BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

ISSN situasi. diindonesia

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

2

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BERITA RESMI STATISTIK

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Pertumbuhan Produksi Tahunan Industri Mikro dan Kecil YoY menurut Provinsi,

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Kasus HIV-

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2011 TENTANG

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa. Penyakit ini perlu dicegah masuk, tersebar, dan keluarnya dengan menerapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan secara optimal (Barantan, 2009). Rabies menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, termasuk Indonesia, 25 provinsi dari 34 provinsi dinyatakan endemis rabies dan 9 provinsi lainnya dinyatakan bebas rabies yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat. Jumlah kasus rabies pada manusia rata-rata per tahun di beberapa negara Asia antara lain India 20.000 kasus, China 2.500 kasus, Filipina 200-300 kasus, Vietnam 9.000 kasus, dan Indonesia 131 kasus selama 5 tahun terakhir (Kemenkes, 2016). Distribusi penyebaran kasus rabies pada manusia (lyssa) di Indonesia dalam rentang waktu tahun 2013 2016 yang tersaji dalam (Gambar 1). Kasus rabies terjadi di 10 Provinsi tertinggi dengan rincian 97 kasus di Sulawesi Utara, 36 kasus di Sumatra Utara, 30 kasus di Kalimantan Barat, 24 kasus di Sumatra Barat, 23 kasus di Maluku, 22 kasus di Bali, 21 kasus di Gorontalo dan Maluku 1

Utara, 18 kasus di Riau, 17 kasus di Sulawesi Tenggara dan 16 kasus di Bengkulu dan Kalimantan Tengah (Kemenkes, 2016). Gambar 1. Grafik kasus lyssa per Provinsi di Indonesia tahun 2013-2016 (Subdit Pengendalian Zoonosis Kemenkes) Lalu-lintas perdagangan dan kebiasaan masyarakat membawa anjing antar pulau menjadi faktor peyebab yang memicu munculnya kasus rabies di Provinsi yang sebelumnya bebas rabies, seperti di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada September 1997, rabies ditularkan melalui anjing yang dibawa sebuah kapal penangkap ikan dari Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Dibia dan Amintorogo, 1998; Akoso, 2007). Penyebab munculnya rabies di Provinsi Maluku diduga melalui anjing yang dibawa oleh para nelayan dari Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kasus rabies di Provinsi Bali pertama kali dilaporkan terjadi di Semenanjung Bukit, Kabupaten Badung pada November 2008. Penelusuran 2

kasus gigitan anjing pada manusia yang berakhir dengan kematian dan didiagnosis dugaan rabies terjadi pada tanggal 10 Juni 2008. Mempertimbangkan masa inkubasi rabies pada anjing sekitar 2 bulan, maka diperkirakan anjing menderita rabies dalam masa inkubasi masuk ke Semenanjung Bukit sekitar bulan April 2008, yang kemungkinan diakibatkan oleh kegiatan manusia (Putra, 2009). Hasil analisis genetik dan penelusuran lalu-lintas hewan penular rabies (HPR) membuktikan rabies di Bali disebabkan masuknya virus rabies dari Sulawesi melalui lalu-lintas anjing karena adanya intervensi pelaut (Dibia, 2014). Tiga jalur penyebaran telah diidentifikasi selama periode penyebaran rabies di Indonesia yaitu gerakan anjing melalui kekuatan militer, perdagangan, dan hewan peliharaan. Proses yang paling mungkin masuknya virus rabies ke pulau bebas dari sebuah pulau yang terinfeksi adalah: (1) seekor anjing terinfeksi rabies dari sebuah pulau yang terinfeksi masuk ke pulau yang masih bebas melalui perahu (nelayan atau umum) kontak dan menginfeksi anjing rentan, (2) anjing bepergian di perahu (nelayan atau umum) dari sebuah pulau bebas ke sebuah pulau yang terinfeksi, kontak anjing yang terinfeksi, menjadi terinfeksi dan kembali ke pulau bebas (Ward dan Jover, 2015). Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar untuk melokalisir penyakit rabies yang terjadi pada suatu pulau tertentu dengan memanfaatkan potensi geografis yaitu laut sebagai batas penghalang alami namun demikian rabies di Indonesia cenderung berpotensi terus menyebar. Kondisi tersebut menggambarkan masih lemahnya sistem pengawasan terhadap lalu-lintas HPR yang ada saat ini (Dibia, 2014). 3

