Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

KEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Ketersediaan Obat dalam Penyelenggaraan JKN: Formularium Nasional dan. e-catalogue Obat

RENCANA AKSI. Oleh : Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Ketersediaan Obat di Era JKN: e-catalogue Obat. Engko Sosialine M. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan

KEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALKES DI ERA JKN DALAM KORIDOR IMPLEMENTASI UU No. 23/2014 TTG PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Juta 68% Juta 65% Sumber: DBS Vickers, BPJS Kesehatan

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

RAKONAS PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TH ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

BAB I PENDAHULUAN. yang berbasis teknologi ini, seperti: e-government, e-commerce, e-education, e-

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Regulasi Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Disampaikan oleh: Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Rakernas GP Jamu 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan Integritas Bisnis

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA PENINJAUAN PEMBANGUNAN PABRIK BAHAN BAKU OBAT PT. KALBE FARMA Tbk CIKARANG, JAWA BARAT RABU, 27 JANUARI 2016

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

SOSIALISASI ALFAKES (Asosiasi Perusahaan Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Fasilitas Kesehatan Indonesia)

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat penting untuk

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA JUMPA PERS AKHIR TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PERESMIAN PERLUASAN PABRIK PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS, DEPOK, JAWA BARAT RABU, 27 MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105 Tahun 2010, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal adalah melakukan pengawasan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan rakyat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

Luas : km2 38 Kabupaten/Kota Terdiri Dari : 664 Kecamatan dengan Desa /Kelurahan. Indah & Subur Kaya Bahan Tambang Kaya Kuliner

Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi

Reviews of Implementation of Pharmaceutical Policy at Healthcare Facilities under Jaminan Kesehatan Nasional Temuan Tingkat Nasional

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu sistem yang diadakan dan dirancang untuk

Pengembangan Kapasitas SDM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dukungan Kefarmasian dan Alkes dalam Peningkatan Cakupan, Jangkauan dan Kualitas Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. baik digunakan pada hewan maupun manusia (Mutschler, 1991), menurut

Komite Advokasi Nasional & Daerah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan persaingan dalam industri ini cukup ketat karena semua saling

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

TANTANGAN DALAM PELAYANAN FARMASI SERTA SOLUSINYA (PRESPEKTIF COSTUMER LEADERSHIP)

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan Pemerataan Pembangunan Industri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Oleh: Dr. Muhammad Kadafi, S.H., M.H. (Ketua KADIN Lampung)

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Transkripsi:

Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan Insert your company logo Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi F Tirto Kusnadi Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia

Topik Bahasan 1. Posisi Industri Farmasi dalam Perekonomian Nasional, 2. Kontribusi Industri Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan, 3. Program JKN, Menata Ulang Sistem Pelayanan Kesehatan sekaligus Mengubah Landscape Industri Farmasi, 4. Dilema Industri Farmasi dalam Menghadapi Perubahan Landscape, 5. Peran GPFI dalam membangun integritasanggota, 6. Usulan GPFI kepada stake holder.

Posisi IF dalam Perekonomian Nasional Perpres 14/2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015 2035, memasukkan Industri Farmasi sebagai industri prioritas andalan. Kemudian hal tersebut didukung dengan keluarnya Inpres 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Target Pertumbuhan Sesuai RIPIN Tahun 2015 2020 2025 2035 Pertumbuhan 6.8% 8.5% 9.1% 10.5% Komposisi saat ini BUMN PMDN PMA Jumlah 4 196 39 Nilai 2016 (Rp Trilyun) 44.638 17.640 Porsi 71.67 % 28.33 %

PETA JALAN Industri Farmasi Indonesia sebagai Industri Prioritas Andalan Visi Misi 1. Menjadi Pasar Farmasi 15 Terbesar Dunia tahun 2025, dengan nilai Rp 700 triliun 1. Memenuhi kebutuhan obat dan pengobatan nasional, termasuk JKN & KIS 2. Berkontribusi pada Devisa negara melalui ekspor dan substitusi impor 3. Menguasai teknologi farmasi terkini, termasuk R&D dan kerja sama strategis JKN & KIS: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kemudahan Akses Kontribusi Devisa: Ekspor dan Substitusi Impor Bio-Pharma Vaccine Natural Chem-API R&D yang kolaboratif Manufacturing yang berkualitas dan efisien Regulasi yang pro pertumbuhan industri Alignment forum ABGC Infrastruktur yang menunjang industri Sumber Daya Manusia yang kompeten v Ada sekitar 10 proyek investasi Industri Farmasi menghasilkan sekitar 15 BBO (Bahan Baku Obat), v Upaya strategis efisiensi BPJS-K dengan Swamedikasi, v UU JPH (Undang Undang Jaminan Produk Halal).

Kontribusi Industri Farmasi 1. Industri Farmasi (IF) sebagai kelompok usaha, terdiri dari Pabrik Obat, Distributor (PBF) dan Ritel (Apotek dan Toko Obat), 2. Secara umum peran IF dalam pembangunan kesehatan meliputi produksi obat yang dibutuhkan oleh masyarakat, mendistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia dan melayankannya kepada pasien dan konsumen pada areanya masing masing, 3. IF memiliki peluang untuk menghasilkan devisa lebih besar melalui kegiatan ekspor, 4. Pada saat ini sekitar 70% kebutuhan obat nasional dipasok oleh pabrik obat lokal yang tergabung dalam GPFI,

Program Jaminan Kesehatan Nasional 1. Merupakan program social security network yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, 2. Program tersebut mengubah sistem pelayanan kesehatan dari berbasis out of pocket ke asuransi sosial, 3. Perubahan sistem pelayanan kesehatan secara langsung berdampak pada perubahan landscape industri farmasi,

4. Obat generik menjadi prioritas, penggunaannya menjadi rasional dan harganya mengalami penurunan yang sangat bermakna, 5. Memaksa kelompok usaha farmasi untuk beroperasi dengan sangat efisien dengan tetap memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku, 6. IF produsen obat ethical langsung mengurangi biaya promosi dan sangat selektif mengadakan kerjasama pendidikan berkelanjutan untuk para dokter.

