PENGARUH KEMAMPUAN PENALARAN FORMAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MEMPERHATIKAN TINGKAT PENDIDIKAN AYAH SISWA. Baso Intang Sappaile * )

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN HASIL TES KETERAMPILAN PENALARAN FORMAL MAHASISWA SEBELUM DAN SESUDAH PERKULIAHAN PENGANTAR DASAR MATEMATIKA

HUBUNGAN KEMAMPUAN PENALARAN DALAM MATEMATIKA DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

PENGARUH KEMAMPUAN PENALARAN FORMAL TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS II SLTP NEGERI 1 SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA Muh.

BIMBINGAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN SIMULASI DALAM MENUMBUHKAN SIKAP PESERTA DIDIK TERHADAP MATEMATIKA. Oleh : Baso Intang Sappaile 1

PEMBELAJARAN PENALARAN FORMAL MELALUI BAHAN AJAR MATEMATIKA SISWA SMA DENGAN MATERI ALJABAR

Keyword: Formal Education, Area Of Education of Family, result of physics learning

Pengaruh Umpan Balik Hasil Tes Formatif Terhadap Hasil Belajar Matematika

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 5 NOMOR 1 JANUARI 2014

ISSN Pedagogy Volume 1 Nomor 1

BAB III METODE PENELITIAN

Penanaman Konsep Bilangan Real Melalui Tugas Terstruktur

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan kurikulum, latihan kerja guru, penyediaan sarana, pengadaan alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Dosen Program Pendidikan Geografi PIPS, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia. Keperluan korespondensi, HP : ,

PENGARUH PENGELOLAAN PERALATAN PRAKTIKUM DAN PERAN TEKNISI TERHADAP PRESTASI MEMBUBUT

PEMETAAN PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET SISWA SMA MENGGUNAKAN TES OPERASI LOGIS (TOL) PIAGET DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Project based learning (PjBL) dalam penelitian ini menggunakan. dipresentasikan kepada orang lain.

PENGARUH NILAI UJI KOMPETENSI KEJURUAN DAN INFORMASI DUNIA KERJA TERHADAP MINAT BEKERJA SISWA

Kadek Rahayu Puspadewi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Ditinjau dari Kemampuan Verbal pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Se-Kota Makassar

Esa Gunarti Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah weak-experiment karena tidak

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN PERSEPSI SISWA TERHADAP PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 1 JETIS

OLEH : MUHAMMAD ANDIK SUBRATA NIM.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan selama bulan november hingga desember 2012.

PENGARUH KREATIVITAS DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PENGARUH GAYA BELAJAR DAN MOTIVASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH ORGANISASI DAN ARSITEKTUR KOMPUTER

dalam belajar tidak nyaman. Oleh karena itu kelestarian lingkungan sekolah perlu mendapat perhatian dari semua pihak, terutama pihak sekolah yang

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 BUA

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

ISSN: Vol. 4, No. 1, Maret 2017

PENGARUH KESADARAN METAKOGNISI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FMIPA UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII BERDASARKAN TEORI PIAGET DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SAVI DI TINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN FORMAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 BAUBAU

PENGARUH TINGKAT PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD MUHAMMADIYAH WIROBRAJAN 3 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB III METODE PENELITIAN. sekarang (Arikunto, 2010:245). Hal yang digambarkan pada penelitian ini

Witan Faestri, Agustina Sri Purnami Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. *Korespondensi:

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI SISWA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR KELOMPOK DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X DAN XI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

PENGARUH KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO ANGKATAN 2016

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN NUMERIK, VERBAL DAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA FISIKA DENGAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. analisis, (c) hasil pengujian hipotesis penelitian, (2) pembahasan, dan (3) keterbatasan penelitian.

PENGARUH LATIHAN MEMBANGUN KONSEP TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH TOPIK KALOR PADA SISWA SMAN 1 SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai

RATIH DEWI PUSPITASARI K

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Regresi pertama kali digunakan sebagi konsep statistika pada tahun 1877 oleh sir Francis Galton.

PENGARUH PEMBELAJARAN QUANTUM DAN KEMAMPUAN AWAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS VIII SMP DI WATAMPONE

PENGARUH TIPE TES DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 30 DKI JAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif.

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

Kata Kunci: sikap belajar, peran orang tua, prestasi belajar

HUBUNGAN KEMAMPUAN VERBAL DAN PENALARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK PADA MATERI TABEL PERIODIK UNSUR

STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN KOOPERTIF TIPE NUMBERD HEAD TOGETHER DENGAN TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISION TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA


BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB 2 LANDASAN TEORI

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH INTENSITAS BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA KELAS XI IPS DI SMAN 5 MAKASSAR

KONSEP PENELITIAN EX-POST FACTO. Baso Intang Sappaile )

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional dengan pendekatan ex post facto dan survey. Metode asosiatif

EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

HUBUNGAN PRESTASI MEMBACA GAMBAR DAN PRAKTIK MENGGAMBAR MANUAL TERHADAP PRESTASI MATA PELAJARAN CAD

HUBUNGAN SELF EFFICACY, MOTIVASI, DAN PROKRASTINASI AKADEMIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP SE-KECAMATAN KRATON YOGYAKARTA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BRUNER DI KELAS I SDN 05 PANINGGAHAN KABUPATEN SOLOK. Abstrak

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

DESKRIPSI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI BILANGAN BULAT DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT DAN FIELD DEPENDENT

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 3 No 2, Juli 2015

KORELASI PENGUASAAN MATERI DASAR DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

ISSN Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 3, Nomor 1, Maret 2014

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan, yaitu penerapan strategi pembelajaran Inquiry pada pembelajaran. matematika dan pembelajaran konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan pengolahan data menggunakan uji korelasional.