Dampak secara ekonomi apabila rabies masuk ke pulau Papua Barat akan sangat besar karena jarak antara kabupaten satu dengan yang lain begitu jauh, infrastruktur jalan juga masih sangat kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wera et al. (2012) kerugian ekonomi berkaitan dengan eliminasi HPR yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Rp 5,3 milyar dengan rataan realisasi eliminasi 35.000 ekor per tahun. Total biaya untuk vaksinasi dan eliminasi periode 1998-2007 diperkirakan sebesar Rp 122,3 milyar. Total kerugian ekonomi akibat rabies di Propivinsi Nusa Tenggara Timur periode 1998-2007 yaitu sebesar Rp 142 milyar atau Rp 14,2 milyar per tahun. Kewaspadaan terhadap penyebaran rabies harus tetap di lakukan untuk mempertahankan wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat bebas rabies secara historis. Pengawasan ketat terhadap lalu-lintas anjing dan HPR lainnya merupakan salah satu cara pencegahan masuknya rabies ke Provinsi Papua dan Papua Barat karena sampai saat ini belum ada laporan baik kasus gigitan anjing maupun kematian pada manusia karena rabies di Kota Sorong, Papua Barat. Dalam era otonomi daerah setiap kepala daerah dapat mengeluarkan kebijakan terkait dengan pembatasan lalu-lintas media pembawa penyakit hewan untuk melindungi wilayahnya dari ancaman penyakit yang berbahaya sebagai contoh penyakit flu burung dan rabies. Di Provinsi Papua terdapat Peraturan Daerah Nomor: 4 Tahun 2006 tentang Larangan Pemasukan Anjing, Kucing, Kera, dan Hewan sebangsanya ke wilayah Provinsi Papua dan di Provinsi Papua Barat terdapat Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor: 25 Tahun 2015 tentang Larangan Pemasukan Anjing, Kucing, Kera, dan hewan sebangsanya Ke Wilayah Provinsi 4

Papua Barat, kebijakan di atas terbukti sangat strategis dan efektif untuk menekan pergerakan lalu-lintas anjing dan HPR lainnya dari daerah lain maupun daerah yang sudah tertular rabies masuk ke wilayah Papua dan Papua Barat. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: (1) Wabah rabies di Indonesia dalam dua dekade ini cenderung semakin cepat menyebar ke pulau/wilayah lain yang sebelumnya berstatus bebas. Kebiasaan masyarakat membawa anjing antar pulau, dari daerah tertular ke daerah bebas telah terbukti berperan dalam penyebaran penyakit ini, (2) Kota Sorong merupakan daerah terancam yang sangat dekat dengan daerah endemis rabies yaitu pulau Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara. Kota Sorong merupakan pintu gerbang utama menuju daerah Papua lainnya sehingga menjadi daerah yang memiliki faktor risiko tertular rabies yang tinggi. Lalu-lintas barang, alat angkut, dan orang yang sangat tinggi serta masih banyak pintu-pintu pemasukan yang tidak di jaga oleh petugas karantina menjadi risiko masuknya HPR yang berpotensi menyebarkan rabies ke Kota Sorong dan sekitarnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian risiko kualitatif terhadap: (1) kemungkinan masuk dan tersebarnya rabies pada anjing dari daerah endemis rabies ke Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, (2) mengidentifikasi jalur potensial yang digunakan dalam lalu-lintas HPR ke Kota Sorong. 5

Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan: (1) pengetahuan secara ilmiah penilaian risiko kualitatif terhadap masuk dan tersebarnya rabies pada anjing ke Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, (2) mendukung program pemerintah dalam mempertahankan daerah bebas rabies dan menuju Indonesia bebas rabies tahun 2020, dan (3) teridentifikasinya jalur potensial yang kemungkinan besar sebagai pintu masuknya HPR ke Kota Sorong sehingga penyebaran penyakit dapat diantisipasi sedini mungkin. Keaslian Penelitian Penelitian penilaian risiko kualitatif masuk dan tersebarnya rabies pada anjing dari daerah endemis rabies ke Kota Sorong, Provinsi Papua Barat belum pernah dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan penelusuran hasil kajian dan penelitian dari para peneliti sebagai berikut: (1) Penilaian risiko secara kuantitatif masuk dan tersebarnya rabies di pulau Lombok dilakukan oleh Mustiana (2013) dengan judul Assessment of the Risk For Rabies Introduction and Establishment In Lombok, Indonesia, hasilnya teridentifikasinya potensi masuknya virus rabies melalui anjing yang dimasukkan dari pulau atau wilayah yang terinfeksi rabies ke Lombok, dengan adanya pergerakan anjing yang terdokumentasi secara ilegal dengan orang-orang yang bepergian dengan feri, dan kemungkinan pelepasan dan pendedahan tidak dapat diabaikan, (2) Dibia (2014) melakukan penelitian Kajian Faktor Risiko Rabies di Bali, penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian rabies pada anjing di Bali, dan 6

menunjukkan hasil bahwa telah terjadi transportasi anjing dari daerah/pulau terluar Indonesia (Kalimantan dan Sulawesi) ke Bali dalam pelayaran tradisional yang dilakukan oleh pelaut/anak buah kapal (ABK), virus rabies yang menyebabkan wabah di Bali berasal dari Sulawesi yang sangat mungkin di bawah oleh nelayan antar pulau, (3) Penilaian besarnya risiko pemasukan virus rabies ke Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dari Pulau Sumatera secara kualitatif dilakukan oleh Farchani (2015) dengan hasil penilaian risiko dinilai sangat tinggi yaitu risiko pada anjing yang di bawa oleh individu untuk dipelihara sebagai hewan kesayangan dan anjing yang dilalulintaskan oleh komunitas berburu babi hutan, Perkiraan risiko yang sangat tinggi ini, sudah seharusnya membuat pemerintah Provinsi Kepulauan Riau waspada terhadap pemasukan rabies ke wilayahnya, dan Safitri (2015) juga melakukan penelitian penilaian risiko terhadap pemasukan virus rabies melalui anjing untuk konsumsi dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta dan hasilnya memiliki perkiraan risiko sangat tinggi/ekstrim dengan ketidakpastian rendah. Penilaian ini didasarkan pada status Kabupaten Sukabumi yang belum bebas rabies serta masih rendahnya cakupan vaksinasi. Lebih kurang 80% anjing yang dikirim dari Kabupaten Sukabumi ke DKI memiliki status vaksinasi yang tidak jelas (anjing liar/diliarkan dan anjing buru afkir). Penilain dampak menjadi sangat tinggi mengingat DKI Jakarta adalah ibukota negara sekaligus sebagai kota bisnis dan pariwisata, sehingga terjadinya kasus rabies di daerah ini akan memiliki dampak yang signifikan di tingkat nasional. 7

Persamaan dan perbedaan penelitian tentang penilaian risiko terhadap penyakit rabies di Indonesia tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Persamaan dan perbedaan penelitian penilaian risiko rabies Peneliti/Tahun Judul Persamaan Perbedaan Ana Mustiana/2013 Risiko Rabies Assessment of the Risk For Rabies Introduction and Establishment In Lombok, Indonesia Kuantitatif - Lokasi di Lombok, NTB I Nyoman Dibia/2014 Kajian Faktor Risiko Rabies di Bali Risiko Rabies - Faktor Risiko yang berasosiasi dengan kejadian rabies - Identifikasi secara phylogenetik - Lokasi di Bali Hanif farchani/2015 Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Rabies Dari Pulau Sumatera Ke Provinsi Kepulauan Riau Risiko Rabies - Risiko dari Pulau Sumatera ke Pulau Bintan - Lokasi Kepulauan Riau Vitasari Safitri/2015 Penilaian Kualitatif Pemasukan Virus Rabies Dari Sukabumi Ke DKI Jakarta Melalui Anjing Risiko Rabies - Risiko melalui anjing khususnya untuk konsumsi - Lokasi DKI Jakarta 8