BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan nasional melalui penyediaan kebutuhan domestik, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja (Departemen Perindustrian, 2009). Data yang dirilis Asosiasi Aneka Industri dan Keramik Indonesia (Asaki), saat ini industri keramik nasional menempati peringkat keenam produsen keramik terbesar dunia dengan kapasitas 1,4 juta m 2. Rata-rata, produksi per harı 1.32 juta m 2, dan 80 produsen ubin keramik dan dinding yang menyerap tenaga kerja sekirtar orang. Pada 2013, penjualan keramik mencapai Rp 30 triliun. Saat ini, penjualan lokal menyerap 85% dari total produksi, sisanya ekspor market. Sementara, berdasarkan data BPS ekspor produk keramik pada 2013 senilai USD 341,85 juta. Pada Januari 2014 atau data terakhir ekspor mencapaı USD 30,06 juta, naik 6,99 persen dari periode yang sama tahun lalu (Sinaga, 2014). Oleh karena itu industri keramik terus berupaya untuk meningkatkan kualitas maupun desainnya guna merebut perhatian pasar dalam negeri maupun mancanegara. Berdasarkan SNI ISO 13006:2010 kualitas dari ubin keramik diklasifikasikan dalam empat kategori yakni Kelompok I, Kelompok IIa, Kelompok IIb, dan Kelompok III. Untuk menentukan kualitas dari masing-masing jenis keramik dapat dilihat dari beberapa persen penyimpangan serta cacat pada dimensi dan mutu permukaan. Pada SNI ISO 13006:2010 juga terdapat enam variabel persyaratan karakteristik terkait dengan dimensi dan mutu ubin keramik untuk lantai, yaitu: panjang dan lebar, ketebalan, kelurusan sisi, kesikuan, kedataran permukaan, dan mutu permukaan. Pada saat ini proses inspeksi visual terhadap kualitas ubin keramik baik yang dilakukan di Indonesia khususnya di Balai Besar Keramik masih dilakukan secara manual dengan penglihatan manusia. Hal ini tentu sangat sulit dan membutuhkan 1

2 waktu yang relatif lama karena adanya keterbatasan pada penglihatan manusia dan adanya perbedaan persepsi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Proses pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat secara langsung terhadap jenis kerusakan yang ada pada permukaan setiap ubin keramik. Penglihatan manusia harus secara tepat dapat melihat objek kerusakan pada permukaan ubin keramik. Secara kasat mata, seorang manusia tanpa perlu pengetahuan yang khusus dapat membedakan keramik yang normal tanpa cacat dengan keramik yang mempunyai cacat. Biasanya, mereka hanya berbekal pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (Elbehiery dkk, 2005). Hawa panas dan kejenuhan dalam menghadapi proses pemeriksaan yang monoton dapat menyebabkan ketidaktelitian dan kesalahan dalam penentuan kategori kualitas suatu keramik. Proses penyeleksian ini dilakukan tidak hanya seorang diri tapi bisa mencapai 2 3 orang atau lebih secara bergantian. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keakuratan pengelompokkan kualitas ubin keramik tetap terjamin. Selain itu menurut Elbehiery dkk (2005) penilaian manusia biasanya dipengaruhi oleh harapan dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Akan tetapi proses penyeleksian yang dilakukan oleh manusia secara manual ini tetap saja dapat memperlambat proses produksi dan pengepakan keramik secara keseluruhan (Afandi dkk, 2010). Proses kontrol merupakan salah satu persoalan yang penting dalam persaiangan antara produsen industri keramik serta mempengaruhi harga dengan melihat kemurnian dari teksture, akurasi warna, dan bentuk (Rahaman dkk, 2009). Kontrol kualitas mutu permukaan keramik (surface quality) adalah salah satu parameter yang dapat diamati secara langsung baik di line produksi maupun oleh konsumen. Seiring dengan perkembangan teknologi komputer yang semakin canggih dan teknik pengolahan citra saat ini dapat diimplementasikan untuk membantu produsen dalam melakukan kontrol kualitas permukaan ubin. Menurut Wise dkk (1990) dalam Ikrar (2004) pemanfaatan citra dalam ilmu pengetahuan telah berlangsung sejak lama dan terus berkembang sampai saat ini. Sejumlah besar data yang menggambarkan sebuah objek dan komplek dapat direpresentasikan hanya dengan visualisasi data tersebut sebagai sebuah citra. 2

