47 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Daerah tertinggal ditetapkan dengan menggunakan enam kriteria yaitu perekonomian masyarakat, sarana prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal, aksesbilitas, karakteristik daerah dan sumberdaya manusia. Menurut Arfida (2003) ekonomi sumberdaya manusia membicarakan: (1) faktor-faktor mempengaruhi penyediaan lapangan tenagakerja, (2) faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan tenagakerja, dan (3) pasar kerja dimana terjadi proses mempertemukan lowongan kerja dan pencari kerja. Selain itu ekonomi sumberdaya manusia atau ekonomi tenagakerja juga membahas masalahmasalah yang timbul dalam aspek (1), (2), dan (3) di atas, dan alternatif kebijakan yang perlu diambil untuk masalah-masalah tersebut. Pengembangan kesempatan kerja, diperlukan langkah untuk mengidentifikasi karakteristik tenagakerja Kabupaten Natuna. Karakteristik yang menyatakan persediaan dan kebutuhan tenagakerja, dengan pendekatan Peraturan Menteri Tenagakerja RI Nomor PER.24.MEN/XII/2008 tentang Metode Perhitungan Persediaan dan kebutuhan tenagakerja. Data ketenagakerjaan diperoleh dari profil ketenagakerjaan Kabupaten Natuna Tahun 2009. Proyeksi penduduk usia kerja menurut golongan umur dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Golongan umur dibagi menjadi 3 bagian, 1). Golongan umur 15-19 tahun, 2). Golongan umur 20-54 dan, 3). Golongan umur 55 tahun ke atas. Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja adalah regresi linier sederhana. Kabupaten Natuna masih menghadapi permasalahan terhadap pengelolaan sumberdaya manusia, terutama bidang ketenagakerjaan, tingginya angka pengangguran, rendahnya kualitas tenagakerja menyebabkan daerah Kabupaten Natuna menjadi tertinggal. Daerah-daerah yang terbelakang atau tertinggal mempunyai ketergantungan yang kuat dengan daerah
48 luar. Daerah tersebut melakukan pembangunan ekonomi untuk menghilangkan keterbelakangan atau ketergantungan. Pengembangan kesempatan kerja merupakan upaya untuk mengendalikan aktivitas ekonomi bagi masyarakat lokal yang terbelakang. Dengan adanya pengembangan kesempatan kerja ini memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat miskin produktif seperti nelayan, buruh dan pekerja informal masuk pada rantai perekonomian yang lebih besar. Pengembangan kesempatan kerja pada sektor basis ekonomi memiliki peran yang strategis dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Ekonomi basis memiliki pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier), bertambahnya kesempatan kerja pada sektor basis akan menambah lebih banyak tenagakerja non basis. Metode Shift Share Analisys dan LQ (Location queotient) dan Pengganda basis merupakan metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis. Pada kerangka pemikiran ini, LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis dan non basis, maka data yang digunakan sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenagakerja. Metode Shift Share analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang dipengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna. Rencana investasi pengembangan base camp Blok D-Alpha Natuna menelan biaya yang relatif besar. Pembangunan base camp yang akan direncanakan dibangun di daerah Kabupaten Natuna, perlu persiapan daerah diantaranya mempersiapkan regulasi agar tidak tumpang tindih, penyiapan lahan, dan menyiapkan tenagakerja daerah yang ada. Tingginya angka pengangguran yang ada di Kabupaten Natuna maka perlu dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu: bagaimana tingkat pengangguran terbuka dan pembangunan base camp Blok D-Alpha Natuna. Berdasarkan hal-hal tersebut maka disusunlah perumusan strategi dengan melalui dua tahap, yaitu tahap identifikasi SWOT melalui input stage faktor-faktor eksternal dan internal. Hasil identifikasi SWOT di petakan melalui tahapan Road Map Strategy untuk mendapatkan langkah-langkah perancangan strategi dan program pengembangan
49 kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna yang berkelanjutan. Perumusan masalah Kajian : - Bagaimana ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah Kab. Natuna. - Bagaimana Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna - Bagaimana penganggur terbuka dan pembangunan Base Camp Natuna Blok D Alpha di Kabupaten Natuna. - Rumusan strategi apa yang tepat dalam pengembangan kesempatan kerja di Kab. Natuna Ketersediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah Kabupaten Natuna Shift Share Menganalisis Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna Location Quotien (LQ) Pengganda Basis Lapangan Kerja Menganalisis pengangguran dan pembangunan Base Camp Natuna Blok D Alpha Analisis Deskriptif PERUMUSAN STRATEGI MATRIK SWOT ROAD MAP STRATEGY PERANCANGAN STRATEGI DAN ROGRAM PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN NATUNA Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kajian
