BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya. Indonesia merupakan negara yang mempunyai produksi komoditas hortikultura yang tinggi disetiap daerahnya. Sayuran adalah salah satu tanaman yang tergolong sebagai hortikultura. Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas tanaman yang penting di Indonesia. Sayuran memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia, selain penuh dengan vitamin, sayuran juga mengandung serat yang berguna untuk menjaga kesehatan badan agar daya tahan tubuh tetap terjaga. Salah satu sub-sektor usahatani yang saat ini berkembang adalah sub-sektor usahatani tanaman pangan. Salah satu jenis tanaman pangan dan termasuk hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta dikelola oleh masyarakat adalah tanaman jamur. Jenis-jenis jamur yang telah dikenal masyarakat sebagai makanan dan sayuran serta banyak diperdagangkan di pasar adalah jamur merang (Volvariella volvacea), jamur champignon (Agaricus bitorquis), jamur kayu, seperti jamur kuping (Auricularia, Sp), jamur shiitake/payung (Lentinusedodes), dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Salah satu jamur yang dimaksud adalah jamur tiram, yang lebih dikenal dengan nama jamur kayu. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dipercaya mempunyai khasiat obat untuk berbagai penyakit, seperti lever, diabetes, anemia, dan sebagai antiviral, antikanker, serta menurunkan kadar kolesterol (Cahyana, et al, 1999). Jamur tiram dapat membantu penurunan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan. Kandungan vitamin B kompleksnya tinggi, dapat menyembuhkan anemia, antitumor, dan mencegah kekurangan zat besi (Agrina, 2009). Jamur tiram merupakan bahan makanan bernutrisi kaya akan vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori serta mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis jamur dan bahan makanan lainnya. Saat ini sudah banyak sekali penduduk Indonesia yang mulai beralih menjadi vegetarian, jamur sangat bagus sebagai pengganti daging, hal ini didukung dengan pernyataan dari Saragih (2015) yang mengatakan bahwa jamur tiram sebagai bahan nabati kaya akan asam amino esensial seperti valin, leusin, isoleusin, triptofan, treonin dan 1
fenilalanin. Jamur tiram memiliki tekstur lembut dan kenyal dan kaya akan serat sehingga memiliki potensi sebagai sumber serat pangan dan protein pengganti daging. Usaha jamur nasional belum maksimal karena modal pengusaha yang masih belum mendukung serta prosedur peminjaman dana yang berbelit, dan lembaga pemasaran yang panjang membuat penjualan jamur dikuasai tengkulak. Oleh karena itu, produksi jamur Indonesia memerlukan penataan dari mulai rantai pemasok hingga ke pasar domestik dan luar negeri, karena pemasaran sangat penting dalam usahatani jamur tiram (Salim, 2010). Kebutuhan konsumsi jamur tiram meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pendapatan serta perubahan pola konsumsi makanan penduduk dunia. Negara-negara konsumen jamur terbesar adalah Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang, China, Singapura, dan Korea. Rata-rata konsumsi jamur per kapita untuk penduduk negaranegara Asia adalah 1,50 kg/kapita/tahun, Kanada sekitar 1,00 kg/kapita/tahun dan Amerika Serikat (AS) adalah 0,50 kg/kapita/tahun (Ganjar, 2010). Menurut data Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (2015) dapat diketahui bahwa jamur merupakan produk hortikultura tertinggi yang diproduksi diantara komoditas lain, hal ini menunjukkan bahwa jamur merupakan komoditas yang paling banyak digemari dan dikembangkan di DIY, kondisi ini bisa dilihat pada Tabel 1.1. 2
Tabel 1.1 Produksi (ku) Komoditas Hortikultura Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 No. Jenis Sayur- Sayuran Kulon Progo Bantul Kabupaten/Kota/ Regency/City Gunungki dul Sleman Yogyak arta 1 Bawang Merah 39.921 44.789 3.019 256 0 87.985 2 Bawang Putih 0 0 0 0 0 0 3 Bawang Daun 302 0 0 3.320 0 3.622 4 Kentang 0 0 0 0 0 0 5 Kubis 0 0 0 1.940 0 1.940 6 Kembang Kol 394 50 0 3.196 0 3.640 7 Sawi 30.982 4.052 946 28.544 0 64.524 8 Wortel 0 0 0 0 0 0 9 Lobak 0 0 0 0 0 0 10 Kacang Merah 0 0 0 0 0 0 11 Kacang Panjang 3.638 710 909 22.568 0 27.825 12 Cabe Besar 168.280 19.693 1.599 44.307 0 233.879 13 Cabe Rawit 6.558 2.995 1.551 21.660 0 32.764 14 Jamur 18.605 31.412 0 1.375.941 5.615 1.431.573 15 Tomat 1.660 0 254 10.529 0 12.443 16 Terong 5.061 528 856 12.984 0 19.429 17 Buncis 0 0 0 5.406 0 5.406 18 Ketimun 144 0 930 8.139 0 9.213 19 Labu Siam 0 0 0 1.287 0 1.287 20 Kangkung 4.503 3.079 1.301 19.563 0 28.446 21 Bayam 1.084 1.837 2.189 10.326 0 15.436 Sumber: BPS, 2015 DIY Berdasarkan Tabel 1.1 jamur di Provinsi DIY tahun 2015 memiliiki produksi tertinggi yaitu 1.431.573 kuintal. Produksi dari cabe dan bawang merah masih jauh di bawah jamur, sehingga jamur menjadi produk hortikultura penting di Provinsi DIY. Sementara itu produksi dan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2 3
