Pengaruh Variasi Lama Waktu Hidrogenasi terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Galuh Intan Permata Sari

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

Analisa Rietveld terhadap Transformasi Fasa (α β) pada Solid Solution Ti-3 at.% Al pada Proses Mechanical Alloying dengan Variasi Milling Time

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

TINJAUAN MIKROSTRUKTUR, STRUKTUR KRISTAL, DAN KRISTALIT PERTUMBUHAN FASA Mg 2 Al 3 HASIL MECHANICAL ALLOYING

PREPARASI ULTRA FINE-GRAINED PADUAN HIDRIDA LOGAM SISTEM Mg-Fe MENGGUNAKAN TEKNIK MECHANICAL MILLING UNTUK HYDROGEN STORAGE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Pengaruh Penambahan Yttrium Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Termal Pada Paduan Mg-6Zn Sebagai Aplikasi Engine Block

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

Pengaruh Temperatur Solution Treatment dan Aging terhadap Fasa Dan Kekerasan Copperized-AISI 1006

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

PENGARUH SISIPAN KATALIS SiO2 DALAM MgH2 YANG DISINTESIS MELALUI RUTE MECHANICAL ALLOYING

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan PbTiO 3 Dengan Metode Mechanical Alloying

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

Analisis Struktur Mikro dan Perubahan Fasa γ-tial sebagai Material Paduan Tahan Temperatur Tinggi

Pengaruh Komposisi Sn dan Zn pada Paduan Al terhadap Produksi Hidrogen melalui Reaksi Hasil Canai Dingin dengan Larutan NaOH

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah

BAB III METODE PENELITIAN

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAMA MILLING TERHADAP SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DAN MORFOLOGI TONER BERBAHAN BAKU ABU RINGAN (FLY ASH ), KARBON DAN POLIMER

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

Adisi Fe 2 O 3 dan SiC Pada Material MgH 2 untuk Aplikasi Tangki Penyimpanan Hidrogen Kendaraan Fuel Cell

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

Studi Katalis Ni Nano pada Material Penyimpan Hidrogen MgH 2 yang Dipreparasi melalui Teknik Mechanical Alloying

