8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Laba merupakan selisih pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan. Investor atau stakeholder melihat laba perusahaan yang dilaporkan melalui laporan laba rugi (Income Statement) untuk pengambilan kebijakan investasi terhadap perusahaan tersebut. Namun bagi penyelenggara pajak (Fiskus) laba dalam perusahaan yang disajikan dalam laporan laba rugi belum sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga ada 2 jenis laba dalam perusahaan. Adanya 2 jenis laba menyebabkan terjadi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran laba menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan) dan peraturan perpajakan. Menurut PSAK 46 paragraf ketujuh laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak. Sedangkan menurut Belkaoui (2000:332) dalam Asma (2013) menyatakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis. Selain itu laba menurut akuntansi merupakan jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok penjualan, biaya administrasi dan umum 8
9 serta kerugian dari pendapatan atau pendapatan operasi dan biaya lain (Hamzah, dkk 2014). Definisi laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara struktural atau sintatik karena laba tidak terdefinisi secara terpisah dari pengertian pendapatan dan biaya selain itu laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontuinitas usaha yang memandang aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis menjadi basis pengukurannya. Selain itu Hendriksen dan Van Breda (1992) mengemukakan laba akuntansi yang sekarang berjalan masih problematik secara teoritis (Suwardjono (2005:455)). Ketiga angka laba akuntansi yakni laba kotor, laba operasi dan laba bersih bermanfaat untuk pengukuran efisiensi manajer dalam rangka mengelola perusahaan. Laba kotor adalah selisih dari pendapatan perusahaan dengan cost barang yang terjual. Laba operasi adalah selisih laba kotor dengan biaya-biaya operasi yang merupakan biayabiaya yang berhubungan operasi perusahaan. Sedangkan laba bersih merupakan laba yang menunjukan selisih antara seluruh pendapatan dari kegiatan operasi maupun non operasi perusahaan yang akan dibagikan sebagai deviden. Belkoui (1993) menyebutkan bahwa laba akuntansi memiliki lima karakteristik berikut : a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang atau jasa.
10 b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodesasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama periode tertentu. c. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expense) dalam bentuk biaya historis. d. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. Perbedaan laba yang terbagi menjadi 2 berikutnya adalah laba fiskal yang merupakan laba yang berdasarkan perhitungan dan pengukuran dari peraturan perpajakan. Dalam PSAK Nomor 46 Revisi 2010, laba kena pajak atau laba fiskal adalah laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi). Menurut Zain (2003:133) dalam Hamzah, dkk (2014) menyatakan bahwa laba fiskal merupakan laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan dan satu periode dalam perpajakan meliputi satu tahun pajak. 2.1.2. Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) merupakan perbedaan laporan laba atas dasar Standar Akuntansi Keuangan dan Peraturan Perpajakan maka perusahaan yang
11 bergerak dalam bidang bisnis akan menyusun dua laporan keuangan yaitu laporan keuangan komersial yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan laporan keuangan fiskal yang berdasarkan Peraturan Perpajakan. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat prinsip perbedaan akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berupa perbedaan permanen dan perbedaan temporer. a. Perbedaan Permanen/Tetap Dalam perbedaan tetap karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal atau sebaliknya. (Soekrisno dan Estralita: 218). Pada umumnya perbedaan permanen mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu : 1. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu penghasilan yang berkenaan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak (Zain: 224) 2. Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-Undang PPh yang berkenaan dengan pengurang penghasilan bruto yang termasuk dalam
12 kelompok pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya (non deductible expenses) dan tidak termasuk dalam deductible expenses yang diatur dalam Pasal 6 ayat 1. 3. Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berkenaan dengan kewenangan Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak untuk mengatur keperluan perhitungan pajak (Zain : 224). 4. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yakni mengenai penghasilan yang telah dipotong final (Soekrisno dan Estralita: 218) b. Perbedaan Temporer/Sementara Perbedaan temporer merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer, artinya secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama tetapi tetap beda alokasi setiap tahunnya. Menurut Harnanto (2002), perbedaan temporer yang mengakibatkan harus diakuinya aktiva atau kewajiban pajak tangguhan terjadi apabila : a. Adanya penghasilan dan/atau beban yang harus diakui untuk perhitungan laba fiskal dan untuk perhitungan laba akuntansinya dalam periode yang berbeda.
