BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting bagi umat manusia. Pangan juga tak lepas dari kaitannya sebagai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu.

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sehingga tidak terjadi proses

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan...

Kata Pengantar. Tim Penyusun. Kelompok 6 Kelas C

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN KIMIA BERBAHAYA PADA MAKANAN

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

TES HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Pada umumnya bahan pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan. pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan (Mukono, 2000).

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Kuesioner Penelitian

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAHAN TAMBAHAN PANGAN (FOOD ADDITIVE)

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: UJI KANDUNGAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI PASAR TRADISIONAL KOTA BANDA ACEH ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang

KAJIAN KANDUNGAN FORMALIN PADA PRODUK TAHU DENGAN METODE KUALITATIF DAN KUANTITATIF DI KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

B T M = ZAT BERACUN? Oleh : Estien Yazid, M.Si Dosen Biokimia Akademi Analis Kesehatan Delima Husada Gresik

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, food additive, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 dijelaskan, bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredientatau komposisi, khas makanan, punya atau tidak punya nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Murdiati dan Amaliah, 2013). Bahan Tambahan Makanan (BTM)adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan atau masa penyimpanan. Selain itu, bahan tambahan pangan juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan yang sering diguna kan atau sering dipakai adalah bahan pengawet, pewarna, pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental, pengenyal, zat gizi dan sebagainya. Bahan tambahan makanan yang digunakan dapat berupa bahan alami ataupun sintetik (bahan kimia atau buatan) yang diijinkan karena tidak berbahaya

atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Menurut Yuliarti (2007), beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan (BTM) yaitu: 1. Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. 2. Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. 3. Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman. Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya, yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2008). Menurut Yuliarti (2007), memilih Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang digunakan, ada baiknya kita mengenal beberapa Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang aman digunakan dan tidak berbahaya, yakni yang telah diizinkan oleh BPOM, di antaranya: 1. Pengawet: asam benzoat, asam propionat, natrium benzoat dan nisin 2. Pewarna: tartrazine 3. Pemanis: aspartam, sakarin dan siklamat

4. Penyedap rasa dan aroma: monosodium glutamat 5. Antikempal: aluminium silikat, magnesium karbonat dan trikalsium fosfat 6. Antioksidan: asam askorbat, alpa tokoferol 7. Pengemulsi, pemantap dan pengental: lesitin, potasium laktat. Menurut Cahyadi (2008), Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan dan yang dilarang oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan di antaranya sebagai berikut: 1. Antioksidan (antioxidant) 2. Antikempal (anticaking regulator) 3. Pengatur keasaman (acidity regulator) 4. Pemanis buatan (artificial sweeterner) 5. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent) 6. Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener) 7. Pengawet (preservative) 8. Pengeras (firming agent) 9. Pewarna (colour) 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) 11. Sekuestran (sequestrant). Menurut Cahyadi (2008), beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, diatur Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut: 1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chlorampenicol) 5. Kalium klorat (pottasium chlorate) 6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone) 8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt). Sedangkan menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis) dan potasium bromat (pengeras). 2.2 Bahan Pengawet Penggunaan berbagai macam bahan-bahan pengawet pada makanan oleh masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang bukan merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan masyarakat untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf, 2015). Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan termasuk botulism yang membahayakan kehidupan manusia (Afrianti, 2010).

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan adanya bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, pemakaian bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh bersama bahan pangan yang dikonsumsi. (Cahyadi, 2008). Menurut Cahyadi (2008), secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen 2. Memperpanjang umur simpan pangan 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak melanggar PerMenKes yang telah diatur. 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), pengawetan bahan pangan dapat dilakukan secara alami yaitu dengan cara makanan tersebut ditambahkan bahanbahan alami maupun dengan cara pemasakan bahan pangan tersebut. Bahan alami