3 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu dalam proses pengklasifikasian kualitas ubin keramik seperti penelitian yang dilakukan oleh Elbehiery dkk (2005) menggunakan teknik pengolahan citra dan pengoperasian morfologikal pada proses pendeteksian cacat pada keramik. Kamera digital ditempatkan pada jalur produksi untuk mengambil citra keramik yang keluar dari mesin produksi secara online. Namun metode yang diusulkan pada penelitian tersebut juga berlebihan sehingga menyebabkan proses deteksi sangat memakan waktu. Afandi dkk (2010) mengimplementasikan teknik pencitraan dengan melakukan pengklasifikasian kualitas keramik menjadi empat kategori yakni kualitas- 1, kualitas-2, kualitas-3, dan kualitas-4 dengan acuan menggunakan operasi selisih piksel putih terhadap ubin keramik acuan untuk menentukan jenis kualitas keramik. Pada penelitian Afandi dkk (2010) membandingkan dua buah metode deteksi tepi yaitu metode Laplacian of Gaussian (LoG) dan Prewitt untuk mengukur prosentase kesamaan dan waktu proses pengolahan citra. Pada penelitian ini didapat bahwa hasil pendeteksi tepi objek dengan menggunakan metode LoG lebih detail bila dibandingkan dengan metode Prewitt, hal ini disebabkan karena metode LoG lebih sensitif terhadap blur sehingga dapat terbentuk area objek kerusakan dengan baik. Namun pada penelitian tersebut kurang optimal dalam mendeteksi kerusakan berupa gelembung dan citra keramik yang berwarna gelap, sehingga pada citra tersebut perlu dilakukan penajaman citra agar objek cacat pada keramik dapat terdeteksi dengan baik. Metode LoG sangat sensitif terhadap noise sehingga memungkinkan noise dinyatakan sebagai tepi dan metode LoG juga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi citra dengan resolusi yang tinggi. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rahman dan Hossain (2009) mengusulkan metode baru untuk deteksi cacat dan klasifikasi. Hal ini dapat membuat kinerja tingkat deteksi cacat lebih tinggi dari yang sudah ada dan dapat mengurangi total waktu komputasi. Dalam hal ini, urutan umum operasi diterapkan untuk mendeteksi berbagai jenis cacat pada ubin keramik dan beberapa algoritma yang diusulkan yang digunakan untuk mengklasifikasikan keramik berdasarkan jenis cacatnya. Kelemahan dalam penelitian ini metode yang diusulkan gagal dalam 3

