SUSUT MASAK DAN ph DAGING ITIK LOKAL AFKIR BERDASARKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN LOKASI YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
BOBOT DAN PERSENTASE BAGIAN-BAGIAN KARKAS ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN

DAYA IKAT AIR DAN KEEMPUKAN DAGING ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN

Key words: egg production, income, production cost, agriculural and fishery centers.

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

PENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS Virgin Cococnut Oil (VCO) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM BROILER

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 1(3):16-20, Desember 2017 e-issn:

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

Pengaruh Suplementasi Lisin terhadap Karakteristik Karkas Itik Lokal Jantan Umur Sepuluh Minggu

Running head:pengaruh Lisin terhadap Karkas Itik. Pengaruh Suplementasi Lisin terhadap Karakteristik Karkas. Itik Lokal Jantan

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

PRAKATA. Purwokerto, Januari Penulis

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

EFFECT POKEM (Setaria italica sp.) USED AS SUBSTITUTION OF CORN IN FEED ON PHYSICAL QUALITY OF BROILER BREAST MEAT ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

PENGARUH PENGGUNAAN KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

PENDAHULUAN. cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

SKRIPSI SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DENGAN TEPUNG BIJI NANGKA

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

PENGGUNAAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN FISIK, KIMIA, BIOLOGI DAN KOMBINASINYA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN

PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

POLA PERTUMBUHAN KAMBING JAWARANDU BETINA DI KABUPATEN REMBANG (Growth Pattern of Female Jawarandu Goat in Rembang Regency)

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

MANFAAT DEDAK PADI YANG DIFERMENTASI OLEH KHAMIR SACCHAROMYCES CEREVISIAE DALAM RANSUM ITIK BALI JANTAN

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

K. Budiraharjo dan A. Setiadi Fakultas Peternakan Univesitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

Bambang Sugeng Jaya dan Peni S. Hardjosworo Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

PENGARUH SUPLEMENTASI MINYAK IKAN LEMURU DAN L-KARNITIN DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN LEMAK KASAR ITIK LOKAL JANTAN (Anas plathyrynchos)

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI SARI BUAH MARKISA KUNING

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

PROFIL USAHA ITIK POTONG DI PANTURA JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH

SKRIPSI. STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

(ANALYSIS OF NEEDED INVESTMENT FOR BROILER CHICKEN FARM IN PURBALINGGA)

Ika Rostika dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 32-41, September 2014

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR PADA ITIK JANTAN LOKAL

KARAKTERISTIK KARKAS SAPI JAWA (STUDI KASUS DI RPH BREBES, JAWA TENGAH)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

PENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

USAHA PEMBESARAN ITIK JANTAN DI TINGKAT PETANI DENGAN PENINGKATAN EFISIENSI PAKAN

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Transkripsi:

SUSUT MASAK DAN ph DAGING ITIK LOKAL AFKIR BERDASARKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN LOKASI YANG BERBEDA (COOKING LOSS AND ph OF LOCAL SPENT DUCK MEAT BASED ON DIFFERENT SYSTEMS AND FARMING LOCATION) Ershandy Prissa, Imam Suswoyo, dan Samsu Wasito Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e-mail: ershandy.prissa@gmail.com ABSTRAK Penelitian berjudul Susut Masak dan ph Daging Itik Lokal Afkir Berdasarkan Sistem Pemeliharaan dan Lokasi yang Berbeda dilaksanakan dari 18 Maret sampai dengan 30 April 2013 di Kecamatan Binangun dan Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap serta Laboratorium Produksi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda terhadap susut masak dan ph daging itik lokal afkir. Materi yang digunakan adalah itik lokal (Mojosari) afkir sebanyak 47 ekor. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan rancangan percobaan pola tersarang (Nested Clasification). Perlakuan yang diberikan terdiri dari lokasi pemeliharaan yaitu daerah pertanian (L 1 ) dan pesisir (L 2 ) sebagai grup, sistem pemeliharaan terkurung (K) dan gembala (G) sebagai sub grup. Variable yang diukur adalah Susut Masak (%) dan ph daging. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging itik, sedangkan sistem pemeliharaan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ph daging itik tetapi lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap ph daging itik. Rataan susut masak daging itik adalah 31,69%, rataan ph daging itik adalah 6,47. Kesimpulan dari penelitian ini adalah lokasi pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap susut masak dan ph daging itik sedangkan sistem pemeliharaan berpengaruh terhadap ph daging itik. Pemelilharaan terkurung menghasilkan ph daging itik yang lebih rendah daripada ph daging itik yang dipelihara secara gembala. Kata kunci : itik lokal, sistem pemeliharaan, lokasi, susut masak, ph. ABSTRACT A research entitled Cooking Loss and ph of Local Spent Duck Meat Based on Different Systems and Farming Location was held from March 18 th 2013 to April 30 th 2013 at District of Binangun and District of Sampang, Regency of Cilacap and Laboratory of Animal Production, Faculty of Animal Science Jenderal Soedirman University Purwokerto. The purpose of the research was to study the effects of system and farming location on cooking loss and ph of local spent duck meat. The materials used were female local (Mojosari) spent duck as many as 47 heads. This research was held by survey method, using Nested Classification, the treatments were farming location (agricultural areas (L 1 ) and in coastal areas (L 2 )) as group; intensive (K) and extensive (G) farming systems, as sub group. The variables measured were cooking loss and ph of local spent duck meat. The results showed that the production system and farming location had no significant effect 221

