dispute) antara pihak bank syariah dengan nasabah. Isi Pasal 55 ayat (2) diberikan penjelasan dalam penjelasan pasal demi pasal, yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad adalah upaya sebagai berikut: (a) musyawarah, (b) mediasi perbankan, (c) melalui BASYARNAS atau lembaga arbitrase lain dan atau (d) melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Kemunculan pasal 55 ayat (2) termasuk penjelasannya dan ayat (3) ini memberikan ruang kepada para pihak untuk membuat pilihan forum (choice of forum) dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariahnya selain melalui proses litigasi di Pengadilan Agama baik itu melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri maupun melalui proses non litigasi melalui musyawarah, mediasi perbankan dan proses arbitrase melalui Basyarnas atau lembaga arbitrase lain selama hal tersebut diperjanjikan di dalam akad dengan catatan mekanisme penyelesaian sengketa tersebut sesuai dengan prinsip syariah. Dalam penjelasan tersebut menempatkan Pengadilan Negeri sebagai salah satunya. Banyak pendapat yang tidak setuju akan hal ini karena secara peraturan, perbankan syariah menggunakan Al-Quran dan Al-Hadis. Pemeriksaan yang masuk kedalam Pengadilan Negeri secara keseluruhan khususnya menggunakan hukum acara perdata sama sekali tidak menggunakan hukum Islam. Secara kompetensi Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang memeriksa bahkan mengadili sengketa ekonomi syariah. Pengadilan Agama merupakan pengadilan yang memiliki kompetensi absolut dalam menangani sengketa syariah yang tertuang dalam Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Nasabah perbankan syariah tidak 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Afrik Yunari, Choice of Forum... [49] seluruhnya merupakan yang beragama Islam tetapi tidak demikian pula apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Negeri.Ketika seseorang telah ikut dalam suatu akad yang telah disepakati, maka secara tidak langsung ia telah tunduk secara sukarela kepada hukum Islam sehingga tidak perlu lagi memilih Pengadilan Negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa syariah. Hal inilah yang memunculkan kejadian conflict of dispute settlement (pertentangan mengenai lembaga penyelesaian sengketa). Hal ini mungkin muncul karena tidak terpenuhinya kepentingan (keinginan) para pihak atau hasil dari penafsiran masing-masing pihak terhadap ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan penjelasannya tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 Penyelesaian sengketa perbankan syariah yang termuat dalam pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, ternyata menimbulkan kejadian conflict of dispute settlement (pertentangan mengenai lembaga penyelesaian sengketa) antara Basyarnas dengan Pengadilan Negeri atau antara Basyarnas dengan Pengadilan Agama atau antara Pengadilan Agama dengan Pengadilan Negeri. Pada penjelasan pasal tersebut diakui tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 D (ayat 1) yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 8 Penjelasan pasal 55 tersebut lah yang selama ini menjadi penyebab kemunculan pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum), sehingga memunculkan adanya pengajuan uji materi (judicial review) oleh salah satu nasabah Perbankan Syariah guna mendapatkan kepastian hukum yang adil.uji materi Pasal 55 ayat (2) dan (3) Undang-UndangNo. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Pasal 28D ayat (1)Undang-Undang Dasar1945 ini diajukan oleh Dadang Achmad 9 salah seorang nasabah Bank Muamalat Indonesia Cabang Bogor yang saat itu merasa hak konstitusional kepastian hukumnya dirugikan. 8 Undang-Undang Dasar 1945 9 Direktur CV. Benua Engineering Consultant

[50] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 Dari hasil uji materi tersebut, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan Nomor 93/PUU-X/2012 pada tanggal 29 Agustus 2013 10 yang merupakan jawaban terhadap Uji materi Pasal 55 ayat (2) dan (3) Undang- Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Pasal 28D ayat (1)Undang-Undang Dasar 1945. Isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 adalah sebagai berikut: Menyatakan: AMAR PUTUSAN Mengadili, 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1 Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4867) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.2 Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya. 11 Adapun bunyi Penjelasan Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tersebut adalah: yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut: musyawarah, mediasi perbankan, melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), atau lembaga arbitrase lain; dan/atau melalui pengadilan dalam lingkungan 10 Bagian penutup Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012. 11 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012

