Presentasi Lalan Kajian Terkini Petani Kelapa Sawit Swadaya di Kec Llan, MUBA BY SPKS
Pendahuluan Latar Belakang Pengelolaan perkebunan berkelanjutan Harapan Meningkatkan kapasitaspetani kecil dan mendorong petani untuk mengikuti praktik minyak sawit berkelanjutan di Indonesia
Tujuan dan Sasaran Analisis Tujuan dari analisis ini adalah untuk memperoleh informasi terkait data petani kelapa sawit yang meliputi data ekonomi, sosial, lingkungan, legalitas dan informasi praktek budidaya yang dijalankan oleh petani kelapa sawit yang merupakan analisis dari data yang diperoleh dari kegiatan kegiatan study diagnostik petani untuk mempelajari profil petani dan mengetahui kesenjangan yang menjadi bagian dari visi program SPKS untuk meningkatkan kapasitas petani kecil dan mendorong petani untuk mengikuti praktik minyak sawit berkelanjutan di Indonesia.
Metode yang di gunakan Sensus Observasi lapangan Sensus dilakukan di 9 desa di Kecamatan Lalan, dilakukan dengan wawancara kepada petani utk mendapatkan informasi. Kunjungan langsung ke kebun 1738 petani, observasi dilakukan utk melihat keadaan fisik kebun
Profil Petani Desa Jumlah Petani Wawancara dengan Koesioner Luas Lahan (Ha) Mekar Sari 189 378.92 Mandala Sari 139 265.34 Suka Jadi 175 241.25 Agung Jaya 161 301.65 Bumi Agung 268 426.90 Srigading 135 304.94 Gali Sari 283 523,55 Bandar Agung 283 502,59 Mulya Agung 105 183,35
Tingkat pendidikan dan pekerjaan petani SD : 189 ( 10,8 % ) SMP : 60 ( 3,4 % ) SMA : 52 (2,9 % ) S1 : 10 (0,5 % ) S2 : 1 ( 0,05 % ) Tidak mengisi : 1426 ( 82,04 % ) Petani : 1470 ( 84,5%) Guru : 6 ( 0,34%) PNS : 5 ( 0,28% ) Pebisnis : 2 ( 0,11%) Buruh tani : 1 ( 0,05% ) Pedagang : 1 ( 0,05% )
Asal usul petani Transmigrasi : 1723 ( 99,1% ) Masyarakat non adat : 1 ( 0,05 % ) Masyarakat adat : 5 ( 0,2 % ) Lainnya : 5 ( 0,2 % ) Tidak mengisi : 4 (0,2 % )
Info umum kebun Tahun tanam dan legalitas lahan Sertifikat : 1037 ( 59,6%) Surat jual beli : 534 SKGR : 1(0,05%) Tanah adat : 241(13,8% ) BPN : 189 ( 10,8 %) Tidak mengisi : 411 ( 23,6%)
Asal usul lahan dan cara mendapatkan lahan Bekas hutan alam : 1414 ( 81,3 % ) Semak belukar : 234 ( 13,4 % ) Tidak mengisi : 90 ( 5,1 % ) Membuka lahan sendiri dan beli : 22 (1,2%) Buka sendiri : 457 ( 26,2 % ) Beli : 218 (12,5%) Program transmigrasi : 497 (28,5%) Warisan : 49 ( 2,8% ) Beli kebun jadi : 2 (0,11%)
Penerapan praktek budidaya Bibit kelapa sawit dan berat TBS Marihat : 892 (51,3 % ) Costarica : 103 (5,9 % ) Costarika dan marihat : 152 (8,7 % ) Socfindo : 74 (4,2 % ) PPKS : 7 (0,4 ) Stek : 1( 0,05 % ) Biji : 8 (0,46 %) 9kg : 454 (26,1 % ) 7 kg : 237 (13,6 % ) 5 kg : 170 (9,7 % ) 20 kg : 148 (8,5 % ) 10 kg : 89 (5,1 % ) 15 kg ; 39 (2,2 % ) Tidak mengisi : 376 (21,6 % )
Jenis pupuk dan cara pembukaan lahan Urea : 464 ( 26,6 % ) NPK : 459 ( 26,4 % ) pupuk urea, KCl, NPk : 199 ( 11,4% ) NPK,urea : 115 ( 6,6% ) NPK, urea, borate : 2 ( 0,11% ) NPK, borate : 1 ( 0,05 % ) cara babat,semprot dan bakar : 605 ( 34,8 % ) babat dan bakar : 298 ( 17, 1%) babat dan semprot : 103 ( 5,9 % ) Tebas :26 ( 1,4 % ) Babat kemudian bajak :10 ( 0,54 % ) Beli : 4 ( 0,2 ) semprot bajak : 3 ( 0,17 )
Kondisi gawangan dan piringan terpelihara dengan baik : 904 (52%) tidak terpelihara atau semak :347 (19,9%) tidak mau menigisi sebanyak :487 ( 28% ) terpelihara dengan baik : 1418 (81,5%) tidak terpelihara atau semak : 225 (12,9%) tidak menjawab sebanyak : 95 ( 5,4 % )
Defisiensi unsur hara dan kondisi pasar pikul Nitrogen : 1486 kebun (84,40 %) Mg : 1456 ( 83,77% ) K : 1308 ( 75,2 % ) B : 1293 ( 74,3 ) fe/cu/zn : 889 ( 51,1 % ) Pasar pikul bersih :1534 ( 88,26 % ) pasar pikul yang semak : 40 orang ( 2,3 % ) tidak mengisi :164 ( 9,4 % )