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 1)

KONTRIBUSI KREATIVITAS SISWA DALAM PRAKTIK PEMESINAN DAN MOTIVASI KERJA SISWA TERHADAP KESIAPAN KERJA

ISSN Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 3, Nomor 1, Maret 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan di sekolah SMP Islam Al-Ulum Medan

Oleh: MUHAMMAD DZIKRI ZUFRIANSYAH A

BAB III METODE PENELITIAN

DESKRIPSI DAYA SERAP SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BUA DALAM MENYELESAIKAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL

BAB III METODE PENELITIAN. Terkait dengan tujuan penelitian ini yang mengabaikan variabel luar yang

III. METODELOGI PENELITIAN. Pada bab 3 ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan metode

Transkripsi:

Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan-UNIMED, Volume: 13 Khusus Mei 2007, hal. 99-109, ISSN 0852-0151 PENGARUH KEMAMPUAN PENALARAN FORMAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MEMPERHATIKAN TINGKAT PENDIDIKAN AYAH SISWA Baso Intang Sappaile * ) ABSTRACT The objective of the study is to know the effect of logical thinking toward students outcome in mathematics. The population was all grade one students of SMU Negeri Makassar. Cluster random sampling technique was applied to obtain 237 first graders to be the sample. Used by instrument is achievement test in mathematics, test of logical thinking and observation sheet. Obtained to be data to be analysed by descriptive analysis and regression analysis. It was found out that: (1) students outcome in mathematics very low category, (2) students outcome in logical thinking in general not yet is formal, and (3) logical thinking have relation which is significant with achievement in mathematics, with determination coefficient is 31%. Kata Kunci: Kemampuan penalaran formal, Prestasi belajar matematika, Tingkat pendidikan ayah siswa. A. PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan formal dipandang memegang peranan yang sangat penting, sebab matematika merupakan suatu sarana berpikir logis, analitis, dan sistematis. Dalam GBPP Matematika Sekolah Menengah Umum (1993: 1-2) dinyatakan bahwa tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan menengah memberi tekanan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap siswa serta juga memberi tekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika. Soedjadi (1989: 3) menyatakan bahwa berbicara tentang matematika, tidaklah tepat bila dilepaskan dari perkembangan ilmu dan teknologi yang ada dewasa ini. Hal ini terutama disebabkan oleh kedudukan matematika sebagai "ilmu dasar" atau "pengetahuan dasar" yang menopang perkembangan teknologi serta berkembang seiring dengannya. Oleh karena itu tidak dapat disangkal lagi bahwa untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional yang didukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peran matematika sangat penting. Mengingat pentingnya matematika, maka sangat diharapkan siswa sekolah menengah termasuk SMU untuk menguasai pelajaran matematika SMU. Nurkancana (1992: 92) menyatakan bahwa siswa menguasai bahan pelajaran apabila siswa memperoleh skor 6,5 atau lebih (65% atau lebih dari skor maksimal). Mempelajari matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika juga berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak. Sebagai suatu struktur dan hubunganhubungan, maka matematika memerlukan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang dapat diberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut dapat terbentuk bila sudah memahami konsep *) Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd. adalah Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar.

sebelumnya. Misalnya seorang peserta didik mempelajari konsep B yang berdasar pada konsep A, maka peserta didik tersebut terlebih dahulu harus memahami konsep A, sebab tanpa memahami konsep A maka peserta didik itu tidak mungkin memahami konsep B. Ini berarti bahwa mempelajari konsep-konsep dalam matematika haruslah bertahap dan berurutan serta berdasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Matematika yang berkenaan dengan ideide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka sebelum kita memahami simbol-simbol itu terlebih dahulu kita harus memahami ide-ide yang terkandung di dalamnya. Sinbol-simbol tersebut pada umumnya kosong dari arti, artinya simbolsimbol tersebut dapat diberikan arti tertentu sesuai dengan semestanya. Sebagai contoh, dalam aljabar atau aritmetika sering kita jumpai simbol (x,y). Pasangan simbol x dan y ini masih kosong dari arti. Apabila simbol itu dipakai di dalam lingkup ilmu ukur analitika, biasa kita beri arti koordinat suatu titik. Bila dipakai dalam geometri vektor, simbol itu berarti vektor posisi dapat berarti (2,3); (4,6) dan sebagainya. Tetapi bila dipakai di dalam aritmetika lanjut simbol (x,y) dapat diberi arti pecahan, misalnya 2/3; 4/6 dan sebaginya. Sedangkan di dalam aljabar dapat juga diberi arti bilangan kompleks x + iy yang mungkin berarti 2 + 3i; 4 + 6i dan sebagainya (Soedjadi, 1985: 15). Hal ini menunjukkan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, dan simbol-simbol, kemudian menerapkan konsepkonsep yang dihasilkan ke situasi yang nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku. 2 Arifin (1991: 3) mengartikan kata "prestasi" sebagai "hasil usaha". Jadi prestasi adalah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk suatu keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti prestasi menunjuk suatu keberhasilan yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Dalam proses belajar mengajar, penyajian materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam kelas kepada siswa dengan maksud siswa dapat menguasai materi pelajaran yang diberikan. Bila dikaitkan dengan matematika, maka prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu selang tertentu. Bilamana siswa telah menguasai materi pelajaran matematika maka akan terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku inilah yang merupakan tujuan pengajaran matematika dalam arti siswa telah memiliki pengetahuan tentang matematika. Prestasi belajar matematika ini dapat diukur dengan tes prestasi belajar. Sudjana (1991: 35) mengemukakan bahwa tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan prestasi belajar matematika dalam tulisan ini adalah hasil belajar siswa kelas I SMU Negeri di Kota Makassar dalam bidang studi matematika dengan materi berdasarkan GBPP 1993 yang diperoleh dengan menggunakan tes prestasi belajar matematika. Tes tersebut mengandung aspek kognitif yang diarahkan kepada unsur pengetahuan atau ingatan, unsur pemahaman dan unsur aplikasi atau penerapan. Dalam filsafat ilmu (1983: 2-3), dijelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya

merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Manusia mampu menalar artinya berpikir secara logis dan analitik. Karena kemampuan menalarnya dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikannya hasil pikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan melainkan juga mampu mengembangkannya. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam menemukan kebenaran (Filsafat Ilmu, 1983: 3). Selanjutnya disebutkan bahwa ciri-ciri penalaran adalah (1) adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika, dan (2) proses berpikirnya bersifat analitik. (Filsafat Ilmu, 1983: 3). Nur (1991: 5) mengemukakan bahwa ada lima operasi penalaran, yaitu: (1) penalaran proporsional, (2) pengontrolan variabel, (3) penalaran probabilistik, (4) penalaran korelasional dan (5) penalaran kombinatorial. Piaget (dalam Nur, 1991: 5) mendefinisikan penalaran proporsional sebagai suatu struktur kualitatif yang memungkinkan pemahaman sistem-sistem fisik kompleks yang mengandung banyak faktor. Sebagai contoh pemahaman sistem fisik kompleks adalah pemahaman yang berkaitan dengan proporsi dan ratio. Nickerson,dkk (dalam Nur, 1991: 5) mengemukakan anak yang mampu menalar proporsional dapat mengembangkan hubungan proporsional antara berat dan volume, mentransfer penalaran proporsional dari dua dimensi ke tiga dimensi, menggunakan penalaran proporsional untuk menaksir ukuran suatu populasi yang tidak diketahui. 3 Berdasarkan pendapat di atas, maka siswa yang telah tergolong tahap operasi formal akan dapat memahami dan menjawab dengan benar soal-soal yang berkaitan dengan masalah proposisi dan rasio, yang meskipun mereka belum pernah diajar tentang hal itu. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa yang telah memasuki operasi formal akan mempunyai kemampuan penalaran proporsional. Perkembangan kemampuan pengontrolan variabel merupakan indeks perkembangan intelektual. Menurut Inhelder dan Piaget (dalam Nur, 1991: 6) pemikir formal dapat menetapkan dan mengontrol variabel-variabel tertentu dari satu masalah. Kemampuan mengontrol variabel merupakan salah satu ciri penalaran formal. Para pemikir formal menyadari bahwa pada saat melakukan eksperimen harus dapat mengontrol seluruh faktor yang dapat mempengaruhi variabel responden hanya mengubah satu variabel pada suatu saat sebagai variabel manipulasi untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel manipulasi itu terhadap variabel respon. Nur (1991: 6) mengemukakan penalaran probabilistik terjadi pada saat seorang menggunakan informasi untuk memutuskan apakah suatu kesimpulan berkemungkinan benar atau berkemungkinan tidak benar. Perkembangan penalaran ini dimulai dari perkembangan ide peluang. Menurut Piaget dan Inhelder (dalam Nur, 1991: 6), ide peluang berkembang kira-kira pada usia 7 sampai 10 tahun. Pada usia tersebut anak dapat membedakan hal-hal yang pasti dan hal-hal yang mungkin. Kemudian pengertian tentang banyak kemungkinan itu menumbuhkan ide tentang peluang atau probabilitas, anak itu belajar bahwa operasi intelektual yang baru diketahui itu tidak selalu benar. Ia mulai dapat membedakan hal-hal yang pasti terjadi dan yang memiliki kemungkinan terjadi dari perhitungan peluang. Konsep probabilitas sepenuhnya dikuasai anak pada tahap operasi formal.