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-31 Pengaruh Variasi Lama Waktu terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl Nasrul Arif Pradana dan Hariyati Purwaningsih Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: hariyati@mat-eng.its.ac.id Abstrak Paduan berbasis magnesium (Mg) merupakan salah satu paduan yang dapat digunakan sebagai Hydrogen Storage Material. Pemaduan Magnesium dengan aluminium bertujuan untuk menurunkan energi aktivasi proses reaksi hidrogen dengan paduan Mg-Al. Paduan Mg-Al dengan komposisi Mg-42 at.% Al disintesa melalui proses milling dengan waktu 40 jam yang menghasilkan solid solution MgAl. Serbuk hasil milling disintering dengan temperatur 600 o C dengan holding time selama 2 jam dalam lingkungan argon sehingga terbentuk fase Mg 17 Al 12. Serbuk Mg 17 Al 12 kemudian dihidrogenasi pada tekanan 1MPa, temperatur 400 0 C dengan variasi lama waktu hidrogenasi 1, 2, dan 3 jam. Analisis difraksi sinar-x mengidentifikasi adanya fasemgh 2 dengan perkiraan % wt sebesar 1.242%, 3.082% dan 4.2% setelah dilakukan proses hidrogenasi selama 1, 2 dan 3 jam. Kata Kunci Paduan MgA,, Lama Waktu, Fasa MgH 2 I. PENDAHULUAN ADA satu dekade terakhir ini hidrogen dikenal sebagai Psalah satu energi alternatif. Ketertarikan pada hidrogen sebagai energi masa depan dikarenakan hidrogen adalah energi yang bersih, hidrogen adalah salah satu energi teringan di dunia serta besarnya energi per unit massa [1]. Teknologi penyimpanan hidrogen adalah salah satu tantangan yang sangat jelas terlihat dalam pengembangan hidrogen secara ekonomis [2]. Material penyimpan hidrogen telah menarik banyak perhatian beberapa tahun ini untuk dua bidang aplikasi umum, sebagai sumber energi baterai yang dapat diisi kembali atau alat penyimpan bahan bakar pada fuel cell yang diaplikasikan pada kendaraan [3]. Magnesium murni dapat menyimpan hidrogen 7.7%wt dalam bentuk MgH 2 [4]. Bagaimanapun Magnesium murni mempunyai karakteristik hidrogenasi dan dehidrogenasi yang buruk. Karakteristik secara thermodinamika dan kinetis dari proses hidrogenasi dan dehidrogenasi magnesium dapat diperbaiki dengan cara memadukan dengan Alumunium. Karakteristik secara kinetis dari Magnesium juga dapat diperbaiki dengan reduksi ukuran partikel dengan menggunakan ball milling dengan mechanical alloying [5]. Penambahan Alumunium pada paduan Magnesium sudah sering dilakukan agar dapt diaplikasikan sebagai Hydrogen Storage Material (HSM) yang lebih baik [6]. Jika dilihat dari diagram fase biner Mg-Al, paduan Mg-Al yang dapat terbentuk secara metastabil adalah paduan fasa β MgAl dan paduan fasa γ Mg-Al. Beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa paduan fasa γ Mg-Al dapat lebih banyak mengikat hidrogen [4]. Zhang Q.A dan Wu H (2005), pada penelitiannya mengenai pengamatan karakteristik hidrogenasi pada Mg 17 Al 12 dengan cara induction melting dari logam murni yang jumlahnya disesuaikan. Sampel kembali dilebur tiga kali untuk mendapatkan homogenitas. Ingot yang didapatkan kemudian dibungkus dalam lembaran tantalum dan ditempatkan pada autoclave berbahan stainless steel dan dianil pada temperatur 673 K selama 7 hari. Kemudian serbuk paduan ini diambil sampel sejumlah 1-2 gram dan dimasukkan kembali ke autoclave stainless steel. Reaksi hidrogenasi terjadi pada tekanan hidrogen 5 MPadan pada temperatur yang berbeda beda. Dari analisa XRD ditemukan bahwa sampel mulai bisa bereaksi dengan hidrogen pada temperatur 573K. Dan penambahan temperatur menjadi 623 K puncak dari Mg 17 Al 12 mulai tidak terlihat dan ini menandakan fase Mg 17 Al 12 tidak dapat bereaksi lebih jauh dengan hidrogen mulai pada temperatur 623 K. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme hidrogenasi paduan MgAl dan juga untuk mengetahui pengaruh variasi lama waktu hidrogenasi terhadap pembentukan metal hidrida pada paduan MgAl yang disintesis dengan metode mechanical milling dengan alat modified horizontal ball milling. II. METODE PENELITIAN Paduan Mg-Al disintesa dengan menggunakan metode mechanical alloying sebanyak 10 gram campuran Magnesium (Mg produk merk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8%) dan Alumunium (Al produk merk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8%) dengan perbandingan persentase berat Mg : Al adalah 5.5 : 4.5. Alat yang digunakan pada Mechanical Alloying adalah modification horizontall ball milling yang menggunakan vial berbahan stainless steel. Bola milling yang digunakan terdapat dua jenis dengan perbandingan ukuran bola milling besar dan bola milling kecil adalah 2:1. Proses mechanical alloying dilakukan dengan BPR (Ball to Powder Ratio) yaitu 10 : 1 dan dengan menggunakan PCA (Process Control Agent) metahol (kemurnian 90%). Proses mechanical alloying ini dilakukan pada lingkungan Argon dengan kecepatan 300 rpm dengan lama waktu milling adalah 40 jam. Karakteristik material hasil

