LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : REGINA ZERUYA : J1B110003 : 1 (SATU) : SUSI WAHYUNI PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2013
PERCOBAAN 1 EKTRAKSI PELARUT I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan koefisien distribusi yod dalam sistem pelarut organik atau air dengan metode ekstraksi pelarut dan menentukan kadar Nikel(II) sebagai kompleks Ni-dimetilglioksim (Ni-DMG). II. TINJAUAN PUSTAKA Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ektraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut (Khopkar, 1990). Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyakanya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah (Khopkar, 1990). Untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekstraksi, dibahas terlebih dahulu berbagai istilah yang digunakan untuk menyatakan keefektifan pemisahan. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fase tak tercampurkan a dan b, hukum distribusi atau partisi Nerst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan : [A] terlarut dalam pelarut b [A] konsentrasi zat terlarut dalam pelarut a konsentrasi zat a b K D
dimana K D adalah sebuah tetapan yang dikenal sebagai koefisien distribusi atau koefisien partisi. Hukum ini tidak berlaku apabila spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fase tersebut. Hukum distribusi Nerst dapat diterapkan hanya pada jenis yang mempunyai bentuk sama dalam kedua pelarut (Dogra, 1990). Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tak dapat bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah pelarut air dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter atau pentana. Garam-garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air serta senyawa-senyawa organik dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut-pelarut yang kurang polar (Arsyad, 2001). Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap, yaitu : 1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi 2. Distribusi dari kompleks yang terektraksi 3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik (Khopkar, 1990) Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh suhu. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin tinggi ekstrak yang diperoleh. Namun demikian, bahan hasil ekstraksi dengan berbagai tingkat suhu belum tentu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap sifat antibakterinya Oleh sebab itu, ekstraksi bahan pada suhu yang berbeda perlu dilakukan (Pambayun, 2007). Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. kemampuan tinggi melarutkan komponen zat ter- larut di dalam campuran. 2. kemampuan tinggi untuk diambil kembali. 3. perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar. 4. pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur. 5. tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi. 6. tidak merusak alat secara korosi. 7. tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah (Martunus & Helwani, 2007).
III. ALAT DAN BAHAN A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet volume 25 ml, labu titrasi 250 ml, gelas ukur 10 ml, pipet tetes, buret 50 ml, statif, corong pisah 250 ml, propipet, kertas ph, botol semprot, spektrofotometer, dan gelas piala 250 ml. B. Bahan Bahan-bahan yang dipergunakan adalah larutan yod, H 2 SO 4 2 M, larutan 0,2 % kanji, Na 2 S 2 O 3 0,01 M, heksana, larutan cuplikan Ni(II), asam sitrat, amonia, DMG 0,1%, dan akuades. IV. PROSEDUR KERJA Penentuan Koefisien Distribusi 1. Sebanyak 10 ml larutan iod dipipet ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan 1 ml larutan H 2 SO 4 2 M, ditambahkan 5 tetes larutan kanji 0,2% dan dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,01 M yang sudah dibakukan, dititrasi. 2. Sejumlah iod yang berada dalam air mula-mula dihitung. 3. Sebanyak 25 ml larutan iod dipipet ke dalam corong pisah yang kering dan bersih, ditambahkan 5 ml CCl 4. 4. Dikocok beberapa menit, didiamkan hingga lapisan organik dan air terpisah dengan baik. 5. 10 ml lapisan air dipindahkan ke dalam labu titrasi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml larutan H 2 SO 4 2 M, ditambahkan 5 tetes larutan kanji 0,2%, dan dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,01 M. 6. Dihitung jumlah garam iod sisa dalam air. 7. Dihitung jumlah garam yang terdistribusi dalam fase organik sehingga dapat ditentukan harga Kd.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Perhitungan 1. Hasil No Percobaan Pengamatan Penentuan Koefisien Distribusi Larutan 1 - Dimasukkan 10 ml iod ke dalam labu titrasi - Ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 2 M - Ditambahkan 5 tetes larutan kanji 0,2% - Dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,01 M Larutan 2 - Ditambahkan25 ml iod dan 5 ml CCl 4, dikocok dan didiamkan - Dipindahkan 10 ml lapisan ke labu titrasi - Ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 2 M - Ditambahkan 5 tetes larutan kanji 0,2% - Dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,01 M Hijau lumut pekat menjadi bening V 1 = 10 ml V 2 = 10 ml V rata-rata = 10 ml Warna merah kecoklatan Terbentuk 2 lapisan Hijau lumut pekat menjadi bening V 1 = 8,9 ml V 2 = 9,2 ml V rata-rata = 9,05 ml
