BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB I PENDAHULUAN. atau kesehatan, tetapi juga budaya. Budaya minum jamu ini masih terpelihara di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang kita kenal seperti. sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa terdiri atas jiwa

Gangguan Hormon Pada wanita

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

1 H erbal & Superfood Terbaik Untuk Masalah Kesuburan

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

GYNECOLOGIC AND OBSTETRIC DISORDERS. Contraception

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

EKSTRAK AKAR TANAMAN KELOR SEBAGAI ANTIFERTILITAS PADA MENCIT BETINA

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.


Efek Kurkumin terhadap Sekresi Estrogen dan Ekspresi Reseptor Estrogen β Kultur Sel Granulosa Babi Folikel Sedang

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

EFEK EKSTRAK KUNYIT TERHADAP KETEBALAN DAN JUMLAH SEL EPITEL LUMINAL ENDOMETRIUM TIKUS (Rattus norvegicus) PADA FASE ESTRUS

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

Pend h a uluan Etiologi PUD B l e dik um t e h a i u t pas iti Beberapa pilihan terapi

BAB I PENDAHULUAN. wanita adalah suatu perdarahan rahim yang sifatnya fisiologis (normal), sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker merupakan penyakit yang menakutkan, banyak. orang yang merasa putus asa dengan kelanjutan hidupnya

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

II. TINJAUAN PUSTAKA

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

Obat-obat Hormon Hipofisis anterior

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan, pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al., 2009). Indonesia berada di urutan ke-4 penduduk terbanyak dunia setelah Cina, India dan Amerika dengan jumlah penduduk sebanyak 236.355.303 (Putra, 2009) dan bila tidak dilakukan pengendalian maka jumlah penduduk Indonesia di tahun 2060 menduduki tempat ketiga dunia menggeser Amerika (Anonim, 2011). Penekanan pertumbuhan penduduk telah dilakukan oleh setiap negara termasuk Indonesia dengan program Keluarga Berencana ( Family Planning) yaitu suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kelahiran. Metode yang dipakai adalah sterilisasi dan pemakaian kontrasepsi dengan tujuan menurunkan kesuburan atau fertilitas akseptor. Kontrasepsi hormonal yaitu suntik dan pil paling banyak diminati akseptor (Sirait et al., 2009) dan wanita lebih berperan aktif sebagai akseptor KB dibandingkan pria. Pemakaian obat kontrasepsi hormonal jangka panjang terutama pil kombinasi estrogen dan progesteron meningkatkan timbulnya kanker payudara (Kahlenborn et al., 2006; Sirait et al., 2009). Dengan demikian adanya kontrasepsi non hormonal alternatif diharapkan dapat memberikan efek yang lebih baik dan aman bagi wanita. 1

Curcuma longa Linn (C. longa L) atau yang disebut kunyit merupakan salah satu bahan alam yang berpotensi dikembangkan sebagai kontrasepsi non hormonal. Berdasar cara pembuatan dan klaim khasiatnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Indonesia menggolongkan obat bahan alam menjadi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka karena secara berturut-turut klaim khasiatnya dibuktikan secara empiris, secara ilmiah/praklinik, dan berdasarkan uji klinik. Pengembangan C. longa L sebagai kontrasepsi non hormonal dengan melakukan uji klinis pada manusia akan didapatkan bukti ilmiah yang mendukung untuk fitofarmaka sebagai produk yang lebih tinggi tingkatannya daripada jamu dan herbal terstandar. Tanaman C.longa L yang mengandung senyawa aktif kurkumin, secara empirik telah digunakan oleh masyarakat Pakistan untuk mencegah konsepsi (Shah et al., 2009) sedangkan di Indonesia selain untuk kontrasepsi juga untuk mengatur siklus menstruasi dan penjarangan kehamilan ( Soewito, 1988 cit. Soejono et al., 2001). Efek farmakologi C. longa L di sistem reproduksi adalah antifertilitas dan anovulasi tikus (Garg, 1974). Sebagai antifertilitas pada wanita, tanaman ini dipakai dengan cara 10-15 g serbuk kunyit diminum dengan air setelah menstruasi selama 5 hari (Shah et al., 2009) sedangkan sebagai kontrasepsi diminum ½ sendok teh serbuk kunyit bersama 1 sendok teh madu pada hari pertama sampai 8 menstruasi (Bhate, 2003). Penelitian oleh Rajuddin (2015) pada wanita subur yang mengkonsumsi kurkumin mulai hari ketiga siklus selama 10 hari menunjukkan bahwa kurkumin menekan folikulogenesis dan steroidogenesis. Masa menstruasi terjadi bersamaan dengan masa folikulogenesis. Kemungkinan minum kunyit pada periode ini 2

