Penulis : M. Hasyim Zaini, Ir. Sapta Putra Ginting, Msc., PhD

dokumen-dokumen yang mirip
REALISASI KEGIATAN CCDP-IFAD PIU YAPEN TAHUN 2013 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2014 OLEH WILLIAM MANOBI SEKERTARIS PIU YAPEN

REVIEW KEGIATAN PIU CCD IFAD KOTA KUPANG 2013 DAN PERENCANAAN ROBBY ADAM, S.St.Pi SEKRETARIS PIU Jakarta, 17 November 2013

PENYAMPAIAN PROGRESS KEGIATAN PROGRAM CCD-IFAD KOTA TERNATE TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

PEDOMAN TEKNIS PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (PMP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERENCANAAN DESA TAHUN 2015

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN SINGKAT IMPLEMENTASI KEGIATAN PROYEK CCD-IFAD KAB. GORONTALO UTARA NOVEMBER 2013

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

Perempuan dan Industri Rumahan

Nama Proyek: Pembangunan Masyarakat Pesisir atau Coastal Community Development. Project (CCDP-IFAD)

KESEPAKA TAN KERJASAMA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

Komite Advokasi Nasional & Daerah

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

MELAWAN KEMISKINAN PESISIR

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

Kata Pengantar. Makassar, 10 Desember Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Dekan, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc. NIP

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

Peran TKPK Kabupaten/Kota dalam Penggulangan Kemiskinan pasca UU 6 Tahun 2014 tentang Desa. Ir. TARMIZI A. KARIM, M.Sc

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROGRAM- INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (CCDP-IFAD) DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA TERNATE

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif

PERATURAN DIREKTUR LEMBAGA PENGELOLA MODAL USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11/PER-LPMUKP/2017 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

Peraturan...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

POKJA AIR MINUM DAN SANITASI KABUPATEN KEPULAUAN ARU

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Transkripsi:

Halaman i

Penulis : M. Hasyim Zaini, Ir. Sapta Putra Ginting, Msc., PhD Kontributor : Anto Sunaryanto, Ansori Zawawi, Novenny Wahyudi, Irwandi Idriz, Jimmy Tampubolon, Saut Pane, Any Setyawati, Adi Priana Pasaribu, Kamaruddin Aziz, Teguh DJoko Saksono, Andi Sulfikar Saad, Delvano. Editor : M. Hasyim Zaini Layout dan desain : Arfan Rasyid Cetakan Ke -1 : 2017 Penerbit : Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang dan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Gd. Mina Bahari III Lt. 8, Jakarta Pusat Bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD): PMO-CCDP (Project Management Office Coastal Community Development Project) Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Ketentuan pidana pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana penjara paling sedikit 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Buku Manual Replikasi CCDP IFAD Cover + vii + 102 halaman, 8.5 x 11 ISBN: Halaman i

KATA PENGANTAR Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP melaksanakan misi ketiga KKP untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat pesisir melalui Coastal Community Development Project (CCDP-IFAD) atau disebut Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP). Tujuan CCDP adalah meningkatkan pendapatan keluarga masyarakat pesisir yang marginal pelaku kegiatan kelautan dan perikanan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Melalui CCDP ini diharapkan: (i) rumah tangga sasaran dapat menerapkan kegiatan ekonomi berbasis kelautan yang menguntungkan tanpa menimbulkan efek merugikan pada sumber daya laut, (ii) perluasan peluang ekonomi di kabupaten proyek untuk berkelanjutan, berbasis pasar, usaha kelautanperikanan skala mikro dan kecil, dan (iii) proyek dikelola secara efisien dan transparan untuk kepentingan rumah tangga sasaran proyek dan masyarakat. Memasuki tahun terakhir 2017, kegiatan CCDP telah diimplementasikan di 181 desa, 56 kecamatan dan 13 Kabupaten/Kota, dan telah terbentuk 2171 kelompok, 84 persen di antaranya masih bertahan di tahun kelima. Berdasarkan hasil AOS dan RIMS 2017, telah terjadi peningkatan produksi, asset produktif, lapangan kerja, ketahanan pangan, pengembangan pasar dan pendapatan, serta berkurangnya gizi buruk, musim lapar dan ketergantungan pada tengkulak. Kegiatan yang saling terkait tersebut diharapkan menjadi pilar untuk mendorong pengembangan usaha skala mikro, kecil dan menengah di desa pesisir secara berkelanjutan. Buku MANUAL REPLIKASI CCDP ini, merupakan kumpulan dokumentasi dan hasil pembelajaran pelaksanaan lapang yang menunjukkan kisah sukses, Halaman ii

kekurangan dan tantangan dalam membangun masyarakat pesisir yang marginal dan kompleks. Pembelajaran inilah yang ingin kami share ke daerah lain. Semoga buku ini bisa bermanfaat menjadi bahan pembelajaran untuk replikasi konsep dan keberhasilan CCDP bagi daerah atau stakeholder pembangunan masyarakat pesisir lain. Ir. Balok Budiyanto, MM Direktur PMO CCDP-IFAD Halaman iii

SEKAPUR SIRIH CCDP-IFAD dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan bertujuan umtuk meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan di masyarakat pesisir dan pulau kecil yang miskin dan aktif menjadi beneficiaries atau penerima manfaat dari CCDP, yang tersebar di 181 desa di 12 kabupaten/kota di kawasan Indonesia Timur. Sejak mulai dikembangkan tahun 2013, program CCDP telah menunjukkan perkembangan dan hasil positif memasuki tahun 2017. CCDP dilaksanakan melalui tiga komponen kegiatan yaitu: Komponen-1. "Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya" sebagai inti proyek, mewakili sekitar dua pertiga investasinya dan kegiatannya berpusat pada masyarakat sasaran; Komponen-2. "Pembangunan Ekonomi Berbasis Kelautan/Perikanan Tingkat Kabupaten/Kota" yang membangun kapasitas kabupaten/kota untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan Komponen-3. "Manajemen/Pengelolaan Proyek". Di tingkat nasional, proyek dilaksanakan oleh Project Management Office (PMO) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, sedangkan di daerah dilaksanakan oleh Dinas Perikanan sebagai Project Implementation Unit (PIU). Pada tahun kelima 2017, diperkirakan dari sekitar 660 rumah tangga dalam sebuah desa rata-rata, hampir 60% di antaranya terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan penangkapan, pembudidayaan ikan, pengolahan dan kegiatan ekowisata bahari lainnya. Ini berarti bahwa total sekitar 70.000 rumah tangga, atau 320.000 orang terlibat menjadi beneficiaries dari Proyek CCDP. Halaman iv

Indikator keberhasilan yang terkait dengan tujuan CCDP ini adalah: (1) pendapatan masyarakat pesisir sasaran proyek meningkat; (2) peningkatan ratarata produksi kelompok usaha; (3) peningkatan hari orang kerja dan lapangan kerja baru; (4) peningkatan kesetaraan gender; (5) penambahan tabungan kelompok dan simpan pinjam (6) peningkatan akses pasar sebesar 70%; (7) peningkatan ketahanan pangan; (8) pengurangan gizi buruk atau malnutrition; (9) pengurangan ketergantungan pada tengkulak; dan (10) perbaikan indeks kepemilikan aset rumah tangga. Keberhasilan dan hambatan dalam pekasanaan CCDP ingin kami share dan direplikasikan ke daerah lain, sehingga bisa menjadi referensi pengelolaan proyek sejenis. Catatan ringkas dalam sekapur sirih ini akan disajikan lebih lengkap dalam buku MANUAL REPLIKASI CCDP ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada kepada semua tim pelaksanan proyek baik di PMO maupun PIU, seluruh konsultan, TPD dan kelompok masyarakat atas terselenggaranya kegiatan, serta terdokumentasi dengan baik hingga terwujudnya buku ini. Sapta Putera Ginting Sekretaris Eksekutif PMO CCDP Halaman v

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii SEKAPUR SIRIH... iv DAFTAR ISI... vi BAB 1. PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Replikasi & Penyebarluasan (Scaling up) Program PMP (CCDP)... 3 1.3 Pendekatan dan Nilai... 5 BAB 2. PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR: Pendekatan Model CCDP... 8 2.1 Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir... 8 2.2 Komponen Program/Investasi... 11 2.3 Pengembangan Desa Melalui Partisipasi Kelompok... 14 2.4 Capaian dan Hasil... 16 2.5 Terobosan Inovatif Dalam Membangun Masyarakat Pesisir... 20 2.6 Pengembangan Potensi Ekowisata Desa dan Pengelolaan wilayah yang Terintegrasi... 22 2.7 Pengarusutamaan Gender... 23 2.8 Keberlanjutan dan Exit Strategy... 25 2.9 Knowledge Management (KM), Inovasi dan Pembelajaran... 29 BAB 3. MEKANISME PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR... 33 3.1 Tahapan Pelaksanaan... 34 3.2 Pemilihan Desa/Lokasi... 36 Halaman vi

3.3 Sosialisasi dan Pembentukan Kelompok Masyarakat... 37 3.4 Inventarisasi Sumberdaya (Resource Inventory)... 50 3.5 Pendampingan Kelompok... 51 3.6 Rencana Pegelolaan Pesisir Terpadu (ICM)... 53 3.7 Pengembangan Ekowisata... 61 BAB 4. DUKUNGAN USAHA DAN PEMASARAN... 69 4.1 Peluang pasar dan perencanaan strategi intervensi pemasaran... 69 4.2 Penyusunan Strategi Intervensi Pemasaran... 76 4.3 Proses Produksi awal komoditas/produk unggulan... 76 4.4 Peningkatan kualitas produk... 78 4.5 Kemitraan Usaha dalam Pemasaran... 79 4.6 Perencanaan infrastruktur usaha tingkat kabupaten... 80 4.7 Penyusunan Rencana Usaha (Bussiness Plan) dan Rencana Operasional (Operational Plan)... 83 4.8 Pembentukan Koperasi CCDP-IFAD... 85 BAB 5 PENGELOLAAN DAN PENYALURAN DANA... 89 5.1 Dasar Hukum Bantuan Pemerintah dan Persyaratan... 89 5.2 Mekanisme Pengalokasian Dana... 90 5.3 Tata Kelola Pencairan Danan Bantuan Pemerintah... 94 5.4 Penyaluran Dana Bantuan Pemerintah... 95 5.5 Pertanggungjawaban Bantuan Pemerintah... 100 BAB 6. PENUTUP... 102 Halaman vii

BAB I Halaman 1

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 10.000 Desa/Kelurahan di daerah pesisir. Di sebagian besar desa/kelurahan tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan dan ketertinggalan, yang sudah sewajarnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Berbagai program dan proyek telah diarahkan untuk memberdayakan kehidupan masyarakat pesisir, khususnya yang berada di kawasan timur Indonesia. Sayangnya, dalam pelaksanaannya program pemberdayaan masyarakat pada umumnya masih bersifat parsial, sektoral dan charity dalam pelaksanaannya dan belum menyentuh akar permasalahannya. Akibatnya, banyak kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan, bahkan tidak bertahan lama. Belajar dari permasalahan tersebut, maka pada tahun 2012 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) mengembangkan model pemberdayaan atau pembangunan masyarakat yang lebih komprehensif melalui Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau Coastal Community Development Project (CCDP) yang dilaksanakan di 12 kabupaten/kota sebagian besar di wilayah indonesia bagian timur. Dalam pelaksanaannya, CCDP secara konsisten menerapkan strategi pendekatan perencanaan dari bawah dan fasilitasi untuk mendukung perubahan sikap prilaku masyarakat. Strategi dan metode yang digunakan tersebut terkesan unik, karena sangat berbeda dengan yang selama ini digunakan oleh program-program sejenis lainnya. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), yang digunakan untuk kegiatan Halaman 2

kemasyarakatan, modal usaha dan perbaikan lingkungan, diposisikan sebagai pelengkap kegiatan pembelajaran dan menjadi stimulan untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Kegiatan usaha masyarakat tersebut didukung dengan pengembangan usaha dan pemasaran intensif, termasuk dukungan peningkatan kualitas produk, kerjasama dan kemitraan dengan pihak ketiga untuk pengembangan usaha dan pemasarannya. Hasil evaluasi melalui survei AOS dan RIMS menunjukkan investasi dengan pola CCDP telah membuahkan hasil (outcomes) dan dampak (impacts) yang signifikan berupa peningkatan pendapatan, perubahan perilaku termasuk aktivitas menabung, peningkatan peran perempuan dalan rumah tangga, penurunan kasus penurunan gizi di kalangan balita, bahkan juga untuk membiayai pendidikan keluarga. Demikian juga perencanaan kegiatan-kegiatan masyarakat desa disusun sedemikian rupa sehingga bisa diintegrasikan atau mendukung perencanaan desa, serta pemanfaatan dana desa, mengacu kepada UU Desa. 1.2 Replikasi & Penyebarluasan (Scaling up) Program PMP (CCDP) Selama lima tahun periode operasionalnya, CCDP telah memperlihatkan kinerja yang sangat baik, sehingga selalu mendapat rating penilaian satisfactory dalam beberapa kali joint review yang dilaksanakan oleh IFAD bersama Pemerintah Indonesia. CCDP telah dinyatakan sebagai salah satu proyek IFAD terbaik di seluruh dunia, sehingga sering menjadi obyek kunjungan dan pembelajaran dari berbagai lembaga baik nasional maupun internasional. Aktivitas CCDP telah menunjukkan hasil yang sangat signifikan dalam peningkatan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat, yang dibuktikan melalui survei AOS dan RIMS. Capaian dan hasil pelaksanaan tersebut telah membangkitkan minat berbagai pihak untuk mereplikasi atau mengadopsi model CCDP. Halaman 3

Yang dimaksud dengan replikasi program CCDP adalah upaya untuk mengadopsi model/pola CCDP baik secara keseluruhan atau sebagian (parsial) dalam kerangka penanggulangan kemiskinan dan pembangunan masyarakat di wilayah sasaran. Manual replikasi ini disusun untuk membantu dan memfasilitasi Pemerintah Kota/Kabupaten, serta pihak lainnya yang mempunyai komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan berkeinginan untuk menerapkan/adopsi model CCDP dalam program pembangunan masyarakat di wilayahnya. Aktivitas untuk mendukung dan menyiapkan replikasi ini juga merupakan bagian dari logframe CCDP. Replikasi dan penyebarluasan (scaling up) dapat dilakukan secara parsial atau menyeluruh, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat meliputi: Hubungan langsung ke desa-desa yang berdekatan dan perluasan wilayah pengelolaan sumber daya untuk unit pengelolaan terkait ekosistem seperti teluk, laguna, estuari, atau ekosistem pesisir lainnya. Replikasi dalam kabupaten yang sama sebagai bagian integral dari rencana pembangunan perikanan kabupaten. Penyuluhan dan replikasi unsur-unsur proyek ke kabupaten tetangga, terutama rantai pasok pasar dan pembangunan kelompok produsen di seluruh peluang pasar. Replikasi model bisnis yang sukses dengan modal swasta. Evaluasi yang cepat, terus-menerus dan berulang terhadap kegiatan proyek untuk membangun kesuksesan dan mengatasi kegagalan. Persiapan setelah tinjauan pertengahan mengenai strategi dan rencana pembiayaan yang menyeluruh terhadap pembuatan kegiatan proyek yang lebih baik lagi (scaling up). Halaman 4

Penerapan model CCDP ini tidak terbatas hanya di wilayah pesisir tapi juga bisa diimplementasikan di wilayah lain dan sektor selain kelautan & perikanan. 1.3 Pendekatan dan Nilai Ada empat pendekatan utama yang penting dalam pelaksanaan CCDP : (i) Pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat, menjadi dasar kegiatan, investasi dan merupakan jiwa dari CCDP-IFAD. (ii) Fokus pada kemiskinan dan menargetkan masyarakat pesisir yang miskin, merupakan kebijakan fundamental pemerintah dan IFAD, yang menjadi faktor penentu dalam pemilihan masyarakat proyek semua desa proyek terpilih memiliki setidaknya 20% rumah tangga di bawah garis kemiskinan (sesuai kriteria/standar BPS dan/atau ukuran lain yang resmi seperti PNPM). Fokus masyarakat yang dimaksud adalah pada masyarakat miskin yang aktif dan juga memperhitungkan aspek gender. (iii) Strategi dan Kegiatan pemasaran yang memberikan hasil kepada rumah tangga masyarakat pesisir dan meningkatkan pendapatan mereka dengan usaha perikanan berkelanjutan. (iv) Replikasi dan pelaksanaan kegiatan proyek yang lebih luas (scaling-up). Kabupaten/kota proyek yang tersebar dipertimbangkan sebagai inti daerah pengujian berbagai solusi yang beragam, yang sebagian besar dihuni masyarakat miskin. Di samping pendekatan tersebut diatas, ada beberapa prinsip dan nilai tambahan yang membingkai CCDP, meliputi: (i) Transparansi: Transparansi berarti bahwa semua kegiatan harus transparan dan terbuka untuk umum. Masyarakat dan peserta program di desa-desa harus tahu, Halaman 5

mengerti dan memahami kegiatan program dan memiliki kebebasan untuk melakukan kontrol independen. (ii) Akuntabilitas: Pengelolaan setiap kegiatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat setempat atau kepada semua pihak yang kompeten sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada atau yang disepakati. (iii) Desentralisasi: masyarakat pesisir dan pemerintah Kabupaten/Kota akan memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk menentukan dan mengelola kegiatan yang didanai program. (iv) Kejujuran dan keadilan: setiap proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana dan pelaksanaan kegiatan akan dilakukan secara jujur tanpa manipulasi. Keputusan akan menekankan prinsip keadilan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan yang sesungguhnya dari masyarakat miskin. (v) Sukarela: masyarakat akan memberikan kontribusi dalam bentuk tenaga dan bahan-bahan untuk kegiatan proyek dan pengelolaan terhadap kegiatan ini yang memberikan bagi masyarakat pesisir tersebut. Halaman 6

BAB II Halaman 7

BAB 2. PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR: Pendekatan Model CCDP Sebagian besar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menggantungkan hidupnya pada sektor Kelautan dan Perikanan. Pada mulanya, mata pencaharian mereka sangat tergantung pada kemelimpahan sumberdaya ikan, yaitu sebagai nelayan. Dengan semakin intensifnya usaha penangkapan ikan yang berakibat semakin terbatasnya sumberdaya ikan di alam, maka semakin berkembang pula usaha-usaha lain yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan sektor Kelautan dan Perikanan, termasuk budidaya ikan, pengolahan dan pemasaran ikan, dan lain sebagainya. Inilah bidang-bidang usah yang juga menjadi perhatian PMP. 2.1 Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau Coastal Community Development Project (CCDP) merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) berdasarkan Financing Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia dengan IFAD yang ditandatangani pada tanggal 23 Oktober 2012. Proyek tersebut sebagai respon langsung terhadap kebijakan dan prakarsa Pemerintah Indonesia, dan khususnya KKP untuk pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro-poor, pro-job, pro-growth and pro-sustainability) yang sejalan dengan kebijakan dan program IFAD. Proyek melibatkan kerjasama pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun kabupaten/kota dalam hal pendanaan proyek. Pendanaannya menggabungkan Halaman 8

pinjaman IFAD dengan persyaratan tertentu yang bersumber dari dana bantuan Pemerintah Spanyol yang dikelola oleh IFAD, pinjaman dan juga hibah dari IFAD, APBN, APBD, serta kontribusi in-kind masyarakat pesisir terkait, yang kesemuanya berjumlah total US$ 43,219 juta. Empat alasan utama pengajuan proyek ini oleh KKP dan kesediaan IFAD untuk mendanainya, yaitu: (i) masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau kecil pada umumnya termasuk kelompok masyarakat miskin sampai sangat miskin; (ii) banyak masyarakat yang memiliki motivasi dan berkomitmen untuk memperbaiki tingkat ekonomi mereka dan bertanggung jawab dalam pembangunan; (iii) adanya peluangpeluang ekonomi yang baik dengan potensi pasar yang kuat terutama untuk produk kelautan dan perikanan yang bernilai tinggi; dan (iv) secara konsisten mendukung kebijakan dan prioritas pemerintah. Proyek ini juga akan merespon pentingnya mengatasi masalah degradasi sumberdaya alam dan perubahan iklim serta memberi pengalaman kepada pemerintah dalam mereplikasi dan merencanakan kegiatan yang lebih baik lagi (scaling up). Semua lokasi Proyek terletak di kawasan timur Indonesia. Hal ini sesuai dengan Country Strategic Opportunities Programme (COSOP) dari IFAD untuk memfokuskan proyek pada daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Proyek ini terkonsentrasi pada sejumlah kabupaten/kota tertentu yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki kondisi sosial/budaya beragam, yang merupakan masyarakat miskin namun memiliki potensi sumber daya dan akses pasar yang baik. Tiga belas kabupaten/kota, dalam 10 provinsi, telah terpilih untuk menjadi lokasi proyek ini berdasarkan keberhasilan daerah dalam berpartisipasi melakukan kegiatankegiatan kelautan dan perikanan sebelumnya. Hal ini termasuk komitmen dan dukungan keuangan pemerintah kabupaten/kota tersebut untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan potensinya dalam Halaman 9

meningkatkan nilai tambah dari hasil produk kelautan dan perikanan lainnya, dan meningkatkan kegiatan dari proyek tersebut untuk dideseminasi ke kabupaten/kota lainnya. Kabupaten/kota yang terpilih menjadi lokasi Proyek PMP mewakili berbagai karakteristik kabupaten/kota dari Indonesia bagian timur, d imasa yang akan datang kabupaten/kota tersebut diharapkan menjadi contoh atau tempat pembelajaran dalam memprakarsai sejenis proyek pembangunan masyarakat pesisir lainnya. Pemanfaatan beragam sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil memungkinkan proyek ini untuk memperkenalkan proses yang berbeda-beda terhadap pengelolaan sumber daya, yang dikombinasikan dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk budidaya ikan, penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan kegiatan kelautan dan perikanan lainnya. Dari setiap kabupaten/kota, akan dikembangkan 15 desa/kelurahan pesisir. Dari 15 desa/kelurahan tersebut telah dipilih 9 desa/kelurahan berdasarkan kriteria, antara lain: (i) tingkat kemiskinan tiap lokasi minimal 20%; (ii) motivasi dan kesuksesan berpartisipasi dalam program-program sebelumnya; (iii) potensi untuk produksi dan pertambahan nilai (value added) kelautan dan perikanan; dan (iv) dimasukkannya pulau-pulau kecil di setiap lokasi kabupaten/kota yang memiliki pulau. Sisanya 6 desa akan dipilih pada tahun ketiga jika 9 desa sebelumnya telah berhasil. Dengan demikian sasaran Proyek PMP ini mencakup 180 desa/kelurahan, yang akan dibina selama 5 tahun kegiatan. Diperkirakan sebanyak 660 rumah tangga akan ikut terlibat dalam proyek di setiap desa, dan sekitar 60% akan terlibat langsung ataupun tidak langsung seperti kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dan kegiatan berbasis kelautan dan perikanan lainnya. Sehingga total sebanyak 70.000 rumah tangga atau 320.000 orang sebagai sasaran dari proyek ini. Halaman 10

