HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan angka kandungan CO 2, dilakukan dengan menyerap biogas ke dalam larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP yang dituangkan dan ditampung dalam tabung impinger sebagai reagen. Pengambilan contoh dengan impinger hakekatnya adalah menarik udara terkontaminasi ke dalam larutan penangkap dalam impinger. Gas kontaminan dalam gelembung-gelembung udara bereaksi dengan reagen dalam larutan penangkap (Agustini et al., 2005). Pengambilan contoh biogas dengan menggunakan larutan sodium karbonat dan penambahan indikator PP didapatkan hasil yang berbeda pada warna yang dihasilkan pada reagen yang digunakan. Data hasil pengamatan perubahan warna reagen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Warna pada Reagen Sebelum pemurnian Indikator warna reagen Sesudah Pemurnian K 35 S 55 ++ +++ K 45 S 45 ++ +++ K 55 S 35 ++ +++ Keterangan: ++++: merah muda, +++: agak merah muda, ++: agak jernih, +:jernih Larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP akan berwarna merah muda (fuchsia) karena larutan sodium karbonat memiliki ph lebih dari 10,0. Sodium karbonat memiliki kemampuan untuk menyerap CO 2, sehingga ketika reagen dialiri dengan CO 2 yang terkandung dalam biogas warna merah muda reagen tersebut akan berangsur-angsur menghilang, bahkan dengan kandungan gas CO 2 yang tinggi warna reagen akan menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini disebabkan oleh sodium karbonat yang ditambahkan indikator PP bereaksi dengan CO 2 (Michael et al., 1969). Perubahan warna reagen dalam tabung impinger dapat dilihat pada Gambar 12. 25
Gambar 12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum Pemurnian dan Sesudah Pemurnian. Sumber: Dokumentasi penelitian Reaksi CO2 yang terjerap dengan reagen (larutan indikator PP) menyebabkan ph turun secara drastis diambang batas sehingga terjadi perubahan warna karena apabila ph pada PP turun hingga dibawah 8,2 akan merubah warna merah muda menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini sebagai indikator adanya pelepasan ion H+ melalui reaksi berikut: OH-(aq) + CO2 (g) CO32-(aq) + H+(aq) Sumber : Michael et al., 1969 Konsentrasi CO2 pada Biogas. Pengambilan contoh dengan tabung impinger yang berisi reagen sodium karbonat dan indikator PP dapat dijadikan indikator awal dalam pendugaan kandungan CO2 yang terdapat pada biogas pada saat sebelum dan sesudah dimurnikan. Data kuantitatif kandungan CO2 pada biogas disajikan dalam satuan ppm (parts per million), bagian per juta juga dapat dinyatakan sebagai miligram per liter (mg / L). Pengukuran ini adalah massa kimia atau pencemar per unit volume air (Satterfield & Black, 2004). Data konsentrasi CO2 biogas sebelum dan sesudah pemurnian dapat dilihat pada Tabel 6. 26
Tabel 6. Perbedaan Konsentrasi CO 2 Hasil Pemurnian. Sebelum pemurnian Konsentrasi CO 2 (ppm) Sesudah pemurnian K 35 S 55 6,55 ± 0,26 a 2,13 ± 0,26 b K 45 S 45 6,70 ± 0,26 a 2,13 ± 0,26 b K 55 S 35 6,55 ± 0.26 a 2,13 ± 0,26 b Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan beda nyata (P<0,05). Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB (2012). K 35 S 55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K 45 S 45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K 55 S 35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%) Hasil uji t berpasangan menunjukan bahwa respon perbedaan konsentrasi CO 2 sebelum dan sesudah pemurnian dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan serbuk gergaji kayu berbeda nyata (P<0,05). Konsentrasi CO 2 biogas sebelum pemurnian berbeda nyata dengan konsentrasi CO 2 biogas yang sudah dimurnikan dengan menggunakan pelet pemurni biogas berbahan campuran CaO serbuk gergaji kayu. Rata-rata pengurangan konsentrasi CO 2 pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 13. 8 Konsentrasi karbon dioksida (ppm) 7 6 5 4 3 2 6.55 6.7 6.62 2.13 2.13 2.13 Sebelum Pemurnian Sesudah Pemurnian 1 0 K 35 S 55 K 45 S 45 K 55 S 35 Gambar 13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO 2 Pada Biogas Sesudah Pemurnian dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji. Keterangan : K 35 S 55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K 45 S 45 (CaO : Serbuk gergaji = 45% : 45%), R3 = (K 55 S 35 ) (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). 27
