BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan, pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al., 2009). Indonesia berada di urutan ke-4 penduduk terbanyak dunia setelah Cina, India dan Amerika dengan jumlah penduduk sebanyak 236.355.303 (Putra, 2009) dan bila tidak dilakukan pengendalian maka jumlah penduduk Indonesia di tahun 2060 menduduki tempat ketiga dunia menggeser Amerika (Anonim, 2011). Penekanan pertumbuhan penduduk telah dilakukan oleh setiap negara termasuk Indonesia dengan program Keluarga Berencana ( Family Planning) yaitu suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kelahiran. Metode yang dipakai adalah sterilisasi dan pemakaian kontrasepsi dengan tujuan menurunkan kesuburan atau fertilitas akseptor. Kontrasepsi hormonal yaitu suntik dan pil paling banyak diminati akseptor (Sirait et al., 2009) dan wanita lebih berperan aktif sebagai akseptor KB dibandingkan pria. Pemakaian obat kontrasepsi hormonal jangka panjang terutama pil kombinasi estrogen dan progesteron meningkatkan timbulnya kanker payudara (Kahlenborn et al., 2006; Sirait et al., 2009). Dengan demikian adanya kontrasepsi non hormonal alternatif diharapkan dapat memberikan efek yang lebih baik dan aman bagi wanita. 1
Curcuma longa Linn (C. longa L) atau yang disebut kunyit merupakan salah satu bahan alam yang berpotensi dikembangkan sebagai kontrasepsi non hormonal. Berdasar cara pembuatan dan klaim khasiatnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Indonesia menggolongkan obat bahan alam menjadi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka karena secara berturut-turut klaim khasiatnya dibuktikan secara empiris, secara ilmiah/praklinik, dan berdasarkan uji klinik. Pengembangan C. longa L sebagai kontrasepsi non hormonal dengan melakukan uji klinis pada manusia akan didapatkan bukti ilmiah yang mendukung untuk fitofarmaka sebagai produk yang lebih tinggi tingkatannya daripada jamu dan herbal terstandar. Tanaman C.longa L yang mengandung senyawa aktif kurkumin, secara empirik telah digunakan oleh masyarakat Pakistan untuk mencegah konsepsi (Shah et al., 2009) sedangkan di Indonesia selain untuk kontrasepsi juga untuk mengatur siklus menstruasi dan penjarangan kehamilan ( Soewito, 1988 cit. Soejono et al., 2001). Efek farmakologi C. longa L di sistem reproduksi adalah antifertilitas dan anovulasi tikus (Garg, 1974). Sebagai antifertilitas pada wanita, tanaman ini dipakai dengan cara 10-15 g serbuk kunyit diminum dengan air setelah menstruasi selama 5 hari (Shah et al., 2009) sedangkan sebagai kontrasepsi diminum ½ sendok teh serbuk kunyit bersama 1 sendok teh madu pada hari pertama sampai 8 menstruasi (Bhate, 2003). Penelitian oleh Rajuddin (2015) pada wanita subur yang mengkonsumsi kurkumin mulai hari ketiga siklus selama 10 hari menunjukkan bahwa kurkumin menekan folikulogenesis dan steroidogenesis. Masa menstruasi terjadi bersamaan dengan masa folikulogenesis. Kemungkinan minum kunyit pada periode ini 2
mempengaruhi folikulogenesis dan terjadinya ovulasi. Untuk itu pengembangan kunyit (C. longa L) menjadi fitofarmaka yang khasiatnya dibuktikan secara klinis tentunya akan lebih baik daripada hanya dalam bentuk jamu yang pembuktiannya secara empiris. Berdasar pengalaman masyarakat yang menyari bahan terkandung dalam C. longa L dengan menggunakan air atau pelarut polar, maka untuk mencapai fitofarmaka penggunaan etanol sebagai penyari polar lebih menguntungkan daripada air karena ekstrak yang terbentuk tidak mudah berjamur. Pemicu utama perkembangan folikel dari kecil menjadi besar/matur sampai terjadi ovulasi (folikulogenesis) adalah Luteinizing Hormon (LH), Follicle Stimulating Hormon (FSH), estrogen, dan reseptornya. Hormon-hormon tersebut juga berperan terhadap steroidogenesis. Luteinizing Hormon merangsang sel teka untuk mensekresi aromatizable androgen (androstenedion dan testosteron) yang selanjutnya diubah menjadi estrogen di sel granulosa oleh sitokrom P450 aromatase (CYP19) yang diinduksi FSH (Lindeberg et al., 2007). Selain itu LH memicu terjadinya ovulasi. FSH berfungsi dalam maturitas folikel, merangsang sintesis dan sekresi estrogen dan merangsang ekspresi reseptor LH (LHR) di sel granulosa. Estrogen berperan meningkatkan ekspresi reseptor FSH (FSHR) dan LHR sehingga meningkatkan proliferasi sel granulosa. Kerja estrogen dalam folikulogenesis dan steroidogenesis dimediasi melalui reseptor estrogen β (ERβ) (Bao et al., 2000). Sekresi estrogen semakin tinggi seiring kematangan folikel. Kadar estrogen yang tinggi pada folikel matur menghambat sekresi FSH tetapi memberikan umpan balik positif terhadap sekresi LH sehingga pada folikel matur atau preovulasi terjadi 3