yang biasa digunakan antara lain gula, garamdan cuka. Cara pengawetan alami dengan pemasakan yaitu: a. Pengeringan, dapat dilakukan dengan penjemuran, pemanasan, ataupun pengasapan. Pengeringan berarti menghilangkan air. Contoh: dendeng, ikan kering, sale pisang. b. Pembekuan, pembekuan menyebabkan air membeku sehingga bakteri tidak dapat berkembang dan pertumbuhannya terhambat. Contoh: nugget, ikan beku, daging. c. Pengalengan, bahan makanan dikemas rapat dalam kaleng yang kondisinya telah steril kemudian dipanaskan dan disterilkan. Contoh: berbagai buah kaleng dan ikan kaleng. d. Penyinaran, menghambat/mematikan pertumbuhan bakteri dengan menyinarinya memakai sinar ultraviolet dan sinar gamma. Tidak menyebabkan kerusakan makanan. Contoh: kentang dan udang. 2.3 Formalin Gambar 1.1 Struktur Formalin Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan

telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Formalin adalah bahan pengawet yang kerap dicampurkan dalam industri pangan. Penggunaan formalin dimaksudkan untuk mempertahankan kesegaran agar produk yang diawetkan bisa bertahan lama dan tidak cepat busuk. Formalin ini merupakan larutan yang mengandung formaldehid sekitar 37% (Rosmaul, dkk., 2014). Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia CH 2 O. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokandan rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Sifatnya yangmudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul air (Cahyadi, 2008). Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa.

Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti, 2007). Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, air seni bercampur darah dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokkan dan mata (Cahyadi, 2008). Suatu bahan pangan mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut (bau yang menyengat, tekstur yang kaku, warna yang lebih terang) dan tingkat keawetan produk yang lebih lama. Namun, tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin terlalu rendah. Karena itu uji laboratorium perlu dilakukan. Formalin akan bereaksi dengan asam kromatropik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya, bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran antara asam kromatropik, asam

fosfat dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), beberapa produk dan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung formalin yaitu: 1) Ikan asin: tidak cepat rusak hingga bertahan sampai satu bulan, bersih cerah dan tidak berbau seperti ikan asin. 2) Mie basah: awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin, baunya sangat menyengat (bau formalin), tidak lengket dan mie lebih mengilap dibandingkan mie normal. 3) Tahu: kenyal, bentuknya sangat bagus, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah basi. 4) Bakso: lebih tahan lama dan teksturnya lebih kenyal. 2.4 Tahu Tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein dengan kadar air yang tinggi (85%) karena tahu itu tidak tahan lama. Satu hari setelah diproduksi tahu akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir. Dengan merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari. Jadi penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan perendaman setelah jadi tahu (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Tahu mengandung 7-8 gram zat protein dan 124 mg zat kalsium per 100 gram tahu. Tahu berasal dari negara Cina, yang disebut taufu. Tahu dibuat dari

kacang kedelai kuning atau dari kacang hijau. Secara garis besar, proses pembuatan tahu yaitu kedelai dibersihkan, dicuci, direbus, digiling atau dihaluskan sampai menjadi seperti bubur. Kemudian disaring, dicampur batu tahu atau cuka sehingga menjadi kental. Setelah kental, dicetak dan ditekan atau dipadatkan (Tarwotjo, 1998). Menurut Munifa, dkk., (2015), menjaga keawetan tahu dapat dilakukan dengan cara: a. Memenuhi kualitas dalam pembuatan tahu sehingga dapat bertahan selama 1-2 hari dengan cara disimpan di lemari es. b. Direndam dalam air bersih untuk mencegah pengeringan dan menghalangi pencemaran mikroba pembusuk dari udara. c. Merebus tahu selama 30 menit setelah itu direndam dalam air yang telah dimasak, keawetan tahu rebusan ini dapat bertahan selama 4 hari. Penambahan formalin ke dalam tahu tujuannya adalah untuk membuat awet dan kenyal. Dengan zat pengawet di dalamnya, tahu akan tahan lebih lama. Pengusaha pun tidak harus membeli kedelai secara terus menerus untuk produksi tahu (Rosmauli, dkk., 2014). Saat membeli tahu sebaiknya dipilih yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formlain), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih. Jika menyukai tahu yang berwarna kuning, misalnya pilih tahu yang warnanya tidak terlalu mencolok. Sebelum disimpan sebaiknya tahu direbus dahulu kemudian disimpan dalam wadah kedap udara, direndam dalam air agar tidak keringdan disimpan dalam lemari pendingin (Murdiati dan Amaliah, 2013).