13 b. Bagian dari biaya perolehan dalam suatu penggabungan usaha yang secara subtansi merupakan suatu akuisisi, dialokasikan kepada aktiva atau kewajiban tertentu berdasar nilai wajarnya dan penyesuaian atau perlakuan akuntansi demikian tidak diperkenankan oleh peraturan perpajakan c. Goodwill yang timbul dalam konsolidasi Dalam Soekrisno dan Estralita (2012: 218) beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak dengan akuntansi dalam hal : a. Akrual dan realisasi b. Penyusutan dan amortisasi c. Penilaian dan persediaan d. Kompensasi kerugian fiskal 2.1.3. Rekonsiliasi Fiskal Perbedaan permanen dan perbedaan temporer menyebabkan Wajib Pajak harus melakukan penyesuaian atau rekonsiliasi sehingga tidak perlu membuat pembukuan ganda. Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan (Soekrisno dan Estralita: 218). Hampir semua perhitungan laba akuntansi yang dihasilkan harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak karena banyak dari
14 ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan. Penyesuaian diperlukan agar laba yang diperhitungkan secara akuntansi dapat diperlakukan sebagai laba atau penghasilan kena pajak. Koreksi fiskal berupa koreksi positif dan koreksi negatif (Persada dan Martani, 2010). Koreksi positif terjadi apabila laba menurut fiskal bertambah, biasanya dilakukan akibat adanya : a. Beban yang tidak diakui oleh pajak b. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal c. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal d. Penyesuaian fiskal positif lainnya Sedangkan koreksi negatif terjadi apabila laba menurut fiskal berkurang yang biasanya karena adanya : a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak b. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final c. Penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal d. Amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal e. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya f. Penyesuaian fiskal negatif lainnya 2.1.4. Arus Kas Operasi Informasi lain yang juga bermanfaat bagi investor dalam pengambilan kebijakan investasi yakni arus kas (cash flow), dasar operasional bagi manfaat ekonomi selama umur investasi adalah
15 perubahan bersih berkala dalam pendapatan dan beban yang disebabkan oleh investasi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 2 tahun 2004, arus kas merupakan arus kas masuk dan arus kas keluar dalam periode tertentu yang terbagi menjadi aktivitas operasional, investasi dan pendanaan. Dalam PSAK Nomor 2 tahun 2009 aliran kas adalah aliran kas masuk dan aliran kas keluar atau setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan dapat dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan pada nilai yang signifikan, informasi aliran kas sering digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu dan kepastian aliran kas masa datang. Menurut Kieso (2012:212) dalam Asma (2013) tujuan aliran kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama satu periode. Berikut manfaat arus kas menurut Harnanto (2002:129-130) dalam Asma (2013) : a. Memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dalam satu periode akuntansi. b. Membantu para pemodal dan kreditur untuk menilai kemampuan perusahaan.
16 c. Membantu para pemakai laporan untuk mengetahui alasan-alasan tentang perbedaan laba bersih atau laba akuntansi dengan laba tunainya. d. Membantu para pemakai laporan keuangan untuk menentukan efek dari transaksi-transaksi cash dan non cash investing serta pendanaannya terhadap posisi keuangan perusahaan. Arus kas mempunyai beberapa kategori dalam Asma (2013), yaitu: a. Arus kas dari aktivitas operasi Arus kas dari aktivitas operasi (Operating cash flow) merupakan aliran kas yang diperoleh dari kegiatan usaha perusahaan. Kegiatan utama perusahaan adalah menghasilkan barang atau jasa dan menjualnya. Kegiatan ini mencakupi kegiatan penerimaan kas, misalnya penjualan barang atau jasa tunai dan penerimaan piutang. Disamping itu, kegiatan perusahaan juga mencakupi pengeluaran kas, misalnya pembelian bahan secara tunai dan pembayaran utang usaha. b. Arus kas dari aktivitas investasi Arus kas dari aktivitas investasi adalah yaitu perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas, contoh arus kas dari aktivitas ini yaitu perolehan atau penjualan aktiva tetap dan investasi.