50 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah perbatasan terluar yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang mampu menggerakan perekonomian lokal dengan serapan tenagakerja lokal. Kabupaten Natuna masih dikategorikan daerah tertinggal di Propinsi Kepulauan Riau sesuai dengan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal nomor: 001/KEP/M- PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal. Kajian pembangunan daerah ini dilaksanakan selama dua bulan dari pertengahan Bulan Februari sampai dengan April 2011. 3.3 Metode Kajian 3.3.1 Sasaran Kajian dan Teknik Sampling Sasaran kajian ini adalah 1). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perdesaan (budidaya perikanan laut), 2). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perkotaan (pada sektor jasa), 3). Kelompok Serikat Pekerja atau LSM yang peduli terhadap isu ketenagakerjaan, 4). Pengusaha atau Asosiasi Pengusaha di daerah/ Kadin/ Gapeknas, 5). Pihak Pemerintah Daerah dan Aparat yang terkait dengan Pengembangan Kesempatan Kerja di daerah. Sedangkan untuk perumusan strategi alternatif terhadap pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dengan melibatkan stakeholder diantaranya mewakili kelompok serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah daerah dan aparat yang terkait. Tabel 3. Distribusi Responden Kajian No Kelompok Jenis Responden Jumlah 1 Tenagakerja Wilayah Perdesaan 2 Wilayah Perkotaan 2 2. Pengusaha Pemilik Usaha 2 3. Serikat Pekerja/ Buruh Ketua SP/SB 1 4. Pemerintah Kabupaten Dinsosnaker 2 dan Aparat Bappeda 2 Dislutkan 2 Disperindag 2 BPS 2 Kadin 2
51 3.3.2. Metode Pengumpulan Data Kajian pembangunan daerah ini memerlukan data primer dan sekunder. Data primer melalui pengamatan, wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan kajian, serta mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja di daerah. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berkaitan langsung dengan pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna yaitu Dinsosnaker Kabupaten Natuna, BPS Kabupaten Natuna, Bappeda Kabupaten Natuna, Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, BPS Provinsi Kepulauan Riau dan BPS RI Pusat di Jakarta,. Data pengangguran menurut berbagai karakteristik diperoleh di Kantor Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kementrian Tenagakerja RI di Jakarta adalah merupakan data sakernas 2009 yang dilaksanakan BPS RI Pusat. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dengan melakukan penelaahan terhadap referensi yang relevan dengan topik kajian. 3.3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.3.1 Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi ketersediaan tenagakerja dengan menggunakan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), PUK (Penduduk Usia Kerja) Angkatan Kerja (AK) dan penghitungan kebutuhan tenagakerja dari pendekatan proyeksi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah analisis regresi linier sederhana berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja RI Nomor: PER.24/MEN/XII/2008 Tentang Metode Penghitungan Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja. Penghitungan berdasarkan TPAK, PUK dan AK dengan asumsi bahwa perkembangan fertilitas, mortalitas, dan migrasi dianggap ceteris paribus, dengan formulasi sebagai-berikut: Y = a + b x b n XY - X Y = n X 2 ( X) 2 = Y bx
52 Y X = Keterangan : Y = Hasil Proyeksi a = Konstanta b = Parameter x = Tahun 3.3.3.2 Analisis Shift Share Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi preferensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, pergeseran proforsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di preferensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proporsional shift) tersebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkosentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan preferensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran differensial dari suatu industri positif, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran differensial ini disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006). Analisis Shift Share adalah analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang dipengaruhi oleh laju
