5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

Tabel 25. Spesifikasi teknis Boom sprayer Spesifikasi Teknis. Condor M-12/BX. Tekanan maksimum (rekomendasi)

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN UMUM

Analisis Dimensi Fraktal untuk Identifikasi Tanaman dengan Pendekatan Pemrosesan Citra Secara Paralel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DIMENSI FRAKTAL. (Jurnal 11) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

SAMPLING DAN KUANTISASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Pendeteksian Kerapatan dan Jenis Gulma dengan Metode Bayes dan Analisis Dimensi Fraktal untuk Pengendalian Gulma secara Selektif

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

III. METODE PENELITIAN

PENGATURAN KECERAHAN DAN KONTRAS CITRA SECARA AUTOMATIS DENGAN TEKNIK PEMODELAN HISTOGRAM

BAB II LANDASAN TEORI

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT

BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

8. PERANCANGAN SISTEM MULTI AGEN. Pendahuluan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan citra. Materi 3

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan

Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1]

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Perangkat Pengujian

Model Citra (bag. 2)

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk

BAB III. ANALISIS MASALAH

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB III METODE PENELITIAN

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI

Drawing, Viewport, dan Transformasi. Pertemuan - 02

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BINARISASI CITRA MENGGUNAKAN PENCOCOKAN PIKSEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

KULIAH 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

KLASIFIKASI TINGKAT KEMATANGAN BUAH PEPAYA (CARICA PAPAYA L) CALIFORNIA (CALLINA-IPB 9) DALAM RUANG WARNA HSV DAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBORS

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDETEKSIAN OBJEK BERWARNA BIRU MENGGUNAKAN MATLAB R2013a

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan pertanian, penghematan penggunaan bahan dan minimalisasi pencemaran lingkungan akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Jenis teknologi yang di digunakan adalah perangkat sensor yang bekerja secara real time, VRT yang dilengkapi dengan aktuator yang bekerja sesuai dosis dari data pengamatan langsung. Cara kerja metode ini berdasarkan pembacaan kondisi lapangan oleh sensor secara real time. Data kondisi lahan diolah untuk menentukan dosis aplikasi yang harus dilakukan. Posisi di lahan biasanya dideteksi berdasarkan data dari alat pencatat jarak tempuh (odometer). Data kecepatan operasi dan dosis diolah untuk menentukan nilai aktivasi aktuator dan lama aktivasi yang harus dilakukan. Ciri lain dari metode ini adalah peralatan bekerja per satuan luasan tanah yang kecil untuk memperoleh kinerja yang lebih teliti. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan penggunaan metode pertanian presisi berbasis sensor, terutama yang berkaitan dengan teknologi aplikator cairan. Pérez A.J. dan F. López (1997) melakukan penelitian dengan membangun teknik pengambilan citra untuk mendeteksi sebaran gulma pada tanaman sereal. Metode yang dipergunakan adalah dengan analisa warna dan bentuk untuk membedakan tanaman pokok, gulma, dan tanah sebagai latar belakang citra. Perbedaan pola tanaman pokok dan gulma dinilai dengan metode K-Nearest Neighbours. Penilaian mata manusia dipakai sebagai pembanding untuk menentukan akurasi kinerja sistem yang dibangun. Hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem yang dibangun mampu mendeteksi gulma dengan ketelitian 75% bila menggunakan analisis warna, dan ketelitian meningkat menjadi 85% bila analisa yang dilakukan memasukkan faktor bentuk tanaman. Jafari A dan kawan-kawan (2006) dari universitas Teheran melakukan penelitian untuk mendeteksi gulma pada lahan gula bit. Metode yang 78