2.2 Komponen Program/Investasi Proyek PMP terdiri dari 3 komponen dan 5 sub-komponen yang dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan. Komponen 1: Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Komponen ini merupakan inti dari proyek ini dan menyediakan dana untuk kegiatan inti yang mewakili sekitar dari dua pertiga investasi proyek. Semua kegiatan dipusatkan pada masyarakat pesisir sasaran dan didorong oleh proses partisipatif dan penentuan desa/kelurahan prioritas untuk pembangunan kelautan dan perikanan termasuk pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. a. Sub-Komponen 1.1 Fasilitasi, Perencanaan dan Pemantauan Masyarakat memberikan kerangka kerja bagi keterlibatan kelompok sasaran, menyediakan alat sosial dan keterampilan pengelolaan proyek yang diperlukan untuk melaksanakan proyek di tingkat desa. Kualitas, dedikasi dan keterampilan para Tenaga Pendamping Desa (TPD), penyuluh, tenaga konsultan, serta kualitas kepemimpinan dari para pemimpin kelompok desa akan menentukan faktor-faktor dalam mencapai hasil. b. Sub-Komponen 1.2 Penilaian, Perencanaan, dan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir menetapkan visi dari hasil konsensus yang luas dari desa untuk pemanfaatan dan konservasi sumber daya pesisir secara berkelanjutan di desa/kelurahan dan struktur hubungannya dengan desa sekitar dan para pengguna sumber daya dari luar masyarakat desa tersebut. Hal ini dirancang untuk membangun keterpaduan antar wilayah dan ekosistem pesisir untuk pembangunan ekonomi berbasis kelautan. Halaman 11

c. Sub-Komponen 1.3 Pembangunan Desa yang berorientasi terhadap Pasar menyediakan investasi dalam pembangunan ekonomi. Komponen ini adalah pendorong inti dari peningkatan penghidupan dan pengurangan kemiskinan di masyarakat sasaran. Empat jenis investasi yang disediakan, semuanya dalam bentuk dana hibah/blm, dan sekarang dikenal sebagai Bantuan Pemerintah (BP) kepada kelompok masyarakat yaitu : (i) untuk prasarana desa, khususnya terkait dengan ekonomi kelautan, (ii) untuk sarana jasa ekonomi terkait dengan ekonomi kelautan, (iii) untuk usaha yang terlibat dalam produksi dan pemasaran dan kegiatan ekonomi sepanjang rantai pasok berdasarkan kegiatan ekonomi kelautan, (iv) untuk konservasi dan pengembangan ekowisata tingkat desa. Komponen 2: Pengembangan Ekonomi Berbasis Kelautan dan Perikanan Komponen ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kabupaten/kota sasaran untuk mendukung kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang jadi sasaran melalui (i) dukungan dibidang prasarana utama, inovasi, keterampilan dan kepemimpinan dan (ii) dukungan untuk pembangunan rantai pasok (value chain) berdasarkan kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan. a. Sub-Komponen 2.1 Dukungan Pengembangan Usaha Perikanan Skala Kecil di Kabupaten/Kota. Dana pembangunan kabupaten/kota untuk perikanan skala kecil, atau fasilitas akan dikelola oleh PIU dan digunakan untuk menyediakan prasarana utama guna mendukung kegiatan yang inovatif, misalnya pabrik es mini untuk mendukung kumpulan nelayan skala kecil. Dukungan juga akan diberikan untuk pengelolaan pengetahuan, pelatihan, kepemimpinan, dan pembuatan kegiatan proyek yang lebih baik. Halaman 12

b. Sub-Komponen 2.2 Dukungan Pemasaran tata niaga dan Rantai Pasok (supply chain and value added ). Komponen ini akan mengidentifikasi, menyusun dan mendukung pembangunan dari berbagai rantai pasok (value chain), menghubungkan produsen di desa pesisir ke pasar, mengemas produk sesuai dengan klusterisasi, meningkatkan kualitas, standarisasi dan peningkatan nilai tambah produk. Komponen 3 Pengelolaan Proyek Pada komponen dilakukan koordinasi pelaksanaan menyeluruh di tingkat pusat melalui kantor Pengelola Proyek (PMO) yang berbasis di Ditjen KP3K KKP, layanan konsultan terkait, berikut pelatihan, pemantauan dan evaluasi dan penyusunan kegiatan anggaran biaya dan pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota melalui 13 Unit Pelaksana Proyek (PIU) kabupaten/kota. Komponen ini juga akan mendukung pekerjaan Panitia Pengarah Nasional, dan 12 Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ( District Oversight Board ) dan memfasilitasi agar terjadi transparansi dan keterlibatan masyarakat pesisir terkait. Komponen ini juga membangun sarana untuk pembuatan kegiatan proyek yang lebih baik untuk skala nasional. Proyek ini akan dilaksanakan secara terdesentralisir sesuai dengan kebijakan nasional tentang desentralisasi dan dengan keputusan utama proyek yang dibuat di tingkat masyarakat sejalan dengan penekanan pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat. PMO di KKP akan melaporkan secara berkala kepada Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan saran, keputusan dan pengawasan dari Komite pengarah. Dalam setiap kabupaten/kota, PIU akan bertanggung jawab atas kegiatan proyek dan beroperasi di bawah kepala daerah kabupaten/kota dan berkoordinasi dengan DOB. Halaman 13

(Rincian dan tahapan pelaksanaan kegiatan diuraikan dalam Bab 3 dan bab-bab berikutnya). 2.3 Pengembangan Desa Melalui Partisipasi Kelompok Idealnya setiap desa/kelurahan memiliki lima jenis kelompok untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi sekaligus melestarikan lingkungan secara berkelanjutan. Kelima jenis kelompok tersebut adalah kelompok kerja desa, kelompok pengelolaan sumber daya pesisir, kelompok pembangunan prasarana, kelompok usaha, dan kelompok tabungan. Pendekatan kelompok dilakukan, karena ada collective action dari anggota dalam satu kelompok, rasa senasib sepenanggungan, dan saling bahu membahu menghadapi tekanan dari luar mereka, termasuk dalam menghadapi rentenir/tengkulak, atau saingan usaha dalam penagkapan ikan. Mereka juga mempunyai posisi tawar lebih baik dalam menjual produknya dengan harga yang lebih menguntungkan. Jika sendiri-sendiri lebih mudah dikuasai tengkulak. Setiap desa/kelurahan bisa memiliki rata-rata 13 kelompok, bisa lebih atau kurang tergantung populasi penduduk desa, dan dibentuk secara bertahap tidak dalam satu tahun anggaran. Perinciannya satu kelompok pengelolaan sumber daya, satu kelompok pembangunan prasarana, 10 kelompok usaha, dan 1 kelompok tabungan. Untuk kelompok usaha minimal ada 2 kelompok usaha wanita agar didorong kesetaraan gender. Masing-masing kelompok beranggotakan 8 11 orang/kk. Pada setiap desa/kelurahan dibentuk satu Kelompok Kerja Desa atau Village Working Group (VWG) yang mengkoordinasikan kegiatan 13 kelompok tersebut. VWG terdiri dari 5 orang, yaitu satu unsur Pemerintah desa, satu tokoh masyarakat, dan 3 orang mewakili kelompok Masyarakat yang dibentuk, dua di antaranya anggota VWG wanita Halaman 14

agar mengawal kepentingan perempuan dalam pelaksanaan. Setiap kelompok memiliki Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Tabel 2.1. Kelompok Desa Halaman 15

2.4 Capaian dan Hasil Kelompok Masyarakat Sampai akhir 2016, CCDP sudah berhasil membentuk 2.171 pokmas di 181 desa/kelurahan, terdiri dari 181 VWG, 181 pokmas infrastruktur, 180 pokmas PSDA, serta 1.607 pokmas usaha mencakup usaha penangkapan ikan, budidaya, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil perikanan. Rincian dan distribusi jumlah pokmas tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Rekapitulasi Jumlah Kelompok Masyarakat CCDP-IFAD No Kab/Kota VWG Infra PSDA Pokmas Usaha Tabungan JML Tangkap Bddy P olah P masar Lain2 1 Merauke 15 15 15 51 3 45 0 0 0 144 2 Yapen* 15 15 14 74 28 17 6 0 6 177 3 Ternate 17 17 17 107 1 25 9 0 1 194 4 Ambon 13 13 13 49 1 10 45 0 2 146 5 Mal Teng 16 16 16 68 61 7 2 0 2 188 6 Bitung 17 17 17 86 12 23 0 0 2 174 7 Gor Uta 16 16 16 91 20 28 12 0 0 199 8 Parepare 12 12 12 21 30 35 27 2 2 153 9 Makassar 15 15 15 69 32 40 10 0 4 200 10 Kupang 16 16 16 33 20 55 53 0 0 209 11 Lom Bar 15 15 15 106 27 34 5 1 0 218 12 Kubu Raya 14 14 14 89 15 19 3 0 1 169 Jumlah 181 181 180 844 250 338 172 3 20 2.171 Jumlah Pokmas Usaha + Pokmas Tabungan 1627 % dari (Pokmas Usaha+Tabungan) 51,88 15,37 20,77 10,57 0,18 1,23 Halaman 16

Kinerja Pokmas Usaha Membentuk kelompok masyarakat, tidaklah terlalu sulit. Justru tantangan terbesar adalah mengusahakan agar pokmas terus aktif berusaha dan berkembang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan penilaian kinerja terhadap pokmas usaha setiap semester. Kriteria penilaian mengikuti apa yang pernah disetujui antar Eselon-1 KKP yang kemudian diimprovisasi sesuai dengan kondisi dan situasi CCDP, meliputi (a) kemampuan berproduksi secara kontinyu, (b) keberhasilan meningkatkan pendapatan, (c) kemampuan mengakses pasar, (d) kemampuan menabung dan (e) kemampuan mengakses sumber keuangan. Tabel 2.3. Kriteria Penilaian Kinerja Pokmas Aspek Penilaian Akses Berprodu ksi secara Kontinyu Peningkat an Pendapat an Peningkat an Akses Pasar Peningkatan jumlah tabungan Kelompok terhadap Kredit Program atau Hasil Penilaian Perbankan Mandiri - Berhasil Baik - - Cukup Berhasil - - - Mulai Berhasil - - - - Belum Berhasil - - - - - Tidak Berhasil Halaman 17

Dengan menggunakan kriteria tersebut, hasil penilaian kinerja pada semester-2 tahun 2016 seperti terlihat pada Tabel 2.4 berikut. Tabel 2.4. Hasil Penilaian Kinerja Pokmas Usaha Semester-2 2016 No Kab/Kota Pokmas Pokmas Hasil Penilaian Pokmas Usaha+Tab 2013-2016 Dinilai Tidak Berhasil Belum Berhasil Mulai Berhasil Cukup Berhasil Berhasil Baik Mandiri 1 Merauke 99 99 12 19 39 14 14 1 2 Yapen 131 128 6 5 86 28 3 0 3 Ternate 143 142 9 11 38 42 42 0 4 Ambon 107 106 1 0 78 17 10 0 5 Maltera 140 140 0 0 2 92 46 0 6 Bitung 123 121 5 3 25 34 54 0 7 Gorut 151 151 4 30 27 50 28 12 8 Parepare 117 115 8 22 46 19 19 1 9 Makassar 155 144 0 22 31 38 50 3 10 Kupang 161 161 4 76 41 15 21 4 11 Lombar 173 116 0 1 3 43 60 9 12 Kubu Raya 127 117 9 1 40 29 36 2 Jumlah 1.627 1.540 58 190 456 421 383 32 % 94,65 3,51 12,34 29,61 27,34 24,87 2,08 Jika pokmas yang beroperasi dapat diperhitungkan sebagai pokmas yang mendapat penilaian mulai berhasil sampai dengan mandiri, maka pada akhir tahun 2016 pokmas usaha yang beroperasi mencapai 83,90%. Capaian ini lebih besar dari target dalam Logframe CCDP, IFAD menargetkan bahwa di akhir operasional Proyek 60% pokmas usaha masih aktif beroperasi dan di antaranya 70% usahanya menguntungkan. Untuk menverifikasi hasil penilaian tersebut, dilakukan pendalaman melalui sampling dengan menitipkan daftar kuesioner pada survai AOS (Annual Outcome Survey) 2017. Halaman 18

Hal lain yang menggembirakan adalah perubahan perilaku di kalangan pokmas usaha yang sudah semakin giat menabung. Jika pada semester I 2015 tercatat 433 pokmas memiliki tabungan dengan nilai Rp 720 juta, pada semester II 2016 sudah semakin berkembang menjadi 923 pokmas dengan nilai tabungan Rp 1,6 miliar. Ditinjau dari rata-rata nilai tabungan per pokmas, memang tidak meningkat karena sebagian adalah pokmas yang baru mulai menabung. Di samping itu uang tabungan juga sudah mulai digunakan untuk hal-hal yang produktif seperti untuk perbaikan perahu atau mesin perahu, bahkan juga untuk pembelian yang baru. Infrastruktur Desa Sebanyak 751 unit berbagai jenis infrastruktur seperti pondok informasi, jetty/tambatan perahu, jembatan dan jalan setapak, fasilitas air bersih, talud dll., telah dibangun di 181 desa/kelurahan dengan dana BP sebesar Rp 34,3 miliar ditambah inkind sharing dari masyarakat sebesar Rp 8,9 miliar (26%). Infrastruktur tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat penerima BP, namun juga dinikmati oleh ribuan keluarga masyarakat lainnya. Sebagai contoh, sebagian besar dari 181 unit Pondok Informasi yang telah dibangun juga telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak, untuk kegiatan sosial seperti pengajian, Posyandu, perkawinan, pertemuan desa, dan juga digunakan untuk kegiatan lembaga dan instansi lainnya. Dukungan usaha dan pemasaran hasil produksi pokmas Untuk menjaga keberlanjutan dan pengembangan usaha pokmas diperlukan dukungan untuk meningkatkan produksi, kualitas produksi dan pemasarannya. Untuk itu, sebanyak 633 unit fasilitas produksi dan pemasaran seperti pabrik es mini, rumah Halaman 19

kemasan, rumah niaga, rumah produksi, kendaraan niaga roda 3 dan roda 4 telah dibangun atau diadakan untuk mendukung usaha produksi dan pemasaran hasil pokmas. Fasilitas ini tidah hanya dimanfaatkan oleh pokmas CCDP tapi juga untuk melayani kelompok usaha masyarakat lainnya. Untuk memperkuat pemasaran produk pokmas didukung dengan sertifikasi berupa 299 PIRT dan 99 sertifikat halal. Dengan sertifikasi, produk pokmas dapat dipasarkan tidak hanya dijual di pasar lokal, tapi juga dipasarkan ke wilayah yang lebih luas, tingkat provinsi dan nasional melalui jaringan toko-toko besar/supermarket. Untuk menunjang pemasaran tersebut dilakukan kerjasama/mou pemasaran antara Pokmas dengan pemasar tersebut. Demikian juga agar infrastruktur ekonomi tersebut terkelola dengan baik, maka pengelolaan dikerjasamakan dengan pihak ketiga seperti dengan koperasi atauswasta. (Berbagai capaian dan juga testimoni terkait hal tersebut disajikan dalam buku Menyejahterakan Masyarakat Pesisir Secara Berkelanjutan, dan publikasi CCDP lainnya). 2.5 Terobosan Inovatif Dalam Membangun Masyarakat Pesisir Menggarap proyek berbantuan luar negeri sarat dengan pengalaman berharga. Pada tahun-tahun pertama dan kedua misalnya, berbagai problem bermunculan mulai dari serapan dana rendah, pelaksanaan di lapangan tersendat-sendat, pelaksana di daerah belum paham konsep proyek, dan mereka sering menunggu arahan dari pusat. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka diperlukan lima terobosan inovatif dalam proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir. Halaman 20

Belajar dari pengalaman tersebut, maka dalam pelaksanaan CCDP dilakukan berbagai terobosan. Dengan demikian diharapkan sejak tahun pertama pelaksanaan proyek bisa berjalan secara baik dan mampu menghadirkan pelayanan cepat dan tepat secara langsung ke masyarakat yang menjadi sasaran proyek serta memacu pelaksanaan di lapangan. Setidaknya ada lima upaya terobosan inovatif dilakukan dalam Proyek PMP, yakni sebagai berikut: 1. Membuat dan merekrut tenaga konsultan profesional yang berasal tidak jauh dari lokasi pelaksanaan proyek. 2. Mengemas paket-paket kegiatan proyek sehingga dapat diimplementasikan dalam pengadaan barang dan jasa secara mudah. Biasanya nilai paket kegiatan tersebut kurang dari US$ 50.000 per paket. Sebab, paket-paket yang nilainya di atas US$ 50.000 harus ada persetujuan beberapa tahap (no objection letter) dan melalui proses panjang. 3. Menerapkan sistem reward and punishment sehingga setiap tahun anggaran biaya proyek masing-masing kabupaten/kota dialokasikan merip dan kinerjanya. 4. Mengembangkan manajemen sistem informasi (MIS) untuk pengelolaan informasi kegiatan CCDP, dan Weekly Dashboard sebagai instrumen Monev yang dapat menyampaikan informasi secara cepat dari lapangan setiap minggu. 5. Mengembangkan sistem informasi dengan cepat menggunakan Whatsapp. Ini penting karena banyak lokasi proyek berada pada limit area dengan akses internet yang masih terbatas. Melalui cara ini, meskipun bandwith komunikasi telepon tidak besar namun informasi masih dapat dikirimi melalui Whatsapp. Halaman 21

2.6 Pengembangan Potensi Ekowisata Desa dan Pengelolaan wilayah yang Terintegrasi Bagian ini sesungguhnya tak terencana sebelumnya dalam program CCDP, seiring berjalannya pelaksanaan kegiatan, timbul ide di kalangan sebagian pokmas PSDA yang didukung PIU, konsultan dan TPD untuk mencoba memanfaatkan potensi keindahan sumberdaya di desanya, dan dikembangkan menjadi lokasi lokasi wisata. Diawali dari upaya pelestarian kawasan mangrove di pulau Lembeh, pokmas PSDA berupaya mengembangkannya menjadi kawasan ekowisata, melengkapi kawasan tersebut dengan mangrove track. Upaya mereka tidak sia-sia, lokasi tersebut menjadi lokasi wisata yang ramai dikunjungi, termasuk juga juga dimanfaatkan untuk prewedding shooting. Pengembangan potensi wisata tingkat desa tersebut juga memotivasi wilayah lainnya mengembangkannya. Hingga akhir 2016 pengembangan ekowisata bahari ini sudah dilakukan di lebih dari 30 lokasi. Pengembangan ekowisata ini juga sangat mendukung keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir pokmas PSDA, dan juga sudah mengudang perhatian dan dukungan pihak lain, seperti dari pimpinan desa dan dinas pariwisata setempat dan LSM untuk mengembangkan lebih lanjut pasca CCDP. Hal serupa dengan perencanaan pengelolaan sumberdaya yang semula terbatas kepada inventori sumberdaya, dalam pelaksanaannya ternyata pola perencanaan secara terintegrasi (integrated coastal management-icm) sangat membantu dan kompatibel untuk diadopsi ke dalam sistem perencanaan desa. Sampai akhir 2016, sebagian besar dari 181 desa telah dilengkapi dengan perencanaan ICM. Halaman 22