17 c. Arus kas dari aktivitas pendanaan Arus kas dari aktivitas pendanaan yaitu aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan. Dalam penelitian ini, akan memfokuskan pada kategori arus kas dari aktivitas operasi. Informasi mengenai arus kas operasi sangat berguna dalam menentukan kemampuan perusahaan menghasilkan kas dan setara kas. Jumlah arus kas dari aktivitas operasi merupakan indikator untuk menentukan apakah arus kas yang dihasilkan dari aktivitas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Perhitungan arus kas operasi menurut SAK terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung (Sofyan: 264). a. Metode Langsung (Direct Method) Dalam metode ini pelaporan arus kas dilakukan dengan cara melaporkan kelompok-kelompok penerimaan kas dan pengeluaran kas dari kegiatan operasi secara lengkap (gross), tanpa melihat laporan laba/rugi dan dilanjutkan dengan kegiatan investasi dan pembiayaan. b. Metode Tidak Langsung (Indirect Method) Dalam metode ini penyajiannya dimulai dari laba rugi bersih dan selanjutnya disesuaikan dengan menambah atau
18 mengurangi perubahan dalam pos-pos yang memengaruhi kegiatan operasional seperti penyusutan, naik turun pos aktiva lancar dan utang lancar. Dalam metode ini net income disesuaikan (reconcile) dengan menghilangkan non cash transaction. Bila arus kas masuk lebih besar dibandingkan dengan arus kas yang keluar maka hal ini menunjukan bahwa perusahaan tersebut memiliki positive cash flow. Begitu pula sebaliknya apabila arus kas masuk lebih kecil daripada arus kas keluar maka menunjukan perusahaan tersebut memiliki negative cash flow. 2.1.5. Ukuran Perusahaan Investor dalam melakukan penilaian terhadap kinerja suatu perusahaan biasanya juga akan melihat dari ukuran perusahaan, karena semakin besar perusahaan akan dianggap mampu untuk meningkatkan persistensi labanya. Ukuran perusahaan (size) merupakan keseluruhan dari aktiva yang dimiliki perusahaan yang dapat dilihat dari sisi neraca (Romasari, 2013). Sedangkan menurut Sudarsono (2005) dalam Romasari (2013) ukuran perusahaan merupakan jumlah total hutang dan ekuitas perusahaan yang akan berjumlah sama dengan total aktiva. Pada dasarnya perusahaan dapat terbagi menjadi perusahaan besar (large firm) dan perusahaan kecil (small firm).
19 Ukuran perusahaan menjadi indikator yang dapat menunjukan kondisi atau karakteristik perusahaan dimana terdapat beberapa parameter yang dapat menentukan besar kecilnya suatu perusahaan, seperti jumlah karyawan, total penjualan, total aktiva dari neraca dan jumlah saham yang beredar. 2.1.6. Persistensi Laba Persistensi laba merupakan salah satu unsur nilai prediktif laba dalam karakter relevan, dimana laba harus mampu membuat perbedaan pengambilan keputusan dengan membantu pengguna untuk memprediksi dari masa lalu, sekarang dan masa datang. Jadi bukan hanya laba yang tinggi yang harus diperhatikan oleh investor tetapi juga laba harus persisten. Persistensi laba merupakan revisi laba yang diharapkan di masa depan yang tercermin dari laba tahun berjalan (Meythi, 2006). Menurut Scoot (2009) dalam Asma (2013) persistensi laba adalah revisi laba yang diharapkan di masa depan (expected future earning) yang diimplikasikan pada laba tahun berjalan yang dihubungan dengan perubahan harga saham. Persistensi laba menunjukan laba yang berkualitas karena menunjukan bahwa perusahaan mampu mempertahankan labanya dari waktu ke waktu tanpa fluktuatif tajam. Laba yang persisten adalah laba yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau
20 tidak mengandung gangguan (noise) dan dapat mencerminkan kinerja keuangan yang sesungguhnya, gangguan laba juga disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory event) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi (Fanani, 2010). Persistensi laba sangat penting bagi informasi investor dalam keputusan investasi, karena mencerminkan harapan laba yang akan datang dan berkualitas sehingga akan menghasilkan investasi dan mendapatkan profit yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu pengguna laporan keuangan harus waspada apabila laba dalam perusahaan tidak persisten. Menurut Lako (2007:50) dalam Hasan, dkk (2014) bila perusahaan tiba-tiba melaporkan laba tingkat penurunan yang sangat drastis atau mengalami kerugian dalam jumlah besar untuk tanpa keterangan yang memadai juga patut untuk diwaspadai karena mungkin saja manajemen menghindari pajak. 2.2.Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian yang terkait dengan pengaruh book tax differences, arus kas dan ukuran perusahaan terhadap persistensi laba yaitu mengacu pada jurnal penelitian dari Dewi dan Putri (2015) yang berjudul Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi, Arus Kas Akrual dan Ukuran Perusahaan pada Persistensi Laba. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Putri (2015) pada perusahaan Perhotelan dan Pariwisata yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan jumlah sampel 14