dipergunakan adalah dengan menganalisa nilai Luminansi dari citra. Hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem yang dibangun mampu membedakan gulma dan tanaman dengan ketelitian 88.5%. Imran Ahmed, Awais Adnan, Muhammad Islam, dan Salim Gul (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi gulma dengan menganalisa bentuk batas citra objek dan membedakannya dalam kelas narrow dan broad. Hasil uji coba pada 140 contoh citra menunjukkan bahwa sistem yang dibangun mampu membedakan gulma narrow dan broad dengan akurasi 94%. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa belum ada penelitian yang bertujuan untuk membedakan satu jenis tanaman dengan tanaman yang lain secara time-series. Pengertian time-series adalah selama waktu budidaya tanaman pokok berlangsung, atau sampai batas umur kritis tanaman terlampui (2 sampai 4 minggu setelah tanam tergantung jenis tanaman yang dibudidayakan). Metode Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui serangan gulma dengan sensor kamera digital dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan serangan gulma pada lahan terbuka (Gambar 34). Lampiran 2. Menampilkan citra sebaran gulma pada lahan terbuka. Tahap kedua adalah pengamatan serangan gulma pada lahan yang telah ditanami tanaman kacang tanah (Gambar 35). Identifikasi keberadaan gulma diantara tanaman pokok secara visual dilakukan dengan cara mengevaluasi suatu nilai tertentu yang bersifat khas antara gulma dan tanaman pokok pada citra hasil tangkapan. Apabila nilai khas tersebut nyata-nyata berbeda di antara gulma dan tanaman pokok, maka nilai khas yang dimaksud dapat digunakan sebagai acuan bagi pengenalan bentuk fisik gulma atau tanaman pokok. Pada penelitian ini dilakukan analisa dimensi fraktal untuk mengidentifikasi jenis tanaman secara real time dengan camera vision. Pengamatan secara terusmenerus dilakukan pada tanaman kacang tanah dan jagung. Pengamatan gulma hanya dilakukan pada periode kritis tanaman kacang tanah (minggu ke-4). 79

Gambar 34. Citra serangan gulma pada tanaman kacang tanah. Gambar 35. Citra serangan gulma pada lahan terbuka. 80

Pengendalian gulma dengan sensor kamera digital memerlukan beberapa perangkat komputasi cerdas pada kegiatan filterisasi, identifikasi tanaman, dan identifikasi kepadatan serangan gulma. Konsep prosedur kegiatan pengendalian gulma adalah sebagaimana digambarkan pada Gambar 36. Pengambilan Citra Filterisasi Citra Analisa Jenis Tanaman Analisa Kepadatan Serangan Batas Serangan Gulma Dosis Penyemprotan Penyemprotan sesuai Dosis dan Lokasi Gambar 36. Blok diagram pengendalian gulma. Tujuan dari penelitian identifikasi jenis tanaman adalah untuk mengidentifikasi jenis tanaman utama dan gulma yang terdapat di lahan pada tahapan pascatumbuh. Fungsi identifikasi tanaman pada tahapan pengendalian gulma adalah untuk menentukan batas serangan gulma. Tahapan kegiatan diawali dengan penangkapan citra serangan gulma, kemudian dilanjutkan dengan filterisasi citra untuk memisahkan citra tanaman dengan latar belakangnya. Citra hasil filterisasi kemudian dianalisa untuk mengetahui jenis tanaman. Setelah diketahui identitas masing-masing tanaman yang ada di dalam citra, maka dapat ditentukan batas serangan gulma untuk keperluan analisa kepadatan serangan gulma yang terjadi. Hasil dan Pembahasan Pengambilan Citra Citra tanaman diperoleh dari laboratorium lapangan Prof. Siswadi, kampus IPB Darmaga. Jenis tanaman pokok yang dipilih adalah kacang tanah, jagung, 81