(P>0,05) on cooking loss whereas production system had highly significant effect (P<0.01) on ph but farming location had no significant effect (P>0,05) on ph of duck meat. The average of cooking loss duck meat was 31,69%, the average of ph duck meat was 6,47. As conclusion, the farming location had no effect on cooking loss and ph. The production system had effect on ph of duck meat. Intensive system produced lower ph of duck meat than extensive system. Keywords : Local duck, productions system, farming location, cooking loss, ph. PENDAHULUAN Itik merupakan salah satu komoditas ternak yang sudah populer di masyarakat pedesaan dan perkotaan yang umumnya masih dipelihara dengan cara sederhana atau tradisional. Itik di Indonesia utamanya dipelihara sebagai penghasil telur, namun tidak menutup kemungkinan itik jantan dan itik petelur afkir dapat dijadikan sebagai penghasil daging. Sistem pemeliharaan pada itik yang biasa dilakukan peternak-peternak di Indonesia, yaitu sistem pemeliharaan terkurung dimana peternak menyediakan fasilitas dan pakannya sendiri, dan sistem pemeliharaan digembala dimana itik mencari makanannya sendiri dengan digembala. Itik dapat dipelihara di daerah pertanian maupun daerah perikanan. Daerah pertanian merupakan daerah dengan komoditas utama hasil pertanian sehingga ketersediaan pakan untuk ternak sebagian besar berasal dari sisa hasil pertanian, seperti padi, dedak, serangga dan keong. Sedangkan daerah perikanan dekat dengan pantai pakan utamanya tetap berasal dari limbah pertanian, seperti dedak namun diberi tambahan berupa ikan sisa tangkapan nelayan dan lancang (sejenis kerang laut). Perbedaan sistem dan lokasi pemeliharaan memungkinkan berpengaruh terhadap kualitas daging itik. Kualitas daging itik yang akan dikonsumsi dapat dilihat dari beberapa parameter, diantaranya susut masak dan ph daging. Susut masak merupakan salah satu penentu kualitas daging yang penting, karena berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Semakin kecil persen susut masak berarti semakin sedikit air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air. Begitu juga sebaliknya semakin besar persen susut masak maka semakin banyak air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air (Prayitno, dkk., 2010). Pada umumnya susut masak bervariasi antara 1,5%-54,5% dengan kisaran 15%-40% (Soeparno, 1998). Nilai ph merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas daging (Prayitno, dkk., 2010). Menurut Bernacki et al. (2008), daging dada dan paha itik memiliki nilai ph di kisaran 5,82 sampai 5,94. METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik lokal (Mojosari) betina afkir sebanyak 47 ekor yang terdiri atas 10 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 9 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian (Kecamatan Sampang) serta 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pesisir (Kecamatan Binangun). Alat 222

