BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra, menurut Wellek dan Warren (1993:3), adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni dengan menggunakan medium bahasa. Sastra merujuk pada karya seni lisan maupun tertulis dengan menggunakan bahasa yang indah, yaitu bahasa yang bersifat metaforis. Endraswara (2011:96) mengatakan bahwa karya sastra adalah proyeksi pengalaman pribadi dan lingkungan di sekitar pengarang yang dituangkan ke dalam karya sastra. Karya sastra sebagai karya imajinatif terdiri atas 3 genre, yaitu prosa, puisi dan drama (Sudjiman, 1988:11). Prosa sebagai salah satu karya sastra yang ditulis dalam bentuk teks naratif biasanya lebih dikenal dengan nama fiksi yang kemudian terbentuk dalam wujud novel ataupun cerpen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nurgiyantoro (2012:9) bahwa karya fiksi, menunjukkan pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek. Cerpen atau cerita pendek sesuai namanya, adalah cerita yang pendek. Cerpen biasanya hanya terdiri dari beberapa halaman, adapun cerpen yang panjang dan terdiri dari ratusan halaman biasanya disebut novel. Edgar Allan Poe (Jassin via Nurgiyantoro, 2012: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, berkisar antara setengah sampai dua jam (suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan sebuah novel). Umumnya cerpen yang pendek terdiri dari lima ratusan kata, sedangkan cerpen yang panjang bisa memiliki puluhan ribu kata.
Cerpen dalam dunia kesusastraan Arab dikenal dengan istilah al-uqṣūṣah atau al-qiṣṣah al-qaṣīrah (Farhūd, 1981:163). Dari sekian banyak cerpen yang ada dalam kesusastraan Arab, antologi cepen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī (2010) adalah salah satu karya yang menarik untuk dibahas. Buku antologi cerpen karya sastrawan yang juga aktif di dunia jurnalistik ini memuat 15 buah cerpen yang berkisah seputar warna-warni realita kehidupan cinta dan sosial masyarakat Mesir. Salah satunya adalah cerpen dengan judul Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi yang terdiri dari 20 halaman dan berkisah tentang cinta mendalam seorang pemuda bernama Aḥmad kepada gadis pujaan hatinya, Fāṭimah. Fāṭimah tenggelam di sungai Nil pada malam ulang tahunnya. Kematiannya membawa dampak yang besar bagi kepribadian dan kehidupan Aḥmad. Cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi menarik untuk diteliti unsur-unsur intrinsik serta keterjalinan antarunsurnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembahasan terhadap unsur-unsurnya secara mendetail terhadap cerpen tersebut dengan analisis sruktural Robert Stanton. 1.2 Permasalahan Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang akan diteliti penulis adalah unsur intrinsik apa saja yang membangun cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī dan bagaimanakah keterkaitan antar unsurnya.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian terhadap cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi dalam antologi cepen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik dan keterkaitan antar unsur yang terdapat di dalamnya. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan studi pustaka yang sejauh ini dapat dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa penelitian kumpulan cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī sudah pernah dilakukan oleh Jawat Nur (2014) dalam penelitian yang berjudul Metafora dalam Kumpulan Cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi Karya Aḥmad al-garbāwī. Penelitian ini mengkaji tentang metafora yang terdapat dalam kumpulan cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi yang mana di dalamnya ditemukan empat jenis metafora, yaitu metafora antropomorfik (anthropomorphic metaphor), metafora kehewanan (animal metaphor), metafora dari konkret ke abstrak (from concret to abstract metaphor), dan metafora sinestesis (synesthetic metaphor). Metafora dalam kumpulan cerpen ini memiliki fungsi ekspresif pengarang dalam gaya penulisannya yang mampu menimbulkan daya pikat tersendiri bagi pembaca. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, maka dapat diketahui bahwa penelitian dengan analisis struktural pada karya cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al- Aṣābi ataupun cerpen dengan judul berbeda dalam buku antologi Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian unsur intrisik dalam cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi dinilai
layak dilakukan. 1.5 Landasan Teori Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan pada bagian 1.2, maka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Endraswara (2013:49) mengatakan bahwa strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi strukturstruktur. Dalam pandangannya struktur-struktur ini saling berkaitan sehingga mengarahkan pada suatu pemaknaan unsur secara keseluruhan. Dalam karya sastra fiksi (novel dan cerpen), struktur-struktur yang dimaksud adalah unsur-unsur pembangun yang membentuk karya itu sendiri. Unsur pembangun dalam cepen antara lain fakta cerita, tema, alur, tokoh dan lainnya. Dalam hal ini Nurgiyantoro (2012:37) berpendapat bahwa: Analisi struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Penelitian ini akan menggunakan teori struktural Robert Stanton. Pembagian unsur pembangun fiksi adalah tiga bagian, yaitu fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra (Stanton, 1965:11). Fakta cerita berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Fakta cerita terdiri dari alur, karakter, dan latar (Stanton, 1965:12). Karakter, dalam konteks lain merujuk pada sifat-sifat tokoh cerita atau biasa disebut dengan kata penokohan. Penokohan juga merujuk pada siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2010:166). Plot (alur) terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang lebih kecil, misalnya episode dan kejadian (Wellek dan Warren, 2014:262). Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kasual saja, yaitu peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan (Stanton, 2007: 26). Latar menurut Stanton (2007: 35) adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud suatu tempat, misalnya cafe di Paris, pegunungan di California, atau sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin. Latar juga merujuk pada waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), atau suatu periode sejarah. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu singkat (Stanton, 2007: 36). Nurgiyantoro (2010: 25), mengatakan bahwa tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai masalah kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, dan religius. Tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita. Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Menurut Stanton (2007:51), sarana-sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya dan
tone, simbolisme, dan ironi. Judul merujuk pada tujuan makna cerita yang bersangkutan. Menurut Nurgiyantoro (2010:246), sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau, dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa, sedangkan tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Gaya biasanya terletak pada bagaimana pengarang menggunakan ritme, panjang pendek kalimat, kerumitan, humor, detail, dan banyaknya imaji dan metafora. Tone, bisa tampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2007:61-63). Simbol berwujud detail-detail kongkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Simbol dapat berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, bentuk gerakan, warna, suara, dan keharuman. Semua itu menghadirkan fakta tentang kepribadian seseorang (Stanton, 2007:64). Ironi, seacara umum, dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dibagi menjadi dua, ironi dramatis, yaitu situasi yang muncul kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan tone ironi, yaitu digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2007:72).
1.6 Metode Penelitian Metode merupakan prosedur atau tatacara yang sistematis, yang dilakukan oleh peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti pemecahan masalah atau menguak kebenaran atas suatu fenomena tertentu (Siswantoro, 2005:55). Dengan kata lain metode dianggap sebagai cara, strategi, dan langkah sistematis yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural model Stanton. Metode analisis ini digunakan untuk mengungkapkan dan menguraikan unsur-unsur intrinsiknya yang berupa fakta cerita, tema, dan sarana sastra, serta mencari keterkaitan antarunsur-unsur dalam cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi karya Aḥmad al-garbāwī (2010). Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan fakta cerita berupa karakter, plot, dan latar. Adapun tahapan yang dilakukan dalam menentukan karakter adalah membaca dan memahami keseluruhan cerita dalam cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi. Setelah ditemukan siapa tokoh-tokoh dalam cerita, tahap seterusnya adalah menentukan tokoh utama dan tokoh tambahan. Selanjutnya tahapan yang dilakukan dalam menentukan fakta cerita berupa plot atau alur adalah dengan cara mencari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Tahapan yang dicari berupa tahap awal, tengah, dan akhir (Stanton, 2007: 26-28). Adapun tahapan dalam mencari fakta cerita berupa latar (latar tempat, latar waktu, dan latar sosial) adalah dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti dimana tokoh mengalami suatu peristiwa? dan kapan tokoh mengalami
suatu peristiwa?. Akan tetapi, apabila pengarang tidak menyebutkan latar tempat dan waktu secara gamblang, maka cara yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi ciri-ciri khas yang menandai tempat atau waktu (Nurgiyantoro, 2010:217-228). Langkah kedua adalah menentukan tema cerita. Tahapan yang dilakukan dalam menentukan tema adalah dengan cara memahami keseluruhan cerita. Tahapan selanjutnya adalah mengumpulkan peristiwa-peristiwa, dialog, dan kalimat yang menonjol dalam cerita. Setelah itu, dicari konflik utama dalam cerita dan dikaitkan dengan tokoh utama serta bagaimana si tokoh utama tersebut menghadapi konflik utama. Tahap terakhir adalah menyimpulkan tema (Nurgiyantoro, 2010: 67-88). Langkah ketiga adalah pembahasan sarana-sarana sastra. Judul biasanya membahas tentang arti dari judul dan dikaitkan dengan tokoh utama (Stanton, 2007:51). Dalam menentukan sudut pandang, tahap yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berupa siapa yang menceritakan? atau Dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat?, dan apakah pembaca tahu jalan pikiran karakter ataukah pembaca hanya tahu apa yang mereka lihat dan dengar? (Stanton, 2007:60). Selanjutnya, dalam menentukan gaya dan tone, tahap yang dilakukan adalah dengan cara membaca berulang-ulang cerita dan juga beberapa karya lain dari pengarang yang sama. Dalam menentukkan simbolisme, tahap yang dilakukan adalah mencari satu persatu simbol yang ditulis oleh pengarang. Terakhir, untuk menentukkan ironi, tahap yang dilakukan adalah menganalisis setiap kalimat dalam cerita (Stanton: 2007: 61-71).
