SAAT TERJADI KONFLIK Dalam berumah tangga, tak dapat dihindari yang namanya konflik atau permasalahan. Ibarat sendok dan garpu pasti ada gesekan walaupun kadang tidak disadari. Karena sekali lagi, perempuan dan laki laki diciptakan dengan karakter yang berbeda. Maka, wajar bila nanti saat menjalani kehidupan berumah tangga akan ada konflik antara suami maupun istri. Konflik pun ada berbagai tingkatan dari yang sederhana sampai yang tertinggi. Misalnya:
KONFLIK RENDAH : MASIH DAPAT DIKOMUNIKASIKAN Dalam tahap konflik rendah ini terjadi hal-hal sepele. Misalnya suami atau istri suka telat, suami pelupa, kurang teliti, jam ngaret, atau masalah kurang peduli dan miskomunikasi. Contohnya ada seorang istri yang masuk rumah sakit untuk menjalani operasi caesar. Setelah operasi berhasil dan keluar dari rumah sakit, ada teman yang membuat istri gelisah
disebabkan karena bekas yang kelihatan buruk akibat operasi. Istri curhat pada suaminya dan dijawab : Masalah sepele, tak usah dipedulikan. Kan bisa pakai obat penghilang bekas jahitan, kamu bisa bebas dari bekas jahitan itu. Masalah ini kecil dan penanganannya juga mudah. Jawaban ini menambah sedih istrinya dan membuatnya marah, karena ia merasa suaminya tidak memahami hakikat perasaan sedihnya. Seharusnya yang perlu dilakukan suami adalah berempati pada istrinya. Ini akan membuat istri senang dan membuat istri merasa dekat dengan suami. Memberikan nasehat dan pemecahan justru akan menjadikan istri marah, merasa jauh darinya dan tidak mau duduk dengannya. Atau contoh lainnya suami pulang dari kerja, ia sangat lelah dan butuh istirahat. Suami masuk rumah, salam dengan istri dan anak, dan menunggu makan. Makanan datang, dan
semua duduk mengelilingi meja makan. Sebelum suami hendak makan, istrinya tiba-tiba berkata : Istri Suami Istri Suami Istri : Bagaimana keadaan pekerjaanmu hari ini? : Hari ini berat : Apa yang terjadi disana? : Masalah seperti biasanya : Masalah seperti apa itu? Suami (tampak gelisah dan berkata) : Apakah kita bisa makan terlebih dahulu, lalu setelah selesai baru bicara? Istri (diam sebentar, lalu bicara): Temanmu tadi baru saja telpon, ia harap kamu menghubunginya. Suami Istri : Iya, aku akan menghubunginya nanti sore. : Apa kira-kira yang ia inginkan?
Suami (tampak marah) : Bagaimana aku bisa tahu apa yang ia inginkan? Akan kuberitahu setelah aku menghubunginya. Istri : Bila dia punya niat berkunjung hari jumat datang, ingat kita punya janji dengan anak-anak. Suami semakin marah : Baik, apakah tidak bisa kita selesaikan makan dengan tenang. Istri terlihat kesal : Baik. Lelaki yang sedang menghadapi permasalahan akan menumpahkan seluruh pikirannya untuk permasalahan tersebut. Ketika ia pulang ke rumah, sebenarnya pikirannya belum pulang, pikirannya masih sibuk dengan pekerjaannya, sehingga ketika ada orang yang ingin mengajak bicara ia akan merasa terganggu.
Penyebabnya adalah pembicaraan tersebut telah memotong rangkaian pikirannya atau menjauhkan dia dari objek yang sedang ia pikirkan. Lelaki akan terus bersikap seperti ini selama permasalahannya sulit dipecahkan, sarafnya akan tetap tegang dan mencari kesibukan dengan pekerjaan yang lain seperti membaca buku, koran, mendengar radio atau pekerjaan yang lain sampai secara bertahap emosinya akan menjadi tenang. Hati-hati dengan konflik rendah ini. Karena jika terus menerus dibiarkan dan didiamkan maka bisa masuk ke konflik sedang. Ibarat api yang masih kecil, segera dipadamkan dengan komunikasi yang baik antar sami istri. Berikan waktu yang berkualitas untuk berdiskusi dan berkomunihati antara suami dan istri. Usahakan jangan sampai ditunda besok. Sampaikan apa keluh kesah dan harapan pasangan. Mesti ada saling keterbukaan dan saling menerima kekurangan. Jangan lupa diakhiri dengan saling
memaafkan. Dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan. ------------------------------------------------------------------ KONFLIK SEDANG : PERANG DINGIN, SALING MENDIAMKAN. Dalam tahap ini, level masalah sudah lebih serius. Sudah ada penumpukan emosi yang dibiarkan cukup lama, sehingga mulai banyak prasangka yang tak wajar. Misalnya, istri menganggap suami sudah tak sayang lagi. Atau suami sudah menganggap istri sudah mulai berani membangkang. Atau permasalahan lainnya.