Perubahan Landscape Usaha Farmasi 1. Pola pembiayaan out of pocket menurun tajam, 2. Pemakaian obat menjadi sangat rasional (bahkan mungkin under treatment), 3. Harga obat yang murah semakin murah (Obat Generik) yang mahal kelewat mahal (Originator/Inovator),

4. Pertumbuhan pasar menurun secara nilai, meningkat secara jumlah/unit, 5. Proses pengadaan secara elektronik menggunakan pendekatan e-katalog terkontrol dan menghilangkan terjadinya persekongkolan, 6. Secara umum Program JKN sangat efektif menekan gratifikasi/persekongkolan.

Dilema Industri Farmasi 1. Selain padat modal dan padat teknologi, usaha farmasi juga padat aturan (highly regulated) mulai dari GMP (Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices), GPP (Good Pharmacy Practices) dan lain lain, 2. Perubahan landscape mengharuskan dilakukannya koreksi operasional karena menurunnya pertumbuhan pasar, meningkatnya persaingan usaha dan pemenuhan regulasi yang semakin berat dan ketat dalam waktu bersamaan, 3. Regulasi dalam usaha farmasi umumnya identik dengan investasi yang tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan manfaat ekonomi, 4. IF hanya memiliki pilihan, berubah atau punah.

Regulasi vs Integritas 1. Saat ini pasar farmasi masih terfragmentasi akibat banyaknya pemain. Persaingan usaha terjadi selain karena besaran pasarnya yang relatif kecil, juga akibat banyaknya regulasi, 2. Regulasi yang ketat tanpa diimbangi kualitas pelayanan publik yang memadai akan memacu persaingan usaha yang tidak sehat, 3. Regulasi yang efektif akan mendorong pelaku usaha menjunjung tinggi integritas, 4. Tantangan GPFI adalah melakukan advokasi kepada regulator agar tercapai regulasi yang efektif dan membina anggota untuk selalu menjaga integritas.

Faktor Potensial Penyebab Menurunnya Integritas Pelaku Usaha 1. Tingkat penyelesaian layanan registrasi terlalu lama, 2. Kecepatan perubahan (penambahan) peraturan tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas Pelayanan, 3. Akumulasi peraturan yang cenderung memberatkan pelaku usaha,

4. Prosespelaksanaan e-katalog belum optimal: 1) Prosesbisnisdalam rantai pasok obat tidak singkron 2) Jadwal tender terlalu dekat dengan tahun anggaran 3) RKO tidak akurat 4) Peraturan antar lembaga belum harmonis 5. Kontrak payung yang tidak berimbang, 6. Pembayaran tagihan dari Faskeskepada Distributor melebihi TOP, 7. Penggunaan obat e-katalog untuk pelayanan kesehatan non JKN, 8. Apotek yang melayani PRB masih terlalu sedikit dan proses penunjukkannya tidak transparan.

Inisiatif GPFI 1. Melakukan pembinaan anggota, khususnya terkait dengan penerapan kode etik dan pemenuhan terhadap peraturan yang berlaku, 2. Melakukan advokasi ke stake holder (Kemkes, Kemenperin, Kementerian PAN & RB, BKPM, BPOM, KSP, Setwapres dll) agar bisa mencapai kondisi ease of doing business yang ideal sehingga anggota dapat berperan maksimal dalampembangunan kesehatan,

3. Menjadi anggota Komite Advokasi Nasional sektor kesehatan dan konsisten dalam mengikuti kegiatan yang diadakan, begitu pula di tingkat Provinsi, 4. Akan melakukan desiminasi informasi dari berbagai kegiatan bersama KPK/IBIC menuju program PROFIT.

Usulan GPFI 1. Perlu dilakukan relaksasi peraturan agar misi IF sebagai industri prioritas andalan dapat terpenuhi dan harapan yang terkandung dalam Inpres 6/2016 tercapai, 2. Sebagai salah satu stake holder dalam pembangunan kesehatan, GPFI berharap dapat dilibatkan dalam merumuskan regulasi agar efektif dalam penerapannya, 3. Untuk meningkatkan integritas usaha farmasi, peningkatan pelayanan publik dari Pemerintah perlu mendapatkan prioritas dalam penanganan,

4. Metoda pengadaan obat untuk program JKN melalui LKPP perlu disempurnakan mengingat karakteristik kebutuhan Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota berbeda dengan kebutuhan Rumah Sakit, 5. Jadwal tender diajukan (maksimal 3 bulan sebelum tahun anggaran berjalan sudah selesai), 6. Permasalahan defisit anggaran BPJS agar mendapat penanganan yang serius karena sudah berdampak pada usaha farmasi, 7. Aturan WAPU PPn agar dapat ditinjau ulang karena sangat memberatkan bagidistributor.

Insert your company logo