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-32 proses mechanical alloying dianalisa dengan menggunakan pengujian XRD dan SEM. Serbuk hasil proses mechanical alloying kemudian dilakukan sintering hingga temperatur 600 o C dalam lingkungan Argon yang men galir dengan holding time 2 jam untuk mendapatkan fase Mg 17 Al 12. Serbuk hasil proses sintering dianalisa dengan menggunakan pengujian XRD, SEM dan DSC-TGA. Pengujian DSC-TGA dilakukan terhadap serbuk hasil proses sintering untuk mengetahui perilaku thermal dari sampel pada lingkungan gas Nitrogen dengan temperatur mencapai 600 o C. Proses hidrogenasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk hasil proses sintering dan hidrogen ke dalam vial hidrogenasi dengan tekanan 1 Mpa. Vial yang berisi gas hidrogen dan serbuk hasil proses sintering kemudian dipanaskan hingga mencapai temperatur 400 o C dengan variasi lama waktu hidrogenasi 1, 2 dan 3 jam. Karakterisasi sampel hasis proses hidrogenasi dianalisis dengan menggunakan pengujian XRD dan SEM. Gambar. 1. Perubahan puncak difraksi Magnesium dan Alumunium hasil proses mechanical alloying. III. DATA DAN PEMBAHASAN Gambar 1 menunjukkan puncak difraksi Al serbuk as milled 40 jam berbeda dengan puncak difraksi Al yang dimiliki oleh serbuk as-received. Terdapat pergeseran kurva dan pelebaran kurva yang dimiliki Al. Pelebaran puncak difraksi ini mengindikasikan adanya Mg yang terlarut ke dalam Al yang merupakan solid solution Mg(Al). Dapat dilihat pula pada gambar 1 puncak difraksi yang dimiliki oleh Mg semakin menyempit dan intensitasnya juga semakin berkurang seiring dilakukannya proses mechanical milling. Terdapat penyempitan kurva yang dimiliki Mg. Hal ini mengindikasikan telah terbentuk solid solution Mg(Al) dimana kali ini Al larut di dalam Mg. Hasil ini sesuai dengan apa yang dikatakan pada penelitian Scudino, dkk (2009), yang mengatakan bahwa hasil mechanicall milling yang dilakukan pada Al-Mg dengan komposisi Al 90 Mg 10, Al 80 Mg 20, Al 70 Mg 30, dan Al 60 Mg 40 dan di milling dengan menggunakan Retsch PM400 dengan kecepatan 150 rpm menghasilkan sebuah fasa solid solution Al(Mg). Hasil XRD menggunakan panjang gelombang CuKα menunjukkan terjadi pelebaran puncak difraksi Al seiring dengan penambahan komposisi paduan Mg. Melebarnya puncak difraksi Al ini menandakan bahwa terbentuk fasa solid solution Al(Mg) ss dimana unsur Mg larut dalam Al. Gambar 2 menunjukkan hasil uji SEM serbuk hasil proses mechanical alloying selama 40 jam. dilihat unsur Mg yang berbentuk spherical atau bulat mulai diselimuti unsur Al yang memiliki bentuk flake atau pipih. Dapat juga dilihat dengan jelas terdapat unsur Al yang menempel pada unsur Mg. Hal ini menandakan mechanical milling menggunakan Modification Horizontal Ball Mill dapat mengiteraksikan kedua unsur dan dapat membentuk fasa solid solution Mg - Al. Untuk distribusi dari solid solution Mg - Al itu sendiri terlihat beberapa unsur Mg dan Al yang membentuk solid solution. Terlihat pada gambar masih terdapat unsur Mg dan Al yang masih terpisah dan tidak membentuk paduan solid solution. Al Gambar. 2. Hasil uji SEM serbuk hasil proses mechanical alloying selama 40 jam dengan perbesaran 1000x. Gambar. 