53 pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri, Bauran Industri dan Keunggulan Kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna. Analisis ini menggunakan rumus sebagai-berikut (Tarigan, 2005) : D ij = N ij + M ij +C ij... (1) N ij = E ij + r n..... (2) M ij = E ij (r in r n ).... (3) C ij = E ij (r ij r in )... (4) r n = (E* n E n )... (5) E n r in = (E* n E in )... (6) E in r ij = (E* ij E ij )... (7) E ij Keterangan : D ij : perubahan nyata kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna N ij M ij C ij E ij : komponen pengaruh pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau : komponen pengaruh bauran industri : komponen pengaruh keunggulan kompetitif : kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun awal E* ij : kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun akhir E in : kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal E* in : kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir E n : total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal E* n : total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir r n r in r ij : laju perubahan total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri : laju perubahan kesempatan kerja sektor i di Prov. Riau dan Kepri : laju perubahan kesempatan kerja sktor i di Kabupaten Natuna. 3.3.3.3 Analisis Location Quotient (LQ) Metode Location Quotient adalah membandingkan porsi lapangan kerja/ nilai tambah untuk sektor tertentu diwilayah kita dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/ nilai tambah untuk ekspor yang sama secara nasional. Dalam
54 bentuk rumus, apabila yang digunakan adalah data lapangan kerja, hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut ( Tarigan, 2005) : LQ = 1 i / e L i / E Keterangan: 1 i = Banyaknya lapangan kerja sektor i di wilayah analisis e L i E = Banyaknya lapangan kerja sektor di wilayah analisis = Banyaknya lapangan kerja sektor i secara nasional = Banyaknya lapangan kerja secara nasional Catatan : Istilah nasional adalah wilayah yang lebih tinggi jenjangnya. Misalnya apabila wilayah analisis adalah provinsi maka wilayah nasional adalah wilayah negara. Apabila wilayah analisis adalah wilayah kabupaten/ kota maka istilah nasional digunakan untuk wilayah provinsi, dan seterusnya. Dari rumus diatas diketahui bahwa apabila LQ > 1 berarti bahwa porsi lapangan kerja sektor i di wilayah analisis terhadap total lapangan kerja wilayah adalah lebih besar dibandingkan dengan porsi lapangan kerja untuk sektor yang sama secara nasional. Artinya, sektor i di wilayah kita secara proporsional dapat menyediakan lapangan kerja melebihi porsi sektor i secara nasional. LQ > 1 memberikan indikasi bahwa sektor tersebut basis, sedangkan apabila LQ < 1 berarti sektor itu adalah non basis (Tarigan, 2005). Soepono (2001) penggunaan LQ sebagai salah satu teknik pengukuran yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan apakah setiap produk/ jasa, kategori produk, industri atau sektor ekonomi regional yang pertumbuhannya diurai oleh analisis shift share, basis atau non basis. Jadi analisis LQ merupakan tindak lanjut atau pelengkap dari shift share untuk menentukan sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang memiliki kesempatan kerja lebih besar lebih dari cukup dan sektor non basis sebaliknya. Suatu Location Quotient (LQ) diberi batasan suatu rasio berikut (Soepono, 2001) :
55 LQ = (E ij / E j ) (E in / E n ) Keterangan : E ij = kesempatan kerja persektor di Kabupaten Natuna E j = kesempatan kerja total di Kabupaten Natuna E in = kesempatan kerja persektor di Provinsi Riau dan Kepri (sebagai perekonomian benchmark/ patokan/ acuan) E n = kesempatan kerja kerja total di Provinsi Riau dan Kepri. 3.3.3.4 Pengganda Basis Lapangan Kerja (Employment Base Multiflier) Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiflier) (Tarigan, 2005). Tarigan (2005) mengatakan bahwa nilai pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier) adalah nilai yang digunakan untuk melihat besarnya perubahan kesempatan kerja total untuk setiap satu perubahan kesempatan kerja di sektor basis, dihitung dengan rumus : Pengganda basis kesempatan kerja = total kesempatan kerja Kesempatan kerja basis Perubahan kesempatan kerja total yang ditimbulkan bisa dirinci lagi mengenai banyaknya lapangan kerja non basis yang tersedia. Ini dapat dihitung dengan rasio basis (base ratio). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja non basis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis (Tarigan, 2005).