Namun masalahnya, suami dan istri sudah mulai perang dingin. Hanya mampu saling menyindir, mengungkapkan secara tak langsung lewat status sosial media, status BBM, atau bahkan sampai curhat ke pihak ketiga yang tidak berkepentingan. Untuk menyelesaikannya bisa dilakukan beberapa tahap ini: Suami istri mesti menyadari bahwa mereka ada dalam konflik sedang. Mesti ada kesadaran untuk menyelesaikan bersama. Ingat kembali tujuan pernikahan. Menikah itu untuk ibadah, mesti ada perjuangan untuk membangun kesakinahan. Ingat kembali kebaikan pasangan. Tekadang dalam konflik yang difokuskan hanya kesalahan pasangan.
Padahal masih banyak kebaikan pasangan yang kurang disyukuri dan tertutup oleh nafsu amarah. Jangan merasa diri yang paling berjasa. Hal ini yang menimbulkan keegoisan setiap pasangan paling banyak berkorban, paling banyak memberi, paling merasa lelah dan merasa tidak setimbang dengan apa yang telah diberikan pasangannya. Turunkan ego, ambil jalan tengah. Dalam permasalahan keluarga. Tidak ada yang 100% salah atau 100 % benar. Maka, ambil win-win solution. Beranilah untuk menjadi pahlawan keluarga. Berani mendatangi pasangan dan meminta maaf terlebih dahulu entah siapapun yang salah. Perbaiki komunikasi dan bicara dari hati ke hati. Jangan sampai masuk ke taham konflik tinggi. -----------------------------------------------------------------
KONFLIK TINGGI : SUDAH MULAI ADA UNSUR KEKERASAN FISIK. Biasanya setelah perang dingin, tidak ada yang menurunkan ego hingga terjadi adu mulut, saling menyindir, sampai saling menyalahkan, dan tidak mau mengalah. Hingga beberapa kali terjadi kekerasan fisik seperti menampar, memukul bagian tubuh, mendorong, menendang, melempar barang, memecahkan barang. Dalam tahap konflik tinggi ini masing-masing pasangan sudah semakin menunjukkan otoritasnya. Bahkan mulut
sudah tak bisa lagi dirasa cukup untuk mengatasi permasahan. Hingga akhirnya terjadi kontak fisik yang semestinya dihindari. Untuk menyelesaikan konflik level tinggi yang bisa dilakukan: Sebelum terjadi kekerasan fisik berlanjut, cobalah menghindari pasangan. Namun usahakan tidak keluar rumah. Misalnya masuk ke dalam kamar. Jika marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika marah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika masih marah berwudhulah, lalu sholat dua raka at untuk meredakan konflik dan meminta petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta ala. Cari pihak ketiga, usahakan dari pihak orangtua atau mertua untuk jadi penengah konflik.
Jika masih belum bisa diselesaikan, cari pihak yang paling dekat dan berpengaruh dengan istri dan suami. Seperti sahabat, saudara, sampai ustadz yang dihormati dan didengar oleh kedua belah pihak. Usahakan jangan sampai berlanjut pada tahap perceraian. Karena itu adalah hal yang dibenci Allah. ------------------------------------------------------------------ Saat terjadi konflik dalam rumah tangga, yang paling terpenting adalah bagaimana caranya ada kesediaan untuk saling mengalah baik dari suami maupun isteri. Jangan mengunggulkan rasa egois yang ada dalam masing masing pribadi karena hal itu akan membuat konflik semakin rumit. Demikian pembahasan mengenai exit plan yang harus dilakukan ketika terjadi konflik dalam rumah tangga. Ingat! Manusia tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan pasangan kita. Maka alangkah lebih baik bila kita mampu
memahami kekurangan dan mensyukuri kelebihan pasangan masing masing. Semoga bermanfaat Sahabatmu, Setia Furqon Kholid