3. Hasil Uji XRD untuk serbuk hasil proses a. sintering 600 o C b. milling 40 jam. Gambar 3 menunjukkan hasil uji XRD untuk serbuk hasil proses sintering 600 o C dan serbuk hasil proses milling selama 40 jam. Pada kurva difraksi dari serbuk sintering 600 o C yang ditunjukkan pada gambar 2.a sudah tidak lagi terdapat fasa Mg maupun Al karena dengan dilakukannya proses sintering mengakibatkan adanya reaksi antara Mg dan Al membentuk fasa Mg 17 Al 12 dan fasa Mg2 8 Al 45.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-33 Gambar. 4. Hasil uji SEM untuk serbuk hasil proses sintering 600 o C dengan perbesaran 2000x. Gambar. 6. Hasil Pengujian TGA Pada Serbuk Hasil Sintering 600 o C dengan holding time 2 jam. (Ted) dan (Tex) Menunjukan Temperatur Endothermik dan Eksothermik. Tex 1 Ted 1 Gambar. 5. Hasil Pengujian DSC Pada Serbuk Hasil Sintering 600 o C dengan holding time 2 jam. (Ted) dan (Tex) Menunjukan Temperatur Endothermik dan Eksothermik. Gambar 4 merupakan hasil uji SEM untuk serbuk hasil proses sintering 600 o C dengan perbesaran 2000x. Dapat dilihat pada gambar 4 bahwa unsur Mg dan Al telah membentuk paduan baru yaitu Mg 17 Al 12 seperti yang diperlihatkan pada gambar tersebut. Dari gambar diatas dapat dilihat bentuk butiran dari Mg 17 Al 12 terlihat seperti butiranbutiran kecil yang menggumpal yang mempunyai warna putih dengan intensitas terang. Gambar 5 merupakan hasil pengujian DSC untuk serbuk hasil proses sintering 600 o C dengan holding time 2 jam. Dari gambar 5, dapat dilihat terdapat penurunan kalor yang cukup curam yang mengindikasikan terjadinya pembentukan fasa baru antara Mg dengan Al yaitu fasa Mg 17 Al 12 dimana fasa ini merupakan fasa stabil γ-mg 17 Al 12 yang terjadi pada temperatur 300 o C. Pada temperatur 455 o C, terdapat puncak eksothermik yang ditandai dengan Tex1 yang merupakan temperatur ketika fasa Mg 17 Al 12 melting. Proses hidrogenasi dapat dilakukan pada rentang temperatur 300 o C 455 o C dimana fasa stabil γ-mg 17 Al 12 masih ada. Temperatur endothermik yang ditunjukkan oleh Ted1 merupakan temperatur ketika sisa fasa magnesium mulai mengalami melting. Puncak di temperatur 550 o C menandakan sampel mulai reaktif terhadap lingkungan, dalam hal ini dapat Gambar. 7. Hasil uji XRD untuk serbuk hasil proses hidrogenasi 400 o C dengan tekanan 1 MPa dengan lama waktu hidrogenasi a. 1 jam b. 2 jam c. 3 jam. diindikasikan terjadi nitridisasi. Puncak endhotermik di temperatur 600 o C merupakan temperatur melting dari magnesium. Gambar 6 merupakan hasil pengujian TGA pada serbuk hasil Sintering 600 o C dengan holding time 2 jam. Pada temperatur 300 o C terdapat penurunan persentase berat yang mana pada temperatur ini merupakan temperatur reaksi antara Mg dengan Al membentuk fasa stabil Mg 17 Al 12. Pada temperatur 450 o C mulai terdapat kenaikan berat yang mengindikasikan pada temperatur ini mulai terjadi melting pada fasa Mg 17 Al 12. Mulai pada temperatur 550 o C terus terjadi kenaikan berat. Mulai pada temperatur ini sampel mulai reaktif terhadap lingkungannya. Hal ini mengindikasikan terjadinya nitridisasi. Nitridisasi adalah masuknya nitrogen dan bereaksi dengan sampel sehingga akan terjadi kenaikan berat. Gambar 7 merupakan hasil uji XRD untuk serbuk hasil proses hidrogenasi 400 o C dengan tekanan 1 MPa dengan lama waktu hidrogenasi 1, 2 dan 3 jam. Pengujian dilakukan dengan sinar X menggunakan range sudut 15 o 90 o dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar 1.54056 Å. Identifikasi fasa hasil pengujian XRD pada penelitian ini