TPH dan akses jalan terawat :95,2% kurang terawat sebanyak 0,11% tidak menjawab sebanyak 4,6% jalan koleksi hanya 499 petani ( 28,7 % ) merawat jalan utama hanya 181 ( 10,4 % )
Konservasi tanah dan penanggulangan HPT melakukan pembuatan terasan ) sebnayak 622 ( 35,70%) tapak kuda adalah 846 ( 48,6 %) menyemprot HPT yang ada di lahan dengan insektisida yaitu sebnayak 839 ( 48,20 ) hanya membiarkan tanamannya di terkena HPT sebnayak 659 ( 37,9 % ) petani yang tidak mau mengisi 240 ( 13,8 % )
Jenis HPT dan penjualan TBS ulat api : 1278 ( 73,50% ) ulat kantong : 1222 ( 70,3 % ) crowndisease : 277 ( 15, 9 % ) Ganoderma : 181 ( 10,4 % ). 1262 (72,6% ) petani menjual TBS lewat tengkulak 476 ( 27,3 % ) tidak menjawab
Kondisi di lapangan Prinsip dan Kriteria RSPO Tahun tanam, sebagian besar petani di Kecamatan Lalan tahun tanamnya diatas 2005 yaitu 59,03 % Merujuk pada Prinsip 7.1 Pengembangan kebun baru secara bertanggung jawab, bahwa petani kecil perorangan tidak layak sertifikasi kelompok RSPO jika kepemilikan mereka telah dibangun, sejak 2005, dalam hutan primer atau kawasan mengandung satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi. Karena bagi pengembangan kebun baru setelah tahun 2005 harus menyusun penilaian dampak sosial dan lingkungan. Legalitas lahan, petani yang sudah bersertifikat 59,6 % Sebagaimana Prinsip 2 P&C RSPO yakni petani harus memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku, Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan, dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan Tidak adanya kelembagaan Didalam skema sertifikasi RSPO penjualan TBS harus di asosiasikan dalam 1 pintu melalui kelembagaan petani yang terkontrol. Harus memiliki kelembagaan petani yang mengadopsi Internal Control Sistem (ICS). Kelembagaan adalah unit manajemen setifikasi, yang berfungsi sebagai kontrol, managemen, pusat pelatihan, dan pusat pemasaran TBS tersertifikasi. Bibit yang digunakan oleh petani sebagian tidak tau asal- usulnya yaitu 29,67% Masih lemahnya pemahaman tentang praktek terbaik (GAP) dari budidaya perkebunan Terkait bibit dalam P&C RSPO, diberi kemudahan petani mandiri bagi masa tanam dibawah 2011. Dan untuk masa penanaman atau replanting petani harus menanam bibit unggul yang bersertifikat Petani harus melakukan pengelolaan kebun dengan memiliki SOP atas semua kegiatan budidaya yang terdokumentasi dengan baik
Rekomendasi 1. Pengorganisasian Petani Petani di Kecamatan Lalan masih belum berkelompok, bisa dilihat dari sistem penjualan TBS dilakukan melalui tengkulak semua, jika ada organisasi. 2. Pengenalan Prinsip & Kriteria RSPO Rata rata petani belum memahami dan mengenali prinsip dan kriteria RSPO, sehingga pada tahap awal menjadipenting dilakukan sosialisasi tentang prinsip dan kriteria RSPO, sosialisasi ini dapat dalam bentuk lokakarya, seminar maupun pelatihan. 3. Peningkatan Kapasitas dan Kemampuan Teknis Keterbatasan kemampuan teknis petani yang mana saat ini mengelola kebun yang belum sesuai dengan standar teknis, sehingga menjadi penting dilakukan serangkaian pelatihan penerapan praktek terbaik budidaya perkebunan bagi petani, seperti perawatan tanaman, pemupukan, pengendalian hama terpadu, pemanenan dan penggunaan pestisida serta pelatihan penerapan praktek budidaya yang lain yang dianggap relevan. 4. Konsolidasi petani anggota sertifikasi Pada tahap awal penting melakukan konsolidasi bagi petani yang akan sertifikasi