yang digunakan antara lain kantong plastik, pisau, timbangan analitik, blender, tissue, waterbath, ph meter sedangkan bahan yang digunakan antara lain aquades dan buffer. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel yang digunakan berdasarkan jumlah peternak itik di dua lokasi yang berbeda, yaitu lokasi pertanian sebanyak 20 peternak itik dan lokasi N ( peternak) pesisir sebanyak 30 peternak itik, dengan rumus : n (sampel) = N (0,05) 2 + 1 Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus tersebut adalah 19 sampel untuk lokasi pertanian dan 28 sampel untuk lokasi pesisir, sehingga total sampel yang digunakan sebanyak 47 sampel itik yang terdiri atas 10 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 9 ekor itik pemeliharaan gembala dilokasi pertanian serta 14 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 14 ekor itik pemeliharaan gembala di lokasi pesisir (Sugiyono, 2011). Metode analisis yang digunakan adalah Pola Tersarang (Nested Classification). Faktor perlakuan terdiri atas lokasi pemeliharaan itik (Kecamatan Binangun dan Kecamatan Sampang) dan sistem pemeliharaan (gembala dan terkurung). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah susut masak (%) dan ph daging itik lokal afkir. HASIL DAN PEMBAHASAN Susut Masak Rataan susut masak daging itik lokal afkir dengan sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Rataan Nilai Susut Masak Daging Itik Lokal Afkir yang Dipelihara secara Terkurung dan Gembala di Lokasi Pesisir dan Pertanian Sistem Susut Masak Lokasi (Grup) Pertanian (L 1 ) Pesisir (L 2 ) Pemeliharaan (Subgrup) Daging Itik (%) 32,23±1,79 32,65±3,26 30,30±3,27 32,09±3,36 Rataan 31,69±3,09 Keterangan : perbedaan sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap susut masak daging itik (P>0,05). Rataan susut masak daging itik lokal afkir bervariasi. Rataan susut masak daging itik lokal afkir sebesar 31,69% dengan kisaran antara 30,30% sampai 32,65%. Hasil penelitian didapat berdasarkan tabulasi data susut masak daging itik. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging itik lokal afkir. Sistem pemeliharaan dalam lokasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging itik lokal afkir. 223

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pemeliharaan itik baik itik yang dipelihara di lokasi pertanian dan di lokasi pesisir tidak berpengaruh terhadap susut masak daging. Pengaruh yang relatif sama diduga karena itik yang digunakan pada penelitian ini sama-sama dipelihara pada kondisi lingkungan yang relatif sama (Kabupaten Cilacap). Besarnya nilai susut masak yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai susut masak dari penelitian Ermariza (2012) rataan susut masak daging itik sebesar 40,83%. Pendapat ini didukung oleh penelitian Soeparno (1998) susut masak daging berkisar antara 1,5% - 54,5%. Hasil penelitian Saifudin (2000), menyebutkan rataan susut masak daging paha itik afkir adalah 32,86%. Berdasarkan analisis variansi sistem pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging itik lokal afkir. Hasil ini menunjukkan bahwa susut masak daging itik yang dipelihara secara terkurung relatif sama dengan susut masak daging itik yang dipelihara secara gembala, ini sesuai dengan pendapat Lacin et al. (2008), sistem pemeliharaan pada itik tidak mempengaruhi kualitas dagingnya. Hal ini dimungkinkan karena itik yang digunakan waktu pemotongannya relatif sama, umurnya dan jenis itik seragam yaitu itik Mojosari afkir, selain itu bobot potong itik pada penelitian ini juga relatif sama, maka akan menghasilkan nilai susut masak yang sama pula, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Soeparno (1998), berat potong mempengaruhi susut masak, terutama bila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskular. ph Rataan ph daging itik lokal afkir dengan sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2. Rataan ph Daging Itik Lokal Afkir yang Dipelihara secara Terkurung dan Gembala di Lokasi Pesisir dan Pertanian Sistem Pemeliharaan ph Lokasi (Grup) Pertanian (L 1 ) Pesisir (L 2 ) (Subgrup) 224 Daging Itik 6,49±0,22 6,65±0,26 6,29±0,17 6,53±0,24 Rataan 6,47±0,25 Keterangan : perbedaan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) sedangkan perbedaan sistem pemeliharaan berpengaruh sangat nyata terhadap ph daging itik (P<0,01). Rataan ph daging itik lokal afkir bervariasi. Rataan ph daging itik lokal afkir sebesar 6,47 dengan kisaran antara 6,29 sampai 6,65. Hasil penelitian didapat berdasarkan tabulasi data ph daging itik. Hasil analisis variansi ph daging menunjukkan bahwa lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap ph daging itik lokal afkir. Sistem pemeliharaan dalam lokasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ph daging itik lokal afkir.