peningkatan yang dramatis ( surge) estrogen yang diikuti oleh surge LH dan sedikit surge FSH sehingga memicu folikel dominan untuk ovulasi karena bertambahnya jumlah reseptor LH (Nurcahyo, 2003). LH melalui jalur camp-protein kinase A (PKA) juga memicu sekresi prostaglandin yang pesat sesaat sebelum ovulasi (Duffy and Stouffer, 2001; Tsai and Wiltbank, 2001). Ketika ovulasi, dinding folikel mengalami ruptur karena rangsangan PGF2α. Jadi dapat dikatakan ovulasi tidak akan terjadi tanpa kenaikan kadar prostaglandin (Duffy and Stouffer, 2001). Penelitian kurkumin 50 µm secara in vitro pada sel granulosa babi dari folikel besar didapatkan bahwa kurkumin menurunkan produksi progesteron dan estrogen (Nurcahyo, 2003). Purwaningsih (2009) yang melakukan penelitian kurkumin 100 µm pada sel luteal tikus menyimpulkan bahwa letak kerja penghambatan kurkumin terhadap produksi hormon ini adalah sebelum ( upstream) adenilat siklase yaitu kemungkinan di LHR atau protein G dalam jalur transduksi intrasel melalui jalur utama camp/pka/map-kinase dan kemungkinan kurkumin bersifat antagonis LH. Hal ini didukung dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa kurkumin menurunkan produksi progesteron pada sel luteal tikus baik yang dirangsang LH maupun tidak dan yang dirangsang kombinasi LH dan PGF2α sebelum dan setelah pemberian forskolin maupun teofilin. Kurkumin juga menurunkan produksi progesteron sel luteal tikus yang dirangsang kombinasi LH dan forskolin sedangkan sel luteal yang dirangsang kombinasi forskolin dan LH tanpa diberi kurkumin kadar progesteronnya tidak menurun. 4
Sel luteal merupakan sel granulosa dalam folikel ovarium yang mengalami luteinisasi dan ovulasi sehingga kedua sel tersebut mempunyai sifat yang mirip dalam memproduksi steroid. Sel granulosa berdiferensiasi diawali ketika folikel kecil berkembang menjadi sedang, besar dan akhirnya berovulasi atau yang dikenal dengan folikulogenesis. Keberadaan estrogen, ER, LHR dan protein G sangat diperlukan dalam folikulogenesis dan steroidogenesis. Ketiadaannya dapat mengganggu folikulogenesis dan selanjutnya berdampak pada ovulasi. Kondisi folikel ukuran sedang ovarium yang mengandung sel granulosa yang belum mengalami luteinisasi dan sedang mengalami perkembangan menuju folikel besar menarik untuk dijadikan model seluler dalam penelitian ini. Tipe ERβ yang lebih dominan di ovarium daripada ERα dan protein Gαs yang berperan dalam aktivasi adenilat siklase menjadikan pertimbangan kedua protein tersebut menjadi target penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan kajian efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin terhadap ekspresi protein ERβ, ekspresi protein LHR, dan ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi folikel sedang yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α. B. Perumusan Masalah Keberadaan estrogen, ERβ, LHR dan protein Gαs sangat diperlukan dalam folikulogenesis dan steroidogenesis. Ketiadaannya dapat mengganggu folikulogenesis dan selanjutnya berdampak pada ovulasi, sehingga pertanyaan penelitian ini adalah 5
