Formulasi dan Karakterisasi SNE (Self Nanoemulsion) Astaxanthin dari Haematococcus pluvialis sebagai Super Antioksidan Alami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI FORMULA SELF NANO-EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SNEDDS) TETRAHIDROKURKUMIN MENGGUNAKAN D-OPTIMAL DESIGNS

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI FORMULA SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM

DONNY RAHMAN KHALIK FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI UNTUK SEDIAAN NUTRISI LENGKAP PARENTERAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

MAGDA LILIANNA FORMULASI SOLID LIPID NANOPARTIKEL DENGAN VITAMIN E ASETAT PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghantaran pada kosmetik atau sediaan farmasi (Barenholz, 2001). Liposom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug. Delivery System) EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI

Pengembangan, Evaluasi, dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Akut Sediaan Nanoemulsi Spontan Minyak Jintan Hitam

PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA MINYAK KEMIRI

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : SYAHNIDAR ZUHRA NAZILA NIM.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

KATA PENGANTAR. kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

NILA PENGEMBANGAN FORMULA KRIM PROPOLIS DAN MINYAK LAVENDER SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP PROPIONIBACTERIUM ACNES

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. (Munasir, 2001a). Aktivitas sistem imun dapat menurun oleh berbagai faktor,

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

LISA AYU LARASATI FORMULASI MIKROEMULSI DL-ALFA TOKOFEROL ASETAT DENGAN BASIS MINYAK KELAPA MURNI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...

SHERLY JULIANI FORMULASI DAN UJI EFEK KRIM PELEMBAB UNTUK MENGATASI XEROSIS PADA TUMIT KAKI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM.

PENGGUNAAN EUDRAGIT L 100 DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN TEKNIK EMULSIFIKASI PENGUAPAN PELARUT TESIS RAHMADEVI

PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN PELAPIS MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB DALAM MIKROKAPSUL BERBAHAN INTI SITRONELAL ABSTRAK ABSTRACT

KATA PENGANTAR. berjudul PENGGUNAAN BIOPOLIMER POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT) SEBAGAI PENYALUT DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat modern semakin memperhatikan makanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

EFEKTIVITAS LECITHIN SEBAGAI EMULGATOR DALAM SEDIAAN EMULSI MINYAK IKAN

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

PENGARUH KONSENTRASI FOSFATIDILKOLIN TERHADAP HERBOSOM EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) Makassar

Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 2017, 02,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 PLA hasil sintesis

Transkripsi:

Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 4(2), 30-36 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (p- ISSN: 2407-7062 e-issn: 2442-5435) diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat homepage: http://jsfkonline.org Formulasi dan Karakterisasi SNE (Self Nanoemulsion) Astaxanthin dari Haematococcus pluvialis sebagai Super Antioksidan Alami (Formulation and characterization SNE (self nanoemulsion) of astaxanthin from Haematococcus pluvialis as natural super antioxidant) Lusi Nurdianti *, Ratih Aryani, & Indra Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada, Tasikmalaya Keywords: astaxanthin; xanthophyll carotenoid; bioavailability; self nanoemulsion. Kata Kunci: astaxanthin; karotenoid xantofil; bioavailabilitas; nanoemulsi spontan. Access this article DOI: 10.29208/jsfk.2017.4.1.168 ABSTRACT: Astaxanthin is a group of fat-soluble xanthophyll carotenoid found in many microorganisms and marine animals. The problem that exists in its use as active compound of antioxidants is due to lipophilicity and poor stability in the gastrointestinal tract thereby making low bioavailability. In this research offers the nanotechnology to develop astaxanthin nanoemulsion which is intended to improve the stability in the dosage form and also further developing new delivery paths in the use of antioxidants through transdermal delivery route so it has the optimal deliveries. In this research will be made nanoemulsion astaxanthin formulation to produce good physical and chemical characteristics. Nanoemulsion were prepared by using the self-nanoemulsifying (SNE) method. Optimizations of formula were performed ranging from oil phase screening, surfactant type screening, and optimization of ratio of oil phase : surfactant : co-surfactant. Characterization of nanoemulsion were carried out by physical characterizations including globul size and polydispersity index, zeta potential, visual appearance, and globul morphology. Chemical Characterization included the entrapment efficiency test. The results showed that the nanoemulsion Astaxanthin has a 10-20 nm globul size (with normal size distribution curve), the polydispersity index value is less than 0.5, the zeta potential is greater than (-20) mv, the entrapment efficiency is between 80-87%, and has spherical globules form. ABSTRAK: Astaxanthin merupakan kelompok karotenoid xantofil larut lemak yang banyak ditemukan pada berbagai mikroorganisme dan hewan laut. Permasalahan yang terdapat di dalam pengunaannya sebagai bahan aktif sumber antioksidan adalah karena lipofilisitasnya dan stabilitas astaxanthin yang rendah di dalam saluran cerna sehingga membuat ketersediaan hayati yang rendah. Di dalam penelitian ini menawarkan teknologi nano untuk mengembangkan nanoemulsi astaxanthin yang ditujukan untuk meningkatkan stabilitas astaxanthin di dalam sediaan dan juga kedepannya untuk mengembangkan jalur penghantaran baru dalam pemakaian antioksidan yakni melalui rute transdermal sehingga ditujukan agar penggunaan astaxanthin dapat optimal. Di dalam penelitian ini akan dibuat formulasi nanoemulsi astaxanthin untuk menghasilkan karakteristik fisik dan kimia yang baik. Nanoemulsi dibuat dengan menggunakan metode Nanoemulsi spontan (SNE). Dilakukan optimasi formula mulai dari skrining fase minyak, skrining jenis surfaktan, dan optimasi rasio fase minyak:surfaktan:kosurfaktan. Karakterisasi nanoemulsi berupa karakterisasi secara fisik meliputi ukuran globul dan indeks polidispersitas, potensial zeta, tampilan visual, dan morfologi globul. Karakterisasi secara kimia meliputi uji efisiensi penjeratan. Hasil penelitian menunjukkan nanoemulsi Astaxanthin yang dikembangkan memiliki ukuran globul 10-20 nm (dengan kurva distribusi ukuran globul normal), nilai indeks polidispersitas kurang dari 0.5, potensial zeta lebih besar dari (-20) mv, dan efisiensi penjeratan berkisar antara 80-87% serta morfologi globul yang berbentuk sferis. PENDAHULUAN Astaxanthin merupakan karotenoid alami dengan karakteristik antioksidan yang kuat (super antioksidan), tidak memiliki aktivitas seperti vitamin A dan merupakan kelompok Xantofil (Xanthophylls). Astaxanthin merupakan pigmen larut lemak yang disintesis oleh tanaman-tanaman dan sebagian jenis alga [1,2]. *Corresponding Author: Lusi Nurdianti Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada, Tasikmalaya, Jalan Cilolohan 36 kode pos 46115, Tasikmalaya, Jawa Barat Email: lusinurdianti83@gmail.com 36 Article History: Received: 21 Aug 2017 Accepted: 20 Oct 2017 Published: 30 Nov 2017