4 mendeteksi glasir dan scratch faults. Selain itu waktu komputasi dalam klasifikasi cacat masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Dalam bidang visi komputer, untuk mempersiapkan sistem pencitraan (imaging system) yang baik, dimulai dari mempersiapkan instalasi yang spesifik. Hal ini akan sangat tergantung pada tujuan citra seperti apa yang diinginkan. Pada umumnya sistem penangkap citra akan mengambil informasi intensitas dan warna dari suatu citra sebaik mungkin agar nantinya akan lebih memudahkan dalam proses pengolahan citra selanjutnya (Iqbal dkk, 2009). Pratiwi dkk (2014), merancang sistem dengan menggunakan sensor kamera untuk pengambilan citra dan menggunakan komputer sebagai perangkat lunak untuk pemrosesan citra. Pada penelitian tersebut, pengaruh kondisi lingkungan dalam hal ini proses pencahayaan, merupakan parameter yang perlu diperhatikan karena kondisi intensitas cahaya dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Sistem yang dirancang akan diuji dengan parameter-parameter yaitu warna, tekstur dan jumlah objek serta intensitas cahaya yang dapat memberikan pengaruh keberhasilan sistem melakukan segmentasi. Terkait proses inspeksi terhadap kualitas dari ubin keramik terdapat tiga parameter yang diukur oleh beberapa machine vision yang digunakan untuk proses inspeksi secara visual terkait kualitas ubin keramik yaitu, analisis warna, mendeteksi setiap jenis cacat pada proses manufaktur, dan mengukur kepresisian dari dimensi ubin keramik (Boukouvalas dkk, 1998). Berdasarkan SNI ISO :2010 prosedur inspeksi mutu permukaan keramik jarak pengamatan dilakukan pada jarak 1 meter dengan intensitas cahaya 300lx pada permukaan ubin dengan menggunakan mata telanjang. Dengan acuan tersebut pada penelitian ini menggunakan dua hal tesebut sebagai variabel yang mempengaruhi dalam inspeksi kualitas permukaan ubin keramik. Dengan perkembangan perangkat keras komputer yang semakin cepat, sekarang ini komputer tidak hanya digunakan untuk sekedar membantu dalam pekerjaan manusia namun mulai dioperasikan sebagai sistem pendukung keputusan yang membantu memecahkan masalah dalam proses pengambilan keputusan oleh individu atau kelompok. Pada penelitian ini akan dikembangkan suatu sistem visual 4

5 yang lebih sederhana yang mampu digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang mempengaruhi inspeksi kualitas permukaan ubin keramik khususnya untuk mengetahui tingkat kepresisian terhadap pengukuran luas dan defect ubin keramik. Oleh karena itu diperlukan suatu ekperimen untuk mendapatkan tingkat akurasi yang tinggi atau tingkat error yang minimal dengan melakukan manipulasi variabelvariabel untuk mengetahui respon sehingga ekperimen yang dilakukan mendapatkan hasil yang valid dan objektif, maka perlu dilakukan suatu design of experiment. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan sebuah sistem visual dengan menentukan kombinasi dari nilai parameter yang signifikan mempengaruhi proses inspeksi visual untuk mendapatkan akurasi pengukuran yang optimal dengan teknik pengolahan citra? 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Agar pembahasan terhadap penelitian ini lebih terarah dan fokus serta menghindari luasnya ruang lingkup permasalahan, maka diperlukan pembatasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini dititik beratkan pada teknik pengolahan citra. 2. Citra keramik yang dipergunakan adalah citra digital dalam format citra. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer yang merupakan intensitas 3 warna dasar (RGB). 3. Jenis ubin yang digunakan adalah ubin keramik jenis glasir, ukuran 30 x 30 berwarna putih KW1. 4. Tidak mempertimbangkan arah pencahayaan. 5. Tidak mengukur kesikuan dari keramik. 6. Jenis defect yang akan dilakukan pengukuran adalah jenis dry spots. 7. Sampel keramik yang digunakan adalah hasil dari inspeksi Balai Besar Keramik. 8. Penelitian pada jenis keramik press kering tipe B dengan penyerapan air rendah (kelompok 1), E 5% 5

6 9. Software yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi otomasi pengendalian kulaitas menggunakan software MATLAB R2009a. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam menghasilkan tingkat error pada proses pengukuran luas permukaan ubin keramik dan diameter defect sehingga dapat menghasilkan tingkat akurasi pengukuran yang optimum. 2. Mengatahui kombinasi optimum dari variabel yang dapat menghasilkan tingkat error pengukuran yang minimum dengan memperhatikan variabel yang berpengaruh pada pengolahan citra. 3. Mengetahui korelasi antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat error yang dihasilkan dari proses pengukuran luas dan defect pada permukaan ubin keramik. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan sebuah metode baru bagi industri keramik dalam mengidentifikasi kualitas dari ubin keramik. 2. Sebagai masukan bagi produsen/industri ubin keramik dalam pertimbangan ketika ingin menggantikan proses inspeksi secara manual dengan sistem secara otomatis. 3. Mendapatkan kombinasi faktor yang optimal sehingga mampu memberikan pandangan, pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pada proses identifikasi kualitas permukaan ubin keramik. 6