Afrik Yunari, Choice of Forum... [51] Peradilan Umum. Menurut pertimbangan Mahkamah Konstitusi, penjelasan pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan hilangnya hak konstitusional nasabah untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah karena bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi (Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945). Oleh karena itu, layak untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga menimbulkan kepastian hukum dalam proses penyelesaian sengketa Perbankan Syariah, yaitu diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (jalur litigasi). Choice of Forum dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 Pasca diterbitkannya Putusan Nomor 93/PUU-X/2012 oleh Mahkamah Konstitusi, maka adanya choice of forum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah telah menemukan kepastian hukumnya. Dengan dinyatakannya putusan terkait adanya uji materi Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1) oleh Sembilan Hakim Konstitusi, maka dinyatakan bahwa Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan oleh para ahli, saksi, pemerintah, DPR, dan keterangan saksi ahli. Dalam hal ini, Ija Suntana selaku ahli mengatakan bahwa ketika peradilan ada dua, kemudian diberikan kesempatan untuk dipilih oleh para pihak yang bersengketa, hal tersebut akan menimbulkan choice offorum yang dalam perkara yang substansinya sama juga, objeknya sama, kemudian diberikan kebebasan memilih, sehingga akan menimbulkan legal disorder (kekacauan hukum). Selain itu, akan menimbulkan disparitas keputusan, kemungkinan juga akan terjadi keanehan, sebab mungkin ketikaputusan a lahir dari peradilan agama, sementara putusan b lahir daripengadilan umum untuk kasus yang sama, atau ada dua kasus yang memiliki kemiripan

[52] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 sama atau bahkan sama, maka akan terjadi keanehan bagi para pihak yang menerima. Apabila ada pilihan forum untuk penyelesaian perkara, sementara orang diberikan kebebasan, ibaratnya untuk memilih, tidak ditunjuk langsung oleh Undang-Undang, hal tersebut akan menimbulkan chaos sebelum atau dalam praktik akad. Sebab mungkin saja ketika orang mau menandatangani akad di banknya yang itu masuk ke bank syariah, orang/nasabah yang masuk bank syariah, sementara pihak bank menginginkan bahwa penyelesaian sengketa itu ada di pengadilan negeri, sementara nasabah menginginkan diselesaikan di pengadilan agama, hal tersebut akan menimbulkan masalah dalam akad tersebut. Ketika diberikan kesempatan choice of forum adalah membahayakan apabila ada ungkapan bahwa orang yang masuk ke bank syariah itu tidak orang muslim saja, tapi ada non muslim. Dalam teori hukum ketika orang nonmuslim masuk kepada peradilan atau perbankan syariah, dia telah melakukan choice of law (telah memilih hukum). Ketika dia telah memilih hukum, maka secara langsung dia siap dan ikut diatur dengan aturan danasas yang ada di lembaga yang dia masuki, yaitu hal-hal yang terkait dengan syariah dan ketika bank syariah menerapkan aturan-aturan syariah, maka ketika non muslim masuk ke dalam bank syariah telah menyiapkan diri dan siap juga menerima terhadap aturan yang diterapkan oleh bank syariah, sehingga dari urusan asas, aturan, dan sampai penyelesaian sengketanya harus disesuaikan dengan syariah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa non muslim yang telah masuk ke dalam bank syariah itu telah melakukan choice of law karena ada bank konvensional yang dapat dipilih kenapa masuk ke bank syariah. Sementara di bank syariah telah dijelaskan secara nyata bahwa aturan dan asas yang telah dilaksanakan mulai akad sampai penyelesaian sengketa sesuai dengan aturan syariah. 12 Ada dan dibuatnya perjanjian/akad yang jelas bagi kedua pihak sangat diperlukan dalam setiap transaksi, khususnya dalam kegiatan perbankan syariah. Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa sumber hukum formil bukan hanya peraturan perundang-undangan, tetapi persetujuan (consensus) 12 Pertimbangan Hukum yang tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012