(Informasi lebih detail tentang ekowisata bahari dan ICM disajikan pada sub bab 3.6 dan 3.7) 2.7 Pengarusutamaan Gender Upaya menuju kesetaraan gender di Indonesia tercantum dalam Inpres No 9 tahun 2000 tentang PUG dalam pembangunan nasional, yang terkait dengan target CCDP yaitu memberikan kesempatan kepada perempuan dan laki-laki masyarakat miskin untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, meningkatkan pendapatan dan memperkuat ketahanan dirinya, terutama untuk memperbaiki ketertinggalan kaum perempuan. Selain memiliki fungsi reproduksi, peran perempuan dalam berbagai kegiatan produktif merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan terutama pada ketahanan pangan. Dengan diberinya kesempatan untuk memberdayakan dirinya, perempuan menjadi peserta aktif dalam program dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari solusi pengembangan strategi mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir. Terjadi kemajuan kualitatif dengan adanya peningkatan kapasitas organisasi dan ekonomi, rasa harga diri, dan pengaruh perempuan terhadap pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga dan masyarakat, terutama terhadap peningkatan ekonomi rumah tangganya. Strategi PUG dan target partisipasi Dalam rangka mencapai tujuan PUG tersebut, digunakan strategi bercabang tiga yang menyangkut tiga aspek yaitu: politik/kebijakan, ekonomi dan sosial, bertujuan untuk: (1) memperkuat peran perempuan dalam pengambilan keputusan tentang isu-isu masyarakat dan partisipasinya di lembaga-lembaga lokal, (2) memberdayakan Halaman 23

perempuan untuk berperan aktif dalam perekonomian, dan (3) meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan perempuan serta mengurangi beban hidupnya. Partisipasi perempuan ditargetkan minimal 30% dari anggota lembaga/kelompok masyarakat, minimal 30% sebagai peserta pertemuan/sosialisasi pemberdayaan dan pelatihan, dan jumlah kelompok usaha perempuan minimal 20% dari jumlah kelompok usaha ekonomi yang ada di desa. Dalam Logframe CCDP, salah satu indikator outputnya adalah 50% perempuan perdesaan menyatakan Rencana Desa mewakili prioritasnya. Dalam pelaksanaannya CCDP secara konsisten berhasil mencapai atau mendekati target sasaran 30%. Demikian pula, berdasarkan hasil survei AOS, target dalam logframe telah terlampaui. Tak hanya capaian kuantitatif, bertambahnya peluang usaha bagi ibu-ibu rumah tangga, terutama melalui kegiatan usaha pengolahan, telah memberikan tambahan pendapatan keluarga, sekaligus juga meningkatkan peran mereka dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan keluarga. Rencana Aksi Untuk itu, melalui metoda Gender Analysis Pathway (GAP), disusun Rencana Aksi Gender yang ditujukan untuk para penentu dan pelaksana kebijakan di daerah. Rencana Aksi Gender ini meliputi delapan (8) aksi dan kegiatan yaitu: 1. Advokasi dan sosialisasi tentang PUG untuk penentu kebijakan dan pelaksana. 2. Penguatan wawasan Fasilitator/Penyuluh untuk pendampingan yang lebih sensitif gender dan penyusunan Panduan Gender bersama Lembaga Pelaksana. 3. Penyusunan data terpilah yang responsif gender dan Panduan Gender. Halaman 24

4. Fasilitasi pengadaan modal dari Bank/lembaga keuangan mikro formal yang tidak memberatkan. 5. Pelatihan dan pembinaan teknik pengelolaan dan produksi, manajemen usaha dan keuangan bagi kelompok. 6. Studi banding ke masyarakat/swasta maju. 7. Kemitraan yang erat dengan P3MP, Pengusaha/Swasta, Asosiasi, Koperasi, dll. 8. Bekerjasama dengan Dinas-Dinas terkait untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan antaranya perbaikan gizi bagi anak-anak balita. 2.8 Keberlanjutan dan Exit Strategy Pada 31 Desember 2017, CCDP akan memasuki Project Activity Completion Date (PACD) atau berakhir. Hal ini berarti, semua aktivitas utama CCDP yang menggunakan dana bersumber PHLN IFAD, harus diselesaikan. Enam bulan sampai 30 Juni 2018, diberikan waktu untuk menyelesaikan semua pertanggung jawaban dan replenishment, serta penyelesaikan administrasi keuangan dan keproyekan. Pada saat ini resmi dinyatakan proyek ditutup. Pelaksana CCDP sejak awal atau menjelang Mid-Term Review yang dilaksanakan tahun 2015, telah menyiapkan dan melaksanakan proses exit strategy yang difokuskan kepada mengupayakan keberlanjutan usaha kelompok masyarakat setelah CCDP purna tugas, serta mengupayakan berbagai keberhasilan dan pembelajaran yang positif dari proyek ini dapat diteruskan, direplikasi dan dikembangkan pada lokasi yang sama maupun berbeda. Tujuh langkah atau aksi rancangan peta jalan (road map) exit strategy telah disiapkan dan diimplementasikan PMO. Setiap PIU juga sudah menyiapkan Road map exit strategy di masing-masing PIU. Komunikasi dan implementasi exit strategy secara intensif oleh Halaman 25

pelaksana CCDP baik di tingkat pusat (PMO) maupun PIU sudah menunjukkan hasil seperti di gambarkan berikut. Pertama, pengintegrasian kegiatan PMP ke dalam kegiatan yang didanai dan dilaksanakan Pemda khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Secara bertahap, anggaran APBD 2017 dan 2018 ikut membiayai kegiatan-kegiatan PMP di desa/kelurahan yang menjadi target area PMP, ataupun direplikasi ke desa/kelurahan lain. Sebagai contoh, Dinas KP Makassar telah mereplikasikan model CCDP ke lokasi lainnya. Kedua, pengintegrasian kegiatan PMP ke dalam kegiatan KKP yang didanai dari Ditjen Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Peningkatan Daya Saing (PDS), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) KKP, serta Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL). Kelompok usaha nelayan, bisa dibantu dari program Ditjen Tangkap, melalui pemberi BP dalam bentuk perahu, alat penangkap ikan dan kegiatan bantuan lainnya. Pengembangan dan pembinaan lebih lanjut untuk kelompok usaha budidaya, bisa dibantu seperti pemberian alat pembuat pakan, bibit ikan dan budidaya rumput. Pembinaan tracking mangrove, ekowisata bahari dan konservasi, bisa dilanjutkan melalui kegiatan Ditjen PRL. Demikian juga diusahakan BPSDM membuka kesempatan merekrut TPD ex CCDP dan mengalokasikan tenaga penyuluh di lokasi CCDP. Ketiga, penyusunan Pengelolaan Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Management/ICM) dan ekowisata bahari berbasis masyarakat. Perencanaan desa yang dilakukan, mulai resource inventory, sampai perencanaan ICM, terus diupayakan untuk diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan desa, diperkuat dengan landasan hukum seperti Peraturan Desa, atau Peraturan Kabupaten/Kota oleh Bupati atau Walikota, Dalam perencanaan tersebut di-delineasi lokasi kegiatan ekowisata bahari, konservasi, kawasan budidaya dan kawasan perikanan berkelanjutan. Yang menarik, Pemerintah daerah Kupang dan Halaman 26

Kubu Raya, sebagai contoh, melalui dinas pariwisata setempat mengalokasikan dana untuk pengembangan lebih lanjut lokasi-lokasi wisata yang diinisiasi CCDP Keempat, penguatan kapasitas kelembagaan kelompok yang dibentuk, baik secara teknis maupun manajerial untuk meningkatkan produksi usaha, tabungan dan inovasi pokmas pesisir. Minimal 60% Pokmas Usaha, dan 70% masuk kategori layak secara ekonomi, yang harus dipertahankan sampai akhir proyek dan terus berlanjut pasca proyek. Untuk itu, kapasitas teknis dan manajerial mereka perlu diperkuat, pembukuannya dibenahi, sehingga kemampuan kelompok untuk meningkatkan produktivitasnya meningkat dan hasil usahanya menunjukkan cash flow yang positif, serta dibukukan dengan baik. Hal ini membuka peluang Pokmas Pesisir untuk dapat mengakses KUR, CSR, PKBL, atau sumber pendanaan lainnya, menopang permodalan kelompok dalam mengembangkan volume usahanya. Selain itu, kelompok infrastruktur juga dilatih menjadi tukang kayu atau tukang batu atau bengkel/pembuat fiber perahu nelayan. Beberapa kelompok yang terampil, sudah bisa mendapatkan pekerjaan dari desa-desa tetangga maupun program pemberdayaan masyarakat lainnya. Kelima, pengembangan kerjasama dengan mitra pihak ketiga; swasta, koperasi, UMKM, Bumdes. Baik Pokmas usaha pesisir, maupun infrastruktur ekonomi yang dibangun memerlukan mitra yang mampu mengelolanya. Mitra ini diharapkan memiliki kapasitas manajerial, permodalan dan jaringan pemasaran sehingga dapat memperkuat pengembangan produksi, pemasaran usaha dan juga pengelola infrastruktur. Sehingga produksi pada kelompok dalam jumlah kecil digabung dengan kelompok lain, hingga mencapai skala ekonomis dan dikemas di rumah kemasan CCDP. Mitra juga dikembangkan dengan pasar swalayan atau jaringan waralaba, agar produksinya mendapat jaminan pemasaran yang langgeng, sembari kelompok tetap memproduksi untuk dijual di sekitar lokasi mereka untuk mendapatkan dana harian. Halaman 27

Keenam, penguatan 12 koperasi mitra PMP, yang dibentuk atau difasilitasi oleh PIU CCDP. Ke depannya, koperasi ini diharapkan untuk mampu mandiri, menambah dan memperluas pelayanan kepada anggota. Penguatan koperasi antara lain melalui pemilihan pengurus koperasi yang memiliki sense of bussiness dan kemampuan manajemen, serta meningkatkan jumlah anggota aktif dan loyal. Konsultan dan TPD didorong aktif berperan. Saat ini dua dari 12 koperasi dipimpin olek konsultan CCDP. Perlu disadari bahwa ke depannya peran koperasi sangat penting dalam mengakses ataupun memfasilitasi/mendampingi pengelolaan kucuran dana CSR seperti PKBL Pertamina, CSR PPK Sampoerna, dana LPPMU KKP. Bahkan juga dalam kerangka pengelolaan bantuan dari Kementerian seperti bantuan kapal, mesin pakan dll. Ketujuh, pengintegrasian kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir dalam kegiatan pembangunan desa, kegiatan Kementerian Desa (Dana Desa), dan Kementerian/ Lembaga terkait. Pada tahun 2018, anggaran dana desa (ADD) akan meningkat dan bisa digunakan untuk membiayai kelanjutkan kegiatan PMP di desa-desa yang menjadi lokasi proyek saat ini atau direplikasi ke desa lain. Untuk itu, kegiatan PMP perlu diperjuangkan untuk masuk ke dalam rencana pembangunan desa sehingga mendapatkan pendanaan dari program pemerintah untuk desa. Pada kenyataannya dana desa sudah mulai mengucur di lokasi CCDP, misalnya dalam pembangunan mangrove track dan pembinaan kelompok di Desa Langge, Gorontalo Utara, penambahan fasilitas pondok informasi di Kubu Raya. Ke depannya juga terus diusahakan untuk membantu pengembangan usaha Pokmas. Langkah-langkah tersebut di atas serta capaian dan tindak lanjutnya akan didorong terus agar usah pokmas dan hasil dari investasi CCDP lainnya akan terjaga keberlanjutannya. Pembelajaran dari keberhasilan exit strategy CCDP antara lain: (i) menyiapkan rencana exit strategy dari awal (jangan menunggu sampai menjelang proyek berakhir); (ii) Halaman 28

mengkomunikasikan kegiatan proyek dan rencana strategynya, serta menjalin komunikasi yang intensif dengan para stakeholders untuk mengundang/mendorong partisipasi mereka. 2.9 Knowledge Management (KM), Inovasi dan Pembelajaran Seperti telah disinggung dalam sub-bab 2.5, CCDP menerapkan perpaduan alat dan saluran kreatif dan ekstensif untuk memastikan akses dan berbagi pengetahuan dan informasi yang transparan sebagai bagian dari Pengelolaan Pengetahuan atau Knowledge Management (KM). KM berperan sangat penting dan diperlukan untuk mendukung upaya pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien, serta membuahkan hasil yang optimal. Di tingkat nasional PMO: (i) mengelola sebuah situs web proyek yang komprehensif, yang mencakup sistem MIS, termasuk semua data kemajuan dan kinerja, publikasi, dokumen panduan dan pelatihan yang terkait dengan proyek; (ii) memanfaatkan dialog Whatsapp dengan lebih dari 100 pemangku kepentingan di tingkat nasional dan kabupaten dengan informasi dan gambar dibagi secara realtime, serta menggunakan twitter, Facebook, dan media sosial lainnya; (iii) menyelenggarakan pelatihan dan pembinaan klinik; (iv) menyelenggarakan kunjungan pertukaran untuk mendukung penyebaran pengetahuan dan pembelajaran peer-to-peer di antara PIU; dan (v) berpartisipasi dalam konferensi dan lokakarya internasional dan nasional, serta (vi) mendokumentasikan dan menginformasikan aktivitas CCDP melalui media cetak dan TV. Halaman 29

Di tingkat kabupaten, PIU: (i) juga secara aktif terlibat dalam penjangkauan media (cetak, TV dan radio) yang memfasilitasi pembangunan kemitraan; (ii) terlibat dengan kelompok Whatsapp dengan pemangku kepentingan kabupaten, dan masing-masing PIU juga memiliki kelompok Whatsapp khusus untuk TPD; dan (iii) mendokumentasikan kisah sukses dalam brosur dan video. Di tingkat desa, VIC adalah jantung berbagi pengetahuan di dalam masyarakat. Untuk meningkatkan efektifitas KM, sekaligus sebagai wadah sharing pembelajaran Pada November 2016, CCDP menyelenggarakan Workshop Knowledge Management sebagai bagian dari Konferensi Nasional KKP. Lokakarya ini mempertemukan semua PIU, IFAD dan Proyek-Proyek IFAD lainnya. CCDP juga berkontribusi terhadap Portfolio Review 2017 IFAD pada bulan Maret 2017 dan memenangkan kontes foto. PMO juga memperluas fokus dari komunikasi internal ke komunikasi yang lebih eksternal. Pada saat Misi, Tur Media yang disponsori oleh AS mengunjungi lokasi Proyek di Lombok Barat dengan 5 wartawan dari Wilayah Asia Tenggara serta perwakilan dari Misi AS untuk Badan-badan yang berbasis di Roma. Proyek juga menerima sejumlah delegasi, termasuk dari India, Belanda dan Pakistan, yang ingin mempelajari model Proyek. Produk komunikasi terkini meliputi (i) publikasi 15 buku dan buklet yang meringkas cara-cara terbaik dan pembelajaran yang dipetik oleh PMO, yang secara khusus yang mencakup pembelajaran tentang berbagai aspek berbeda termasuk antara lain pengarusutamaan gender, akses pasar dan strategi mobilisasi masyarakat; serta (ii) serial video singkat yang menampilkan intervensi dan manfaat Proyek oleh para PIU. Inovasi dan pembelajaran CCDP telah menghasilkan inovasi dan pembelajaran baik dalam Proyek maupun untuk khalayak luar. Proyek telah mencurahkan sumber daya dan upaya untuk menarik Halaman 30

pembelajaran dan pengalaman, mengenai bagaimana berbagai pendekatan yang berbeda berdampak pada kemiskinan dan gender. Disamping terobosan inovatif seperti yang sudah dikemukanan dalam sub-bab 2.5, berbagai inovasi lain telah dikembangkan di antaranya: (i) produk olahan ikan yang baru dan produk akuakultur seperti rumput laut, dan teknologi yang menghasilkan produk tersebut, yang telah diintroduksikan di desadesa terpencil bersamaan dengan pengaturan dan pendekatan pemasaran yang kreatif; (ii) insentif untuk memotivasi TPD dan menciptakan lingkungan di mana TPD yang lebih baik diperhatikan dan diberi penghargaan, misalnya diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan di luar desa; (iii) penjualan berbasis web oleh kelompok usaha; (iv) pemanfaatan kemitraan yang inovatif; dan (v) identifikasi potensi untuk investasi bersama antara dana Proyek dan sumber pembiayaan lainnya mis. Dana Desa, Bank Indonesia dan keuangan mikro. Sebagai Proyek yang tersebar secara nasional, terdapat kesempatan bagi PIU untuk saling belajar satu sama lain dan juga untuk memperoleh pembelajaran yang dapat bermanfaat bagi Proyek-Proyek nasional dan internasional lainnya. CCDP sudah diakui dan didekati oleh negara-negara dan Proyek-Proyek yang didanai IFAD, yang tertarik mempelajari inovasi dan pembelajarannya. Halaman 31

BAB III Halaman 32

BAB 3. MEKANISME PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR Jiwa Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir adalah Pemberdayaan Masyarakat, yang pada dasarnya adalah upaya menumbuhkan kesadaran, meningkatkan kemampuan ekonomi dan sosial suatu komunitas untuk produktif, maju dan mandiri. Jelaslah bahwa tujuan akhir program/proyek pemberdayaan masyarakat adalah adalah kemandirian. Dengan demikian harus jelas dalam peta jalan (roadmap) program, kegiatannya sistematis dan berakhir pada suatu exit strategy yang mengarah kepada kemandirian masyarakat. Hal ini lah yang dilaksanakan oleh CCDP dengan tiga komponen kegiatan seperti telah dijelaskan di muka. Peta jalan (roadmap) tersebut ditunjukkan dalam Gambar 3.1 berikut. KEMANDIRIAN AKSES PERMODALAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN PASAR PEMELIHARAAN LINGKUNGAN BIMBINGAN TEKNIS PENGEMBANGAN USAHA PEMBENTUKAN KELOMPOK Gambar 3.1. Roadmap Pemberdayaan Masyarakat Halaman 33

3.1 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dalam program pembangunan masyarakat yang telah dipraktikkan PMP sejak tahun 2013, diawali dengan pembentukan Kantor Pengelola Proyek (untuk yang menggunakan dana Pemerintah, terdiri atas Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penandatangan SPM dan Bendahara). Pada tahap kedua, untuk kelancaran pelaksanaan proyek di lapangan dilakukan rekrutmen Tenaga Pendamping yang akan bertugas di Desa/Kelurahan lokasi proyek. Tenaga Pendamping tersebut direkrut dan ditetapkan oleh pejabat pemerintah setempat. Sebaiknya Tenaga Pendamping adalah yang mempunyai pengalaman atau berkesempatan mengikuti pelatihan untuk itu. Untuk lebih jelasnya, tahapan kegiatan Proyek PMP dapat dilihat pada gambar berikut Pembentukan Tim Pengelola Kegiatan (KPA, KPA, Pejabat 1. Rekrutmen Tenaga Pendamping 2. Pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pembentukan Kelompok Masyarakat Pesisir (Pokmas Pesisir): 1. Identifikasi 2. Seleksi Pelatihan Tenaga Penyusunan Rencana Detail Penyusunan Rencana Kerja Kelompok (RKK) / Proposal: - Pendampingan Pengembangan Kapasitas Masyarakat Pesisir (Pelatihan- Review dan Prioritisasi Penyusunan Rencana Penyaluran dan Pelaksanaan Bantuan Langsung Masyarakat Monitoring dan Evaluasi * Penyusunan Profil *) Kegiatan di Pusat Gambar 3.2 Tahapan Kegiatan Proyek PMP Halaman 34

Pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir yang beranggotakan 9-11 orang berasal dari SKPD terkait LSM, dunia usaha, perguruan tinggi, UPT KP3K, Dinas KP Propinsi, di tingkat kabupaten/kota atau disesuaikan dengan kondisi di daerah. DOB mencakup perwakilan dari Bappeda kabupaten/kota (Dinas Perencanaan Kabupaten/kota); wakil dari UPT KP3K dan Wakil dari Dinas Propinsi, organisasi nelayan, LSM pelestarian ekosistem; dan pihak berwenang lainnya. Selanjutnya PIU/Kepala Dinas membentuk Kelompok Kerja Desa/Village Working Group (VWG) terdiri dari lima anggota, dua di antaranya adalah perempuan. VWG ini akan mencakup seorang ketua, sekretaris dan tiga anggota biasa yang semuanya diambil dari rumah tangga sasaran. Tahap ketiga, dilakukan pembentukan Kelompok Masyarakat Pesisir (Pokmas Pesisir) yang meliputi: identifikasi dan seleksi. Proses pembentukan Pokmas Pesisir dijelaskan pada sub-bab 3.3. Tahap keempat terdiri atas dua kegiatan yang dilakukan secara simultan, yaitu (i) pengembangan Kapasitas Masyarakat Pesisir melalui pelatihan-pelatihan serta (ii) penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP). Proses penyusunan RPDP ini dilakukan melalui konsultasi publik dan Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbang-Des). Desa yang telah memiliki draft RPDP, akan dilakukan review dan prioritisasi kegiatan dari dokumen yang sudah ada. Selanjutnya RPDP ditetapkan oleh Kepala Desa sebagai acuan pelaksanaan Proyek PMP. Tahap kelima, penyusunan Rencana Kerja Kelompok (RKK) oleh Pokmas Pesisir yang didampingi oleh VWG dan Tenaga Pendamping. Penyusunan RKK harus sesuai dengan skala prioritas pembangunan desa pada Dokumen RPD. Proses penyusunan dan pengajuan serta penetapan RKK akan dijelaskan pada bab selanjutnya. Halaman 35

Tahap keenam, penyusunan Rencana Detail Kegiatan merupakan bagian dari penyusunan RKK. Dokumen Rencana Detail Kegiatan tersebut merupakan bagian dari proposal RKK dalam pengajuan BLM. Tahap ketujuh, Penyaluran dan Pelaksanaan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dilakukan setelah Proposal RKK beserta kelengkapan dokumen administrasi telah lolos verifikasi ditetapkan oleh PIU/kepala dinas kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan BLM oleh Pokmas Pesisir dengan didampingi TPD dan VWG, agar kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan, output dan target kegiatan. 3.2 Pemilihan Desa/Lokasi Di setiap kabupaten/kota, diusulkan 15 desa/kelurahan pesisir dan pulau-pulau kecil, masing-masing terdiri dari sejumlah masyarakat pesisir, yang dipilih berdasarkan: 1. Tingkat kemiskinan (persentase rumah tangga di bawah garis kemiskinan sekurangnya 20% sesuai standar Badan Pusat Statistik); 2. Motivasi yang terlihat untuk ikut serta dalam proyek dan suksesnya partisipasi mereka dalam program pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi sebelumnya; 3. Potensi untuk menghasilkan produk dan pertambahan nilai hasil produksi usaha kelautan dan perikanan; 4. Perlunya mengikutsertakan masyarakat di pulau-pulau kecil di setiap lokasi; 5. Desa yang dipilih, masuk klasifikasi sebagai rural ; Kabupaten/kota melalui PIU secara teliti akan memilih 3 desa awal berdasarkan kriteria tambahan sebagai berikut: 1. Suksesnya pengalaman PEMP, PNPM, PLPBM, MCRMP atau proyek pemberdayaan masyarakat lainnya; Halaman 36

2. Sumberdaya alam dan potensi mendukung usaha kelautan dan perikanan; 3. Adanya kelompok berpotensi dalam pengembangan usaha kelautan dan perikanan; 4. Komitmen yang kuat dari pemimpin desa dan masyarakatnya; dan 5. Kualitas kepemimpinan yang dirasakan oleh kelompok sasaran dimana Pemerintah desa akan memberikan pernyataan yang memastikan komitmennya untuk Proyek PMP tersebut. Jumlah persis desa yang akan didukung Proyek PMP di setiap kabupaten/kota akan bergantung pada kinerja kabupaten/kota tersebut dalam melaksanakan kegiatan proyek. Sembilan dari 15 desa telah dipilih sebelumnya dengan peluncuran proyek di desa-desa ini selama dua tahun pertama, sebelum evaluasi tengah proyek (midterm review). Desa/kelurahan tambahan yang akan didanai di setiap kabupaten/kota ini berkisar dari 0 sampai 12 desa/kelurahan, dengan rata-rata 6 desa/kelurahan tambahan. Jumlah total desa/kelurahan binaan Proyek PMP dalam sebuah kabupaten/kota akan bergantung pada kesuksesan kabupaten/kota itu dalam melaksanakan kegiatan proyek di 9 desa/kelurahan pertama. Prestasi kabupaten/kota dalam melaksanakan Proyek PMP di 9 desa/kelurahan pertama akan menjadi kunci penentu dalam memutuskan jumlah desa/kelurahan tambahan yang akan menerima dana Proyek PMP dalam sebuah kabupaten/kota. Karenanya, 180 desa/kelurahan akan diberdayakan dalam Proyek ini. 3.3 Sosialisasi dan Pembentukan Kelompok Masyarakat Seperti telah dikemukakan sebelumnya, salah satu prinsip utama pelaksanaan PMP adalah keterlibatan atau partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat sasaran harus diperlakukan sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Sejak dari awal program, keterlibatan mereka sudah mulai dijaring. Rencana pelaksanaan program dibicarakan Halaman 37

bersama masyarakat di Desa/Kelurahan sasaran program. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan rencana program yang lebih bersifat top-down dengan kebutuhan masyarakat (bottom-up). Tokoh-tokoh masyarakat serta berbagai pihak yang dipandang memiliki potensi sebagai inkubator dan motivator disertakan dalam perencanaan pelaksanaan program. Beberapa di antaranya (sekitar 5-9 orang) bahkan dapat dijadikan dalam satu kelompok yang dinamakan VWG (Village Working Group Kelompok Kerja Desa), yang bersama aparat Pemerintah setempat akan membicarakan rencana pelaksanaan secara mendetil. Secara khusus, VWG akan berperan dan bertanggung jawab dalam hal : (i) Komunikasi dengan pimpinan desa, fasilitator proyek, pihak berwenang Kabupaten/Kota, dan, ketika diperlukan, komunikasi dengan desa tetangga, tim yang bertanggung jawab untuk proyek-proyek lain dan dengan pihak berwenang kecamatan mengenai hal-hal teknis yang memengaruhi proyek. (ii) Pengawasan kegiatan proyek termasuk pengelolaan sumber daya pesisir, prasarana, layanan dan kelompok usaha (iii) Mengadakan rapat berkala untuk mengevaluasi pencapaian indikator keberhasilan dan kinerja kelompok (iv) Mendorong atau memotivasi masyarakat untuk mencapai semua indikator keberhasilan Untuk mempermudah dalam implementasi roadmap pemberdayaan, maka pelaksanaan kegiatan berbasis kelompok masyarakat. Ada beberapa jenis kelompok masyarakat (pokmas) yang perlu dibentuk dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat ini. Di samping VWG (Kelompok Kerja Desa), ada Kelompok Infrastruktur, Kelompok Pengelola Sumberdaya Alam (PSDA) dan Kelompok Usaha. Kelompok Usaha terbagi lagi berdasarkan jenis usaha yang menjadi minatnya, yaitu Kelompok Perikanan Tangkap, Kelompok Perikanan Budidaya, Kelompok Pengolahan dan Kelompok Pemasaran. Peran dan fungsi masing-masing jenis pokmas dapat dilihat pada Tabel 3.2. Halaman 38

Tabel 3.2. Jenis Kelompok Masyarakat dan Peran/Fungsinya No Nama Kelompok Peran/Fungsi Keanggotaan Cara Pemilihan Anggota 1 VWG Mengkoordinasikan Minimal 5 Dipilih dari tokoh (Kelompok semua kegiatan terkait orang, masyarakat, dapat Kerja Desa) proyek, anggotanya tergantung dilakukan dengan bertindak sebagai kondisi daerah penunjukan Kepala motivator untuk kegiatan (minimal 2 Desa atau secara proyek di Desa itu wanita) pilihan 2 Kelompok Bertanggung jawab untuk Jumlah anggota Ditentukan oleh PSDA persiapan dan ditentukan oleh aparat daerah pelaksanaan rencana aparat daerah bersama VWG pengelolaan wilayah dan VWG (30% pesisir wanita) 3 Kelompok Merencanakan, Jumlah anggota Ditentukan oleh Infrastrukt melaksanakan, ditentukan oleh aparat daerah ur mengoperasionalkan dan aparat daerah bersama VWG memelihara prasarana dan VWG (30% Desa wanita) 4 Kelompok Merencanakan, Jumlah anggota Rumah tangga yang Usaha melaksanakan dan 8-10 orang per tertarik untuk mengelola kegiatan kelompok bekerjasama dalam ekonomi berbasis sebuah kelompok kelautan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang umum Halaman 39

Pada setiap desa/kelurahan terdiri dari sekitar 13 kelompok, yaitu: 1 Kelompok Pengelolaan Sumberdaya, 1 Kelompok Pembangunan Prasarana, 10 Kelompok Usaha. Masing-masing kelompok beranggotakan rata-rata 10 orang (8 12) anggota perkelompok. Namun demikian jumlah pokmas, khususnya Pokmas usaha dalam satu wilayah Desa/Kelurahan dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi sumberdaya yang tersedia di daerah bersangkutan. Pembentukan Pokmas sebaiknya tidak sekaligus, namun bertahap dalam dua atau tiga tahun. Dari semua kelompok yang ada pada sebuah desa, maka setiap kelompok akan memiliki Ketua dan Sekretaris. Jika sebuah kelompok memiliki tanggung jawab untuk menggunakan dana Proyek, maka akan dipilih seorang Bendahara. Para TPD bersama dengan konsultan dan PIU akan memberikan pelatihan kepada kelompok-kelompok tersebut mengenai pelaksanaan rapat, pencatatan kegiatan kelompok, pencatatan keuangan, akuntansi, dan pengetahuan keuangan. Kelompok Kerja Desa (VWG) VWG ini bukan termasuk kelompok pelaku yang mendapatkan dana BP, namun memiliki peran yang sangat penting. Setiap VWG terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, dan 3 orang anggota biasa yang diharapkan 2 diantaranya adalah wanita. Para pejabat desa hanya dapat menjadi anggota VWG jika berasal dari rumah tangga yang aktif melaksanakan usaha ekonomi kelautan dan perikanan. Jika desa terdiri dari beberapa dusun atau desa kecil, maka setiap dusun akan diwakili oleh 1 orang yang duduk dalam keanggotaan VWG sehingga jumlah anggota VWG dapat melebihi lima orang. Anggota VWG diharapkan dapat bertindak sebagai 'motivator' dan mendorong masyarakat untuk mengambil peluang yang disediakan oleh Proyek PMP. Semua anggota VWG akan menerima pelatihan selama tiga hari mengenai Proyek ini oleh Konsultan dibantu Tim Pendamping Desa (TPD) kabupaten/kota. Halaman 40

Secara khusus, VWG akan bertanggung jawab untuk: a. Komunikasi dengan pimpinan desa, TPD/fasilitator proyek, konsultan, PIU Proyek PMP kabupaten/kota, dan ketika diperlukan dapat berkomunikasi dengan desa tetangga, tim yang bertanggung jawab untuk proyek-proyek lain; b. Pengawasan pelaksanaan kegiatan proyek tingkat desa/kelurahan terutama pelaksanaan kegiatan Kelompok Pengelola Sumberdaya Pesisir, Kelompok Pembangunan Prasarana Masyarakat, dan Kelompok Usaha, serta Kelompok Tabungan; c. Mengadakan rapat secara berkala untuk mengevaluasi pencapaian indikator keberhasilan dan kinerja kelompok; dan d. Mendorong dan memotivasi masyarakat untuk mencapai semua indikator keberhasilan. Kelompok Pengelolaan Sumberdaya Pesisir VWG, dibantu konsultan PIU dan TPD memfasilitasi pembentukan Kelompok Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir (PSDA). Kelompok ini dibentuk melalui pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Pokmas PSDA mempersiapkan perencanaan awal desa dan pemetaan sumber daya pesisir, dengan mempertimbangkan pemetaan kemiskinan rumah tangga dan dusun (atau desa kecil), kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan desa, serta potensi desa. Pokmas PSDA membangun konsensus dan kesadaran terhadap penggunaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan, serta juga mengusulkan kegiatan dan investasi yang akan didanai oleh dana BLM. Usulan tersebut harus disetujui oleh pihak desa dalam hal ini VWG. Halaman 41

Ativitas Pokmas dengan dana BLM antara lain menyelesaikan inventarisasi sumber daya pesisir, mengembangkan pengelolaan pesisir terpadu berbasis desa, mendorong dialog dan konsensus dengan desa-desa yang berdekatan serta pengguna sumber daya pesisir. Dana BLM juga bisa digunakan untuk kegiatan terkait pengelolaan SDA seperti pembangunan menara pengawas, kegiatan pokmaswas, peralatan perahu atau mesin perahu untuk pengawasan, peralatan dan bahan untuk batas DPL atau daerah pengelolaan, kampanye untuk penyadaran, lomba untuk pelestarian ekosistem, serta aktivitas terkait lainnya seperti kunjungan atau komunikasi dengan desa sebelah untuk pengaturan atau kerjasama PSDA. Fase 1 Mobilisasi: Persiapan Menyelenggarakan Kemitraan Rapat dengan pelaku kelembagaan dan pemangku kepentingan dari luar; mengusulkan cara dan prosedur untuk keterlibatan, termasuk pertimbangan keadilan Menentukan batasan daerah pengelolaan bersama yang diusulkan, visi bersama dan pendekatan pengelolaan, dan peraturan negosiasi Fase 2 Proses Perencanaan: Penentuan Sasaran Inventaris Sumber Daya Masyarakat/Analisa Keadaan Mengumpulkan informasi mengenai masalah ekologi dan sosial, termasuk peta, pencitraan satelit, dan lain-lain. Analisa pemangku kepentingan Penyediaan informasi pasar Menentukan sasaran biologis, ekologis, sosial dan ekonomi yang diperlukan untuk mencapai visi bersama Menentukan langkahlangkah pengelolaan tindakan yang akan diambil untuk mencapai sasaran Meninjau dan kecenderungan perubahan sosio-ekologis saat ini Mendefinisikan masalah yang dihadapi oleh perikanan dan ekosistem pendukungnya Mengidentifikasi faktor utama yang berdampak pada sumber daya pesisir dan penggunaannya oleh para pemangku kepentingan Fase 3: Menegosiasikan Rencana Kesepakatan Pengelolaan Bersama termasuk: dan Apa yang akan dilakukan oleh siapa dengan cara bagaimana; Mekanisme untuk menengahi konflik dan berbagi fungsi pengelolaan sumber daya pesisir; Hak dan tanggung jawab di antara para pemangku kepentingan; Kesepakatan mengenai protokol Inventaris Sumber Daya Masyarakat/Analisa Keadaan Halaman 42

Gambar 3.1 Fase Mobilisasi, Proses Perencanaan dan Inventarisasi Sumber Daya Pesisir Kelompok Pembangunan Prasarana Setiap desa akan dibentuk 1 Kelompok Pembangunan Prasarana. Kelompok ini bertanggung jawab untuk penyelenggaraan kegiatan pembangunan prasarana yang konsisten dengan pagu anggaran yang tersedia dan komitmen untuk memberikan kontribusi inkind dalam bentuk barang, jasa, dan tenaga yang diperkirakan sebesar 20% dari perkiraan biaya pembangunan prasarana. Kelompok ini akan bekerja sama dengan VWG, TPD, konsultan, PIU, dan tenaga ahli teknis yang diperlukan untuk menilai kelayakan teknis proyek dan perkiraan biaya awal. Setelah pemilihan kebutuhan prasarana desa disepakati, maka kelompok ini akan bekerja sama dengan TPD, konsultan, dan PIU untuk menyusun rincian biaya, rancangan kegiatan, pengadaan barang, kontribusi barang dan jasa dan modalitas pemeliharaan. Prasarana yang akan dipilih dan dibangun wajib mempertimbangkan (a) memberikan manfaat atau peran langsung maupun tidak langsung dalam penggunaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan di desa itu, atau (b) memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung atas meningkatnya pendapatan kelompok sasaran. Contoh kegiatan pembangunan prasarana meliputi: pembangunan atau perbaikan dermaga; penyediaan air bersih (yang dapat mendukung pengolahan ikan); jalur sepeda motor yang menghubungkan ke jalan raya atau pasar; listrik tenaga surya untuk meningkatkan komunikasi (ramalan cuaca, informasi harga pasar, peringatan untuk penangkapan ikan yang merusak). Proposal pembangunan prasarana ini diajukan kepada PIU. Kemudian PIU melakukan review terhadap proposal tersebut. PIU dapat menolak usulan tersebut karena: (a) Halaman 43

alasan teknis, atau (b) usulan dinilai tidak memberikan kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan di masyarakat sasaran. Jika PIU menerima proposal tersebut, maka diajukan kepada Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir untuk direview apakah proposal layak dibiayai. Jika Komite menyetujuinya, akan merekomendasikan kepada PIU untuk dibiayai. Selanjutnya Ketua PIU akan menetapkan persetujuan kegiatan pembangunan prasarana masyarakat dan akan mentransfer dana ke rekening Kelompok Pembangunan Prasarana Masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku. Kelompok Usaha Kelompok usaha akan dibentuk untuk kegiatan ekonomi tertentu misalnya budidaya laut, perikanan tangkap, pengolahan dan pemasaran oleh rumah tangga masyarakat pesisir yang berminat. Keanggotaan berdasarkan rumah tangga, dan satu Kelompok Usaha akan terdiri dari rata-rata 10 rumah tangga atau 8-12 rumah tangga per kelompok. Untuk menjaga dan mempertimbangkan rasa keadilan maka tidak boleh dalam 1 rumah tangga, lebih dari 1 orang tergabung dalam 1 Kelompok Usaha yang sama. Proyek ini dapat bekerja sama dengan kelompok yang sudah ada dan bisa mengembangkan usaha yang sukses atau membentuk kelompok baru, selama kegiatan usaha yang diusulkan mereka layak dan konsisten dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan perencanaan pembangunan desa pesisir (VDP) yang masuk dalam koridor dokumen Proyek PMP. Pada tahun pertama, kelompok yang ada dengan kinerja dan prospek yang baik untuk beradaptasi sesuai dengan indikator keberhasilan Proyek akan menjadi fokus utama untuk didukung Proyek PMP. Pada tahun kedua akan lebih banyak kelompok usaha yang muncul dari masyarakat setelah mendapat pengalaman dan pembelajaran dari Kelompok Usaha tahun pertama. Proyek ini akan membuka peluang baru untuk proses adopsi terakhir di tahun ketiga dari siklus pembangunan masyarakat desa pesisir. Halaman 44

Keterlibatan wanita dalam kegiatan usaha berorientasi pada produksi akan menjadi tantangan bagi beberapa Kelompok Usaha, terutama kelompok usaha yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan. Namun, wanita sangat didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan usaha budidaya perikanan, pengolahan dan pemasaran, pembangunan prasarana masyarakat, dan penggalangan tabungan. Sebagai pedoman, dalam satu kelompok usaha, satu dari tiga anggota kelompok atau minimal 30% harus wanita. Jika pedoman ini tidak dapat dipenuhi maka pertimbangan mainstream gender gagal dilaksanakan dan konsekuensinya alokasi dana untuk desa tersebut dapat dikurangi. Proses seleksi dan alokasi dana BLM akan mengikuti proses yang disebutkan di atas dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan kelompok usaha ini memiliki dimensi keuangan yang lebih besar dan keragaman pengeluaran, maka kelompok ini perlu diberikan perhatian dan pengawasan yang lebih besar. Contoh kegiatan Kelompok Usaha meliputi: budidaya rumput laut, tambak garam, rumpon, pengolahan ikan, penangkapan dan budidaya kepiting hijau/rajungan, keramba ikan. Proses pembentukan Kelompok Usaha dan/atau seleksi anggota, sebagai berikut: a. Proses revitalisasi kelompok yang sudah ada di desa dan dianggap sudah memenuhi persyaratan untuk mengembangkan usaha sesuai dengan dokumen Proyek PMP; b. Jika dibentuk Kelompok Usaha baru maka VWG dibantu oleh TPD dan staf PIU teknis memberikan keterangan tentang dasar pemikiran, konsepsi Proyek, dan proses pembentukan Kelompok Usaha kepada masyarakat yang menjadi sasaran Proyek; c. Rumah tangga pesisir yang memenuhi persyaratan difasilitasi oleh TPD dan staf PIU untuk membentuk kelompok. Kelompok Usaha yang dibentuk, diajukan secara Halaman 45

resmi dan didaftarkan kepada pemerintahan desa/kelurahan untuk ditetapkan oleh kepala desa. d. TPD dan anggota PIU memberikan pelatihan mengenai pengelolaan usaha kelompok, pengelolaan keuangan dan membantu Kelompok Usaha mempersiapkan proposal yang berisi rincian proyek termasuk spesifikasi teknis, biaya dan perkiraan modal, penentuan keberlanjutan sumberdaya pesisir bekerjasama dengan Kelompok Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, rincian kontribusi barang dan jasa, dan alokasi tanggung jawab kelompok. Project Implementation Manual akan memberikan contoh untuk informasi proyek dan proses kelompok yang terlibat; e. TPD dan PIU akan memverifikasi kelayakan teknis dan finansial, mungkin dalam hubungannya dengan lembaga bank atau kredit mikro dan mencari sinergi antara kelompok-kelompok yang ada dalam satu desa; f. Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB) akan melakukan proses review proposal kelompok secara transparan dengan tujuan agar proses ini 'semikompetitif', di mana proyek yang lebih baik disetujui untuk tahap pertama, seleksi sementara proyek yang kurang menarik masih bisa dilakukan dalam tahap kedua; g. Setelah proposal teknis direview oleh PIU dan rekomendasi dari DOB diberikan, maka Kelompok Usaha tersebut akan resmi terdaftar di desa dan ditetapkan di Dinas Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan prosedur keuangan PIU maka Kelompok Usaha tersebut akan membuka rekening atas nama kelompok dan PIU mengatur transfer dana BLM ke rekening kelompok; h. PIU mungkin memerlukan revisi rincian teknis atau keuangan dari proposal untuk memenuhi kriteria yang jelas. Jika terjadi kegagalan dalam menyelesaikan masalah / keuangan, PMO dapat diminta untuk membuat penetapan terhadap pendanaan proyek. Halaman 46