Langkah keempat, setelah unsur-unsur tersebut dianalisis, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan ketarkaitan antarunsurnya dengan cara menghubungkan setiap unsur-unsur intrinsik yang telah diteliti. Langkah terakhir adalah penyajian hasil analisis data berupa laporan. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sitematika penulisan, dan transliterasi Arab- Latin. Bab II meliputi biografi Aḥmad al-garbāwī dan sinopsis cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi. Bab III adalah pemaparan analisis struktural dalam cerpen Ḥubbun Ḥattā Aṭrāfi al-aṣābi. Bab IV adalah kesimpulan. 1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Mentri Agama RI dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan ḥurūf hijāiyyah/disebut huruf Arab. Dalam translitrasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan transliterasinya dengan huruf Latin. No Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
1 ا alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan 2 ب Ba b Be 3 ت Ta t Te 4 ث Śa ṡ Es dengan titik diatasnya 5 ج Jim j Je 6 ح Ha ḥ Ha dengan titik dibawahnya 7 خ kha kh Huruf ka dan ha 8 د dal d De 9 ذ Zal ż Zet dengan titik di atasnya 10 ر Ra r Er 11 ز Za z Zet 12 س Sin s Es 13 ش Syin sy Es dan ye 14 ص Sad ṣ Es dengan titik di bawahnya 15 ض Dad ḍ De dengan titik di bawahnya 16 ط Ta ṭ Te dengan titik di bawahnya 17 ظ Za ẓ Zet dengan titik di bawahnya 18 ع ain Koma terbalik (di atas) 19 غ Gain g Ge 20 ف Fa f Ef 21 ق Qaf q Qi 22 ك Kaf k Ka 23 ل Lam l El 24 م Mim m Em 25 ن Nun n En 26 و Wawu w We 27 ه Ha h Ha 28 ء Hamzah ` Apostrof condong ke kiri 29 ي Ya y Ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. 2.1 vokal tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Lain Nama fatḥah a a... kasrah i i... ḍammah u u 2.2 vokal rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda dan huruf Nama Gabungan huruf Nama ي fatḥah dan ya ai a dan i Tanda dan huruf Nama Gabungan huruf Nama fatḥah dan و wau au a dan u Contoh: ك ت ب ف ع ل - Kataba - fa ala
ذ ك ر ی ذ ه ب س ي ل ك ی ف ه و ل - żukira - yażhabu - su ila - kaifa - haulun 2.3 Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama fatḥah dan alif atau ya ā a dan garis di atas ا kasrah dan ya ī i dan garis di atas ي ḍammah dan wau ū u dan garis di atas و Contoh: ق ال ر م ى ق ل ی ق و ل - qāla - ramā - qīla - yaqūlu 3. Tā Marbūṭah Transliterasi untuk tā marbūṭah ada dua, yaitu: a. Tā Marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/.
b. Tā Marbūṭah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan Tā marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka Tā marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/. المدینة المنو رة : Contoh al-madīnah al-munawwarah atau al-madīnatul-munawwarah. 4. Syaddah Tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh : نز ل : nazzala 5. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. a. kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh : الش مس : asy-syamsu b. kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh : القمر : al-qamar 6. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab
berupa alif. Contoh : إن : inna, یا خذ : ya`khużu, قرأ : qara`a 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh : وإن الله لھو خیر الر ازقین : Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau innallāha lahuwa khairur-rāziqīn 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh : ما محمد إلا رسول :و Wa mā Muḥammadun illā rasūl