dan beberapa tanaman gulma. Citra yang telah diambil dianalisa untuk mengetahui komponen warna penyusunnya. Lampiran 3 menampilkan data pengolahan citra sebaran gulma dalam bentuk komponen warna penyusunnya. Berdasarkan komponen warna tersebut selanjutnya ditentukan parameter filterisasi untuk memisahkan latar belakang citra dengan citra tanaman secara biner (hitam-putih). Data array piksel yang menyimpan nilai biner citra diolah menggunakan metode analisa dimensi fraktal. Penentuan Parameter Filterisasi Langkah awal dari filterisasi adalah menentukan parameter yang akan digunakan sebagai pembatas filetrisasi. Parameter pembatas filterisasi digunakan untuk menentukan batasan yang memisahkan antara gulma atau tanaman pokok dengan latar belakangnya. Nilai batas filterisasi ditentukan untuk mengetahui apakah sebuah piksel berupa obyek yaitu gulma atau latar gambar yaitu lahan. Nilai ambang batas yang digunakan dapat berupa kombinasi warna RGB atau Hue (Solahudin et al, 2010), dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru. Model warna HSI yang merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Nilai Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan) yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue cukup akurat dalam membedakan obyek dan latar belakang. Nilai ditentukan berdasarkan besaran masing-masing nilai R,G, dan B sebagai berikut : H Arc Cos R G B 2 0. (6) 2 5 2 R G R G G B Gambar 37. menunjukkan hasil interpretasi data ke dalam bentuk grafik dengan sumbu x menunjukkan kolom piksel pada gambar dan sumbu y adalah rata-rata nilai RGB dan Hue untuk masing-masing kolom piksel pada gambar. Data selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 3. Pada Gambar 37 terlihat jelas bahwa nilai rata-rata Green dan Blue tidak dapat merepresentasikan apakah kolom piksel tersebut merupakan gulma ataupun tanah dengan jelas. 82

Berbeda dengan nilai rata-rata Red dan Hue, keduanya memperlihatkan perubahan nilai ketika kolom piksel dari gambar beralih dari lahan ke gulma. Akan tetapi, perubahan nilai rata-rata Hue lebih signifikan dibanding perubahan nilai rata-rata Red yang terjadi. Oleh karena itu, untuk melakukan proses segmentasi digunakan nilai Hue. Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai batas Hue. Cara yang digunakan adalah dengan menarik garis lurus memotong sumbu y dan sejajar dengan sumbu x sehingga diperoleh bagian atas garis menunjukkan gulma dan bagian bawah garis menunjukkan lahan. Dengan cara tersebut nilai batas segmentasi yang diperoleh adalah nilai Hue sebesar 46.5 o. Gambar 38 menunjukkan hasil filterisasi sebuah citra kedalam 4 potongan citra yang telah dibedakan dengan latar belakangnya. Gambar 37. Nilai rataan RGB dan Hue pada satu contoh citra hasil tangkapan. 83

Gambar 38. Hasil proses tresholding dengan pembatas nilai Hue 46.5 o Analisa Dimensi Fraktal untuk Identifikasi Jenis Tanaman Objek alami seperti penampakan daun hasil penangkapan kamera visi memiliki bentuk yang tidak teratur dan sulit diukur namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan dimensi fraktal. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan geometri Euclid yang selama ini digunakan untuk mengukur objek yang teratur dan simetris. Fraktal memiliki sifat self similarity yaitu apabila diperbesar akan memiliki bentuk yang menyerupai bentuk keseluruhan dan hal ini mendekati sifat objek-objek alam (Mandelbrot 1982). Metode dimensi fraktal menawarkan pendekatan untuk menggambarkan bentuk yang alami dan keadaan yang tidak teratur dengan mengukur kesimetrisan suatu objek. Dimensi benda yang umum dalam kehidupan sehari-hari merupakan dimensi dalam ruang Euclid, yaitu 0, 1, 2, dan 3. Pada objek-objek Euclid, nilai bilangan bulat menggambarkan jumlah dimensi dari ruang objek, misalnya garis berdimensi 1 karena memiliki panjang, bidang berdimensi 2 karena memiliki panjang dan lebar, sedangkan ruang memiliki dimensi 3 karena memiliki panjang, lebar, dan kedalaman. Sifat self similarity adalah salah satu konsep penting dalam geometri fraktal. Sebuah objek berdimensi satu seperti garis jika dibagi menjadi N bagian yang sama maka setiap bagian memiliki rasio dari keseluruhan bagian. Begitu pula dengan objek dua dimensi seperti bidang yang bisa dibagi menjadi N bagian yang memiliki rasio. Objek tiga dimensi seperti 84