Kelompok Tabungan Anggota kelompok tabungan adalah rumah tangga miskin desa sasaran. Mereka adalah rumah tangga miskin yang kekurangan modal. Rumah tangga ini belum memenuhi persyaratan untuk membentuk Kelompok Usaha sebagaimana disebutkan di atas, akan tetapi mereka adalah kelompok marginal yang harus diperhatikan. Untuk itu dilakukan upaya persuasi dan pendekatan agar individu-individu yang belum memenuhi persyaratan ini mau bergabung dalam satu kelompok yang disebut Kelompok Tabungan. Kelompok Tabungan ini akan memungkinkan rumah tangga pesisir untuk mengembangkan budaya menabung dan mengumpulkan modal awal yang dapat digunakan sebagai kontribusi yang secara bertahap akan berevolusi membentuk Kelompok Usaha baru. Setidaknya satu dari empat Kelompok Tabungan wajib kelompok wanita, meskipun pengalaman menunjukkan bahwa wanita kemungkinan menjadi peserta aktif dalam kelompok tersebut. Gambar 3.2. Struktur Kelembagaan VWG dan Kelompok lainnya Halaman 47

Dalam Proyek PMP ini kegiatan investasi dilaksanakan oleh Kelompok Pembangunan Prasarana Masyarakat dan Kelompok Usaha dengan uraian sebagaimana tercantum pada tabel 2.2 di bawah ini: Tabel 3.2. Kelompok Usaha yang Mengembangkan Investasi Jenis Kelompok Tanggung Rekening Kepemilikan Sumbangan Investasi yang jawab bank aset tetap penerima bertanggung kelompok kelompok akibat manfaat jawab Kelompok Kelompok Pengelolaan Ya. Digunakan Berdasarkan 20% barang Pembangunan pengguna konstruksi untuk kebijakan dan jasa Prasarana prasarana prasarana anggaran nasional. ataupun (Infrastructure Group atau IG): Prasarana ekonomi berskala kecil 8 s/d 10 orang dan O & M Pengaturan O & M harus menjadi bagian dari proposal proyek dan tidak dibiayai dari BLM pembangunan fisik, kemudian untuk biaya teknis dan O & M Jika aset ini dimiliki masyarakat, maka aset ini dimiliki dan dikelola kelompok atas nama masyarakat uang tunai dari masyarakat. Pengaturan terhadap O & M yang tengah berlangsung. Kelompok Kelompok Pengelolaan Ya. Digunakan oleh 20% barang Usaha Usaha penuh untuk hibah Kelompok dan jasa (Enterprise Groups atau EG) Minimal 8 s/d 10 orang terhadap investasi awal dan awal, kemudian untuk Usaha ataupun uang tunai dari anggota Halaman 48

kegiatan perusahaan yang tengah berlangsung tabungan pendapatan lebih dari kelompok melalui skema tabungan kelompok kelompok usaha Rumah Tangga Masyarakat Pesisir yang menjadi anggota kelompok usaha Proyek PMP: a. Rumah tangga masyarakat pesisir yang memiliki aset dan tenaga kerja yang sehari-hari mata pencaharian utamanya merupakan usaha perikanan tangkap, usaha perikanan budidaya, usaha pengolahan dan pemasaran dalam skala usaha kecil sampai menengah. Rumah tangga ini rentan terhadap perubahan status ekonomi, sebagian besar berada diatas garis kemiskinan namun pada musim tertentu berubah menjadi dibawah garis kemiskinan. b. Rumah tangga masyarakat pesisir dengan aset yang terbatas, sehingga mempunyai akses yang terbatas untuk memanfaatkan sumber daya pesisir, seperti untuk perikanan tangkap, kelompok ini termasuk para pemilik perahu kecil/katinting dengan mesin tempel yang memiliki HP kecil, kru kecil (1-2 orang), dan peralatan jarak terbatas, serta untuk operator budidaya perikanan, dan pedagang ikan tibo-tibo/bakul/pengepul. Kategori ini termasuk rumah tangga dengan aset produksi terbatas yang membatasi investasi dan pengoperasian mereka. Secara umum mereka berada dalam batas-batas garis kemiskinan yang sangat rentan dan dapat berubah sewaktu-waktu status ekonominya menjadi dibawah garis kemiskinan. c. Rumah tangga masyarakat pesisir dengan aset produksi yang sangat dasar, sumber daya pesisir yang tersedia untuk mereka terbatas, peluang lapangan kerja juga terbatas untuk meningkatkan pendapatan mereka seperti nelayan dengan Halaman 49

kapal tanpa motor misalnya cadik, sampan atau kano, semuanya memiliki modal, kemampuan dan kecepatan yang sangat terbatas, yang membatasi akses mereka dalam hal peralatan yang digunakan, kapasitas pengolahan hasil tangkapan, dan jarak dari pendaratan ke tempat penangkapan ikan. Hanya sedikit dari rumah tangga ini yang terlibat dalam budidaya perikanan kecuali sebagai buruh nelayan. Secara umum mereka ini adalah kaum marginal yang berada di bawah garis kemiskinan. d. Rumah tangga masyarakat pesisir tanpa aset yang memadai dan memiliki akses yang sangat terbatas untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir. Mereka bekerja sebagai buruh yang tidak memiliki keterampilan, seperti nelayan muda yang bekerja untuk saudara mereka dan perempuan pengumpul kepiting dan spesies lain, yang berskala kecil bahkan seringkali hanya bersifat paruh waktu. Mereka ini adalah kaum marginal yang strata sosialnya berada di bawah garis kemiskinan atau the poorest of the poor, sering kurang berminat untuk membentuk kelompok usaha dan bersifat nrimo (hanya mengharapkan bantuan). Kelompok ini menjadi sasaran dari kelompok tabungan. 3.4 Inventarisasi Sumberdaya (Resource Inventory) Inventarisasi sumberdaya ini penting untuk mengetahui seberapa besar potensi Desa/Kelurahan dapat mengakomodasi kegiatan usaha kelompok. Sumberdaya manusia perlu dihitung, berapa jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya kelautan dan perikanan. Demikian pula sumberdaya alam perlu diprediksi potensinya untuk dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha kelautan dan perikanan. Inventarisasi sumberdaya ini merupakan kajian ilmiah, sehingga sebaiknya dilakukan oleh suatu lembaga yang kompeten. Dari hasil kajian inventarisasi sumberdaya, dapat ditentukan berapa banyak masing-masing pokmas usaha dapat dibentuk di daerah tersebut. Hasil dari inventarisasi sumberdaya ini nantinya dapat Halaman 50

digunakan secara lebih luas dalam penyusunan pengelolaan pesisir secara terintegrasi (ICM Integrated Coastal Management) pada sub bab 3.7.. 3.5 Pendampingan Kelompok Dalam proses implementasi tersebut, salah satu faktor utama yang perlu diperhitungkan dalam penyusunan dan pelaksanaan adalah pengembangan SDM, khususnya Tenaga Pendamping Desa (TPD) yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi serta menjawab tantangan yang dihadapi. Penyediaan TPD akan berjalan efisien dan optimal, jika Pemerintah mampu menyediakan sumber daya manusia dengan keahlian yang dibutuhkan. Tenaga Pendamping ini bisa berasal dari Penyuluh Perikanan PNS ataupun outsourcing/kontraktual, yang ditempatkan dan ditugaskan oleh Proyek PMP di 12 kabupaten/kota terpilih dalam mendampingi masyarakat pesisir (nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan serta keluarganya) dalam meningkatkan usaha yang dilakukan dalam bidang kelautan dan perikanan. Tenaga pendamping ini penuh waktu (full time) sebanyak 3 orang, ditambah tiga orang tanaga penyuluh PNS dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, atau seluruhnya tenaga pendamping kontrak. Kriteria TPD Tenaga Pendamping Desa (TPD) akan secara kompetitif direkrut oleh PIU dan bekerja penuh waktu (full time) untuk proyek ini dan tinggal di desa/kelurahan. Awalnya dengan kontrak satu tahun yang dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi kinerja. Kerangka acuan dan kualifikasi untuk TPD tersedia di bawah ini. TPD akan menetap di desa/kelurahan sasaran yang dibina. Pada tahun pertama sepasang TPD (sebaiknya Halaman 51

satu perempuan dan satu laki-laki) akan tinggal dan bekerja di masing-masing tiga desa. Dari tahun kedua dan seterusnya, masing-masing TPD akan mengambil tanggung jawab penuh terhadap satu desa baru di setiap tahun (satu desa baru di Tahun 2 dan satu lagi di Tahun 3) sambil terus melaksanakan tanggung jawab untuk desa/kelurahan awal. Proyek ini akan menyediakan tunjangan transportasi /dan atau penginapan untuk TPD untuk perjalanan mereka menuju desa-desa di luar tempat tinggal mereka saat itu dan menuju kabupaten/kota. Perpanjangan kontrak akan didasarkan pada kinerja, dan insentif berbasis kinerja tambahan dapat dipertimbangkan. TPD dibantu konsultan akan diawasi dan dievaluasi oleh staf Dinas/PIU Kabupaten/kota. Kriteria untuk Tenaga Pendamping Desa, sebagai berikut: 1. Bersedia tinggal di tempat tugas atau masyarakat pesisir binaannya atau desa sasaran; 2. Pendidikan minimal lulusan D3 bidang kelautan dan perikanan lebih diprioritaskan yang sarjana; 3. Memiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun, untuk kegiatan pembinaan masyarakat; 4. Bersedia membina satu sampai tiga desa pesisir sasaran; 5. Memahami tata nilai, adat istiadat, bahasa dan sosial budaya masyarakat setempat; 6. Bersedia melaksanakan tugas sesuai kontrak kerja selama 1 tahun, dan mau diperpanjang setiap tahunnya; dan 7. Tidak meninggalkan tempat tugas lebih dari 2 minggu secara berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, kecuali untuk melaksanakan tugas/dinas luar. Halaman 52

3.6 Rencana Pegelolaan Pesisir Terpadu (ICM) Prinsip dan Tujuan ICM Pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu perlu diadopsi karena pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut menterpadukan ekosistem darat dan laut; keterpaduan antar sektor, keterpaduan antar kepentingan pusat dan daerah serta keterpaduan sains dan manajemen. Dalam rangka pembangunan nasional, maka perlu dipadukan dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pulau besar dan pulau kecil serta daerah penyangga (pheri-pheri), di pesisir maupun pulau-pulai kecil serta wilayah perbatasan. Keterpaduan menjadi keharusan sesuai dengan mandat UU Nomor 27/2007 juncto UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PPK serta UU No. 32/2014 tentang Kelautan. Undang-undang tersebut mewajibkan setiap dunia usaha meliputi swasta, koperasi, BUMN/BUMD serta UMKM yang memanfaatkan ruang laut harus memiliki izin lokasi dan izin pengelolaan serta rambu-rambu untuk melestarikan sumberdaya pesisir. Secara teoritis ICM berfokus pada tiga tujuan operasional, yaitu pertama memperkuat sektor manajemen yang dapat ditempuh melalui pelatihan, legislasi dan pengorganisasian. Pada bagian yang pertama menekankan pada pengembangan sumber daya manusia terutama masyarakat pesisir agar memahami pentingnya pembangunan berkelanjutan. Bagian ini tidak hanya menyasar pada masyarakat sebagai pelakunya, tetapi juga pemerintah sebagai pemangku kepentingan yang menentukan kebijakan serta konstruksi yuridis sementara pengorganisasian dapat diperankan oleh pemerintah dan juga kelompok masyarakat termasuk di dalamnya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Halaman 53

Tujuan yang kedua adalah melestarikan dan melindungi produktivitas dan keberagaman biologi dari ekosistem pesisir terutama terhadap pencegahan pengrusakan habitat, polusi dan eksploitasi yang berlebihan. Bagian kedua menekankan pada upaya pelestarian lingkungan, perlindungan terhadap komponen biologis serta produktivitas ekosistem pesisir sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Bagian yang ketiga adalah secara dinamis dan berkelanjutan proses administrasi dan penggunaan, pengembangan dan perlindungan dari wilayah pesisir dengan segala sumberdaya yang ada diwilayah tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan bersama secara demokratis. Tujuan yang ketiga menekankan pada kekuatan administrasi. Menyusun Rencana Pengelolaan Pesisir Proses pelaksanaan pengelolaan pesisir terpadu diawali dengan identifikasi potensi dan identifikasi berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir yang dikenal dengan kegiatan Inventarisasi Sumber Daya (Resource Inventory), dimana pada tahapan ini akan dihasilkan profil desa. Tahap berikutnya dilakukan persiapan program dengan menyusun dokumen perencanaan pengelolaan pesisir yang diawali dengan identifikasi untuk mempertajam isu dan mencari informasi lebih detail dari isu yang telah diperoleh melalui resource inventory yang akan menghasilkan dokumen perencanaan pengelolaan pesisi berbasis desa. Dokumen perencanaan pesisir didorong untuk diadopsi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) atau rencana kerja kelurahan. Kegiatan yang telah direncanakan akan dilakukan adopsi pendanaan melalui program CCDP ataupun dukungan dari pemangku kepentingan lainnya dalam berbagai kegiatan yang terintegrasi. Kegiatan masyarakat sebelumnya telah berjalan berkaitan dengan Halaman 54

pengelolaan wilayah pesisir termasuk di dalamnya adalah kebiasaan dan kearifan lokal turut dimasukkan dalam rencana kegiatan sebagai bentuk legislasi dan penguatan. Pelaksanaan program pengelolaan pesisir terpadu berjalan dengan sepengatahuan perangkat desa dan koordinasi antara Village Working Groups (VWG) dengan kelompok masyarakat (pokmas) yang telah dibentuk untuk program CCDP IFAD. Kegiatan sebelumnya yang telah berjalan dan masuk dalam rencana aksi menghasilkan berbagai aksi nyata di berbagai lokasi. Selanjutnya kegiatan tersebut perlu di monitoring dan evaluasi agar diketahui sejauh mana pencapaian yang telah dikerjakan. Program CCDP diawali dengan menyelenggarakan kegiatan resource inventory sejak tahun 2013 yang berjalan paralel dengan kegiatan lainnya, seperti pembentukan kelompok, pembangunan infrastruktur dan pelatihan. Perencanaan pengelolaan berbasis desa merupakan model yang dipersiapkan sebagai bentuk implementasi konsep adaptive management (AM), yaitu konsep pengelolaan sumberdaya dengan proses berulang-ulang dan mengembangkan keterlibatan untuk mengelola sumberdaya alam. Perencanaan pengelolaan pesisir terpadu dengan batas geo-administrasi desa tidak dipaksakan sejak awal karena pelaksanaan program dalam kondisi singkat dan pembangunan masyarakat agar segera berjalan semakin mendesak. Pertimbangannya juga atas kesadaran untuk membuat sebuh konsep perencanaan tidaklah mudah. Namun demikian, aspek keterpaduan telah menjadi bagian dari penataan program. Terlihat dari model kelompok yang dibangun dan keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya pada wilayah yang sama yang menunjukkan bahwa secara konsepsi pelaksanaan CCDP sudah sejak awal mempertimbangkan dukungan ICM. Halaman 55

Selain itu, pembentukan kelompok masyarakat yang berperan sebagai kelompok pengelola sumberdaya alam (PSDA) atau (Community Based Coastal Resource Management/ CBCRM) semakin menunjukkan bahwa ICM begitu penting pada penyelenggaraan program pembangunan masyarakat pesisir. Desa/kelurahan yang menjadi sasaran CCDP IFAD perlu dibekali dengan dokumen perencanaan ICM, dan beberapa desa telah menerapkan pembangunan dengan berdasar pada strategi dan program yang telah dirancang dengan membuat dokumen perencanaan ICM berbasis desa. Resource Inventory (Inventarisasi Sumber Daya) Inventarisasi sumberdaya pesisir (resource inventory) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengkaji potensi sebaran ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Kegiatan inventori dilakukan untuk mendapatkan informasi yang aktual dan faktual mengenai status ekosistem nya serta potensi sumberdayanya untuk menjadi bahan pertimbangkan dalam merumuskan strategi pengelolaan. Halaman 56

Kegiatan resource inventory penting dilakukan selain untuk kebutuhan penyusunan rencana pengelolaan pesisir juga saat mengawali proyek untuk mendapatkan gambaran yang tepat dalam menyasar kebutuhan masyarakat. Pada umumnya sebelum melakukan survei lapangan akan terlebih dahulu dilakukan kajian singkat mengandalkan data-data sekunder yang dapat diperoleh dari kajian-kajian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti data-data statistik, peta dasar administrasi dan jurnal penelitian. Pencarian referensi ini akan efektif terlaksana melalui koordinasi langsung dengan berbagai pihak terkait yang lebih mengetahui kondisi. Beberapa informasi yang berkaitan dengan biofisik sumberdaya pesisir dan laut adalah sebagai berikut : a. Kondisi perairan budidaya yang berkaitan dengan usaha marikultur yang berbasis darat maupun laut. Data yang dikumpulkan berupa lahan potensial untuk marikultur, komoditi bernilai ekonomis, ketersediaan benih dan pakan, saluran distribusi dan permasalahan dalam usaha marikultur berdasarkan pengalaman. b. Kondisi perikanan tangkap, berbagai informasi yang berkaitan kondisi perikanan tangkap, yaitu jumlah tangkapan, jenis tangkapan, lokasi penangkapan, musim penangkapan, ukuran armada pendangkapan (perahu/kapal), jenis alat tangkap, sumberdaya manusia untuk mendukung penangkapan, sarana prasarana pendukung. c. Kondisi dan sebaran sumberdaya pesisir dengan identifikasi ekosistem utama pesisir, seperti mangrove, padang lamun, terumbu karang dan yang terasosiasi dengannya. Informasi yang diidentifikasi berkaitan dengan terumbu karang, misalnya komposisi jenis, persentase tutupan, tingkat kerusakan dan sebaran. Informasi tentang hutan mangrove, yaitu jenis mangrove, kerapatan dan sebaran. Informasi tentang plankton meliputi komposisi jenis, kelimpahan dan sebaran. Selain ekosistem tersebut juga biota laut lainnya meliputi biota yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu ikan, moluska, krustacea dan ekinodermata yang juga mencakup informasi komposisi jenis, kepadatan dan sebaran Halaman 57

d. Komponen abiotik wilayah pesisir berupa data geomorfologi dan dinamika perairan, meliputi topografi pantai, material pantai, bentuk pantai, abrasi pantai, sedimentasi dan karakteristik kelautan yang meliputi arah angin, kecepatan angin, tinggi gelombang, arus dan kedalaman. Hal lain adalah parameter kualitas air, seperti potential of Hidrogen atau ph, salinitas, oksigen terlarut maupun suhu. Aspek sosial ekonomi dilakukan dengan proses observasi ketika berkungjung ke lokasi untuk mendapatkan informasi dari masyarakat dengan metode indepth interview serta Focus Group Discussion (FGD) dan studi kasus. Aspek sosial ekonomi disajikan secara deskriptif, yaitu menggambarkan status masyarakat pesisir yang bermukim pada lokasi kegiatan termasuk objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun berbagai peristiwa yang membentuk konstruksi sosial masyarakatnya. Identifikasi dan Analisis Isu Pengelolaan Pesisir Proses pengumpulan informasi dan penentuan masalah-masalah sumberdaya pesisir yang ada di desa, sebab dan akibat dari permasalahan, dan penanganan isu yang direkomendasikan atau diusulkan dalam rencana pengelolaan. Terdapat 4 kategori isu yang penting untuk di identifikasi: a. Identifikasi Pemangku Kepentingan (stakeholder) Identifikasi pemangku kepentingan di desa memegang peranan penting dalam pengelolaan pesisir terpadu. Identifikasi pemangku kepentingan di desa penting untuk dilakukan sebelum menyusun dokumen perencanaan desa. Identifikasi stakeholder dilakukan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai pihak atau kelompok yang perlu dilibatkan secara langsung dalam proses pengelolaan. b. Identifikasi Isu Kependudukan Identifikasi isu penduduk, dilakukan sebagai bentuk penilaian partisipatif secara cepat terhadap masyarakat dilakukan dengan memasukkan indikator atau Halaman 58

pertanyaan dalam rangka menilai demografi. Untuk mengetahui mengenai kondisi dan karateristik kependudukan dilakukan dengan membuat pertanyaan pertanyaan yang menggambarkan dan menilai data data demogrfi penduduk. c. Identifikasi isu Gender Identifikasi isu Gender, dilakukan untuk memahami sebab dan akibat keterlibatan gender. Penilaian partisipatif dapat dilakukan dengan metode Penilaian Partisipatif (Participatory Appraisal) berdasarkan perspektif kesetaraan gender. d. Identifikasi isu lingkungan Identifikasi isu lingkungan, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan di kawasan pesisir. Identifikasi isu dilakukan oleh tim bersama masyarakat, pada prinsipnya tim mendampingi masyarakat untuk melakukan identifikasi isu. Identifikasi Isu dapat di dapat dilakukan dengan beberapa cara melalui PRA, Meta Plan, FGD, Wawancara, dan Community Mapping. Hasil identifikasi isu dapat diperoleh banyak sekali isu yang muncul berdasarkan informasi dari masyarakat serta hasil observasi di lapangan. Agar memiliki fokus dalam melakukan perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, perlu dilakukan penentuan isu strategis yang menjadi fokus utama untuk diselesaikan. Gambaran mengenai isu dan upaya yang dapat dilakukan dalam menangani isu ini dapat dirangkum dalam suatu profil. Profil wilayah pesisir merupakan gambaran umum berisi informasi tentang kondisi permasalahan atau isu-isu yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Halaman 59