Senyawa karotenoid dihubungkan dengan sejumlah manfaat-manfaat bagi kesehatan tubuh, dan studi epidemiologi menunjukan adanya hubungan terbalik diantara penyakit kardiovaskular dan kanker yang terjadi dengan kebiasaan konsumsi jumlah tinggi karotenoid yang terkandung di dalam makanan, seperti buah dan sayuran. Mekanisme biologi dari senyawa karotenoid dalam studi ini masih belum jelas, namun terlepas dari aktivitas provitamin A, karotenoid menunjukan karakteristik antioksidan yang dapat mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel, dan memodulasi ekspresi gen dan respon imun [3,4]. Untuk lebih mengerti potensi dari keuntungan terhadap konsumsi tinggi karotenoid di dalam makanan, atau sebagai suplemen makanan, terdapat studi terbaru mengenai absorpsi, distribusi, dan metabolisme berbagai macam karotenoid terhadap subjek manusia [5]. Bagaimanapun juga tidak banyak informasi mengenai profil farmakokinetik dari Astaxanthin di dalam manusia. Ketersediaan hayati dari beberapa karotenoid, yang bersifat sangat lipofil, adalah rendah. Nilainya bervariasi mulai dari kurang dari 10% dari sayuran-sayuran mentah hingga lebih dari 50% di dalam sediaan mengandung minyak. Keterbatasan dalam hal disolusi di cairan gastrointestinal merupakan salah satu penyebab nilai ketersediaan hayati yang rendah. Faktor lain yang menyebabkan keterbatasan absorpsi senyawa ini adalah kejenuhan karotenoid untuk masuk ke dalam misel yang terbentuk oleh cairan empedu di saluran cerna pada dosis tinggi [6]. Peningkatan ketersediaan hayati dari karotenoid setelah pemberian bersama dengan lemak diakibatkan karena konjugasi karotenoid ke dalam misel dari bile salt. Faktor lain yang menyebabkan ketersediaan hayati astaxanthin yang rendah adalah karena degradasi eliminasi astaxanthin di dalam saluran cerna dan kemungkinan astaxanthin mengalami first pass metabolism. Sebuah studi mengenai farmakokinetik dan adanya mekanisme degradasi via first pass metabolism menyatakan bahwa rasio ekstraksi eliminasi astaxanthin oleh hepatik dan gastrointestinal masing-masing 0,490 dan 0,901. Nilai rasio ekstraksi eliminasi berkisar antara 0 dan 1 dimana nilai rasio mendekati 1 menunjukkan bahwa obat tereliminasi oleh organ yang dimaksud [7]. Bagaimanapun telah banyak formulasi dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan ketersediaan hayati dari Astaxanthin seperti formulasi dengan menggunakan lemak (lipid based formulation) mulai dari penggunaan minyak trigliserida murni hingga campuran gliserida, surfaktan lipofilik, dan surfaktan hidrofilik [8]. Sebuah studi telah berhasil meningkatkan ketersediaan hayati oral dari Astaxanthin dengan menggunakan teknologi penurunan droplet emulsi yang dibentuk [9]. Namun teknologi dengan membuat SNE astaxanthin sebagai teknik penghantaran obat yang baru belum banyak peneliti yang membuatnya. Dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu sediaan dari Astaxanthin alami dari Haematococcus pluvialis yang berbasis sistem nanoemulsi dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitasnya sebagai superantioksidan alami. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mengembangkan sediaan nanoemulsi Astaxanthin yang kedepannya akan dikembangkan lebih lanjut untuk pembuatan sediaan rute transdermal sebagai rute penghantaran obat baru. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan adalah Astaxanthin (Astareal L10, Fuji Chemical Industries, Japan), Minyak bunga matahari (Jan Dekker International, Netherland), Minyak zaitun, Minyak VCO, Polysorbate 80 (Tween 80, Merck), Cremophor RH40 (Kolliphor RH40, BASF), Poloxamer 188 (Lutrol F68, BASF), Poloxamer 407 (Lutrol F127, BASF), PEG 400 (Kollisolv, BASF), Propilen glikol (BASF), Aqua Deion. Penyiapan SNE (Self-Nano Emulsion) Pembuatan SNE dilakukan dengan melakukan skrining fase minyak terlebih dahulu sebagai basis minyak untuk melarutkan Astaxanthin. Kemudian dilakukan optimasi campuran minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan untuk mendapatkan campuran yang paling optimal untuk mendapatkan SNE dengan karakteristik yang baik. Setelah didapatkan campuran yang optimum, maka untuk membuat SNE, Astaxanthin ditambahkan ke dalam campuran dan disonikasi. Nanoemulsi akan terbentuk secara spontan dengan penambahan air dan pengadukan ringan. Skrining Fase Minyak Kelarutan Astaxanthin di dalam 3 jenis minyak yang digunakan, antara lain adalah Minyak Bunga Matahari, Minyak VCO, dan Minyak Zaitun ditentukan dengan mencampurkan sejumlah Astaxanthin di dalam masingmasing fase minyak hingga didapat rentang konsentrasi Astaxanthin 5-150 mg/l. Campuran tersebut dicampur selama 24 jam dengan menggunakan pengaduk magnetik untuk mencapai kesetimbangan. Sampel kemudian di sentrifuga selama 3000 rpm, 15 menit. Cairan supernatan diambil dan difilter menggunakan membran 0.45 µm. Konsentrasi Astaxanthin ditentukan dengan menggunakan Jurnal P Sains R Farmasi O & OKlinis F Vol. R04 ENo. 01 A November D I 2017 N G V E R S I O N 37