mempengaruhi folikulogenesis dan terjadinya ovulasi. Untuk itu pengembangan kunyit (C. longa L) menjadi fitofarmaka yang khasiatnya dibuktikan secara klinis tentunya akan lebih baik daripada hanya dalam bentuk jamu yang pembuktiannya secara empiris. Berdasar pengalaman masyarakat yang menyari bahan terkandung dalam C. longa L dengan menggunakan air atau pelarut polar, maka untuk mencapai fitofarmaka penggunaan etanol sebagai penyari polar lebih menguntungkan daripada air karena ekstrak yang terbentuk tidak mudah berjamur. Pemicu utama perkembangan folikel dari kecil menjadi besar/matur sampai terjadi ovulasi (folikulogenesis) adalah Luteinizing Hormon (LH), Follicle Stimulating Hormon (FSH), estrogen, dan reseptornya. Hormon-hormon tersebut juga berperan terhadap steroidogenesis. Luteinizing Hormon merangsang sel teka untuk mensekresi aromatizable androgen (androstenedion dan testosteron) yang selanjutnya diubah menjadi estrogen di sel granulosa oleh sitokrom P450 aromatase (CYP19) yang diinduksi FSH (Lindeberg et al., 2007). Selain itu LH memicu terjadinya ovulasi. FSH berfungsi dalam maturitas folikel, merangsang sintesis dan sekresi estrogen dan merangsang ekspresi reseptor LH (LHR) di sel granulosa. Estrogen berperan meningkatkan ekspresi reseptor FSH (FSHR) dan LHR sehingga meningkatkan proliferasi sel granulosa. Kerja estrogen dalam folikulogenesis dan steroidogenesis dimediasi melalui reseptor estrogen β (ERβ) (Bao et al., 2000). Sekresi estrogen semakin tinggi seiring kematangan folikel. Kadar estrogen yang tinggi pada folikel matur menghambat sekresi FSH tetapi memberikan umpan balik positif terhadap sekresi LH sehingga pada folikel matur atau preovulasi terjadi 3

peningkatan yang dramatis ( surge) estrogen yang diikuti oleh surge LH dan sedikit surge FSH sehingga memicu folikel dominan untuk ovulasi karena bertambahnya jumlah reseptor LH (Nurcahyo, 2003). LH melalui jalur camp-protein kinase A (PKA) juga memicu sekresi prostaglandin yang pesat sesaat sebelum ovulasi (Duffy and Stouffer, 2001; Tsai and Wiltbank, 2001). Ketika ovulasi, dinding folikel mengalami ruptur karena rangsangan PGF2α. Jadi dapat dikatakan ovulasi tidak akan terjadi tanpa kenaikan kadar prostaglandin (Duffy and Stouffer, 2001). Penelitian kurkumin 50 µm secara in vitro pada sel granulosa babi dari folikel besar didapatkan bahwa kurkumin menurunkan produksi progesteron dan estrogen (Nurcahyo, 2003). Purwaningsih (2009) yang melakukan penelitian kurkumin 100 µm pada sel luteal tikus menyimpulkan bahwa letak kerja penghambatan kurkumin terhadap produksi hormon ini adalah sebelum ( upstream) adenilat siklase yaitu kemungkinan di LHR atau protein G dalam jalur transduksi intrasel melalui jalur utama camp/pka/map-kinase dan kemungkinan kurkumin bersifat antagonis LH. Hal ini didukung dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa kurkumin menurunkan produksi progesteron pada sel luteal tikus baik yang dirangsang LH maupun tidak dan yang dirangsang kombinasi LH dan PGF2α sebelum dan setelah pemberian forskolin maupun teofilin. Kurkumin juga menurunkan produksi progesteron sel luteal tikus yang dirangsang kombinasi LH dan forskolin sedangkan sel luteal yang dirangsang kombinasi forskolin dan LH tanpa diberi kurkumin kadar progesteronnya tidak menurun. 4

Sel luteal merupakan sel granulosa dalam folikel ovarium yang mengalami luteinisasi dan ovulasi sehingga kedua sel tersebut mempunyai sifat yang mirip dalam memproduksi steroid. Sel granulosa berdiferensiasi diawali ketika folikel kecil berkembang menjadi sedang, besar dan akhirnya berovulasi atau yang dikenal dengan folikulogenesis. Keberadaan estrogen, ER, LHR dan protein G sangat diperlukan dalam folikulogenesis dan steroidogenesis. Ketiadaannya dapat mengganggu folikulogenesis dan selanjutnya berdampak pada ovulasi. Kondisi folikel ukuran sedang ovarium yang mengandung sel granulosa yang belum mengalami luteinisasi dan sedang mengalami perkembangan menuju folikel besar menarik untuk dijadikan model seluler dalam penelitian ini. Tipe ERβ yang lebih dominan di ovarium daripada ERα dan protein Gαs yang berperan dalam aktivasi adenilat siklase menjadikan pertimbangan kedua protein tersebut menjadi target penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan kajian efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin terhadap ekspresi protein ERβ, ekspresi protein LHR, dan ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi folikel sedang yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α. B. Perumusan Masalah Keberadaan estrogen, ERβ, LHR dan protein Gαs sangat diperlukan dalam folikulogenesis dan steroidogenesis. Ketiadaannya dapat mengganggu folikulogenesis dan selanjutnya berdampak pada ovulasi, sehingga pertanyaan penelitian ini adalah 5