Afrik Yunari, Choice of Forum... [53] juga bagian dari sumber hukum. Achmad Sanusi menyebutkan perjanjian sebagai sumber hukum karena Undang-Undang sendiri juga menyebutnya sebagai sumber hukum. 13 Khusus dalam kajian hukum perikatan, Undang- Undang dan perjanjian sama kedudukannya sebagai sumber perikatan. 14 Dalam transaksi perbankan syariah, perjanjian/akad sangat menentukan terhadap isi, bentuk dari fasilitas perbankan yang diperjanjikan. Termasuk juga mengenai klausula penyelesaian sengketa, selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Para pihak yang melakukan transaksi yaitu bank dan nasabah pada dasarnya mempunyai kebebasan untuk menentukannya. Setelah ditentukan, maka masing-masing pihak harus mentaatinya seperti halnya mentaati sebuah Undang-Undang. Proses penyelesaian sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 yang telah diputuskan oleh beberapa Hakim Konstitusi tanggal 29 Agustus 2013 pada pukul 09.41 WIB, dapat disimpulkan bahwa: pertama, penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan absolut (mutlak) Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (secara litigasi). Pihak-pihak yang melakukan akad dalam aktifitas perbankan syariah yakni Bank Syariah dan nasabah dapat membuat pilihan forum hukum (choice of forum) mengenai domisili Pengadilan Agama yang akan menyelesaikan sengketa atau melalui BASYARNAS (secara non litigasi) yang putusannya bersifat final dan binding. Namun hal tersebut juga harus termuat secara jelas dalam perjanjian/akad para pihak yang secara jelas menyebutkan forum hukum yang dipilih bilamana terjadi sengketa. Kedua, walaupun para pihak dalam membuat perjanjian/akad mempunyai asas kebebasan berkontrak (freedom of making contract) dan menjadi Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya (asas pacta sunt servanda), namun suatu akad tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang yang telah menetapkan adanya kekuasaan (kewenangan) mutlak (absolut) bagi suatu badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa, karena 13 Achmad Sanusi, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1984), h.70. 14 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2005), h.123.

[54] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 Undang-Undang itu sendiri mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. Ketiga, dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/2012 yang menyatakan penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka para pihak tidak lagi terpaku dalam menyelesaikan sengketanya secara non litigasi pada musyawarah, mediasi perbankan, arbitrase melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau lembaga arbitrase lainnya, tetapi dapat juga menempuh proses non-litigasi lainnya seperti konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi, mediasi non mediasi perbankan, pendapat atau penilaian ahli. 15 Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebelum lahirnya Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dilakukan dengan dua pilihan, yaitu secara litigasi yang merupakan tugas dan kewenangan absolut Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sementara secara non litigasi, rata-rata dilakukan melalui proses Arbitrase oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang pada saat ini dikenal denganbasyarnas. Pada tahun 2008 dibentuklah Undang-Undang tentang perbankan syariah, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah diatur dalam Undang-Undang ini, termasuk juga mengenai penyelesaian sengketa yang diatur pada Bab IX Pasal 55. Pada penjelasan pasal tersebut dianggap telah menimbulkan pilihan forum (choice of forum) dalam proses penyelesaian sengketa perbankan syariah. Maka diadakanlah uji materi (judicial review) pasal 55 dan penjelasan pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan permohonan pengajuan oleh salah satu nasabah Bank Mumalat yang merasa hak konstitusional kepastian hukumnya dirugikan. 15 Abdul Mannan, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama, dalam Mimbar Hukum, edisi 73, (Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), 2011), h. 20-35.

Afrik Yunari, Choice of Forum... [55] Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka Hakim Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 untuk menjawab uji materi Undang-Undang a quo tersebut. Putusan tersebut menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan akan memuatnya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pasca diterbitkannya Putusan Nomor 93/PUU-X/2012 oleh Mahkamah Konstitusi, maka adanya choice of forum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah telah menemukan kepastian hukumnya. Penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan absolut (mutlak) Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (secara litigasi), atau dapat membuat pilihan forum hukum (choice of forum) mengenai domisili Pengadilan Agama yang akan menyelesaikan sengketa atau melalui BASYARNAS (secara non litigasi). Selain itu para pihak tidak lagi terpaku dalam menyelesaikan sengketanya secara non litigasi pada musyawarah, mediasi perbankan, arbitrase melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau lembaga arbitrase lainnya saja, tetapi dapat juga menempuh proses non-litigasi lainnya seperti konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi, mediasi non mediasi perbankan, pendapat atau penilaian ahli.

[56] AHKAM, Volume 4, Nomor 1, Juli 2016: 43-56 DAFTAR PUSTAKA Harahap, Yahya, Arbitrase, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Mannan, Abdul, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama, dalam Mimbar Hukum, Edisi 73, Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2011. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012. Sanusi, Achmad, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito. 1984. Sembiring, Jimmy Joses, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2011. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2005. Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.