Pembuatan campuran CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet memiliki beberapa pertimbangan, pertimbangan tersebut antara lain adalah kemudahan pembuatan campuran (bentuk pelet), material yang dihasilkan kuat (tidak berubah menjadi debu/serbuk). Pemilihan pelet juga bertujuan untuk menjaga agar aliran gas dapat melalui alat pemurni, karena apabila digunakan dalam bentuk serbuk maka kemungkinan besar dapat menyumbat aliran biogas, karena tekanan gas yang dihasilkan digester biogas skala rumahan yang berkapasitas 5-10 m 3 memiliki tekanan gas yang rendah yaitu sekitar 4-6 cm air (0,0004-0,0005 atm) (Wahono, 2010). Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet Efektivitas merupakan hubungan keberhasilan CO 2 yang terjerap oleh pelet pemurni dengan target pengurangan CO 2 maksimal yang diinginkan. Asumsi untuk target pengurangan CO 2 yang dapat dijerap oleh pelet pemurni adalah sebesar 100% yang menunjukan besarnya konsentrasi CO 2 maksimal yang dapat dijerap oleh pelet pemurni. Pemurnian biogas dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan serbuk gergaji kayu memiliki persentas efektivitas pengurangan rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Hasil rata-rata pengurangan dan efektivitas penyerapan CO 2 pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Efektivitas Penangkapan CO 2 oleh Pelet dengan Kombinasi Penggunaan CaO dan Serbuk Gergaji. Ulangan K 35 S 55 K 45 S 45 K 55 S 35 % 1 64,38 66,72 66,72 2 71,41 73,28 64,38 3 66,72 64,38 71,41 Rata-rata 67,50 ± 3,58 68,13 ± 4,61 67,50 ± 3,58 Keterangan: K 35 S 55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K 45 S 45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K 55 S 35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%) 28
Data pada Tabel 7 menunjukan persentase perubahan konsentrasi CO 2 dari respon penggunaan pelet pemurni biogas pada tiap-tiap perlakuan dan ulangan. Taraf perlakuan yang dipakai yaitu K 35 S 55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K 45 S 45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K 55 S 35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%). Persentase pengurangan terbesar terdapat pada taraf perlakuan K 45 S 45 dan ulangan kedua yaitu sebesar 73,28%. Hasil analisis ragam didapatkan bahwa kombinasi persentase penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu dalam pelet tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya bahwa pada kombinasi persentase yang dipakai dalam perlakuan mempunyai pengaruh yang sama dalam menurunkan konsentrasi CO 2 pada biogas. Data persentase rata-rata efektivitas pengurangan konsentrasi CO 2 juga dapat dilihat pada Gambar 14. Persentase efektivitas (%) 68.50 68.00 67.50 67.00 66.50 66.00 65.50 67.50 68.13 67.50 65.00 K 35 S 55 K 45 S 45 K 55 S 35 Gambar 14. Rataan Persentase Efektivitas Penjerapan CO 2 oleh Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji. Keterangan : K 35 S 55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K 45 S 45 (CaO : Serbuk gergaji = 45% : 45%), R3 = K 55 S 35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). 29
Pemurnian biogas dari kandungan CO 2 merupakan tindakan yang penting, karena kandungan CO 2 dalam biogas masih cukup tinggi. Privalova (2011) menjelaskan penangkapan CO 2 penting, karena kemampuannya untuk membentuk asam karbonat dalam kondisi basah, yang dapat menyebabkan korosi pada pipa dan instalasi biogas (kompor, kran, katup) yang terbuat dari besi. Metode pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode adsorpsi. Sukarta (2008) menjelaskan adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen lapisan dalam. Komponen lapisan dalam tersebut terbagi dalam fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fraksi non karbohidrat terdiri atas lignin (Fengel & Wegener, 1995). Struktur hemiselulosa dan selulosa mempunyai gugus OH terikat yang dapat bereaksi dengan adsorbat. Gugus OH pada selulosa dan hemiselulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben. Budiyono et al., (2010) menjelaskan bahwa gas CO 2 memiliki sifat lebih permeable dengan gas CH 4 karena gas CH 4 merupakan senyawa non polar. Sifat CO 2 dan air (H 2 O) yang lebih polar menyebabkan CO 2 dan H 2 O dapat terjerap serbuk gergaji yang mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa dalam serbuk gergaji kayu mempunyai sifat lebih kuat menjerap zat yang bersifat polar. CaO merupakan senyawa yang sangat reaktif. CaO mampu bereaksi secara kimia dengan CO 2. CaO merupakan bahan yang bersifat sangat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH) 2 yang berbentuk bubuk (Chang & Tikkanen, 1988). CO 2 adalah gas asam yang akan membentuk asam karbonik (H 2 CO 3 ) karena kemampuannya larut dalam air. Dasar penjerapan gas CO 2 yang cocok harus menggunakan prinsip reaksi netralisasi asam basa yang dapat menangkap dan mengurangi CO 2. Proses reaksi pembentukan asam karbonik (H 2 CO 3 ) dijelaskan pada reaksi berikut: CO 2 + H 2 O 2H + + CO 3 2- Sumber : Bajracharya, 2007 H 2 CO 3 30
Bahan kimia yang digunakan dalam penjerapan pada pelet adalah kalsium oksida (CaO), Kalsium hidroksida Ca(OH) 2. Perubahan CaO menjadi Ca(OH) 2 dapat memberikan hasil positif pada reaksi dengan CO 2 (Bajracharya, 2007). Dasar reaksi kimia dalam kemisorpsi CO 2 yang dipakai dalam penelitian didasarkan pada reaksi berikut: CaO + H 2 CO 3 Ca(OH) 2 + H 2 CO 3 Sumber : Bajracharya, 2007 CaCO 3 + H 2 O CaCO 3 + H 2 O Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi) (Atkins, 1999). Kemisorpsi merupakan adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisik. Adsorpsi fisik merupakan mendekatnya adsorbat ke permukaan adsorben, setelah adsorbat mendekat pada adsoben kemudian dalam adsorpsi kimia partikel yang melekat pada permukaan bereaksi membentuk ikatan kimia. 31