Implementasi Rencana Pengelolaan Pesisir Setelah tanggapan dan masukan dari semua masyarakat dianalisis dan berbagai perbaikan dilakukan, Rencana Pengelolaan wilayah Pesisir Terpadu Desa selesai disusun diajukan oleh ketua tim Inti secara formal untuk disyahkan melalui Peraturan Desa, sehingga dapat diadopsi atau menjadi bagian menjadi Rencana Pembangunan Desa untuk wilayah pesisir dan laut, selanjutnya perencanaan ini sudah dapat diintegrasikan dan direkomendasikan kedalam proses pembangunan mulai dari Musrenbang Desa, rakorbang di kecamatan dan kabupaten dan selanjutnya duajukan untuk kepada masing masing SKPD untuk dianggarkan pada APBD/APBN. Untuk kegiatan Program CCDP IFAD, Implementasi kegiatan dilakukan oleh kelompok masyarakat yang bertindak sebagai pengelola sumberdaya utama dan usaha di Desanya. Pendanaan dan bantuan teknis dapat diberikan oleh CCDP-IFAD melalui Ditjen KP3K dan PIU, Dinas KP Kabupaten/Kota sesuai dengan sistem anggaran pembangunan yang berlaku. Kegiatan dalam rencana pengelolaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi di Desa. Penyesuaian dan perubahan dilakukan secara terbuka atas persetujuan masyarakat kelompok masyarakat pengelola, dan didukung oleh Pemerintah Desa. Tahapan Pelaksanaan ICM adalah sebagai berikut : Sosialisasi ICM dan penyadaran masyarakat desa CCDP Membangun komitmen dan rasa memiliki masyarakat Penyusunan perencanaan oleh masyarakat sendiri Identifikasi & penentuan issue dan prioritas oleh Masyarakat Penyusunan draft perencanaan ICM awal Mulai dari apa yang dimiliki masyarakat (pengetahuan, sumber daya, kelembagaan, pemimpin, pembukuan) Halaman 60

Keputusan desa berdasarkan musyawarah yang demokratis Supervisi dan penguatan dari Dinas KP/PIU difasilitasi Konsultan dan TPD/Penyuluh Strategi Pelaksanaan Pesisir Terpadu Pendamping masyarakat secara penuh waktu Menangani masalah utama yg disepakati Penekanan pada pengembangan kapasitas masyarakat secara intensif Pendekatan adaptive-management Menggunakan metode formal dan informal Membangun kesepakatan dan partisipasi masyarakat yang tinggi Pengarus utamaan gender, wanita sebagai development agent. Implementasi Rencana Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut terpadu pada CCDP diselenggarakan dengan berbasis masyarakat ditingkat Desa, merupakan rencana pengelolaan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat setempat (swasta, Pok mas,lmsm, masyarakat adat dan lainya ). (Pendalaman berkaitan dengan implementasi ICM pada kegiatan CCDP dapat dilihat pada panduan praktis ICM 2016 dan buku Pengelolaan Pesisir Terpadu 2016 yang dipublikasi CCDP). 3.7 Pengembangan Ekowisata Ekowisata Bahari merupakan suatu kegiatan wisata yang berwawasan kelestarian sumberdaya dan lingkungan pesisir dan lautan. Ekowisata Bahari memanfaatkan daya tarik sumberdaya hayati pesisir dan lautan dan pulau-pulau kecil untuk Halaman 61

menyelamatkan lingkungan dan memberi mata pencaharian bagi masyarakat pesisir meningkatkan kemampuan ekonomi dengan menambahkan pendapatan dan membuka lapangan kerja baru. Konsep ekowisata bahari diangkat karena dewasa ini wisata bahari yang dikelola secara komersil oleh pihak swasta tidak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat lokal dan kesadaran tentang pelestarian lingkungan pesisir dan lautan masih minim, sehingga isu kerusakan lingkungan pesisir dan lautan sering kita dengar. Ekowisata bahari ini diharapkan bisa menjadi suatu bentuk pengelolaan khusus wisata bahari yang lebih baik sehingga bisa mengurangi dampak negatif lingkungan bahari dan budaya setempat serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat dan nilai konservasi bahari. Konsep ekowisata yang menghargai potensi sumberdaya lokal, juga diharapkan bisa mencegah terjadinya isu perubahan kepemilikan lahan, tatanan sosial, dan budaya masyarakat karena masyarakat itu sendiri yang menjadi pelaku dan penerima manfaat utama dari kegiatan ini. Oleh karena itu, ekowisata bahari menjadi penting untuk dibuat berkelanjutan untuk mencegah kepunahan kelestarian bahari Indonesia yang dikenal keindahannya itu. Pengembangan ekowisata bahari yang berkelanjutan merupakan suatu proses yang panjang, diawali dengan perencanaan pengelolaan yang bersifat menyeluruh dan terpadu, kemudian pelaksanaan, pengelolaan usaha ekowisata serta monitoring dan evaluasi kegiatan. Para pihak/stakeholder yang memiliki kepentingan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan terutama masyarakat lokal pesisir harus turut campur dalam setiap proses terutama dalam menyusun perencanaan pengelolaan tersebut untuk bisa merangkul segenap kepentingan semua pihak secara adil dan terbuka. Peran aktif masyarakat lokal pesisir menjadi prioritas dan mutlak dalam setiap proses karena mereka memiliki Halaman 62

kearifan lokal dan pengetahuan tentang lingkungan pesisirnya dan budaya daerahnya yang menjadi potensi dan nilai jual sehingga menjadi daya tarik wisata. Mereka mempunyai hak dalam mengelola alam yang mereka punya dan tinggali Beberapa isu yang umum muncul dalam pengembangan ekowisata bahari adalah: 1. SDM masih rendah SDM masih menjadi permasalahan yang sangat umum terjadi di wilayah pesisir disebabkan oleh berbagai hal di antaranya infrastruktur yang belum memadai dan aspek psikologi masyarakat itu sendiri. Kurangnya infrastruktur seperti ketersediaan sekolah, fasilitas, dan berbagai kebutuhan lainnya membuat masyarakat pesisir sulit untuk mengakses ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Secara psikologi, dan juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi membuat masyarakat pesisir menjadi menomorduakan aspek pendidikan karena masih banyaknya di wilayah pesisir, anak-anak usia sekolah sudah tidak bersekolah lagi tetapi beraktivitas, bekerja, atau mencari uang. 2. Ekowisata hanya sebagai branding pemasaran. Dalam kondisi ideal ekowisata semestinya memberikan aspek edukasi kepada masyarakatnya sebagai pengelola, serta pengunjungnya berkaitan dengan upaya pelestarian sumber daya alam yang dikunjunginya. Namun, karena pemahaman yang masih kurang, ekowisata terkadang tidak ada bedanya dengan wisata, dimana pengelolaan ekowisata hanya menargetkan banyaknya jumlah pengunjung sehingga terkadang mengabaikan aspek edukasi tersebut. 3. Media interpretasi belum maksimal. Media interpretasi merupakan alat bantu yang disediakan di suatu lokasi ekowisata untuk memberikan penjelasan kepada pengunjung selain disampaikan oleh pelayan wisata. Media interpretasi ini dapat berupa audio, visual dan audio visual yang menceritakan tentang upaya pelestarian sumber daya alam di lokasi. Di beberapa lokasi ekowisata masih banyak tidak memiliki media interpretasi. Halaman 63

4. Konflik kepentingan Konflik kepentingan bisa terjadi dalam upaya pengembangan ekowisata karena di suatu lokasi ekowisata bisa saja merupakan lokasi yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan tentunya sifat dari pemanfaatan wilayah pesisir dan laut adalah terbuka (open access). 5. Tantangan koordinasi lintas sektoral. Pengembangan ekowisata akan membutuhkan keterlibatan dari semua pemangku kepentingan (stakeholder) dari berbagai sektor. Sektor yang dimaksud adalah sektor perikanan dan kelautan, sektor pariwisata, sektor ekonomi, sektor sosial budaya, sektor keamanan dan lain-lain. Setiap sektor ini ditangani oleh berbagai lembaga atau instansi yang berbeda, sehingga kegiatan dari berbagai sektor ini perlu diintegrasikan. 6. Pemasaran dan promosi. Pemasaran dan promosi merupakan sebuah komponen yang dibutuhkan dalam rantai bisnis. Ekowisata pada umumnya berada pada suatu kawasan yang jarang bersentuhan dengan orang banyak dan akses yang masih terbatas. Untuk bisa memaksimalkan pemasaran dan promosi, ekowisata perlu dirancang sebagai sebuah destinasi wisata yang eksklusif. Sebuah lokasi ekowisata dipromosikan bukan untuk menghadirkan orang sebanyak-banyaknya, tetapi untuk mendatangkan pengunjung dan nilai investasi sesuai dengan daya dukung lingkungan. 7. Akses, fasilitas, dan infrastruktur Lokasi ekowisata harus mampu mengakomodir keinginan pengunjung untuk mendapatkan kepuasan berekreasi dengan dukungan akses, fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Sebuah lokasi ekowisata sebaiknya dikembangkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas primer yang dibutuhkan oleh pengunjung, misalnya: homestay, toilet, dan kebutuhan makan dan minum. Halaman 64

8. Distribusi donasi. Keuntungan dari pengelolaan ekowisata pada prinsipnya adalah bersifat donasi untuk kelestarian lingkungan. Hal ini berbeda dengan bisnis lainnya, oleh karena itu diperlukan pola distribusi yang adil kepada semua stakeholder. 9. Partnership. Untuk mempercepat pengembangan dari sebuah lokasi ekowisata juga membutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak di luar dari stake holder utama yang ada misalnya: mendapatkan dukungan dari suatu perusahaan, sebagai bentuk dari corporate social responbility (CSR). Beberapa strategi yang umum diperlukan dalam pengembangan ekowisata bahari: 1. Penyampaian informasi Memaksimalkan penyampaian informasi diperlukan dalam upaya pengembangan ekowisata bahari. Informasi yang dimaksud diperoleh dari inventori sumber daya. Kekayaan informasi dari sebuah ekowisata bahari dapat berupa deskripsi dari potensi apa saja yang ada di lokasi tersebut, baik secara biofisik dan ekologi, maupun informasi sosial dan budaya masyarakatnya serta berbagai data-data pendukung lainnya. 2. Pengembangan Kelembagaan Untuk menjalankan pengelolaan ekowisata yang efektif dibutuhkan sebuah lembaga yang dipercaya untuk menjalankan pengelolaannya. Berbicara tentang ekowisata bahari berbasis masyarakat maka pendekatan kelembagaan dapat dilakukan dengan membentuk kelompok masyarakat yang berada di lokasi tersebut. 3. Mengefektifkan jumlah kunjungan Kunjungan yang efektif pada suatu lokasi ekowisata ditunjukkan dengan adanya kontinuitas kunjungan. Maksud dari kontinuitas kunjungan ini adalah adanya pengunjung setiap hari sesuai dengan daya dukung/daya tampung lokasi Halaman 65

ekowisata. Pengunjung yang diharapkan merupakan pengunjung yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. 4. Memperhitungkan daya dukung lingkungan Daya dukung lingkungan perlu diperhitungkan agar pengembangan ekowisata tidak memberikan dampak yang kontra produktif terhadap upaya pelestarian lingkungan. 5. Penanganan konflik Penanganan konflik dalam pengembangan ekowisata berkaitan dengan upaya mengakomodasi kepentingan semua pihak. Sebuah lokasi ekowisata yang dikembangkan pada umumnya memberikan batasan akses pemanfaatan terhadap masyarakat lokal yang bisa saja sudah terbiasa memanfaatkan wilayah tersebut, sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Penanganan konflik untuk mengatasi masalah tersebut bisa saja dilakukan dengan menciptakan alternatif mata pencaharian termasuk di dalamnya sebagai subjek pengelola ekowisata. Sementara pihak pihak lain yang berkaitan dengan penguasaan ataupun kepemilikan dapat dilakukan dengan distribusi donasi. 6. Mengoptimalkan operasional pengelolaan Operasional berkaitan dengan manajemen, juga menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasilnya upaya pengembangan ekowisata berkelanjutan atau tidak. Pengelolaan yang baik didukung pula dengan manajemen yang baik sehingga membutuhkan penguatan kapasitas pengelolanya serta berbagai dukungan lainnya. 7. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana upaya pengembangan ekowisata telah terlaksana. Pada awal pengembangan ekowisata diperlukan perencanaan yang akan dilakukan monitoring dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pencapaian pengembangan sesuai dengan prinsip dan esensi ekowisata. Halaman 66

8. Pemasaran Pemasaran ekowisata dilakukan dengan menargetkan pengunjung secara personal yaitu orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, selain itu juga membuka ruang untuk kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai pihak lainnya agar memperkuat jejaring yang peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan. 9. Keselamatan dan kesehatan Melakukan kunjungan ke sebuah lokasi ekowisata perlu mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan mengingat lokasi ekowisata yang jarang dijamah oleh manusia. Berbagai aktifitas yang dilakukan pada lokasi ekowisata memiliki berbagai resiko yang perlu diantisipasi agar tidak ada kejadian yang memunculkan citra negatif dari ekowisata tersebut. Halaman 67

BAB IV Halaman 68

BAB 4. DUKUNGAN USAHA DAN PEMASARAN Pengembangan Ekonomi Berbasis Kelautan dan Perikanan yang merupakan Komponen 2, terbagi atas dua Sub-Komponen. Yang pertama: Dukungan pengembangan usaha perikanan skala kecil di kabupaten/kota berisi kegiatan yang mengembangkan infrastruktur ekonomi mendukung peningkatan produksi dari Komponen 1 dan pengembangan nilai tambah produksi tersebut. Infrastruktur ekonomi ini dapat berupa bangunan fisik seperti pabrik es, rumah produksi, darmaga kecil, dan lain-lain. Selain bangunan fisik Sub-Komponen didorong bekerjasama dengan dunia usaha (swasta murni, BUMD, koperasi) dalam kemitraan public-private partnership. Sub-Komponen kedua, berupa dukungan pemasaran tata niaga dan rantai nilai. meliputi kegiatan dukungan pemasaran, peningkatan nilai tambah, tata niaga, rantai nilai dan rantai pasok (added value, marketing, value chain and supply chain). Kegiatan Sub- Komponen ini untuk menciptakan peluang pasar bagi kelompok-kelompok usaha dan rumah tangga di desa/kelurahan sasaran serta desa/kelurahan yang bertetangga melalui investasi yang menguntungkan dari produk yang dipilih sebagai komoditas unggulan, sesuai dengan identifikasi permintaan pasar. Kegiatan ini akan dicapai dengan menerapkan pilihan-pilihan intervensi secara sistematis yang dapat menghapus hambatan penting lainnya untuk menciptakan peluang yang menguntungkan antara produsen, pembeli dan pengguna. 4.1 Peluang pasar dan perencanaan strategi intervensi pemasaran Kegiatan yang terkait dengan pengembangan rantai nilai dan pemasaran produk potensial antara lain: (1) Penyusunan potensi ekonomi kabupaten; (2) Penyusunan Road Map Kegiatan Pemasaran; (3) Pemilihan komoditas unggulan; (4) Mengidentifikasi hambatan dalam input, operasional dan output produk dalam Halaman 69

rangkain rantai nilai; (5) Mengidentifikasi Peluang Pasar, Memonitor Perkembangan dan Kapasitas Rantai Nilai; (6) Keterkaitan Pasar, Promosi dan Transfer Teknologi dan Pembangunan Sektor; (7) Menyusun Strategi Pengembangan Rantai Nilai atau Strategi Intervensi Pengembangan; dan (8) Implementasi dari Strategi Intervensi Pemasaran Penyusunan Potensi Ekonomi Kabupaten Kegiatan Pengembangan Usaha berbasis ekonomi kelautan dan Perikanan khusus yang terkait dengan Pemasaran dan Value chain terlabih dahulu dilakukan Studi di tiap 12 PIU penerima sasaran proyek berupa Annual Outcome Survey dan District Market Study Tujuan dari kajian ini adalah: 1) Mengidentifikasi komoditas perikanan dan kelautan yang telah berkembang 2) Menyusun profil pasar komoditas perikanan dan kelautan yang telah berkembang 3) Mengidentifikasi komoditas perikanan dan kelautan yang yang potensial dikembangkan. 4) Mengidentifikasi value chain dari beberapa komoditas utama perikanan dan kelautan yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan, meliputi identifikasi pelaku kunci, peranan masing-masing pelaku, aliran produk, suplai dan permintaan pasar, potensi pertumbuhan dalam volume penjualan dan nilai produk, komponen dari value chain, harga dan marjin per tahap value chain, potensi perbaikan value chain, hambatan, risiko dan solusi yang mungkin untuk diterapkan. Kajian ini mengunakan metode pendekatan atau konsep Konsep value chain yang dipopulerkan oleh Michael Porter dalam bukunya Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Meskipun pada awalnya konsep value chain berasal Halaman 70

dari bisnis, namun pada saat ini aplikasi value chain telah diadopsi di bidang ekonomi dan industri. Dalam value chain, rantai aktivitas dari suatu perusahaan atau industri berperan dalam mengantarkan produk atau jasa yang bernilai tertentu kepada pasar. Value chain melihat semua aktivitas perusahaan atau industri sebagai suatu sistem, mulai dari input, proses serta output. Pada value chain, aktivitas perusahaan diklasifikasikan ke dalam 2 aspek, yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer antara lain meliputi: inbound logistics, operasi, outbound logistics, pemasaran dan penjualan, serta jasa. Sedangkan aktivitas pendukung antara lain meliputi: firm infrastructure, manajemen SDM, teknologi dan pengadaan, antar komponen dalam aktivitas primer dan pendukung saling terkait untuk menghasilkan marjin. Penyusunan Road Map Pemasaran Berdasarkan kajian yang telah dilakukan kita dapat mengetahui potensi dan permasalahan yang ada pada setiap Kabupaten/Kota, kemudian kita coba memetakan langkah-langkah yangakan dilakukan didalam rangka pengembagan CCDP-IFAD ini sampai 5 (lima) tahun kedepan. Secara umum dapat digambarkan secara tentative dalam diagram Road map secara diagramatis untuk sebagai berikut; Halaman 71