Spektrofotometer UV-Visibel (Genesys 10S) pada panjang gelombang maksimum 470 nm. Skrining Surfaktan Empat jenis surfaktan yang digunakan untuk membentuk SNE Astaxanthin diantaranya adalah Tween 80, Kolliphor RH40, Lutrol F68, dan Lutrol F127. Di dalam air, sebanyak 2.5 ml dari 15% (w/w) larutan surfaktan dan sebanyak 4 µl minyak dicampur menggunakan vortex selama 1 menit. Jika terbentuk larutan jernih (satu fase), kemudian tambahkan ulang fase minyak sejumlah yang sama ke dalam sistem hingga didapat larutan yang berubah menjadi sedikit keruh hingga keruh. Optimasi Campuran Fase Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan Kosurfaktan yang digunakan dalam optimasi adalah PEG 400 dan propilen glikol. Kombinasi dengan rasio sebagai berikut antara minyak:surfaktan:kosurfaktan 1:1:1, 1:2:1, 1:4:1, 1:6:1, 1:8:1, 1:1:8, 1:1:6, 1:1:4, 1:1:2 dibuat untuk menghasilkan larutan yang jernih. Pembuatan Nanoemulsi Astaxanthin Pembuatan nanoemulsi diawali dengan pembuatan SNE terlebih dahulu, yaitu dengan mencampurkan fase minyak yang terpilih, surfaktan, dan kosurfaktan dengan perbandingan yang terpilih. Kemudian sebanyak 10 mg astaxanthin ditambahkan ke dalam SNE dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit, kemudian disonikasi selama 1 jam. SNE yang telah mengandung astaxanthin dicampurkan dengan air deion sebagai fase luar dan diaduk ringan dengan pengaduk magnetik. Terbentuknya nanoemulsi ditandai dengan terbentuknya campuran yang transparan. Karakterisasi SNE Astaxanthin Untuk mengkaji penggunaan obat off-label digunakan literatur acuan berupa Drug Information Handbook 2010, Pediatric Dosage Handbook 2009, British National Formulary Children 2015 dan IONI 2015. Penentuan efisiensi penjeratan Astaxanthin dalam nanoemulsi berdasarkan perbedaan antara jumlah Astaxanthin yang digunakan dalam pembuatan nanoemulsi dengan jumlah Astaxanthin yang terjerat dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Astaxanthin bebas akan mengendap, sehingga Astaxanthin yang terjerat bisa dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 470 nm. HASIL DAN DISKUSI Nanoemulsi Astaxanthin dibuat dengan metode nanoemulsifikasi spontan dimana campuran isotropik dari minyak, surfaktan, dan obat akan secara spontan membentuk nanoemulsi (minyak dalam air) ketika bertemu dengan fase air pada kondisi agitasi yang ringan. Campuran ini dapat membentuk suatu emulsi yang spontan jika perubahan entropi untuk sistem dispersi lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan luas permukaan dispersi. SNE juga memerlukan kosurfaktan untuk memfasilitasi proses nanoemulsifikasi atau meningkatkan penggabungan obat di dalam nanoemulsi [10]. Nanoemulsi telah dikenal secara luas untuk meningkatkan bioavailabilitas obat yang memiliki kelarutan yang rendah di dalam air. Mekanisme peningkatan bioavailabilitas meliputi peningkatan kelarutan obat, perlindungan obat terhadap enzim-enzim hidrolisis, peningkatan luas permukaan spesifik globul, serta perubahan permeabilitas yang diinduksi oleh surfaktan [11]. Proses nanoemulsifikasi spontan dipengaruhi oleh sifat spesifik minyak, surfaktan, dan kosurfaktan, konsentrasi dan rasio minyak-surfaktan-kosurfaktan serta suhu dimana terbentuk nanoemulsi spontan. Oleh karena itu, hanya kombinasi tertentu dari eksipien yang dapat membentuk sistem nanoemulsi spontan [12]. Dalam penelitian, optimasi dilakukan terhadap campuran surfaktan, kosurfaktan, dan obat. Sebelum dilakukan optimasi, skrining fase minyak dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan minyak yang digunakan sebagai basis dalam pembuatan SNE. Fase minyak yang digunakan adalah Minyak Bunga Matahari, Minyak VCO, dan Minyak Zaitun. Dari hasil pengujian, didapat bahwa Minyak Bunga Matahari dapat melarutkan baik Astaxanthin hingga konsentrasi 100 mg/l minyak, sedangkan untuk kelarutan Astaxanthin di dalam Minyak VCO dan Minyak Zaitun berturut-turut hingga konsentrasi 20 mg/l dan 8 mg/l (Tabel 1). Selain skrining fase minyak, skrining jenis surfaktan dilakukan untuk menentukan jenis surfaktan, sesuai Tabel 1. Kelarutan astaxanthin dalam fase minyak Fase Minyak Rentang Kelarutan Astaxanthin (mg/l) Minyak Bunga Matahari 15 100 Minyak VCO 10 20 Minyak Zaitun 4 8 38 P R O O F R E A DJurnal I Sains N Farmasi G & Klinis V EVol. R04 No. S01 I November O N2017