kubus bisa dibagi menjadi N bagian yang memiliki rasio. Dapat disimpulkan bahwa untuk objek dengan dimensi D dapat dibagi menjadi N bagian yang sama dengan faktor atau dapat dituliskan sebagai berikut: ( 7 ) Dari persamaan tersebut kemudian dihasilkan rumus untuk menghitung nilai dimensi fraktal berikut : ( ( ( )) ( ) ) ( 8 ) Dimensi fraktal tidak seperti dimensi Euclid yaitu tidak harus bilangan bulat, sehingga pada dimensi 2 nilai dimensi yang mungkin diperoleh adalah berupa pecahan yang berada di antara nilai 1 dan 2. Nilai dimensi fraktal (D) didapatkan berdasarkan hubungan antara ukuran persegi r dan jumlah persegi N(r), yang melingkupi objek. Dari plot log ( ) dan log (N(r)) dihasilkan kurva dengan nilai kemiringan α yang merupakan nilai dimensi fraktal dari objek. Nilai α dihitung menggunakan regresi linear seperti persamaan berikut ini : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 9 ) keterangan : α = kemiringan kurva n = jumlah data X = nilai log(ukuran persegi) Y = nilai ( ) 85

Gambar 39. Ilustrasi tahapan perhitungan dimensi fraktal. Gambar 40 menunjukkan tampilan antar muka dari proses untuk menentukan nilai dimensi fraktal dari sebuah citra tanaman jagung. Gambar 40. Tampilan program Analisa Dimensi Fraktal 86

Nilai dimensi faktal tanaman kacang tanah dan jagung diperoleh dari pengamatan secara acak dan terus menerus dari minggu ke minggu pada tanaman yang dibudidayakan di laboratorium lapangan IPB. Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah berubah mengikuti pertumbuhan tajuk daunnya dengan kisaran nilai dimensi fraktal 1.1 (minggu ke-1) sampai 1.77 (minggu ke-6) dengan sebaran baku antara 0.05 sampai 0.07 (Tabel 9). Selisih nilai dimensi fraktal antar minggu yang berurutan bervariasi tergantung dari kecepatan pertumbuhan tanaman kacang tanah pada periode tersebut. Memasuki minggu ke-5 dan ke-6 pertumbuhan vegetatif cenderung melambat (beda nilai dimensi fraktal 0.08), dan mulai terjadi pertumbuhan generatif ditandai dengan mulai munculnya bunga. Pertumbuhan tajuk kacang tanah (vegetatif) tercepat terjadi pada periode minggu ke-2 dan minggu ke-3 sebagaimana terlihat di Gambar 41. Hal ini sesuai dengan perbedaan rata-rata nilai dimensi fraktal antara minggu tersebut, yaitu 0.24. Gambar 41. Perkembangan bentuk tajuk tanaman kacang tanah pada berbagai umur. Berdasarkan Gambar 41 dapat dilihat bahwa tampak atas kanopi tanaman kacang tanah akan berubah dari pola menyebar ke bentuk yang lebih kompak, sedangkan tampak atas kanopi tanaman jagung akan mulai bersinggungan pada 87

Nilai Dimensi Fraktal minggu ke-4 (Gambar 42). Dalam perspektif dimensi fraktal hal ini berarti bahwa nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah akan bertambah dari minggu ke minggu mendekati nilai 2 sebagaimana tampak pada Tabel 9. Fenomena ini juga berlaku bagi tanaman jagung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10. Gambar 42. Perkembangan bentuk tajuk tanaman jagung pada berbagai umur. 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nomor tanaman 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu Gambar 43. Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah pada berbagai umur tanam. 88