Dengan demikian konsep probabilitas harus sepenuhnya dikuasai oleh siswa yang telah berada pada tahap operasional, yang ditandai dengan dapatnya membedakan halhal yang pasti terjadi dan hal-hal yang memiliki kemungkinan terjadi dari perhitungan peluang. Lawson (dalam Nur, 1991: 7) menyatakan bahwa penalaran korelasional didefinisikan sebagai pola berpikir yang digunakan seorang anak untuk menentukan kuatnya hubungan timbal balik atau hubungan terbalik antara variabel. Dengan demikian seseorang yang tergolong dalam operasi formal akan dapat mengidentifikasikan apakah terdapat hubungan antara variabel yang ditinjau dengan variabel lainnya. Penalaran korelasional melibatkan pengidentifi-kasian dan pengverifikasian hubungan antara variabel. Menurut Vantipa Roadrangka (dalam Nur, 1991: 7) menyatakan bahwa penalaran kombinatorial adalah kemampuan untuk mempertimbangkan seluruh alternatif yang mungkin pada suatu situasi tertentu. Individu operasi formal pada saat memecahkan suatu masalah akan menggunakan seluruh kombinasi atau faktor yang mungkin yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Selanjutnya Inhelder dan Piaget (dalam Nur, 1991:7) menyatakan bahwa pemikir formal dapat memperhitungkan seluruh faktor yang mungkin dalam perhitungan sistematika dalam situasi pemecahan masalah banyak-faktor. Pada tahap operasi formal anak juga mampu berpikir kombinatorial. Bila seorang anak dihadapkan kepada suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor-faktor tersendiri atau mengkombinasikan faktor-faktor itu untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut (Hudoyo, 1979: 90). Dengan demikian siswa yang tergolong dalam operasi formal bila dihadapkan pada suatu masalah maka akan mampu menyusun seluruh kemungkinan yang mungkin terjadi dari semua variabel yang disediakan. Hasil studi Kreangsak Prowsri dan Propon Jearakul (dalam Hudoyo, 1988: 192) di Sekolah Menengah Thailand dalam tahun 1986 melaporkan bahwa kemampuan berpikir logik, minat terhadap matematika, dan sikap terhadap matematika berkorelasi secara signifikan dengan hasil belajar matematika. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kemampuan berpikir logik dan minat terhadap matematika dapat dikombinasikan sebagai prediktor hasil belajar matematika dengan R = 0,54. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyati (1988: 73) terhadap siswa-siswa SMP di Malang disimpulkan bahwa pendidikan orang tua memberikan sumbangan cukup berarti adalah pendidikan ayah, sedang pendidikan ibu tidak. Penelitian yang dilakukan oleh Rery (1990: 115) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif yang sangat signifikan antara kemampuan penalaran formal dan prestasi kimia siswa kelas II A1, II A2 SMA Negeri Kodya Surabaya. Dengan koefisien korelasi r = 0,63395, atau 40,2 % variasi prestasi Stoikiometri siswa dapat dijelaskan oleh kemampuan penalaran formal. Penelitian yang dilakukan oleh Sogog (1994: 86-87) kepada siswa kelas I SMA di Kota Singaraja menyimpulkan bahwa secara simultan terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara NEM Matematika SMP dan kemampuan berpikir formal dengan prestasi belajar matematika siswa kelas I SMA di kota Singaraja. Dengan koefisien korelasi ganda R = 0,8141 berarti 66,28 % variasi prestasi belajar matematika dapat dijelaskan secara bersamasama oleh NEM MAT SMP dan kemampuan berpikir formal. Selanjutnya disebutkan pula bahwa terdapat korelasi yang murni dan signifikan antara kemampuan berpikir formal dengan prestasi belajar matematika. Dengan koefisien korelasi murni sebesar 0,5407 berarti sumbangan murni kemampuan berpikir formal 4

terhadap prestasi belajar matematika adalah 29,24%. Pidgeon (dalam Moegiadi, 1979: 99) menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara prestasi belajar dalam matematika dengan tingkat aspirasi pendidikan orang tua murid, pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan ayah. Semakin tinggi status pada variabel ini semakin tinggi pula prestasi belajar murid. Pendekatan dalam penelitian ini adalah ex-post facto dan dirumuskan masalah, yaitu (1) Bagaimanakah (a) kemampuan penalaran formal, dan (b) prestasi belajar matematika siswa SMU Negeri di Kota Makassar?, (2) Apakah kemampuan penalaran formal, dan tingkat pendidikan ayah siswa mempunyai hubungan dengan prestasi belajar matematika?, (3) Apakah ada perbedaan yang signifikan skor rata-rata prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP dengan siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA?, dan (4) Apakah ada perbedaan yang signifikan skor rata-rata prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA dengan siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi? Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban terhadap masalah-masalah tersebut. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kemampuan penalaran formal, dan tingkat pendidikan ayah siswa secara bersama-sama dengan prestasi belajar matematika siswa SMU Negeri di Kota Makassar, serta hubungan kemampuan penalaran formal dengan prestasi belajar matematika, untuk tiap tingkat pendidikan ayah siswa. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian expost facto yang bertujuan untuk memperoleh jawaban terhadap masalah-masalah tersebut. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kemampuan penalaran formal, dan tingkat pendidikan ayah siswa secara bersama-sama dengan prestasi belajar matematika siswa SMU Negeri di Kota Makassar, serta hubungan kemampuan penalaran formal dengan prestasi belajar matematika, untuk tiap tingkat pendidikan ayah siswa. Populasi penelitian adalah semua siswa SMU Negeri di Kota Makassar. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified cluster random sampling. Untuk memperoleh skor variabel penelitian, digunakan tiga jenis instrumen, yaitu (1) tes prestasi belajar matematika, (2) tes kemampuan penalaran formal, dan (3) lembar observasi. Tes prestasi belajar matematika disusun berdasarkan kurikulum SMU 1994 yang memuat 37 butir soal dalam bentuk pilihan jawaban yang berganda. Untuk mengukur kemampuan penalaran formal siswa digunakan tes kemampuan penalaran formal yang diadaptasi dari TOLT (Test of Logical Thinking) yang memuat 10 butir soal yang telah dikembangkan oleh Kenneth Tobin dan Willian Capie. Sedang lembar observasi digunakan untuk data tingkat pendidikan ayah siswa yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: SMTP ke bawah, SMTA, dan Pendidikan Tinggi. Data yang diperoleh dari sampel penelitian berupa skor kemampuan penalaran formal, dan skor prestasi belajar matematika, dianalisis dengan memakai teknik analisis statistika. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil analisis statistik deskriptif yang dikemukakan adalah rata-rata dan standar deviasi dari variabel kemampuan penalaran formal (X), dan variabel prestasi belajar matematika (Y) ditunjukkan pada tabel 1 dan tabel 2 berikut. 5