1. Apakah ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 2. Apakah ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 3. Apakah ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 4. Apakah ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 5. Apakah ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 6. Apakah ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: membuktikan kurkumin sebagai antifertilitas dan menemukan fitofarmaka antifertilitas dari ekstrak etanolik C. longa L dengan kurkumin sebagai standardnya 2. Tujuan Khusus: 1. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 2. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 3. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 4. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 5. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein Gαs sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 6. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein Gαs sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α D. Keaslian Penelitian Penelitian di sistem reproduksi yang telah dilakukan dan menunjang penelitian ini adalah 7
1. Kurkumin 50 µm menurunkan produksi progesteron dan estrogen, menghambat proliferasi, dan merangsang apoptosis pada sel granulosa babi (Nurcahyo, 2003), 2. Kurkumin 400 µm menghambat produksi progesteron oleh kultur sel luteal tikus (Hadi and Soejono, 2007), 3. Kurkumin 400 µm menurunkan produksi progesteron dan menginduksi apoptosis kultur sel luteal (Hadi, 2009), 4. Penambahan LH pada kultur sel luteal tikus yang telah diberi kombinasi kurkumin 50 µm dan forskolin menurunkan produksi progesteron daripada sel luteal yang diberi kombinasi LH dan forskolin tanpa ditambah kurkumin. Ini menuntun bahwa kurkumin bersifat antagonis dengan LH atau tempat kerja kurkumin sebagai steroidogenesis pada sel kultur luteal tikus terletak sebelum (up stream) adenilat siklase dalam jalur transduksi intrasel melalui jalur utama camp/pka/map-kinase (Purwaningsih et al., 2007). 5. Kurkumin menghambat aktivitas 3β-hydroxysteroid dehydrogenase (3βHSD) sel luteal tikus baik yang dirangsang dengan LH maupun tidak (Syarif dan Soejono, 2011). 6. Kurkumin menghambat ekspresi COX-2 di sel granulosa ovarium tikus strain Sprague Dawley (Puspita, 2011). 7. Kurkumin berpotensi sebagai kontrasepsi intravagina karena konsentrasi rendah (30 mg/ml) menurunkan dan konsentrasi tinggi (300 mg//ml) 8
menghentikan motilitas sperma dalam waktu 60 menit (Rithaporn et al., 2003). 8. Ekstrak etanolik C. longa L berefek antifertilitas pada tikus berupa penurunan kehamilan (Garg, 1974). 9. Ekstrak etanolik dan air C. longa L menurunkan FSH, LH, dan meningkatkan estrogen, berat badan, berat ovarium dan uterus pada tikus albino betina. Diketahui bahwa ekstrak etanolik C. longa L mengandung senyawa kontraseptif glikosida dan alkaloid (Thakur et al., 2009). 10. Pengamatan folikulogenesis dan steroidogenesis mencit. Folikulogenesis yang diamati meliputi perubahan morfologi folikel, reseptor estrogen dan reseptor progesteron akibat pemberian agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) sedangkan steroidogenesis yang diamati meliputi kadar progesteron, Steroidogenic Acute Regulatory (StAR), reseptor LH, dan 3βhydroxysteroid dehydrogenase (3βHSD) (Singh and Krishna, 2010). 11. Penelitian pada wanita 20-30 tahun yang diberi kurkumin selama 10 hari dengan dosis 800 mg sekali sehari, dimulai hari ketiga siklus menstruasi didapatkan bahwa kadar LH, estradiol, dan progesteron saat pertengahan siklus menstruasi lebih rendah, ekspresi COX-2 lebih tinggi, ekspresi VEGF lebih rendah, ketebalan endometrium lebih rendah, dan diameter folikel ovarium lebih kecil daripada kelompok kontrol (Rajuddin, 2015). Penelitian tentang efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin terhadap folikulogenesis dan steroidogenesis babi dalam hal ini ekspresi protein ERβ, LHR, 9
dan protein Gαs pada sel granulosa babi folikel sedang yang dirangsang FSH, LH, dan PGF2α belum pernah diteliti, sehingga dengan dilakukannnya penelitian ini akan menambah data untuk pengembangan C. longa L dan kurkumin sebagai agen yang berpotensi sebagai antifertilitas. E. Manfaat dan Luaran Penelitian Bagi akademisi akan memberikan bukti ilmiah tentang efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin sebagai obat kontrasepsi non hormonal yang aman terutama dalam kerjanya di ERβ, LHR, dan protein Gαs. Bagi masyarakat dapat sebagai informasi tentang efek C. longa L untuk kontrasepsi, karena telah dibuktikan secara ilmiah khasiatnya dan bagi industri, hasil ini dapat dijadikan sebagai landasan bila akan mengembangkan C. longa L atau kurkumin sebagai fitofarmaka atau obat kontrasepsi non hormonal. 10