A B C Gambar 1. Tampilan visual nanoemulsi astaxanthin. A = Minyak Bunga Matahari : Tween80 : Propilen Glikol (1:8:1), B = Minyak Bunga Matahari : Lutrol F127 : Propilen Glikol (1:1:8), C = Minyak Bunga Matahari : Kolliphor RH40 : PEG 400 (1:8:1). nilai HLB yang dimiliki masing-masing surfaktan, yang dapat menghasilkan kapasitas loading yang paling tinggi sehingga dapat menghasilkan globul-globul emulsi yang terdispersi baik di dalam medium air. Jenis surfaktan yang diuji adalah Tween 80, Kolliphor RH40, Lutrol F68, Lutrol F127. Dari pengamatan Tabel 2, hasil pengujian skrining didapat bahwa Minyak Bunga Matahari dapat terdispersi sebanyak 9.6 µl dalam 1 ml Lutrol F68, Minyak VCO dapat terdispersi sebanyak 14.4 µl dalam 1 ml Kolliphor RH40, Minyak Zaitun dapat terdispersi sebanyak 11.2 µl dalam 1 ml Lutrol F68. Pengamatan didasarkan pada terbentuknya dispersi minyak yang homogen dan jernih di dalam medium air yang mengandung 15% (w/w) surfaktan. Kolliphor RH40 merupakan salah satu turunan dari polioksietilen minyal jarak (polyoxyethylene castor oil) yang mengandung sekitar 75% bagian hidrofobik dan 25% bagian hidrofilik. Bagian hidrofobik terutama terdiri atas ester asam lemak dari gliserol polietilen glikol dan ester asam lemak dari polietline glikol, sedangkan bagian hidrofilik mengandung polietilen glikol dan gliserol etoksilat. Kemudian, Lutrol F68 sendiri merupakan senyawa blok kopolimer non-ionik dari polioksietilen (PEO)-polioksipropilen (PPO). Kolliphor RH40 dan Lutrol F68 digunakan sebagai emulgator dan peningkat kelarutan vitamin, asam lemak, minyak esensial, dan obatobat tertentu [13]. Dari komposisi rantai polimernya (HLB), Kolliphor RH40 dan Lutrol F68 memiliki kapasitas loading yang tinggi untuk mengemulsifikasi minyak di dalam air. Dari optimasi yang dilakukan, terdapat 3 campuran paling optimal, yakni campuran Minyak Bunga Matahari:Tween80:Propilen Glikol (1:8:1), (B) Minyak Bunga Matahari:Lutrol F127:Propilen Glikol (1:1:8), (C) Minyak Bunga Matahari:Kolliphor RH40:PEG 400 (1:8:1), karena memberikan tampilan visual yang transparan (Gambar 1). Selanjutnya campuran optimum tersebut dilakukan karakterisasi baik secara fisik maupun kimia. Secara pengamatan dari SNE yang dibuat, SNE Astaxanthin berwarna jingga, tidak memiliki bau, dan jernih. Astaxanthin murni memiliki aroma seperti rumput laut (fishy-like smell), dimana ketika sudah diinkorporasikan ke dalam sistem SNE, Astaxanthin terlarut di dalam pembawa minyak dan masuk dalam inti misel surfaktan dan kosurfaktan sehingga bau alami Astaxanthin hilang di dalam sistem SNE. Kemudian salah satu karakteristik telah Tabel 2. Hasil uji skrining surfaktan Campuran ke- Fase Minyak Jenis Surfaktan Konsentrasi Minyak (dalam 15% larutan surfaktan) (µl/ml) 1 Minyak Bunga Matahari Tween 80 4.8 Lutrol F127 4.8 Kolliphor RH40 8.0 Lutrol F68 9.6 2 Minyak VCO Tween 80 3.2 Lutrol F127 3.2 Kolliphor RH40 14.4 Lutrol F68 9.6 3 Minyak Zaitun Tween 80 3.2 Lutrol F127 3.2 Kolliphor RH40 9.6 Lutrol F68 11.2 Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol. 04 No. 01 November 2017 39