2. Perhitungan a. Penentuan Koefisien Distribusi Konsentrasi I 2 dalam air mula-mula Diketahui : V Na 2 S 2 O 3 =10 ml M Na 2 S 2 O 3 = 0,01 M V I 2 = 10 ml Ditanya : M I 2 =...? Jawab: (M.V) I 2 = (M.V) Na 2 S 2 O 3 M I 2 = = 0,01 M Konsentrasi I 2 setelah dicampur CCl 4 Diketahui : V Na 2 S 2 O 3 = 9,05 ml M Na 2 S 2 O 3 = 0,01 M V I 2 air = 10 ml Ditanya : M I 2 =...? Jawab: (M.V) I 2 = (M.V) Na 2 S 2 O 3 M I 2 = = 0,009 M Massa I 2 mula-mula & massa I 2 akhir & Massa I 2 dalam CCl 4 Diketahui: BM I 2 = 253,8 g/mol M I 2 mula-mula = 0,01 M M I 2 setelah dicampur = 0,009 M V I 2 = 10 ml = 0,01 L Ditanya : m I 2 =...? Jawab: m I 2 awal = M 1 I 2. BM I 2.V I 2 = 0,01 M. 253,8 g/mol. 0,01 L = 0,025 g
m I 2 akhir = M 2 I 2. BM I 2.V I 2 m I 2 dalam CCl 4 = 0,009 M. 253,8 g/mol. 0,01 L = 0,023 g = m awal m akhir = 0,025 g - 0,023g = 0,002 g Konsentrasi I 2 dalam CCl 4 Diketahui: BM I 2 = 253,8 g/mol V CCl 4 m I 2 Ditanya : M I 2 =...? Jawab: M I 2 = M I 2 = V m I2. BM heksana = 0,002 M Menentukan Koefisien Distribusi = 0,005 L = 0,002 g Diketahui: M I 2 air = 0,009 M M I 2 CCl 4 Ditanya : Kd =...? Jawab: Kd = = I 2 air I 2 CCl 4 = 4,5 = 0,002 M
B. Pembahasan Penentuan Koefisien Distribusi Percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi I 2. I 2 pada percobaan ini bertindak sebagai zat terlarut atau solut, sedangkan air dan pelarut organik (CCl 4 ) bertindak sebagai pelarut atau solven. I 2 akan terdistribusi ke dalam air dan sebagian lagi akan terdistribusi dalam pelarut organik (CCl 4 ) yang digunakan dalam percobaan. Oleh sebab itulah, maka diperlukan standarisasi terhadap I 2 agar kita dapat mengetahui konsentrasi I 2 mula-mula. Distribusi pelarut organik (cair atau padat), dapat dinyatakan dalam hukum distribusi dimana iodium yang digunakan dilarutkan dalam dua pelarut berbeda yang tak campur, yaitu pelarut organik (CCl 4 ) dan air. Iod akan terdistribusi pada kedua pelarut yang tidak saling bercampur tersebut. Dalam hal ini, akan terjadi hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fase pada kesetimbangan. Pelarutan dalam air dilakukan dengan mencampurkan larutan iod dengan asam sulfat dan larutan kanji (amilum). Larutan iod yang direaksikan dengan asam sulfat (H 2 SO 4 ) penambahan ini befungsi untuk mempercepat reaksi karena pembentukkan kompleks I 2 -amilum akan lebih cepat apabila terjadi dalam suasana asam, dan menghasilkan larutan yang berwarna coklat kemerah-merahan. Untuk menentukan konsentrasi iod dalam air, maka dilakukan penitrasian dengan larutan natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) terhadap larutan iod sampai warna larutan menjadi bening. Zat yang berlaku sebagai titran adalah natrium tiosulfat yang akan beraksi dengan I 2, dimana I 2 tersebut telah berikatan dengan amilum membentuk suatu kompleks I 2 -amilum. Pada titik ekuivalen warna biru yang ditimbulkan oleh kompleks I 2 -amilum akan hilang. Hal ini disebabkan karena lepasnya ikatan kompleks yang membentuk amilum dan ion iodida. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: I 2 -amilum + 2S 2 O 3 2- Biru 2I - 2- + amilum + S 4 O 6 Tidak Berwarna
Selanjutnya ekstraksi pelarut dilakukan dalam corong pisah antara larutan iod dalam pelarut organik yaitu air dan CCl 4 dimana pemisahan dapat dilakukan dengan pengocokan selama beberapa menit untuk mendistribusikan yod diantara kedua pelarut yaitu air dan CCl 4. Kemudian didiamkan beberapa saat, seharusnya akan terbentuk dua lapisan yang terpisah yaitu larutan yang berada di atas adalah air yang merupakan pelarut dengan massa jenis yang rendah, sedangkan larutan yang berada di bawah yaitu CCl 4 yang merupakan pelarut dengan massa jenis yang lebih tinggi. Pemisahan ini tergantung pada kestabilan kedua larutan tersebut yaitu pada fase pelarut organik dan fase pelarut air dan disini diketahui kesetimbangan terjadi pada kondisi pelarut organik. Larutan I 2 yang terlarut dalam air tersebut kemudian dititrasi dengan natriun thiosulfat untuk mengetahui konsentrasi I 2 sisa dalam air setelah iod tersebut terdistribusi dalam dua pelarutnya. Setelah diketahui konsentrasi I 2 tersebut, maka dapat diperoleh massa I 2 dalam CCl 4 sehingga dapat ditentukan pula konsentrasi I 2 yang terdistribusi dalam CCl 4. Kemudian diperoleh nilai Kd sebesar 4,5. VI. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah: 1. Koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fasa pelarut organik dengan konsentrasi terlarut dalam fase cair. 2. Kelarutan I 2 dalam CCl 4 lebih besar dibandingkan dengan kelarutannya dalam air. 3. Koefisien distribusi iod dalam pelarut tak campur air dan CCl 4 adalah 4,5.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia. PT. Gramedia Utama. Jakarta Dogra, S.K & S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. UI Press. Jakarta Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta Martunus & Helwani, Z. 2007. Ekstraksi Dioksin Dalam Limbah Air Buangan Industri Pulp Dan Kertas Dengan Pelarut Toluen. Jurnal Sains dan Teknologi 6(1). Universitas Riau. Pekanbaru. Pambayun, Rindit. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 141-146