ROAD MAP PENGEMBANGAN USAHA DAN RANTAI NILAI CCDP-IFAD 1. PERSIAPAN PENGEMBANGAN USAHA a. Pembentukan Kel Pengem Usaha b. Penyus Value Chain dan 3 komoditas unggulan c. Identifikasi Peluang pasar d. Pemb Infrastruktur awal 2013 2. PENYUS RENCANA INTERVENSI PENEGEMBANGAN USAHA a. Strategi Pemasaran, Renc Pemb Infra struktur, Renc Pelatihan b. Inisiasi Kemitraan 2014 3. TAHAP PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA a. Pengenalan produk b. Peningkatan kualitas produk c. Perbaikan saluran distribusi d. Penandatangan MOU e. Penjualan Produk f. Pembang Infrastruktur (persiapan, proses, pasca, pengangkutan) produksi g. Pelatihan2 2015 4. TAHAP PENINGKATAN KAPASITAS USAHA a. Promosi produk ke lebih luas b. Perbaikan sistem Penjualan produk c. Kualitas produk standar & Kontinue d. Harga bersaing e. Distribusi barang terjamin dengan kualitas yang sama 2015 + 2016 5. TAHAP KEMANDIRIAN USAHA a. Memperluas Segmen b. Sudah berani menetapkan positioning c. Meningkatkan nilai produksi d. Memperluas Jaringan Pasar/Peluang pasar yg belum terlayani e. Differensiasi produk 2016 + 2017 Pemilihan komoditas unggulan Sebagaiamana dalam PIM CCDP IFAD untuk komponen pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan setelah penyusunan potensi ekonomi kabupaten maka perlu dilakukan pemilhan komoditas unggulan yang akan dijadkan acuan didalam mengebangkan perekonomian kelompok usaha, langkah-langkah yang dilakukan: 1. Review hasil penyusunan potensi ekonomi kabupaten Setiap konsultan Pemasaran PIU Kabupaten melakukan review untuk mengkaji potensi ekonomi pada setiap komoditas pada tingkat kabupaten dengan dan mengkaji beberpa komoditas yang dapat dijadkan unggulan dengan beberapa criteria. 2. Forum group di tingkat desa Pada tingkat desa dilakukan Diskusi yang dihadiri oleh VWG, perwakilan kelompok, dengan difasilitasi oleh PIU, Konsultan Pemasaran memperesetasikan Halaman 72

komoditas yng ada dan berpotensi di tingkat kabupaten, dan dalam FGD ini diputuskan 5 (lima) komoditas unggulan yang terpilih. Lima komoditas unggulan ini kemudian akan dibawa kedalam workshop tingkat kabupaten 3. Workshop pemilihan 3 (tiga) komoditas unggulan Workshop dilakukan oleh PIU di Kota Kabupaten yang dihadiri oleh PMO, Konsultan pemasaran PMO, Instansi terkait tingkat kabupaten baik selakuk angota DOB maupun bukan, workshop dipimpin oleh Konsultan PMO dengan tujuan memilih atau menyeleksi dari berbagia faktor 5 (lima) komoditas unggulan menjadi 3 (tiga) komoditas unggulan. Proses untuk mendapatkan komoditas yang dipilih menggunakan pembobotan dalam matrik yang di ranking bobotnya dan nanti dapat dipilih komoditas yag terbaik Identifiksi potensi dan Peluang Pasar 1. Survei Potensi dan Peluang Pasar Pengembangan pemasaran ini dilakukan melalui pendekatan value chain dan pembangunan infrastruktur pemasaran, secara konsep ini disusun dalam Strategi intervensi pemasaran dan pembangunan infrastruktur. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat setiap tahun maka dilakukan survey peluang pasar dan hasilnya dilakukan validasi peluang pasar, hasinya merupakan masukan bagi penyusunan Strategi Intervensi Pemasaran Tujuan dari Kegiatan validasi peluang pasar adalah melakukan penilaian atas kondisi pasar saat ini dan peluang untuk mengembangkan pasar serta kemungkinan membuka kemitraan dalam pengembangan pasar bagi komoditas dan produk unggulan pada setiap kabupaten Sedangkan sasaran kegiatan validasi peluang pasar adalah produsen (termasuk pokmas pengolahan CCDP-IFAD), pembeli atau perusahaan serta stakeholder lain terkait Market Halaman 73

and Value Chain pengembangan komoditas dan produk unggulan. Diharapkan dari validasi peluang pasar adalah tersusun suatu hasil evaluasi peluang pasar sebagai masukan bagi penyusunan strategi intervensi pasar, rencana pengembangan komponen 2 serta terjaring kemitraan dengan pelaku usaha sektor perikanan dalam pengembangan pasar proyek CCD-IFAD. Lingkup kegiatan validasi peluang pasar meliputi : a. Survey Peluang Pasar dan Produk yang berkembang saat ini Mengamati kondisi peluang pasar saat ini melalui kegiata pengumpulan, pencatatan, dan analisa data yang berhubungan dengan permasalahan tertentu dalam pemasaran produk. Materi survey yang dilakukan antara lain meliputi : 1. Segment pasar dari produk 2. Kemungkinan perluasan peluang pasar 3. Produksi dan kualitas 4. Pengamatan terhadap persaingan dan market share produk 5. Distribusi produk ke pasar 6. Peluang kemitraan b. Pelaporan Hasi Survey 1. Hasil survey peluang pasar 2. Rancangan Strategi Intervensi Pengembangan Usaha dan Intervensi pengembangan infrastruktur c. Pelaksanaan kegiatan Workshop Validasi Peluang Pasar, melibatkan pemangku kepentingan antara lai; produsen, pemasar atau pembeli terdiri dari pengusaha atau juga calon mitra. Presentasi dalam workshop meliputi 1. Presentasi Hasil Survei Pasar 2. Presentasi draft strategi Intervensi Pemasaran dan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan data survey peluang pasar Halaman 74

2. Workshop Jejaring Pemasaran antara kelompok Usaha dan pelaku pasar. Merupakan kegiatan yang mempertemukan antara Kelompok Usaha dalam CCDP IFAD dengan para pelaku pasar, yang merupakan potensi pasar dan dapat dikembangkan menjadi Mitra-mitra pemasaran dari kelompok usaha; Mempertemukan antara pokmas usaha CCDP-IFAD dengan para calon mitra usaha potensial yang dapat mendukung perkembangan usaha dan pemasaran kelompok kedepan. Sebagai wadah untuk menyamakan persepsi antara produsen dalam hal ini pokmas dengan buyer/pembeli dalam hal ini perusahaan yang akan diajak bermitra tentang produk-produk yang memiliki peminat dan tujuan pasar yang potensial. Memberikan pemahaman kepada kelompok mengenai syarat, alur dan mekanisme untuk melakukan ekspansi jaringan pemasaran yang lebih luas. Membentuk kerjasama usaha antara pokmas dengan mitra pembeli dan pemasaran yang potensial, sehingga dapat membantu meningkatkan volume produksi dan penjualan dari pokmas secara berkelanjutan. Output dari kegiatan Fasilitasi Jejaring Pemasaran ini yaitu: Peserta dapat melakukan evaluasi terhadap aktivitas usaha yang dilakukan selama ini, baik evaluasi dalam hal kualitas produknya, sistem dan cara distribusinya, target mitra yang ingin diajak kerjasama, serta segmentasi konsumen dari produk tersebut. Adanya kerjasama usaha bersama yang terbentuk antara pokmas dan mitra pemasaran yang dituangkan secara lisan maupun tulisan dalam bentuk kesepakatan kerjasama (MoU). Halaman 75

Pokmas memiliki komitmen dan tekad untuk terus melakukan aktivitas usaha dan produksi setelah memiliki kerjasama dengan mitra potensial. Sehingga konsistensi dan kontiunitas pokmas dalam memenuhi permintaan pasar harus dipertahankan 4.2 Penyusunan Strategi Intervensi Pemasaran Strategi Intervensi Pemasaran mencakup: 1. Strategi Pemasaran meliputi: (i) strategi pengembangan pasar produk eksisting pengembangan pasar produk diversifikasi, dan (ii) strategi pemasaran, mencakup pemasaran produk-produk unggulan eksisting dan produk-produk pengembangan, serta penentuan segment dan target pasar utama. 2. Tahapan Pembangunan Infrastruktur, mencakup penentuan jenis dan skala sarana dan prasarana penunjang pemasaran 3. Rencana Pelatihan: pengolahan, pemasaran dan manajemen 4. Rencana Kemitraan 4.3 Proses Produksi awal komoditas/produk unggulan Komoditas unggulan dan turunannya Dalam melakukan kegiatan produksi dari 3 komoditas Unggulan, maka akan ditelusuri lebih lanjut yaitu produk bahan mentah langung ke end user dan dari komoditas ungulan ini dillakukan proses pengolahan lebih lanjut, seperti dalam skema dibawah ini yang menggambarkan: (a). Tiga Komoditas unggulan Perikanan; dan (b) Produk unggulan hasil turunan dari komoditas unggulan. Gambarkan skema antara kmoditas unggulan sampai produk pengolahan, jika dipilih komoditas atau produk pengolahan sebagai unggulan di kabupaten maka berikan alasan Halaman 76

KOMODITAS /PRODUK UNGGULAN UDANG REBON RUMPUT LAUT IKAN CAKALANG Komoditas unggulan TERASI UDANG EBI CHIP/CRAGINAN KRISPI IKAN FUFU ABON Produk unggulan Turunan komoditas SIRUP Kondisi dan Pengembangan komoditas perikanan sebagai Komoditas unggulan 1. Komoditas Unggulan Kondisi kegiatan komoditas Unggulan dan Pengolahan dalam lingkup Kabupaten Iisinya, Jika ungulan adalah komoditas perikanan seperti Tuna, Cakalang, Rumput laut, maka isi dari gambaran ini mencakup: produksi, pemasaran, peralatan, sarana dan prasarana, Jumlah nelayan dan lainnya, dan wilayah penangkapannya 2. Produk turunan komoditas perikanan sebagai komoditas unggulan Jika yang diungulkan berupa produk unggulan yang merupakan turunan dari komoditas unggulan tersebut maka alur pembahasannya mengikuti table-tabel dalam Strategi Intervensi yang kemudian dinarasikan. untuk setiap produk, sehingga kita dapat menemu kenali kenggulan dan kekurangan dari masing-masing 3 komoditas tersebut yang mengambarkan kondisi saat ini berupa produksi, pemasaran, peralatan, sarana dan prasarana, Jumlah nelayan dan lainnya, dan wilayah penangkapannya Halaman 77

4.4 Peningkatan kualitas produk Peningkatan kualitas mutu produksi Pembahasan mencakup kualitas produk dengan membandingkan dengan standar yang ada di pasar maupun dengan nasional melaui kerjasama dengan mitra regional dan nasional, yang mencakup di antaranya: a. Keamanan pangan (produk tahan lama dan bebas dari bahan terlarang); b. Rasa (diterima pelanggan) penyesuaian rasa dan bahan, perbaikan kualitas bahan baku; c. Kebersihan/ Lingkungan ( kebersihan tempat produksi dan lingkungan); d. Teknologi pengolahan (perbaikan teknologi pengolahan); e. Pengakuan/Sertifikasi. Penigkatan kualitas kemasan Pembahasan menyangkut bagaimana kondisi kemasan akan sangat tergantung dengan segmentasi, karena itu menyangkut juga siapa yang akan dituju pasarnya, dan kualitas seperti apa yang akan dibuat, serta terkait erat dengan ongkos produksi dan harga jual yang pada akhirnya segmen pasar yang akan menyerap. Kondisi dimaksud mencakup: merek, disain kemasan, bentuk kemasan, label dan informasi, serta bahan kemasan Proses Sertifikasi Agar produk bisa diterima di kalangan dunia usaha forml seperti toko, supermarket, maka setiap produk dari kelompok yang dianggap sudah memenuhi persyaratan kualitas, didaftarkan ke Dinas Kesehatan setempat untuk diminta penilaian mengenai kesehatan, kebersihan dari produk dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Dinas Halaman 78

Kesehatan dan kemudian setiap produk akan diberikan sertifikat PIRT. Sedangkan untuk jaminan bahwa produk terebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat muslim, maka produk juga diminta sertifikat produk Halal. 4.5 Kemitraan Usaha dalam Pemasaran Untuk mengembangkan produk dari kelompok usaha, digunakan suatu Strategi dengan menggandeng mitra yang sudah berpengalaman, adalah suatu yang tidak mungkin kelompok CCDP ini yang baru berproduksi dari awal kemudian dapat tumbuh sendiri. Salah satu strategi yang dikembangkan adalah bermitra dengan para pelaku bisnis mulai dari skala lokal sampai nasional. Kemitraan itu sendiri adalah merupakan jalinan kerjasama usaha dalam strategi bisnis dan dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan. Kemitraan dilakukan antara Kelompok Usaha selaku produsen dengan pelaku usaha mulai dari kecil yang jangkauannya lokal, usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Tujuan kemitraan itu sendiri Untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra. Kemitraan yang dikembangkan dilihat dari jangkauan dan besarannya adalah: kemitraan lokal, kemitraan Regional, serta kemitraan skala nasional dan internasional. Halaman 79

Kemitraan dalam skala lokal Kemitraan dalam skala lokal dibangun dengan lokasi-lokasi terjadinya transaksi pada skala Desa dan Kecamatan seperti Pedagang di Pasar, Toko-toko, tepat jual makanan seperti pedagang bakso, atau langsung ke user, seperti kerjasama dengan sekolahsekolah ataua kantor instansi pemerintah. Kemitraan dalam skala regional dan nasional Kemitraan dalam skala Regional dan nasional ini di artikan produk sudah dipasarkan ke luar Kabupaten / Kota baik masih dalam Provinsi atau sudah di luar Provinsi, tetapi belum mencapai skala Nasional, seperti sudah masuk ke Jakarta atau Surabaya. Kemitraan dengan cakupan Regional sudah tersebar ke 12 Kabupaten/Kota Lokasi CCDP IFAD. 4.6 Perencanaan infrastruktur usaha tingkat kabupaten Proses Pengusulan Usulan Pembangunan Infrastruktur Proses pengusulan proposal pembangunan Infrastrutur untuk mendukung Pemasaran pada tigkat kabupaten, melalui Tahapan dimulai dari tingkat pededsaan yang didasarkan atas Penyusunan Strategi Intervensi Pemasaran. Pembahasan pada tingkat desa pembahasan dimulai dari kelompok bersama dengan VWG yang difasilitasi oleh Konsultan Pemasaran. Halaman 80

Kriteria Usulan proposal adalah sebagai berikut: a. Infrasruktur memiliki hubungan langsung untuk meningkatkan produksi kelautan dan perikanan dan pemasaran di masyarakat pesisir, b. Secara Teknis Infrastruktur ini tidak terlalui rumit dalam pengelolaannya c. Infrastruktur yan dibangun beranfat langsung untuk keompok Usaha CCDP IFAD dan juga masyarakat dalam Kabupaten, yang dapat menikmati manfatnya d. Mempunyai tanah yang dapat dibangun dan diserahkan pengelolaannya oleh masyarakat, jika tanah tersebut kepunyaan masyarakat dan jika tanah milik pemerintah daerah maka ada kepastian berupa keputusan dari Bupati/Walikota setempat. e. Jika usulan ini kemudian dapat diterima oleh Ketua PIU /Kepala Dinas Perikanan setempat, maka usulan ini menjadi usulan Pemerintah Daerah dan akan dibuatkan Usulan Proposalnya. (vi) Usulan Proposal disampaikan oleh Kepala Dinas selaku Ketua PIU kepada Direktur PMO Proses Penetapan Kegiatan Pembangunan Infrastruktur pemasaran Persetujuan dari kegiatan pembangunan Inrastruktur tingkat Kabupaten ini diawali dari proses penilalain yang dilakukan oleh suatu TIM PMO yang dibantu masukan secara teknis oleh Konsultan PMO jika dibutuhkan, melalui tahapan sebagai berikut : 1. PMO bertugas melakukan verifikasi terhadap proposal. 2. Berdasarkan proposal diatas, PMO akan melakukan review untuk menentukan apakah proposal tersebut layak disetujui atau dikembalikan kepada PIU untuk diperbaiki. 3. PMO dapat proaktif dengan melakukan review langsung di Kabupaten/Kota terhadap Proposal, menyesuaikannya dengan dokumen Proyek dan kondisi lapang, serta kondisi masyarakat; Halaman 81

4. Dalam penyusunan proposal PIU diharapkan melibatkan pemangku kepentingan pengembangan usaha dan pemasaran produk kelautan dan perikanan. 5. PMO dapat memberikan arahan dan penjelasan teknis agar proposal tersebut memenuhi kriteria Proyek PMP dan aturan yang berlaku. Proses review proposal diharapkan akan selesai maksimal selama dua bulan. 6. Setelah proposal disetujui, PMO akan mengeluarkan Surat Persetujuan terhadap tindak lanjut dari proposal yang diajukan. 7. Untuk kegiatan infrastruktur yang nilainya diatas USD 50,000, harus mendapat No Objection Letter (NOL) dari IFAD. 8. Untuk kegiatan Rencana Pemasaran dan rantai nilai sudah ada dalam kegiatan tahunan di PIU dan PMO. Saat perencanaan untuk tahun mendatang, PIU dapat mengusulkan kegiatan sesuai dengan ketentuan. Tahapan verifikasi dan Penetapan Kegiatan dapat dilihat pada gambar berikut: PIU Membantu Konsultan TIM TEKNIS PMO Proposal Mitra Kerja REVIEW DISETUJUI Tidak PROPOSAL REVIEW LANGSUNG KE SURAT Ya PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN PEMASARAN Halaman 82

Pemanfaatan Infrastruktur dan pengelolaannya Infrastruktur Kabupaten pengelolaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga, baik dari kelompok usaha, Koperasi sampai kepada Usaha Swasta, dan pada infrastruktur khusus seperti Kendaraaan roda empat, motor dikelola oleh Pemerintah Daerah, Pola pemanfaatan terebut sebagai berikut: a. Pemanfaatan melalui kemitraan private sector b. Pemanfaatan melalui kemitraan koperasi c. Pemanfaatan oleh Kelompok Usaha d. Pemanfaatan oleh Dinas 4.7 Penyusunan Rencana Usaha (Bussiness Plan) dan Rencana Operasional (Operational Plan) Tujuan penyusunan BP-OP adalah untuk menyiapkan Analisis kelayakan suatu usaha untuk investasi menengah dan besar dan Menyiapkan rencana operasional untuk investasi Kecil. Arti dan Pentingnya Penyusunan BP/OP BP dan OP merupakan dokumen tertulis yang menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut: Apa produk yang hendak dihasilkan, mengapa menjalankan bisnis tersebut dan seberapa besar kebutuhan modal dan bagaimana mendapatkan modal tersebut. Hal lain yang perlu dihitung adalah seberapa besar kebutuhan operasional dan bagaimana membiayainya, berapa target penjualannya dan bagaimana mencapai target tersebut. Dalam besaran investasi harus dihitung berapa persen Return of Investment (ROI)-nya, kapan bisnis akan balik modal, jika terjadi kemungkinan terburuk, realitas tidak sesuai dengan rencana, apa yang akan dilakukan (exit plan). Halaman 83

Alasan-alasan mengapa harus ada BP/OP, adalah: Untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnis (jumlah modal, jumlah karyawan, supplier, biaya operasional, dan lain sebagainya) dan membuat fokus pada tujuan (Spesifik- Fokus - Konsisten). Selain itu adalah untuk membantu menghadapi persaingan dengan pesaing dengan menggunakan instrument analisa SWOT - Strategi Pemasaran - Fleksibel dalam situasi dan kondisi ekonomi. Hal yang sangat penting dalam upaya mendapatkan modal dari investor adalah menampilkan hasil analisa Keuangan NPV IRR ROI - B/C PBP. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam kepemilikan dokumen BP/OP adalah: Pemilik Modal (Pemerintah BUMN/D - Swasta), Pelaksana Usaha (Koperasi UMKM Swasta Bumdes, dll.), atau calon Investor lain. Adapun interval penggunaan modal untuk pembuatan BP adalah nilai investasi lebih dari Rp. 300 Juta dan bila dibawah nilai tersebut cukup dengan pembuatan rencana operasional (OP). Kedua dokumen ini sebaiknya dilakukan sebelum suatu usaha dioperasionalkan. Bagaimana Membuat BP-OP yang Reliable Suatu dokumen BP-OP dapat harus dapat menarik investor dengan melakukan perhitungan Nilai Investasi terhadap Tanah Gedung dan Peralatan. Melaksanakan survai pasar bahan baku produk di tingkat nelayan, pokmas, dan pasar. Demikian juga halnya melakukan survai pasar barang/produk jadi di wilayah Pasar Tradisional/Lokal Regional/antar Daerah Nasional bahkan Internasional. Data/Informasi Pendukung lainnya perlu disediakan serta melampirkan Indikator-indikator Kelayakan Usaha. Halaman 84