Tabel 1 Kemampuan Penalaran Formal Menurut Tingkat Pendidikan Ayah Siswa Variabel Tingkat Mean Standar Minimum Maksimum N Pendidikan Deviasi SMTP ke bawah 5,2059 1,1933 3 8 136 X SMTA 4,9474 1,2723 3 7 38 PT 4,6190 1,6007 2 8 63 Gabungan 5,0100 1,3400 2 8 237 X = Kemampuan penalaran formal Berdasarkan tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran formal, skor tertinggi yang mungkin dicapai oleh siswa adalah 10. Bila dikelompokkan kemampuan penalaran formal menjadi empat tingkatan, yaitu kongkrit, transisi, awal formal, dan formal, 6 maka dapat dinyatakan bahwa secara deskriptif kemampuan penalaran formal siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah, SMTA, pendidikan tinggi dikategorikan berturut-turut awal formal, transisi, transisi. Tabel 2 Prestasi Belajar Matematika Menurut Tingkat Pendidikan Ayah Siswa Variabel Tingkat Standar Mean Pendidikan Deviasi Minimum Maksimum N SMTP ke bawah 21,1765 6,3781 15 34 136 Y SMTA 17,6842 1,6621 15 20 38 PT 17,6825 2,6569 13 20 63 Gabungan 19,6900 5,3400 13 34 237 Y = Prestasi belajar matematika Berdasarkan tes yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar matematika skor tertinggi yang mungkin dicapai oleh siswa adalah 37. Bila dikelompokkan prestasi belajar matematika menjadi lima kategori, yaitu: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi, maka dapat dinyatakan bahwa secara deskriptif prestasi belajar matematika siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah, SMTA, pendidikan tinggi dikategorikan berturut-turut rendah, sangat rendah, sangat rendah. Hasil analisis statistik inferensial dilakukan dengan analisis regresi. Data yang digunakan adalah skor variabel kemampuan penalaran formal (X), dan skor prestasi belajar matematika (Y) merurut tingkat pendidikan ayah siswa (T). Analisis regresi dilakukan dengan memakai X, T sebagai variabel bebas dan Y sebagai variabel tak bebas. Dengan memakai memakai X (numerik), T (kategorik) sebagai variabel bebas dan Y sebagai variabel tak bebas yang numerik, maka maka persamaan model regresinya adalah: Y = o + 1*X + 2*T1 + 3*T2 +. Dengan Y = skor prestasi belajar matematika X = skor kemampuan penalaran formal 1,SMTA T 1 0,lainnya 1,P.T inggi T 2 0,lainnya i = parameter, i = 1, 2. = suku kesalahan random yang diasumsikan berdistribusi normal dengan mean nol dan varians 2.

Fungsi penaksir model regresi linear tersebut di atas adalah ^ Y = B0 + B1*X + B2*T1 + B3*T2 yang hasilnya ditunjukkan pada tabel 3 dan tabel 4 berikut. Tabel 3 Hasil Anavar Regresi Model Linear Sumber Variansi db JK RJK F p Model Kesalahan 3 233 2108,3 4630,6 702,8 19,9 35,36-0,000 - Total 237 6738,9 - - - Tabel 4 Hasil Statistik Uji-t Estimator Parameter bi Variabel Bi ti p Konstanta X T1 T2 11,565 1,846-3,015-2,410 9,582 8,396-3,677-3,486 0,000 0,000 0,000 0,001 Berdasarkan tabel 3, diperoleh fungsi regresi = 11,565 + 1,846 X 3,015 T1 2,410 T2. Y^ Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah (T1=0, T2=0) adalah Y^ = 11,565 + 1,846 X. Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA (T1=1, T2=0) adalah Y^ = 9,155 + 1,846 Y X. Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi (T1=0, T2=1) adalah Y^ = 8,550 + 1,846 X. Ketiga fungsi regresi tersebut di atas, dapat dilihat grafik yang ditunjukkan pada Gambar-1 berikut. Y SMP = 11,6 + 1,8 X Y SMA = 9,2 + 1,8 X Y PT = 8,6 + 1,8 X X (0,0) Gambar 1. Grafik fungsi regresi ketiga tingkat pendidikan ayah siswa 7