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-34 dilakukan dengan pencocokan manual dengan kartu PDF dari software PCPDFWIN untuk puncak puncak yang akan diidentifikasi yang disertai dengan analisis dengan menggunakan software High Score Plus untuk mengoptimalisasi hasil analisa yang didapatkan. Dari pengujian ini menunjukkan terbentuknya fasa MgH 2, Mg 17 Al 12, Mg 28 Al 45 dan MgO. Agar pembentukan fasa MgH2 terlihat lebih jelas maka maka pada gambar 4.17 grafik hasil uji XRD serbuk hasil hidrogenasi 3 jam di bandingkan dengan grafik XRD serbuk sintering 600 o C pada rentang 2 27.6 28.1. Gambar 6 merupakan hasil perbandingan kurva difraksi dari serbuk hasil proses sintering 600 o C dengan serbuk hasil proses hidrogenasi dengan lama waktu hidrogenasi 3 jam pada rentang 2 27.6 28.1. Dari gambar 6 dapat dilihat kemunculan peak dari fasa MgH 2 pada kurva difraksi serbuk hasil proses hidrogenasi dengan lama waktu hidrogenasi 3 jam. Jika kita bandingkan kurva difraksi serbuk hasil dari proses hidrogenasi pada temperatur 400 o C dan pada tekanan 1 MPa yang divariasikan lama waktu hidrogenasinya yaitu 3 jam, 2 jam dan 1 jam, dapat kita lihat intensitas dari ketiga sampel yang mengalami perbedaan. Intesitas yang dimiliki oleh serbuk hidrogenasi 3 jam adalah paling tinggi jika dibandingkan dengan intensitas yang dimiliki oleh serbuk hidrogenasi 2 jam dan 1 jam. Intensitas yang dimiliki serbuk hidrogenasi 2 jam adalah lebih tinggi dari intensitas yang dimiliki oleh sebuk hidrogenasi 1 jam. Untuk lebih jelasnya tentang fenomena terbentuknya fasa yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1 yang merupakan analisa detail single peak MgH 2 dengan proses profil fitting dengan menggunakan software HighScore Plus. Intensitas yang dimiliki oleh serbuk hasil hidrogenasi selama 3 jam adalah 39.52. Sedangkan intensitas yang dimiliki oleh serbuk hasil hidrogenasi selama 2 jam adalah 22.98 dan nilai intensitas yang dimiliki oleh serbuk hasil hidrogenasi selama 1 jam adalah 18.19. Dengan begitu nilai intensitas tertinggi adalah nilai intensitas yang dimiliki oleh serbuk hasil hidrogenasi selama 3 jam dan kemudian nilai intensitas yang dimiliki serbuk hasil hidrogenasi selama 2 jam dan nilai intensitas yang dimiliki oleh serbuk hasil hidrogenasi selama 1 jam adalah yang terendah. Semakin tinggi intensitas suatu fasa maka fasa tesebut juga semakin banyak keberadaannya pada suatu material karena nilai intensitas berkorelasi dengan keberadaan suatu fasa. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa semakin lama waktu hidrogenasi dalam suatu proses hidrogenasi maka semakin tinggi pula intensitasnya yang berarti semakain banyak pula keberadaan fasa tesebut dalam material tersebut. Dari tabel 1 juga terdapat aspek analisa detail dari single peak lainnya yaitu integrated intensity. Dalam tabel 1 terdapat perbandingan integrated intensity dari ketiga sampel hidrogenasi. Integrated intensity yang merupakan luasan bawah kurva puncak dari fasa MgH 2 milik serbuk hasil hidrogenasi 3 jam adalah yang tertinggi dengan nilai 3,5 jika dibandingkan dengan Integrated intensity yang dimiliki serbuk hasil hidrogenasi 2 jam dan serbuk hasil hidrogenasi 2 jam. Gambar 6. Perbandingan Kurva Difraksi dari Serbuk Sintering 600 o C dan Serbuk 3 jam pada rentang 2 27.6 28.1. Gambar 7. Perbandingan kurva difraksi dari ketiga sampel hidrogenasi dengan variasi lama waktu hidrogenasi 3 jam, 2 jam dan 1 jam dengan rentang 2 antara 27.8 sampai 28.00. Sampel 3 jam 2 jam 1 jam Tabel 1 Tabel Analisa Hasil XRD Hasil Proses Identifikasi Fasa 2θ ( o ) Interg Peak Intensity % wt MgH 2 MgH 2 27.89 3.5 39.52 4.2 MgH 2 27.939 2.54 22.98 3.082 MgH 2 27.938 1 18.19 1.24 Serbuk hasil hidrogenasi 2 jam mempunyai nilai Integrated intensity 2.54. Sedangkan serbuk hasil hidrogenasi selama 1 jam mempunyai nilai integrated intensity yang paling rendah dengan nilai 1. Semakin tinggi nilai integrated intensity maka keberadaan suatu fasa dalam suatu material akan semakin banyak pula karena nilai integrated intensity berkolerasi dengan keberadaan suatu fasa. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa semakin lama waktu hidrogenasi yang digunakan dalam proses hidrogenasi maka akan semakin banyak pula keberadaan fasa MgH 2.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-35 Gambar 8. Hasil UJi SEM serbuk hasil proses hidrogenasi 3 jam pada temperatur 400 o C dengan tekanan 1 Mpa dengan perbesaran 1000x. IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pengaruh lama waktu hidrogenasi terhadap sifat penyerapan hydrogen pada paduan MgAl beserta karakterisasinya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil mechanical alloying yang dilakukan pada paduan Mg-45wt.% Al dengan menggunakan Modification Horizontal Ball Mill menghasilkan solid solution Mg(Al) dan Al(Mg). Fasa γ-mg 17 Al 12 terbentuk setelah serbuk hasil mechanical alloying selama 40 jam disintering pada temperatur 600 o C dengan holding time selama 2 jam. Proses yang dilakukan pada temperatur 400 o C dan pada tekanan 1MPa dengan lama waktu hidrogenasi 1,2 dan 3 jam dapat menyerap hidrogen dalam bentuk fasa MgH 2. Fasa MgH 2 terbentuk masing masing sebanyak 1.242%, 3.082% dan 4.2% wt setelah dilakukan hidrogenasi dengan lama waktu hidrogenasi 1, 2 dan 3 jam. a. b. Gambar 9. Hasil UJi SEM Serbuk dengan lama waktu hidrogenasi a. 2 jam b. 1 jam dengan perbesaran 1000x. Serbuk yang telah melalui proses hidrogenasi dengan variasi lama waktu hidrogenasi 3, 2 dan 1 jam dilakukan pengamatan terhadap morfologinya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Gambar 8 merupakan UJi SEM serbuk hasil proses hidrogenasi 3 jam pada temperatur 400 o C dengan tekanan 1 Mpa dengan perbesaran 1000x. Pada gambar 8 dapat dilihat keberadaan fasa Mg 17 Al 12 yang berbentuk granular, mempunyai warna keputih - putihan serta berintensitas terang. Bagian yang berbentuk hampir sama dengan Mg 17 Al 12 yang lebih berbentuk lempeng dan berwarna keabu abuan lebih gelap adalah fasa Mg 28 Al 45. Keberadaan fasa MgH 2 dalam gambar hasil uji SEM pada gambar 8 dapat diasumsikan pada daerah yang dilingkari dimana tampak seperti lapisan yang menempel pada permukaan yang lapisan tersebut berwarna lebih gelap dari daerah lainnya. Hasil SEM serbuk hasil hidrogenasi 2 jam dan 1 jam dengan perbesaran 500x dapat dilihat pada gambar 9. Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa keberadaan fase tetap didominasi oleh fasa Mg 17 Al 12 yang berwarna keputih putihan dan Mg28Al45 yang berwarna gelap sedangkan untuk fase MgH2 sulit untuk ditemui karena keberadaannya cukup sedikit. Dari hasil uji XRD mengatakan bahwa dari proses hidrogenasi 2 jam dan 1 jam telah terbentuk fasa MgH 2 dengan intensitas dan integrated intensity yang cukup kecil. DAFTAR PUSTAKA [1] Andreasen, Anders. Hydrogenation of Mg-Al alloys. international journal of hydrogen energy 33 (2008) 7489 7497. [2] Bououdina M., Z.X. Guo. Comparative Study of Mechanical Alloying of (Mg+Al) and (Mg+Al+Ni) Mixtures for Hydrogen Storage. Journal of alloys and Compounds 336 (2001) : 222-231. [3] El-Amoush, Amjad Saleh. Effect of Aluminium Content on Mechanical Properties of Hydrohenated Mg-Al Magnesium Alloys. Journal of Alloys and Compounds 463 (2007) : 475-479. [4] H. Suwarno, W.A. Adi, A. Insani. The Mechanism of Mg 2Al 3 Formation by Mechanical Alloying.2001.Center for Nuclear Fuel Technology, BATAN [5] Jain, I.P., Lal, C., and Jain, A. Hydrogen Storage in Mg: A most promising material.international Journal Hydrogen Energy. 2010. 35 : 5133-5144. [6] Sakintuna, Billur dkk. Pengaruh Metal hydride materials for solid hydrogen storage: A review. International Journal of Hydrogen Energy 32 (2007) 1121 1140.