Tabel 3. Hasil evaluasi fisik optimasi campuran astaxanthin dalam SNE Campuran A Campuran B Campuran C Diameter Globul (nm) 14,17 18,36 17,67 D10 7,67 11,60 10,20 D50 10,80 15,70 14,40 D90 16,30 22,80 21,70 Indeks Polidispersitas 0,209 0,043 0,078 Potensial Zeta (mv) -16,90-5,62-5,38 Efisiensi Penjeratan (%) 87,81 85,28 81,50 Keterangan : Campuran A : Minyak Bunga Matahari:Tween80:Propilen Glikol (1:8:1) Campuran B : Minyak Bunga Matahari:Lutrol F127:Propilen Glikol (1:1:8) Campuran C : Minyak Bunga Matahari:Kolliphor RH40:PEG 400 (1:8:1) terbentuknya nanoemulsi adalah pemerian campurannya yang jernih transparan karena dispersi globul minyak dengan obat yang homogen dan berukuran nano di dalam larutan. Dari 3 campuran hasil optimasi diatas, menghasilkan ukuran globul berkisar 10-20 nm (dengan kurva distribusi normal), nilai indeks polidispersitas berkisar 0.04-0.20, dan potensial zeta berkisar (-17) (-5) mv (Tabel 3 & Gambar 2). Indeks polidispersitas dari sistem nanoemulsi menggambarkan distribusi ukuran globul. Nilai indeks tersebut berada pada rentang nilai antara 0 (distribusi ukuran seragam) sampai 0,5 (distribusi ukuran lebar). Indeks polidispersitas ini memberikan informasi mengenai kestabilan fisik suatu sistem dispersi. Nilai indeks polidispersitas yang rendah menunjukkan bahwa sistem g2 Gambar 2. Kurva distribusi ukuran globul nanoemulsi astaxanthin. (Baris 1) minyak bunga matahari : Tween 80 : propilen glikol (1:8:1); (Baris 2) Minyak bunga matahari : Lutrol F127 : propilen glikol (1:1:8); (Baris 3) Minyak bunga matahari:kolliphor RH40 : PEG 400 (1:8:1). 40 Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol. 04 No. 01 November 2017

g3 Gambar 3. Morfologi globul nanoemulsi astaxanthin (perbesaran 20 nm hingga 500 nm). dispersi yang terbentuk bersifat lebih stabil untuk jangka panjang [14]. Potensial zeta dari suatu nanoemulsi digunakan untuk mengkarakterisasi muatan permukaan. Nilai potensial zeta dapat menunjukan kestabilan dari suatu sistem yang mengandung globul-globul terdispersi melalui adanya gaya tolak-menolak antara partikel yang bermuatan sama ketika berdekatan. Nilai potensial zeta yang lebih besar dari (+30) mv atau lebih kecil dari (-30) mv akan stabil secara elektrostatik, sedangkan nilai potensial zeta yang lebih besar dari (+20) mv atau lebih kecil dari (-20) mv akan stabil secara sterik [14]. Nanoemulsi Astaxanthin dengan nilai potensial zeta antara (-17)-(-5) mv (mendekati 0 mv) distabilkan secara sterik oleh adanya rantai polimer surfaktan non-ionik dalam misel. Efisiensi penjeratan zat aktif merupakan parameter yang penting dalam formulasi terkait dengan zat aktif yang dapat terjerat dalam formula sediaan nanoemulsi. Nilai efisiensi penjeratan dari semua formula berada di sekitar ±80%. Hal ini menandakan penjeratan Astaxanthin dalam globul nanoemulsi sudah cukup efisien (Tabel 3). Pengamatan menggunakan TEM dilakukan untuk Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol. 04 No. 01 November 2017 41