Selanjutnya, hipotesis yang diperhatikan tentang keberartian model. Untuk itu diuji kebenaran hipotesis: H0: 1 = 2 = 3 = 0 H1: salah satu dari tiga 0 Berdasarkan tabel 3 dan menetapkan taraf signifikansi 0,05 maka hasil statistik Uji-F, F h = 35,361 (nilai-p = 0,000) menunjukkan H0 ditolak atau H1 diterima. Ini berarti bahwa variabel bebas X, T1, T2 secara bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel tak-bebas Y. Dengan kata lain, variabel kemampuan penalaran formal dan tingkat pendidikan ayah siswa mempunyai hubungan dengan variabel prestasi belajar matematika. Koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,313 yang berarti sekitar 31% variasi skor prestasi belajar matematika dapat dijelaskan secara bersamasama oleh variabel kemampuan penalaran formal dan tingkat pendidikan ayah siswa. Hipotesis tentang keberartian parameter yang berkaitan dengan variabel X, dalam hal ini akan diuji kebenaran hipotesis sepihak: H0: 1 0 lawan H1: 1 > 0 Dengan ditetapkan taraf signifikansi 0,05, dan hasil statistik uji-t pada tabel 4 dengan t h = 8,396 (nilai-p = 0,000) maka H0 diterima atau H1 ditolak. Ini berarti bahwa variabel bebas X mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas Y. Dengan kata lain variabel kemampuan penalaran formal mempunyai hubungan positif dengan variabel prestasi belajar matematika, setelah memperhitungkan tingkat pendidikan ayah siswa. Hipotesis tentang keberartian parameter yang berkaitan dengan variabel T1, dalam hal ini, akan diuji kebenaran hipotesis sebagai berikut: H0 : 2 = 0 lawan H1 : 2 0 Dengan ditetapkan taraf signifikansi 0,05, dan hasil statistik uji-t pada tabel 4 dengan t h = - 3,677 (nilai-p = 0,000) maka H0 ditolak atau H1 diterima. Ini berarti bahwa variabel bebas T1 mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel tak bebas Y. Dengan kata lain, ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi dengan ayahnya tidak berpendidikan tinggi. Hipotesis tentang keberartian parameter yang berkaitan dengan variabel T2, dalam hal ini, akan diuji kebenaran hipotesis sebagai berikut: H0 : 3 = 0 lawan H1 : 3 0 Dengan ditetapkan taraf signifikansi 0,05, dan hasil statistik uji-t pada tabel 4 dengan t h = - 3,486 (nilai-p = 0,001) maka H0 ditolak atau H1 diterima. Ini berarti bahwa variabel bebas T2 mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel tak bebas Y. Dengan kata lain, ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA dengan ayahnya tidak berpendidikan SMTA. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis deskritif dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan mean (skor rata-rata) dan standar deviasi skor kemampuan penalaran formal dari 136 siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah, 38 siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA, dan 63 siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi sebagai sampel penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mulyati (1988: 73) terhadap siswa-siswa SMP di Malang, disimpulkan bahwa pendidikan orang tua memberikan sumbangan cukup berarti adalah pendidikan ayah. Selanjutnya, terdapat perbedaan mean (skor rata-rata) dan standar deviasi skor prestasi belajar matematika dari 136 siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah, 38 siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA, dan 63 siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi sebagai sampel penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pidgeon (dalam Moegiadi, 1979: 99) menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara prestasi belajar dalam matematika dengan tingkat aspirasi pendidikan orang tua murid, 8

pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan ayah. Dengan memperhatikan tingkat pendidikan ayah siswa dan nilai minimum dan nilai maksimum yang diperolehnya terlihat bahwa skor minimum dan skor maksimum siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP dan SMTA lebih tinggi daripada skor minimum dan skor maksimum siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi. Dengan kenyataan ini peneliti menduga bahwa perhatian ayah siswa yang berpendidikan SMTP dan SMTA lebih memperhatikan pendidikan anaknya daripada ayah siswa yang berpendidikan tinggi. Mungkin ini terjadi karena ayah siswa yang berpendidikan tinggi lebih banyak kesibukan sehari-harinya daripada ayah siswa lainnya. Apabila ditinjau berdasarkan tingkat pendidikan ayah siswa, maka penguasaan siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah, SMTA, dan pendidikan tinggi masingmasing sekitar 57%, 48%, dan 48%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tingkat penguasaan siswa dari tiap-tiap tingkat pendidikan ayah siswa masih berada dalam kategori rendah. Prestasi belajar matematika baik memperhatikan maupun tanpa memperhatikan tingkat pendidikan ayah siswa secara umum masih tergolong sangat rendah. Tanpa memperhatikan tingkat pendidikan ayah siswa, tingkat penguasaan siswa hanya berkisar 53%. Dengan memperhatikan tingkat pendidikan ayah siswa, yaitu tingkat pendidikan ayah siswa SMTP ke bawah, SMTA, dan pendidikan tinggi, tingkat penguasaan siswa berturut-turut 57%, 48%, dan 48%. Kemampuan penalaran formal siswa SMU Negeri Kota Makassar pada umumnya belum formal, artinya siswa belum dapat mengontrol seluruh faktor yang dapat mempengaruhi variabel responden hanya mengubah satu variabel pada suatu saat sebagai variabel manipulasi untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel manipulasi itu terhadap variabel respon. Sebagai bahan pembanding, 9 Hudoyo (1979: 91) memberikan contoh tentang siswa yang telah memasuki kemampuan penalaran formal sebagai berikut: Anak-anak diberi suatu pendulum dan diberitahukan bagaimana memperpanjang talinya, bagaimana membuat beban lebih berat, bagaimana melepaskan beban dari bermacam-macam ketinggian dan bagaimana mendorongnya dengan berbagai gaya. Anak diminta untuk menentukan yang mana dari empat faktor, tersendiri atau dengan kombinasi, mempengaruhi kecepatan mengayunnya pendulum tersebut. Pada anak usia 6 tahun (A), percobaan yang dilakukan tidak menentu. Sulit untuk dianalisis. Sedangkan B yang berusia 10 tahun mengatakan:"lebih pendek talinya, berayun lebih cepat." Kemudian ia mencoba membuat yang berbeda dengan panjang tali yang sama. Kemudian B itu mengatakan: "Pemberat yang terbesar berayun lebih cepat; pemberat yang lebih kecil berayun lebih lambat." Adapun C yang usianya 15 tahun sebelum ia mengerjakan tugasnya, ia berpikir sebentar. Ia mengayun pemberat dengan panjang tali tertentu (p) dan kemudian panjang tali diperpendek (p). Kemudian pemberat lain dengan panjang tali p dan kemudian panjang tali diperpendek (p). Akhirnya C menyimpulkan: "Panjang tali merupakan faktornya. Tali itulah yang membuat ayunan cepat atau lambat." A melakukan percobaan tanpa pola khusus dan tentu saja tidak bisa mengambil kesimpulan apa-apa. Sedang B menunjukkan teknik yang lebih baik tetapi cara pendekatannya kurang tepat. Karena itu percobaannya tidak tersusun secara sistematis sehingga kesimpulan yang diperoleh kurang memuaskan. Adapun C sebelum melaksanakan percobaan, ia merencanakan suatu cara yang meliputi segala kemungkinan kombinasi faktor-faktor yang menunjukkan bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut sudah diduga sebelumnya. Secara inferensial, dan pada Gambar-1 dapat dinyatakan bahwa (1) skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah lebih tinggi daripada skor rata-rata prestasi belajar matema-

tika siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA, dan (2) skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA lebih tinggi daripada skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi. Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah adalah = Y^ 11,565 + 1,846 X dan skor minimum dan maksimum kemampuan penalaran formal berturut-turut 3 dan 8, maka estimasi minimum skor rata-rata prestasi belajar matematika adalah 17,10 dan estimasi mksimum 26,33. Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA adalah Y^ = 9,155 + 1,846 X dan skor minimum dan maksimum kemampuan penalaran formal berturut-turut 3 dan 7, maka estimasi minimum skor rata-rata prestasi belajar matematika adalah 14,69 dan estimasi maksimum 22,07. Fungsi regresi untuk siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi adalah Y^ = 8,550 + 1,846 X dan skor minimum dan maksimum kemampuan penalaran formal berturut-turut 2 dan 8, maka estimasi minimum skor rata-rata prestasi belajar matematika adalah 12,24 dan estimasi maksimum 23,32. Hasil analisis regresi menunjukkan kemampuan penalaran formal dan indikator tingkat pendidikan ayah siswa secara bersamasama mempunyai hubungan yang berarti dengan prestasi belajar matematika, dengan koefisien determinasi R = 0,313. Ini berarti bahwa sekitar 31,3% variasi total dari skor prestasi belajar matematika dapat dijelaskan secara bersamasama oleh kemampuan penalaran formal dan indikator tingkat pendidikan ayah siswa. Hubungan ini menunjukkan bahwa individu yang tingkat intelektualnya berada pada tingkat simbolik, simbol-simbol matematika (obyek matematika) yang abstrak dapat diterima dalam pikirannya, karena adanya kesesuaian antara kematangan individu dengan kedudukan obyek matematika. Bruner (dalam Sutawidjaja, 1991: 3) menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami (mengenal) peristiwa (benda) di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatukan kembali peristiwa (benda) tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa (benda) yang dialaminya (dikenalnya). Selanjutnya dikemukakan bahwa hal tersebut dilakukan menurut urutan, yaitu (1) tingkat enactive (kegiatan), individu mempunyai benda atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya, (2) tingkat Ikonic (gambar, bayangan), individu mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental dengan kata lain individu dapat membayangkan kembali (dalam pikirannya) peristiwa (benda) yang telah dialami (dikenalnya) walaupun peristiwa itu tidak lagi berada di hadapannya, dan (3) tingkat symbolic (simbolik), individu kemudian dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa; apabila menjumpai simbol tersebut, bayangan mental yang ditandai oleh simbol itu dapat dikenalinya kembali. Tingkatan-tingkatan tersebut menggambarkan tingkat perkembangan intelektual individu yang berlangsung yang pada akhirnya individu mengalami ketiganya. Pada tingkat ketiga atau tingkat simbolik, individu mampu memikirkan sesuatu yang bastrak. Dengan kemampuan yang abstrak ini individu dapat menyusun hipotesis dan dapat meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kemampuan ini disebabkan karena manusia mampu berpikir rasional dan analitis, dalam arti manusia mampu melakukan penalaran. Juga hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kemampuan penalaran formal mempunyai hubungan positif dengan prestasi belajar matematika setelah memperhatikan indikator tingkat pendidikan ayah siswa. Berdasarkan analisis ini, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi skor kemampuan penalaran formal siswa cenderung semakin tinggi pula skor prestasi belajar matematika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sogog (1994: 85) terhadap siswa kelas I SMA di Kota Singaraja 10

yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran formal mempunyai hubungan dengan prestasi belajar matematika dengan koefisien korelasi 0,76797. Begitu pula Dantes (dalam Sogog, 1994: 33) menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran formal siswa SMA Negeri kelas I memberi pengaruh langsung dengan prestasi belajar matematika. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa manusia mampu menalar artinya berpikir secara logis dan analitik. Karena kemampuan menalarnya dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikannya hasil pikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan melainkan juga mampu mengembangkannya. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan (Filsafat Ilmu, 1983: 3). D. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis statistik, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Tingkat prestasi belajar matematika siswa SMU Negeri Kota Makassar, termasuk dalam kategori sangat rendah dan kemampuan penalaran formal siswa SMU Negeri Kota Makassar pada umumnya belum formal, (2) Kemampuan penalaran formal mempunyai hubungan positif dengan prestasi belajar matematika, untuk setiap tingkat pendidikan ayah siswa, (3) Skor rata-rata prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan SMTP ke bawah dan siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA mempunyai perbedaan yang signifikan, setelah memperhatikan keterlibatan variabel kemampuan penalaran formal, dan (4) Skor rata-rata prestasi belajar matematika antara siswa yang ayahnya berpendidikan SMTA dan siswa yang ayahnya berpendidikan tinggi mempunyai perbedaan yang signifikan, setelah memperhatikan keterlibatan variabel kemampuan penalaran formal. Saran 11 Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) Disarankan kepada para guru matematika agar dalam usaha meningkatkan prestasi belajar matematika, khususnya di SMU Negeri dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan cara melatih mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan aspek-aspek kemampuan penalaran formal, (2) Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna memperluas hasil-hasil penelitian ini. Penelitian lain mengenai topik seperti ini terhadap populasi lain dengan mata pelajaran dan tingkat sekolah yang sama, atau terhadap mata pelajaran yang sama dengan tingkat sekolah yang berbeda, dan (3) Disarankan melakukan penelitian dengan memperhatikan lebih banyak variabel, baik yang bersumber dari dalam diri siswa maupun yang bersumber dari luar diri siswa untuk mempelajari bagaimana hubungannya dengan prestasi belajar matematika. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal, 1991. Evaluasi Instruksiona Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Anon, 1993. Kurikulum Sekolah Menengah Umum Garis-Garis Besar Program Pengajaran 1993. Jakarta: Depdikbud. Anon, 1983/1984, Filsafat Ilmu, Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Jakarta: Depdikbud. Hudoyo, Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK. --------,1979. Pengembangan Kurikulum Matematika & Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional Moegiadi, 1979. Penilaian Kualitas Pendidikan Dasar Di Berbagai Lingkungan Pendidikan Serta Hubungannya Dengan Sejumlah Variabel Pendidikan (Disertasi S3). Bandung: IKIP Bandung.

Mulyati, Sri, 1988. Hubungan Pendidikan Orang Tua, Suasana Rumah dan Sikap Siswa Terhadap Matematika Dengan Hasil Belajar Matematika. (Tesis S2). Malang: IKIP Malang. Nurkancana, Wayan dan PPN.Sunartana, 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Nur, Mohamad, 1991. Pengadaptasian Test of Logical Thinking (TOLT) Dalam Seting Indonesia (Laporan Hasil Penelitian). Surabaya: IKIP Surabaya. Rery, Radjawaly Usman, 1990. Srtudi Kontribusi Kemampuan Penalaran Formal terhadap Prestasi Belajar Kimia Siswa-Siswa Kelas II A1 Dan II A2 SMA Negeri Kodya Surabaya Tahun Ajaran 1987-1988, (Tesis S2). Malang: IKIP Malang. Sudjana, Nana, 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengaja. Bandung: Remajarosdakarya. ------,1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soedjadi, 1989. Matematika Untuk Pendidikan Dasar 9 Tahun (Suatu Analisis Global Menyongsong Era Tinggal Landas Dies. Suarabaya: IKIP Surabaya. ------, 1985. Mencari Strategi Pengelolaan Pendidikan Matematika Menyongsong Tinggal Landas Pembangunan Indonesia (Pidato Pengukuhan). Surabaya: IKIP Surabaya. Sogog, Wayan, 1994. Konstribusi NEM Matematika SMP dan Kemampuan Berpikir Formal Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I SMA di Kota Singaraja, (Tesis S2). Malang: IKIP Malang. 12