Tabel 9. Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah pada berbagai umur. No. Minggu ke- Contoh 1 2 3 4 5 6 1 1.15 1.33 1.45 1.66 1.71 1.78 2 1.07 1.25 1.48 1.61 1.72 1.81 3 1.06 1.28 1.54 1.58 1.70 1.72 4 1.17 1.18 1.47 1.51 1.59 1.69 5 1.22 1.36 1.54 1.61 1.75 1.83 6 1.04 1.19 1.48 1.68 1.75 1.81 7 1.04 1.39 1.49 1.59 1.65 1.71 8 1.17 1.31 1.54 1.66 1.69 1.79 9 1.13 1.25 1.69 1.76 1.81 1.80 10 1.10 1.20 1.53 1.62 1.64 1.73 11 1.14 1.19 1.42 1.64 1.69 1.78 12 1.13 1.32 1.51 1.68 1.70 1.74 13 1.20 1.27 1.52 1.66 1.71 1.86 14 0.99 1.29 1.44 1.60 1.62 1.67 15 0.98 1.19 1.56 1.60 1.63 1.79 Terkecil 0.98 1.18 1.42 1.51 1.59 1.67 Terbesar 1.22 1.39 1.69 1.76 1.81 1.86 Rataan 1.10 1.27 1.51 1.63 1.69 1.77 Tabel 10. Nilai dimensi fraktal tanaman jagung pada berbagai umur. No. Minggu ke- Contoh 2 3 4 1 1.45 1.54 1.75 2 1.52 1.59 1.63 3 1.51 1.65 1.65 4 1.49 1.52 1.62 5 1.38 1.40 1.76 6 1.43 1.52 1.74 7 1.42 1.51 1.74 8 1.35 1.65 1.82 9 1.37 1.43 1.57 Terkecil 1.35 1.40 1.57 Terbesar 1.52 1.65 1.82 Rata-rata 1.44 1.53 1.70 89

Pengamatan terhadap tanaman jagung hanya dapat dilakukan sampai minggu ke-4. Hal ini dikarenakan pada umur 4 minggu dan seterusnya kanopi tanaman jagung sudah bergabung satu dengan lainnya, sehingga tidak memungkinkan pengambilan citra tanaman jagung secara individual. Dimensi Fraktal 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0 1 2 3 4 5 Minggu Setelah Tanam Gambar 44. Hubungan umur tanaman kacang tanah dengan rata-rata nilai dimensi fraktal pada masing-masing umur tanaman. Hubungan umur tanaman kacang tanah dengan rata-rata nilai dimensi fraktal pada masing-masing umur tanaman mengikuti bentuk persamaan kuadratik. Bentuk persamaannya adalah : y = -0,010x 2 + 0,234x + 0,869 (10) keterangan : y : nilai dimesi fraktal x : umur tanaman kacang tanah (minggu) dengan nilai koefisien determinasi sebesar R 2 = 0,987 Persamaan tersebut dapat digunakan sebagai referensi bagi sistem pendeteksian jenis tanaman menggunakan camera vision dengan input berupa citra tanaman, umur pengambilan citra dan nilai dimensi fraktal pada umur tersebut. 90