mengkonfirmasi morfologi dan ukuran dari nanoemulsi yang dibuat. Hasil analisis TEM menunjukkan bahwa globul nanoemulsi Astaxanthin memiliki ukuran kurang dari 20 nm dengan bentuk sferis (Gambar 3). KESIMPULAN Pembuatan sediaan Nanoemulsi Astaxanthin telah berhasil dikembangkan dengan ukuran globul 10 20 nm (dengan kurva distribusi ukuran globul normal), nilai indeks polidispersitas kurang dari 0,5, potensial zeta lebih besar dari (-20) mv, dan efisiensi penjeratan berkisar antara 80 87% serta morfologi globul yang berbentuk sferis. REFERENSI [1] Kurashige, M., Okimasu, E., Inoue, M., & Utsumi, K. (1990). Inhibition of oxidative injury of biological membranes by astaxanthin. Physiological chemistry and physics and medical NMR, 22(1), 27 38. [2] Clark, R. M., Yao, L., She, L., & Furr, H. C. (2000). A comparison of lycopene and astaxanthin absorption from corn oil and olive oil emulsions. Lipids, 35(7), 803 806. [3] Rock, C. L. (1997). Carotenoids: biology and treatment. Pharmacology & therapeutics, 75(3), 185 197. [4] Paiva, S. A., & Russell, R. M. (1999). β-carotene and other carotenoids as antioxidants. Journal of the American College of Nutrition, 18(5), 426 433. [5] Zaripheh, S., & Erdman, J. W. (2002). Factors that influence the bioavailablity of xanthophylls. The Journal of Nutrition, 132(3), 531S 534S. [6] Parker, R. S. (1996). Absorption, metabolism, and transport of carotenoids. The FASEB Journal, 10(5), 542 551. [7] Choi, H. D., Kang, H. E., Yang, S. H., Lee, M. G., & Shin, W. G. (2011). Pharmacokinetics and first-pass metabolism of astaxanthin in rats. British Journal of Nutrition, 105(2), 220 227. [8] Pouton, C. W. (2000). Lipid formulations for oral administration of drugs: non-emulsifying, self-emulsifying and self-microemulsifying drug delivery systems. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 11, S93 S98. [9] Affandi, M. M. R., Abdullah, A., Julianto, T., & Majeed, A. B. A. (2012). Development of Simple High Performance Liquid Chromatographic Method for the Determination of Astaxanthin in Human Plasma. Food Science and Technology Research, 18(1), 107 113. [10] Gursoy, R. N., & Benita, S. (2004). Self-emulsifying drug delivery systems (SEDDS) for improved oral delivery of lipophilic drugs. Biomedicine & Pharmacotherapy, 58(3), 173 182. [11] Rao, S. V. R., & Shao, J. (2008). Self-nanoemulsifying drug delivery systems (SNEDDS) for oral delivery of protein drugs: I. Formulation development. International journal of pharmaceutics, 362(1), 2 9. [12] Kyatanwar, A. U., Jadhav, K. R., & Kadam, V. J. (2010). Self microemulsifying drug delivery system (SMEDDS). Journal of Pharmacy Research, 3(2), 75 83. [13] Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Weller, P. J. (Eds.). (2006). Handbook of pharmaceutical excipients (Vol. 6). London: Pharmaceutical Press. [14] Gao, L., Zhang, D., & Chen, M. (2008). Drug nanocrystals for the formulation of poorly soluble drugs and its application as a potential drug delivery system. Journal of Nanoparticle Research, 10(5), 845 862. Copyright 2017 The author(s). You are free to share (copy and redistribute the material in any medium or format) and adapt (remix, transform, and build upon the material for any purpose, even commercially) under the following terms: Attribution You must give appropriate credit, provide a link to the license, and indicate if changes were made. You may do so in any reasonable manner, but not in any way that suggests the licensor endorses you or your use; ShareAlike If you remix, transform, or build upon the material, you must distribute your contributions under the same license as the original (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 42 Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol. 04 No. 01 November 2017