56 3.3.3.5 Metode Analisis Deskriptif Metode deskriptif, digunakan untuk menganalisis pengangguran menurut berbagai karakteristik yang dianggap relevan dalam kajian, diantaranya pengangguran terbuka menurut golongan umur, daerah, tingkat pendidikan, keterampilan dan kategori. Penjelasan kategori dapat dibagi menjadi empat yaitu; 1). Mencari pekerjaan, 2). Mempersiapkan usaha, 3). Tidak mencari pekerjaan, 4). Sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Keterampilan terdiri dari sembilan jenis yaitu: 1). Otomotif, 2). Listrik/ Elektro, 3). Bangunan, 4). Teknik Mekanik, 5). Tata Niaga, 6). Aneka Kejuruan, 7). Pariwisata, 8). Pertanian, 9). Tidak Mengikuti Kursus. Analisis ini digunakan untuk mendeskriptifkan bagaimana pemberdayaan penganggur terbuka guna mengantisipasi pembangunan base camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna 3.4 Metode Perumusan Strategi dan Program Perumusan strategi dilakukan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). Sebelum melakukan proses identifikasi, terlebih dahulu disepakati basis analisis stakeholder yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal. Dalam kajian ini, yang dikategori sebagai pihak internal adalah pekerja/ buruh, pengusaha dan pemerintah daerah di Kabupaten Natuna. Selain dari itu akan masuk pada pihak eksternal. 3.4.1 Analisis SWOT Menurut David (2008) Analisis SWOT dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap identifikasi SWOT dan tahap analisis SWOT itu sendiri. Tahap identifikasi SWOT adalah tahap yang mengidentifikasi bentuk-bentuk kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki oleh pihak-pihak internal ketenagakerjaan, serta berbagai bentuk peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari pihak eksternal ketenagakerjaan. Sedangkan tahap Analisis SWOT adalah tahapan untuk merumuskan suatu strategi dengan mengkombinasikan faktor-faktor internal (strengths dan weaknesses) serta faktor-faktor eksternal
57 (opportunities dan threats) ke dalam matrik SWOT sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Eksternal Internal Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Strategi SO (Aggresive Strategies) Strategi WO (Turn Around Strategies) Ancaman (Threats) Strategi ST (Diversification Strategies) Strategi WT (Defensive Strategies) Sumber : David FR, 2008 Gambar 4. Matriks Analisis SWOT 3.4.2 Road Map Strategy Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT diatas, selanjutnya dipetakan ke dalam bentuk road map strategy. Hal ini bertujuan untuk dapat menjelaskan beberapa hal yang mendasar (Baga, 2009) yaitu: 1) Road Map Strategy menunjukan adanya prioritas penanganan suatu strategi dibandingkan strategi lainnya. Pendekatan road map tetap menganggap penting ke semua strategi yang berhasil dirumuskan pada tahapan sebelumnya. Adapun prioritas akan terlihat pada urgensi penanganan yang lebih dahulu. 2) Road Map Strategy menunjukan adanya hubungan sekuensial antara satu strategi dengan lainnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas strategi tersebut. 3) Dalam hal-hal tertentu hubungan sekuensial antara satu strategi dapat mengarah pada hubungan resiprokal, dimana implementasi strategi lainnya. 4) Satu hal yang tidak kalah pentingnya bahwa pembuatan road map akan menjelaskan time-frame implementasi masing-masing strategi dalam periode waktu tertentu.