Nilai Dimensi Fraktal Perbandingan nilai rata-rata dimensi fraktal antara tanaman kacang tanah dan tanaman jagung dilakukan untuk mengetahui karakteristik bentuk kanopi masing-masing tanaman pada masa pertumbuhan vegetatifnya. 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 1 2 3 4 Umur tanaman (minggu) Kacang tanah Jagung Gambar 45. Nilai dimensi fraktal tanaman jagung dan kacang tanah pada berbagai umur tanam. Gambar 45. menunjukkan nilai dimensi fraktal tanaman jagung dan kacang tanah pada umur tanam 1 sampai 4 minggu. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai dimensi fraktal antara kedua jenis tanaman tersebut pada umur yang sama tidak pernah memiliki nilai yang sama. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem camera vision yang dilengkapi dengan sistem cerdas dimensi fraktal akan mampu membedakan dengan pasti antara tanaman jagung dan tanaman kacang tanah. Pada umur 4 minggu nilai dimensi fraktal gulma berkisar antara 1.41 sampai 1.60, jagung memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.70, dan kacang tanah memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.63. Penggunaan sistem cerdas dimesi fraktal untuk pemberantasan gulma pada minggu ke-4 dengan perangkat camera vision sebagai sensor dapat dilakukan, karena sistem pendeteksi keberadaan gulma di lahan dapat dengan jelas membedakan antara tanaman pokok dan gulma berdasarkan nilai dimensi fraktal masing-masing tanaman. 91

Kinerja dimensi fraktal sebagai metode untuk mendeteksi jenis tanaman diujicoba untuk membedakan tanaman pokok dan gulma yang tumbuh di sekitarnya. Hasil ujicoba pada tanaman jagung dan tanaman kacang tanah adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut : Tabel 11. Hasil uji validasi sistem identifikasi jenis tanaman pada tanaman pokok jagung. Keterangan Jenis Tanaman Jagung Gulma Total Sampel Validasi 30 14 44 Terdeteksi tepat 29 10 39 Akurasi (%) 96.67 71.43 88.64 Tabel 12. Hasil uji validasi sistem identifikasi jenis tanaman pada tanaman pokok kacang tanah. Keterangan Jenis Tanaman Kacang Tanah Gulma Total Sampel Validasi 67 14 44 Terdeteksi tepat 65 10 39 Akurasi (%) 97.01 71.43 92.59 Tanaman jagung yang dipilih sebagai contoh untuk validasi adalah tanaman jagung yang berumur 2 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai 4 MST. Contoh untuk tanaman kacang tanah diambil dari tanaman berumur 2 MST sampai 5 MST. Pemilihan umur tanaman tersebut dengan dasar pemikiran bahwa pada umur 1 MST keberadaan gulma belum terdeteksi. Setelah umur tanaman lebih besar dari 5 MST tanaman telah melewati masa kritis pertumbuhan. Khusus pada tanaman jagung setelah 4 MST bentuk citra daun tanaman jagung telah tumpang tindih antara tanaman satu dengan tanaman lainnya sehingga tidak dapat dianalisa per individu dengan baik. Hasil validasi sistem pada tanaman jagung menunjukkan akurasi 88.64% sedangkan pada tanaman kacang tanah menghasilkan validasi 92.59%. Kemampuan sistem dalam mengidentifikasi gulma memiliki akurasi 71.43%, 92

hal ini disebabkan pada kasus yang tidak dikontrol beberapa gulma akan memiliki penampakan bentuk menyerupai tanaman pokok. Simpulan 1. Filterisasi dengan nilai Hue 46.5 o mampu membedakan komponen citra dengan baik, sehingga pemisahan citra tanaman dan latar belakang dapat dilakukan dengan tepat. 2. Pada umur tanaman 4 minggu nilai dimensi fraktal gulma berkisar antara 1.41 sampai 1.60, jagung memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.70, dan kacang tanah memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.63. 3. Hasil ujicoba sistem untuk mengenali jenis tanaman dengan tepat menunjukkan nilai validasi sistem untuk mengenali tanaman jagung menunjukkan akurasi 88.64%, pada tanaman kacang tanah menghasilkan akurasi 92.59%. dan kemampuan sistem dalam mengidentifikasi gulma memiliki akurasi 71.43%. 4. Sistem camera vision yang dilengkapi dengan sistem cerdas dimensi fraktal akan mampu membedakan dengan pasti antara tanaman jagung dan tanaman kacang tanah. 93