Ragam Infrastruktur yang Memiliki BP/OP Jenis atau ragam infrastruktur yang sudah pernah dibuat di duabelas lokasi CCDP-IFAD adalah infrastruktur berupa: 1) Rumah kemasan 2) Rumah produksi 3) Rumah niaga (inc. Apung) 4) Kenderaan niaga (roda 4 dan roda 3) 5) Cold storage 6) Pabrik es mini 7) Ekowisata bahari 8) Mangrove track 9) Gudang rumput laut 4.8 Pembentukan Koperasi CCDP-IFAD Pembentukan lembaga Koperasi dimaksudkan sebagai wadah sekaligus penunjang kegiatan perekonomian kelompok usaha yang berkelanjutan Dasar Pembentukan Lembaga Koperasi Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (CCDP) akan berakhir pada Desember 2017, namun kegiatan dan fasilitas yang telah dibangun proyek, serta manfaat yang telah dirasakan masyarakat harus terus berlanjut. Oleh karena itu perlu diinisiasi suatu kelembagaan yang dapat berperan menggantikan fungsi CCDP. Dalam strategi pengakhiran kegiatan proyek (exit strategy) CCDP telah memumutuskan, bahwa untuk menjaga keberlanjutan kegiatan dan manfaat tersebut akan diinisiasi satu kelembagaan Halaman 85

mitra CCDP yang dapat memfasilitasi kebelanjutan tersebut sebelum proyek ini berakhir. Kelembagaan yang dipilih untuk tujuan tersebut adalah KOPERASI yang selanjutnya koperasi tersebut akan difungsikan sebagai mitra atau agen CCDP dalam memfasilitasi segala kebutuhan pokmas, yang pada akhirnya kelak diharapkan koperasi dapat mengambilalih peran CCDP. Pembentukan Koperasi CCDP-IFAD juga bisa dilakukan bergabung dengan Koperasi yang sudah eksis di wilayah Masyarakat Pesisir, bila menghadapi kendala atau keterbatasan. Alasan Pemilihan Lembaga Koperasi Dipilihnya kelembagaan koperasi sebagai mitra dan penerus CCDP ke depan didasari oleh beberapa prinsip dasar koperasi, di antaranya: (i) koperasi merupakan badan usaha yang dipandang memiliki kedekatan dengan kepentingan masyarakat ekonomi lemah (UMKM); (ii) kegiatan usaha koperasi memiliki keterkaitan dengan kepentingan ekonomi anggotanya, sehingga perkembangan usaha koperasi akan berimbas pada perkembangan usaha anggotanya, (iii) pelayanan kepada anggotanya merupakan prioritas, namun demikian koperasi harus untung untuk perbaikan kualitas hidup anggotanya. (iv) pengelolaan badan usaha koperasi tidak boleh meninggalkan nilai dasar dan prinsip serta jatidiri koperasi. Perkembangan koperasi CCDP Upaya yang dilakukan untuk penguatan dan pengembangan koperasi di antaranya: (i) Menyiapkan koperasi sesuai dengan persyaratan usaha berbadan hukum, (memiliki: Akte Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD- Halaman 86

ART), Nomor Induk Koperasi (NIK), Struktur Organisasi (kepengurusan), rencana usaha, SIUP. (ii) (iii) (iv) (v) (vi) Sampai saat ini telah terbangun 12 (dua belas) koperasi di 12 Kabupaten/Kota. Penguatan SDM pengelola koperasi (peningkatan kemampuan manajemen usaha, pemahaman usaha perikanan, penyusunan rencana usaha, pengelolaan infrastruktur). Menjalin kerjasama (Koordinasi dan kolaborasi) dengan lembaga terkait seperti (a) Direktorat Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, (b) KKP (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Lembaga Pengelola Modal Usaha/LPMU, Direktorat Jenderal PerikananTangkap), (c) Bank Indonesia (BI), Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives (MICRA), (d) lembaga-lembaga penyelenggara CSR, di antaranya PT. Sampoerna Tbk. Menyelenggarakan workshop koperasi dalam rangka (a) menyamakan persepsi tentang pembangunan koperasi mitra CCDP di antara PIU, konsultan PIU, pengurus koperasi (b) membahas permasalahan yang dihadapi dalam upaya akselerasi pembangunan koperasi; (c) pembekalan dari lembaga-lembaga terkait seperti Kemenkop, KKP dan perbankan. Menyusun profil awal koperasi meliputi identitas, legalitas, jumlah anggota, jumlah modal, kegiatan usaha, sebagai company profile koperasi. (vii) Melakukan supervisi langsung di lapangan, meliputi dokumen badan hukum, jumlah anggota, Pengusahaan Modal dan Penambahan Aanggota, fokus kegiatan usaha, rencana usaha koperasi, pembukuan koperasi, target capaian, saranaprasarana, persiapan pembangunan LKM, kemitraan (MOU) dengan Pemanfaatan dana CSR dan PKBL BUMN, dan Mengikuti RAT Koperasi. Melakukan pembuatan dokumen Lesson Learn dari beberapa Koperasi yang dianggap bisa dijadikan Model Koperasi CCDP-IFAD, dan temuan lain di lapngan. Halaman 87

BAB V Halaman 88

BAB 5 PENGELOLAAN DAN PENYALURAN DANA 5.1 Dasar Hukum Bantuan Pemerintah dan Persyaratan 1. Undang undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Negara/ Lembaga 3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kementerian Kelautan Dan Perikanan Dana Bantuan Pemerintah (BP) harus dimanfaatkan bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin setempat. Tujuan dari pemanfaatan dana BP tersebut adalah : 1. Membuka akses masyarakat miskin ke sumberdaya dan sumber dana yang dapat dipergunakan untuk menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya; 2. Menumbuh kembangkan proses pembelajaran bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin melalui kegiatan kegiatan yang dilaksanakan sesuai komponen kegiatan CCDP; 3. Tumbuhnya rasa kebersamaan (munculnya kepedulian dan solidaritas sosial) di masyarakat Desa/kelurahan tersebut; 4. Tumbuhnya rasa kepemilikan yang besar terhadap program melalui kegiatan kegiatan yang dilaksanakan serta membangkitkan potensi swadaya masyarakat, baik berupa materi, tenaga maupun pikiran. Adapun syarat dibentuknya kelompok baru sebagai berikut : Halaman 89

- Mata pencaharian berkaitan dengan sektor kelautan dan perikanan; - Berdomisili di desa/kelurahan setempat; - mempunyai motivasi dan mau mengikuti teknologi anjuran yang disampaikan oleh fasilitator; - Tidak sedang mendapat bantuan dari sumber lain. 5.2 Mekanisme Pengalokasian Dana Alokasi dana BP mengikuti proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus untuk Kelompok Usaha, karena kegiatan Kelompok Usaha ini akan terkait dengan pengelolaan keuangan dan keragaman pengeluaran, maka Kelompok ini perlu diberikan perhatian dan pengawasan yang lebih besar. Proses verifikasi Pokmas untuk mendapatkan Bantuan Pemerintah : a. Verifikasi dilakukan terhadap kelompok yang sudah ada di Desa/kelurahan dan dianggap sudah memenuhi persyaratan untuk mengembangkan usaha sesuai dengan dokumen Proyek PMP. Jika dibentuk Kelompok Usaha baru maka VWG dibantu oleh TPD dan staf teknis PIU memberikan keterangan tentang dasar pemikiran, konsepsi Proyek, dan proses pembentukan Kelompok Usaha kepada masyarakat yang menjadi sasaran Proyek. b. Pokmas yang dibentuk, diajukan secara resmi dan didaftarkan kepada Pemerintahan Desa/kelurahan untuk ditetapkan oleh Kepala Desa. c. TPD dan anggota PIU memberikan pelatihan mengenai pengelolaan Kelompok, pengelolaan keuangan dan membantu Kelompok mempersiapkan proposal yang berisi rincian Proyek termasuk spesifikasi teknis, biaya dan perkiraan modal, penentuan keberlanjutan sumberdaya pesisir bekerjasama dengan Kelompok pengelolaan sumberdaya pesisir, rincian kontribusi barang dan jasa, dan alokasi Halaman 90

tanggung jawab Kelompok. Informasi proyek dan proses keterlibatan dapat dilihat pada Project Implementation Manual. d. TPD dan PIU memberikan arahan kepada Pokmas untuk menyusun proposal Rencana Usaha Bersama (RUB) sesuai dengan kebutuhan prasarana dan sarana untuk menunjang kegiatan usaha. RUB dilengkapi dengan beberapa dokumen administrasi antara lain : i. Data pengurus/anggota Pokmas (nama ketua, sekretaris, bendahara dan anggota, umur, jenis kelamin, alamat) yang dilengkapi dengan fotocopy KTP/Kartu Keluarga/Surat Keterangan Domisili dari Desa/kelurahan. ii. iii. Surat keterangan sebagai nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar, usaha bidang kelautan dan perikanan lainnya, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat. Baseline data Pokmas (nama Pokmas, alamat, nama pengurus, pendapatan, pekerjaan). e. Proposal RUB ditandatangani oleh ketua Pokmas Pesisir yang dilengkapi dengan dokumen administrasi pendukung kemudian diusulkan kepada Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB) untuk diverifikasi. f. Komite akan melakukan proses review proposal Kelompok secara transparan dengan tujuan agar proses ini 'semi-kompetitif', di mana proposal yang lebih baik disetujui untuk tahap pertama seleksi, sementara proposal yang kurang menarik masih bisa dilakukan dalam tahap kedua; g. DOB dapat proaktif dengan melakukan review langsung di Desa/kelurahan terhadap RUB, menyesuaikannya dengan dokumen Proyek dan kondisi lapang, serta keanggotaan Kelompok; h. Setelah proposal teknis telah mendapat rekomendasi dari DOB dan disetujui oleh PIU, maka Kelompok Usaha tersebut akan resmi terdaftar di Desa dan ditetapkan oleh Dinas Kelautan dan perikanan/piu sebagai Pokmas penerima bantuan. Selanjutnya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan prosedur keuangan PIU, Halaman 91

maka Pokmas tersebut akan membuka rekening atas nama Kelompok dan dengan selesainya penandatanganan Surat Perjanjian dan SPK oleh kedua belah pihak kemudian PIU memproses SPM guna pengajuan SP2D kepada KPPN dalam rangka proses transfer dana Bantuan Pemerintah ke rekening Kelompok; i. RUB yang kurang memenuhi syarat, akan dikembalikan kepada Kelompok untuk diperbaiki, dibantu oleh fasilitator (TPD dan Penyuluh) j. Apabila PIU masih memerlukan revisi rincian teknis atau keuangan dari proposal hasil koreksi agar memenuhi kriteria yang jelas sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, PIU dapat berkonsultasi dengan PMO. Proses seleksi dan penetapan Kelompok sebagai penerima bantuan diperlihatkan sebagai berikut : Verifikasi kelompok yang sudah ada atau Identifikasi kelompok baru. VWG, TPD dan Staf Teknis PIU menfasilitasi pembentukan kelompok Kelompok yang terseleksi diajukan dan didaftarkan kepada Pemerintahan Desa/kelurahan untuk ditetapkan oleh Pelatihan kelompok oleh TPD dan PIU. TPD dan PIU menjembatani sinergi dan Halaman 92

Gambar 5.1 Proses Seleksi dan Penetapan Kelompok Sedangkan proses pembuatan proposal sebagai penerima bantuan pemerintah diperlihatkan dengan bagan sebagai berikut : Pokmas yang telah ditetapkan kades menyusun RUB didampingi oleh TPD dan PIU DOB melakukan verifikasi secara proaktif terhadap RUB Tak disetujui Disetujui Proposal yang tidak disetujui harus direvisi DOB memberikan rekomendasi bagi proposal yang memenuhi syarat PIU dapat memberi masukan terhadap aspek keuangan agar PIU menetapkan Pokmas sebagai penerima Bantuan Pemerintah (BP) Gambar 5.2 Mekanisme Seleksi Proposal RUB Kelompok Penerima BP Halaman 93

5.3 Tata Kelola Pencairan Danan Bantuan Pemerintah Penyaluran dana Bantuan Pemerintah (BP) CCDP-IFAD yang dilakukan baik dalam bentuk Uang dan barang kepada Kelompok Masyarakat sesuai dengan Peraturan Meteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2015, melalui tahapan : a. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Keputusan yang berisikan Nama Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang layak mendapat Bantuan Pemerintah, kemudian dilanjutkan dengan memproses Surat Perjanjian dan Surat Perintah Kerja dalam rangka pelaksanaan penyaluran bantuan pemerintah. b. Surat Perintah Membayar (SPM) diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat dengan lampiran : 1) Surat Keputusan PIU/Kepala Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota tentang penetapan Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan Pemerintah (BP). 2) Data Kelompok Masyarakat meliputi : i. Nama Ketua ii. Nama Sekretaris iii. Nama Bendahara iv. Nama-nama anggota v. Nomor telepon/handphone vi. Umur vii. Jenis kelamin viii. Alamat ix. KTP x. Kartu Keluarga xi. Surat Keterangan Domisili dari Desa/kelurahan Halaman 94

3) Kuitansi yang sudah ditandatangani Ketua Pokmas dan diketahui/disetujui oleh Ketua PIU/Kepala Dinas KP Kabupaten/Kota dengan materai Rp.6.000,- (enam ribu rupiah). Surat Perjanjian Kerjasama antara KPA dengan Kelompok Masyarakat yang bermaterai Rp.6.000,- (enam ribu rupiah) c. Kelompok Masyarakat didampingi TPD melakukan pengadaan, kemudian melaporkan secara tertulis atas pemanfaatan Bantuan Pemerintah tersebut kepada Ketua PIU/Kepala Dinas KP Kabupaten/Kota. d. PIU/Dinas KP Kabupaten/Kota melaporkan hasil penyaluran Bantuan Pemerintah CCD-IFAD kepada PMO dengan tembusan kepada Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB), Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut ( PRL) dan Kepala Dinas KP Provinsi. 5.4 Penyaluran Dana Bantuan Pemerintah Tata cara penyaluran Bantuan Pemerintah (BP) kepada kelompok masyarakat dilakukan berdasarkan ketentuan yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168/PMK.05/2015 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Negara/ Lembaga. Pencairan bantuan dalam bentuk uang dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama antara PPK dengan penerima bantuan yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan. Perjanjian Kerjasama minimal memuat: 1. hak dan kewajiban kedua belah pihak; 2. jumlah dan nilai barang yang akan dihasilkan/dibeli; 3. jenis dan spesifikasi barang yang akan dihasilkan/dibeli; 4. jangka waktu penyelesaian pekerjaan; 5. tata cara dan syarat penyaluran; Halaman 95

6. pernyataan kesanggupan penerima bantuan untuk menghasilkan/membeli barang sesuai dengan jenis dan spesifikasi; 7. pengadaan akan dilakukan secara transparan dan akuntabel; 8. pernyataan kesanggupan penerima bantuan untuk menyetorkan sisa dana yang tidak digunakan ke Kas Negara; 9. sanksi; 10. penyampaian laporan penggunaan dana secara berkala kepada PPK; dan 11. penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada PPK setelah pekerjaan selesai atau akhir tahun anggaran. Beberapa tata cara penyaluran Bantuan Pemerintah antara lain : Kelompok Infrastruktur (Prasarana) dan Kelompok PSDA Bantuan Pemerintah (BP) pada kelompok ini, dilakukan dalam bentuk uang dengan ketentuan (i) Barang bantuan dapat diproduksi dan/atau dihasilkan oleh penerima bantuan; atau (ii) Nilai per jenis barang bantuan di bawah Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang dapat dilaksanakan oleh penerima bantuan. Pencairan dana bantuan sarana/prasarana dalam bentuk uang, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Tahap I sebesar 70% dari keseluruhan dana bantuan sarana/prasarana setelah perjanjian kerjasama ditandatangani oleh penerima bantuan dan PPK; 2. Tahap II sebesar 30% dari keseluruhan dana bantuan sarana/prasarana, apabila prestasi pekerjaan telah mencapai 50 %. Pengajukan permohonan pembayaran Tahap I dengan dilampiri: Halaman 96

a. perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani oleh penerima bantuan sarana/prasarana; b. kuitansi bukti penerimaan uang yang telah ditandatangani oleh penerima bantuan sarana/prasarana. Pengajukan permohonan pembayaran Tahap II dengan dilampiri: a. laporan kemajuan penyelesaian pekerjaan yang ditandatangani oleh Ketua/Pimpinan penerima bantuan sarana/prasarana b. kuitansi bukti penerimaan uang yang telah ditandatangani oleh penerima bantuan; Penerima dana bantuan dalam bentuk uang, harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada PPK setelah pekerjaan selesai atau pada akhir tahun anggaran dengan dilampiri: a. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan ditandatangani oleh 2 (dua) orang saksi; b. Berita Acara Serah Terima Barang yang ditandatangani oleh Ketua/Pimpinan penerima bantuan; c. foto/film barang yang dihasilkan/dibeli; d. daftar perhitungan dana awal, penggunaan dan sisa dana; e. surat Pernyataan bahwa bukti-bukti pengeluaran telah disimpan; dan f. bukti setor ke rekening kas negara dalam hal terdapat sisa bantuan Kelompok Usaha Bantuan Pemerintah (BP) ini ditujukan pada kelompok Budidaya, Kelompok Perikanan Tangkap, Kelompok Pengolah dan Kelompok Pemasaran dilakukan dalam bentuk uang dengan ketentuan (i) Barang bantuan dapat diproduksi dan/atau dihasilkan oleh Halaman 97

penerima bantuan; atau (ii) Nilai per jenis barang bantuan di bawah Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang dapat dilaksanakan oleh penerima bantuan. Pencairan dana bantuan sarana/prasarana dalam bentuk uang dilakukan dengan cara sekaligus pembayaran. Pengajukan permohonan pembayaran dengan dilampiri: a. perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani oleh penerima bantuan sarana/prasarana; b. kuitansi bukti penerimaan uang yang telah ditandatangani oleh penerima bantuan sarana/prasarana. Penerima dana bantuan dalam bentuk uang, harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada PPK setelah pekerjaan selesai atau pada akhir tahun anggaran dengan dilampiri: a. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan ditandatangani oleh 2 (dua) orang saksi; b. Berita Acara Serah Terima Barang yang ditandatangani oleh Ketua/Pimpinan penerima bantuan; c. foto/film barang yang dihasilkan/dibeli; d. daftar perhitungan dana awal, penggunaan dan sisa dana; e. surat Pernyataan bahwa bukti-bukti pengeluaran telah disimpan; dan bukti setor ke rekening kas negara dalam hal terdapat sisa bantuan Penerima Bantuan Pemerintah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada PPK sesuai dengan perjanjian kerja sama setelah pekerjaan selesai atau pada akhir Tahun Anggaran, dengan dilampiri: a. Daftar perhitungan dana awal, penggunaan dan sisa dana; b. Surat Pernyataan bahwa pekerjaan telah selesai dilaksanakan; c. Surat Pernyataan bahwa bukti-bukti pengeluaran telah disimpan; Halaman 98

d. Bukti surat setoran sisa dana ke rekening Kas Negara dalam hal terdapat sisa dana Untuk lebih jelasnya, proses penyaluran dana Bantuan Pemerintah kepada Kelompok Masyarakat dapat dilihat pada gambar berikut: DITJEN DINAS PMO TEMBUSAN BAST Dokumen Kebutuhan Kelompok KOMITE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR (DOB) LAPORAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA selaku Project Implementation Memperoses SPM a.n Kelompok untuk dikirim Kepada Proses Penyaluran Dana Pelapoaran / Konsultasi Dokumen Kebutuhan Kelompok VILLAGE WORKING GROUP (VWG) BAST POKMA KPPN Menerbitkan SP2D a.n Kelompok Transfer Dana BP oleh KPPN ke Rek. Kelompok Gambar 5.4. Mekanisme Penyaluran BP Dalam Bentuk Barang/Pekerjaan. Halaman 99

5.5 Pertanggungjawaban Bantuan Pemerintah Barang yang diterimakan untuk Pokmas selanjutnya akan diserah terimakan dengan mekanisme sebagai berikut : a. Setelah barang-barang Bantuan Pemerintah sudah selesai pengerjaannya, maka selanjutnya dilakukan serah terima dari Kementerian Kelautan dan perikanan yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. b. Barang diserahkan kepada Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota yang dalam hal ini mewakili Pemerintah Daerah. c. Berita acara ditandatangani dengan disertai materai serta ditulis secara jelas barang yang diserahterimakan (Form lampiran) d. Setelah berita acara serah terima diberikan ke Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota, selanjutnya barang tersebut berpindah tangan kepada Dinas dan proses pengelolaan serta pengawasannya diserahkan ke Dinas e. Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota membuat perjanjian kerjasama kepada Pokmas dalam upaya pengelolaan yang baik dan benar, sehingga barang yang diserahterimakan ke pokmas dapat tepat sasaran. Catatan: Bab 5 ini fokus kepada pengelolaan Bantuan Pemerintah (BP). Untuk pengelolaan keuangan proyek secara keseluruhan, termasuk pengelolaan PHLN, akan disiapkan tersendiri. Halaman 100

BAB VI Halaman 101

BAB 6. PENUTUP Manual atau Buku Petunjuk Replikasi ini diharapkan dapat membantu para pihak yang berkepentingan dalam kerangka mereplikasi atau menyebarluaskan (scaling-up) model PMP/CCDP dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberdayaan/pembangunan masyarakat. Model PMP/CCDP dikembangkan dalam konteks dukungan pasar/sektor swasta, mendorong pengembangan para kelompok usaha yang ketika berhasil akan mempertahankan kegiatan dari sumber daya mereka sendiri setelah proyek selesai. Demikian pula, proses pemberdayaan masyarakat memfasilitasi perbaikan dalam masyarakat, sehingga mereka dapat mengejar prakarsa pembangunan dan dengan demikian menjadi lebih mandiri. Selanjutnya, proyek ini akan mengembangkan pengelolaan sumber daya dan kerangka dan langkah-langkah pengelolaan bersama untuk menciptakan sumber daya pesisir yang berkelanjutan. Halaman 102

Halaman 103