21 perusahaan yakni pada tahun periode 2009-2011 menyimpulkan bahwa book tax differences, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap persistensi laba, sedangkan arus kas akrual tidak memiliki pengaruh terhadap persistensi laba. Berbeda dengan penelitian dari Barus dan Rica (2014) yang menyimpulkan bahwa secara simultan aliran kas operasi, perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, namun secara parsial hanya aliran kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang tidak berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba. Selain itu dengan penelitian dari Persada dan Martani (2010) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya terhadap Persistensi Laba, menyimpulkan bahwa book tax gap permanen dan temporer secara signifikan mempengaruhi persistensi laba dan hasil penelitian juga menunjukan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi persistensi laba, seperti arus kas operasi dan kas akrual. Sedangkan Fanani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor Penentu Persistensi Laba menyimpulkan bahwa volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, namun siklus operasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba.
22 Dalam penelitian Hasan, dkk (2014) tentang pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba menunjukan bahwa perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba. Rangkuman penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian kali ini tersaji dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil 1. Ni Putu Dewi Dewi dan Asri Dwija Putri (2015) 2. Andreani Caroline Barus dan Vera Rica (2014) Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi, Arus Kas Akrual dan Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persistensi Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Perbedaan permanen, perbedaan temporer, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada persistensi laba sementara arus kas akrual tidak berpengaruh terhadap persistensi laba dengan penelitian pada perusahaan Perhotelan dan Pariwisata yang terdaftar di BEI periode 2009-2011 Secara simultan aliran kas operasi, perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, namun secara parsial hanya aliran kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang tidak berpengaruh signifikan terhadap
23 persistensi laba 2.1.Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan dalam penulisan ini yang pada akhirnya dapat diketahui bagaimana variabel independen yaitu book tax differences yang diukur dari perbedaan temporer, book tax differences yang diukur dari perbedaan permanen, arus kas operasi dan ukuran perusahaan mempengaruhi persistensi laba. Persistensi laba menunjukan laba yang berkualitas karena dengan laba yang persisten berarti perusahaan mampu mempertahankan labanya dari waktu ke waktu tanpa fluktuatif tajam. Faktor persistensi laba yang diteliti dalam penelitian ini adalah book tax differences, arus kas operasi dan ukuran perusahaan. Perbedaan pengakuan beban dan pendapatan pada Standar Akuntansi Keuangan dan peraturan perpajakan menyebabkan adanya book tax differences yakni perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal membuat perusahaan melakukan rekonsiliasi fiskal. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap laba diperusahan yakni perusahaan akan mengatur laba sedemikian rupa sehingga menunjukan laba yang stabil. Selain itu perbedaan akuntansi dan pajak merupakan komponen yang bersifat transitori, sehingga akan mempengaruhi persistensi di laba masa mendatang. Arus kas operasi juga dapat menunjukan pengaruh terhadap persistensi laba. Laporan arus kas untuk memperlihatkan aliran uang kas yang keluar atau
24 masuk dalam perusahaan tersebut. Arus kas yang cenderung meningkat, laba perusahaan juga stabil karena jumlah arus kas dari aktifitas operasi merupakan indikator untuk menentukan apakah arus kas yang dihasilkan dari aktifitas cukup untuk memelihara kemampuan operasi perusahaan dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Laba yang dilaporkan stabil maka akan semakin baik perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan yang besar semakin baik dalam meningkatkan kinerjanya menjaga kestabilan laba perusahaan. Dengan demikian kerangka pemikiran yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perbedaan Permanen (X1) Perbedaan Temporer (X2) Arus Kas Operasi (X3) Ukuran Perusahaan (X4) H1(+) H2(+) H3(+) H4(+) Persistensi Laba (Y) Pengaruh Book tax differences, Arus Kas Operasi dan Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba 2.2.Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu rumusan masalah penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang telah diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat
25 dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah suatu penelitian namun belum jawaban empirik (Sugiono, 2013). Perumusan hipotesis dapat dikembangkan berdasarkan pengaruh perbedaan temporer, perbedaan permanen, arus kas operasi dan ukuran perusahaan pada persistensi laba. 2.2.1. Pengaruh Book tax differences yang Diukur dari Perbedaan Permanen terhadap Persistensi Laba Perbedaan tetap terjadi karena adanya pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi (pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income) (Soekrisno:218). Selain itu akibatnya tidak ada konsekuensi pajak yang ditangguhkan yang harus diakui. Dengan adanya perbedaan permanen maka perusahaan akan membuat rekonsiliasi fiskal terhadap laporan keuangan sesuai dengan peraturan perpajakan baik koreksi positif ataupun koreksi negatif. Koreksi positif menyebabkan laba fiskal bertambah sedangkan koreksi negatif menyebabkan laba fiskal berkurang sehingga beban pajak yang harus dibayarkan semakin kecil. Akibat dari komponen permanen lebih banyak mencakup beban yang tidak diperkenankan secara menurut pajak seperti biaya jamuan tamu, sumbangan, pemberian natura dan lain-lain maka laba akuntansi
26 akan lebih kecil daripada laba fiskal dan jika laba fiskal bertambah dan Pajak Penghasilan yang dikenakan naik maka persistensi laba akan meningkat. Sesuai dengan penghasilan permanen tidak terpulihkan di masa mendatang, sehingga bersifat permanen, maka perbedaan permanen memiliki persistensi laba yang tinggi (Persada dan Martani, 2010). Seperti dalam Dewi dan Putri (2015) bahwa perbedaan permanen berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Hipotesis yang dirumuskan adalah: H 1 : Book tax differences yang diukur dari perbedaan permanen berpengaruh positif terhadap persistensi laba 2.2.2. Pengaruh Book tax differences yang Diukur dari Perbedaan Temporer terhadap Persistensi Laba Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan metode pembebanan yang digunakan oleh akuntansi komersial dan akuntansi fiskal dalam akhir tahun buku atau tahun pajak. Perbedaan temporer akan membuat rekonsiliasi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan baik koreksi positif maupun koreksi negatif. Koreksi positif menyebabkan laba fiskal bertambah sedangkan koreksi negatif menyebabkan laba fiskal berkurang sehingga beban pajak yang harus dibayarkan semakin kecil. Akibat adanya perbedaan metode pegakuan beban antara akuntansi dengan fiskal maka akan mengakibatkan laba menurut akuntansi
27 berbeda dengan fiskal. Jika beban diakui menurut akuntansi lebih kecil daripada menurut fiskal maka akan menyebabkan laba fiskal menjadi menurun. Laba yang menurun maka beban pajak juga akan menurun, akibatnya laba yang dilaporkan akan meningkat, maka persistensi meningkat. Seperti dalam Dewi dan Putri (2015) bahwa perbedaan temporer berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah : H 2 : Book tax differences yang diukur dari perbedaan temporer berpengaruh positif terhadap persistensi laba. 2.2.3. Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Persistensi Laba Arus kas operasi merupakan aliran kas yang diperoleh dari kegiatan usaha perusahaan. Jumlah arus kas dari aktivitas operasi dapat menunjukan indikator apakah arus kas yang dihasilkan dari aktivitas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar sehingga dapat mempertahankan kestabilan laba. Dengan demikian semakin tinggi nilai aliran kas operasi pada perusahaan maka akan semakin baik kemampuan operasi perusahaan sehingga semakin baik pula dalam mempertahankan kualitas laba maka persistensi laba akan meningkat. Maka hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah:
28 H 3 : Arus kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba 2.2.4. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Persistensi Laba Ukuran perusahaan menjadi indikator yang dapat menunjukan kondisi atau karakteristik perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan biasanya diukur berdasarkan total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan total aktiva. Perusahaan yang besar akan memiliki aset yang besar pula maka perusahaan akan baik dalam mempertahankan kestabilan laba. Dengan demikian semakin besar ukuran perusahaan akan semakin baik perusahaan dalam meningkatkan kinerja dalam mempertahankan laba dan harapan laba yang tinggi oleh investor maka akan mempengaruhi persistensi laba. Hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah : H 4 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap persistensi laba