Tabel 1.2 Produksi dan Produktivitas Jamur di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 menurut Kabupaten No. Kabupaten Produksi (ku) Produktivitas (ku/ha) 1 Kulon Progo 18.605 23,26 2 Bantul 31.412 12,77 3 Gunungkidul 0 0 4 Sleman 1.375.941 4,94 5 Yogyakarta 5.615 5,20 Jumlah DIY 1.431.573 5,06 Sumber : BPS, 2015 Menurut Tabel 1.2 data Badan Pusat Statistik (2015), Sleman memiliki tingkat produksi jamur tertinggi yaitu sebesar 1.375.941 kuintal di tahun 2015 dan luas panen terbesar juga berada di Sleman yaitu 278.640 ha, hampir 99% luas panen jamur di keseluruhan DIY. Hal ini menarik bagi penulis untuk menganalisis rantai pasok kabupaten yang merupakan pusat produksi dan pertanian jamur tiram yaitu di Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman memiliki daya dukung letak geografis yang cukup strategis, membawa dampak cukup positif terhadap pengembangan berbagai jenis tanaman unggulan. Hawa sejuk lereng gunung Merapi memberikan potensi bagi pengembangan budidaya berbagai jenis jamur, seperti jamur kuping dan jamur jamur tiram putih. Jamur yang dihasilkan di daerah ini berkisar 42,2 ton/musim (Khayan, 2014). Jamur saat ini juga menjadi komoditas yang fokus dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Setiap tahunnya, minimal ada satu kelompok tani jamur dengan bantuan dana dari dinas pertanian, kehutanan dan perikanan Kabupaten Sleman. Semakin sempitnya lahan pertanian di Kabupaten Sleman menjadikan pertanian dengan komoditas pertanian yang pemanfaatan lahannya bagus sangat dibutuhkan. Sesuai apa yang sedang menjadi masalah Kabupaten Sleman saat ini seperti kutipan dari Haryono (2014) yang mengatakan bahwa penyusutan lahan produktif pertanian di daerah setempat paling pesat terjadi di Kabupaten Sleman, yang mencapai 40% per tahun. Jamur tiram adalah satu komoditas yang bisa menjadi jalan keluar dari masalah penyempitan lahan. Pemanfaatan lahan yang sangat baik dengan cara tanam baglog yang posisinya ke atas dan dapat memanfaatkan lahan rumah ataupun di bagian rumah sekalipun. Luas tanam, produksi dan produktivitas jamur di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 1.3 4
Tabel 1.3 Tahun 2016 Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Jamur di Kabupaten Sleman No. Kecamatan Luas Tanam (m 2 ) Produksi (ku) Produktivitas (ku/m 2 ) 1 Moyudan 11.500 165.500 1,22 2 Minggir 11.500 117.650 1,01 3 Sayegan 0 0 0 4 Godean 0 0 0 5 Gamping 0 0 0 6 Mlati 1.050 5.295 3,92 7 Depok 91 476 3,78 8 Berbah 0 0 0 9 Prambanan 5.000 96.000 3,20 10 Kalasan 0 0 0 11 Ngemplak 2.500 14.500 2,90 12 Ngaglik 20 100 2,00 13 Sleman 1.000 12.675 4,87 14 Tempel 1.495 45.750 7,12 15 Turi 2.000 19.000 3,45 16 Pakem 15.250 179.667 6,28 17 Cangkringan 10.000 183.000 5,81 Sleman 61.386 839.613 45,56 Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, 2017 Berdasarkan Tabel 1.3 produksi jamur tertinggi ada pada Kecamatan Cangkringan, dan tersebar pada lokasi yang mempunyai suhu yang mendukung tumbuhnya jamur. Pemerintah sendiri dalam hal ini Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman sedang menggencar-gencarkan penambahan kelompok tani jamur karena melihat potensi yang tinggi dalam pengembangan produksi jamur. 2. Perumusan Masalah Secara empiris di lapangan seringkali dijumpai bahwa para petani menghadapi jalur pemasaran yang panjang membuat penjualan jamur dikuasai pedagang pengumpul sehingga pedagang pengumpul yang dapat lebih akses untuk dapat memperoleh harga lebih tinggi. Oleh karena itu, peningkatan produksi komoditas pertanian termasuk komoditas jamur perlu diiringi perbaikan pada sistem pemasarannya, sehingga pihak petani sebagai produsen komoditas ini diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai bagi peningkatan usahataninya. Oleh karena itu perumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah: 5
1. Berapa besar marjin pemasaran jamur tiram pada masing-masing saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman? 2. Berapa besar farmer s share pada masing-masing saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana efisiensi pemasaran jamur tiram pada setiap saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman? 4. Apa struktur pasar yang terjadi pada lembaga pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman? 5. Bagaimana mekanisme rantai pasokan yang terkait dengan aliran produk, aliran informasi serta aliran uang pada komoditas Jamur tiram di Kabupaten Sleman? 3. TUJUAN Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah: 1. Membandingkan marjin pemasaran pada saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman 2. Membandingkan farmer s share pemasaran pada saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman 3. Membandingkan tingkat efisiensi pada saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman 4. Mengetahui struktur pasar yang terjadi pada lembaga pemasaran jamur tiram di Kabupaten Sleman 5. Mengetahui mekanisme rantai pasok yang terkait dengan aliran produk, aliran informasi serta aliran keuangan pada komoditas Jamur tiram di Kabupaten Sleman. 4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk manambah dan mengembangkan pengetahuan di bidang sosial ekonomi pertanian dan sebagai syarat mencapai Sarjana Pertanian Strata 1 (S1) di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2. Bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk menentukan kebijakan dalam melakukan pengaturan tataniaga Jamur tiram. 6
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber informasi mengenai aspek pemasaran komoditas Jamur tiram secara khusus, dan informasi secara umum tentang komoditas Jamur tiram. 7