Hasil peneliltian menunjukkan bahwa lokasi pemeliharaan itik baik yang dipelihara di lokasi pertanian maupun lokasi pesisir tidak berpengaruh terhadap ph daging. Hal ini diduga karena jenis itik yang digunakan sama, yaitu itik Mojosari afkir. Menurut Soeparno (1998), spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas diantara ternak dapat mempengaruhi nilai ph. Itik yang digunakan juga berasal dari wilayah yang sama, yaitu Kabupaten Cilacap yang memiliki kondisi lingkungan relatif sama, ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (1998), faktor ekstrinsik yang mempengaruhi ph adalah temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan dan stres sebelum pemotongan. Berdasarkan analisis variansi, sistem pemeliharaan berpengaruh sangat nyata terhadap ph daging itik lokal afkir. Itik yang dipelihara secara terkurung memiliki rataan ph sebesar 6,39 lebih rendah dari itik yang dipelihara secara gembala yang memiliki rataan ph sebesar 6,59. Hasil ini menunjukkan bahwa ph daging itik yang dipelihara secara terkurung berbeda dengan ph daging itik yang dipelihara secara gembala. Hal diduga karena cara pemeliharaannya yang berbeda juga pakan yang diberikan berbeda. Pakan itik terkurung di lokasi pertanian biasanya berupa dedak, nasi aking dan konsentrat. Itik yang di pelihara secara terkurung di lokasi pesisir biasanya diberi pakan berupa nasi aking, dedak, ikan laut dan lancang (kerang laut), sedangkan pakan itik yang digembala baik di lokasi pertanian maupun lokasi pesisir relatif sama, yaitu butiran padi sisa panen, serangga, katak dan keong. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi ph daging atau daging masak (Soeparno, 1998). Itik yang dipelihara secara terkurung memiliki ph yang rendah diduga karena aktivitas itik yang dipelihara secara terkurung lebih terbatas sehingga energi yang dihasilkan dari pakan disimpan dalam bentuk glikogen pada otot dan hati. Cadangan glikogen otot yang banyak akan menghasilkan asam laktat yang banyak sehingga ph menjadi rendah ketika ternak dipotong. Sebaliknya itik yang dipelihara secara gembala energi yang dihasilkan dari pakan digunakan untuk beraktivitas. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan glikogen otot menjadi sedikit sehingga ph menjadi tinggi ketika ternak dipotong. Penimbunan asam laktat dan tercapainya ph ultimat otot pascamerta tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan (Soeparno, 1998). SIMPULAN lokasi pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap susut masak dan ph daging itik sedangkan sistem pemeliharaan berpengaruh terhadap ph daging itik. Pemelilharaan terkurung menghasilkan ph daging itik yang lebih rendah daripada ph daging itik yang dipelihara secara gembala. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih disampaikan kepada peternak, pemerintah Kecamatan Binangun dan Kecamatan Sampang di Kabupaten Cilacap serta rekan-rekan satu tim penelitian. DAFTAR PUSTAKA Bernacki, Z., D. Kokoszynski and T. Mallek. 2008. Evaluation of Selected Meat Traits in Seven-old Duck Broilers. Animal Science Papers and Report. 26(3):165-174. 225

Ermariza, H. 2012. Pengaruh Penggunaan Azolla microphylla Fermentasi pada Ransum Itik Lokal Jantan Terhadap Daya Ikat Air dan Susut Masak. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Lacin, E., M.I. Aksu, M. Acit, A. Yildiz, M. Karaoglu, N. Esenbuga and M.A. Yoruk. 2008. Effects of different raising systems on colour and quality characteristics of Turkish Pekin duck meats. South African Journal of Animal Science. 38(3). Prayitno, A.H., E. Suryanto dan Zuprizal. 2010. Kualitas Fisik dan Sensoris Daging Ayam Broiler yang Diberi Pakan dengan Penambahan Ampas Virgin Coconut Oil (VCO). Buletin Peternakan. 34(1): 55-63. Saifudin. 2000. Perbedaan Produksi Karkas dan Karakteristik Daging Dada dan Paha Itik dan Entok Pasca Perebusan. Skripsi. Program Study Teknologi Hasil ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung. 226