1. Apakah ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 2. Apakah ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 3. Apakah ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 4. Apakah ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 5. Apakah ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi ekstrak etanolik C. longa L lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 6. Apakah ekspresi protein Gαs pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan PGF2α dan diberi kurkumin lebih rendah daripada sel granulosa babi yang hanya dirangsang FSH, LH dan PGF2α? 6

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: membuktikan kurkumin sebagai antifertilitas dan menemukan fitofarmaka antifertilitas dari ekstrak etanolik C. longa L dengan kurkumin sebagai standardnya 2. Tujuan Khusus: 1. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 2. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein ERβ pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 3. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 4. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein LHR pada sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 5. Menetapkan efek ekstrak etanolik C. longa L terhadap ekspresi protein Gαs sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α 6. Menetapkan efek kurkumin terhadap ekspresi protein Gαs sel granulosa babi yang dirangsang FSH, LH dan, PGF2α D. Keaslian Penelitian Penelitian di sistem reproduksi yang telah dilakukan dan menunjang penelitian ini adalah 7

1. Kurkumin 50 µm menurunkan produksi progesteron dan estrogen, menghambat proliferasi, dan merangsang apoptosis pada sel granulosa babi (Nurcahyo, 2003), 2. Kurkumin 400 µm menghambat produksi progesteron oleh kultur sel luteal tikus (Hadi and Soejono, 2007), 3. Kurkumin 400 µm menurunkan produksi progesteron dan menginduksi apoptosis kultur sel luteal (Hadi, 2009), 4. Penambahan LH pada kultur sel luteal tikus yang telah diberi kombinasi kurkumin 50 µm dan forskolin menurunkan produksi progesteron daripada sel luteal yang diberi kombinasi LH dan forskolin tanpa ditambah kurkumin. Ini menuntun bahwa kurkumin bersifat antagonis dengan LH atau tempat kerja kurkumin sebagai steroidogenesis pada sel kultur luteal tikus terletak sebelum (up stream) adenilat siklase dalam jalur transduksi intrasel melalui jalur utama camp/pka/map-kinase (Purwaningsih et al., 2007). 5. Kurkumin menghambat aktivitas 3β-hydroxysteroid dehydrogenase (3βHSD) sel luteal tikus baik yang dirangsang dengan LH maupun tidak (Syarif dan Soejono, 2011). 6. Kurkumin menghambat ekspresi COX-2 di sel granulosa ovarium tikus strain Sprague Dawley (Puspita, 2011). 7. Kurkumin berpotensi sebagai kontrasepsi intravagina karena konsentrasi rendah (30 mg/ml) menurunkan dan konsentrasi tinggi (300 mg//ml) 8

menghentikan motilitas sperma dalam waktu 60 menit (Rithaporn et al., 2003). 8. Ekstrak etanolik C. longa L berefek antifertilitas pada tikus berupa penurunan kehamilan (Garg, 1974). 9. Ekstrak etanolik dan air C. longa L menurunkan FSH, LH, dan meningkatkan estrogen, berat badan, berat ovarium dan uterus pada tikus albino betina. Diketahui bahwa ekstrak etanolik C. longa L mengandung senyawa kontraseptif glikosida dan alkaloid (Thakur et al., 2009). 10. Pengamatan folikulogenesis dan steroidogenesis mencit. Folikulogenesis yang diamati meliputi perubahan morfologi folikel, reseptor estrogen dan reseptor progesteron akibat pemberian agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) sedangkan steroidogenesis yang diamati meliputi kadar progesteron, Steroidogenic Acute Regulatory (StAR), reseptor LH, dan 3βhydroxysteroid dehydrogenase (3βHSD) (Singh and Krishna, 2010). 11. Penelitian pada wanita 20-30 tahun yang diberi kurkumin selama 10 hari dengan dosis 800 mg sekali sehari, dimulai hari ketiga siklus menstruasi didapatkan bahwa kadar LH, estradiol, dan progesteron saat pertengahan siklus menstruasi lebih rendah, ekspresi COX-2 lebih tinggi, ekspresi VEGF lebih rendah, ketebalan endometrium lebih rendah, dan diameter folikel ovarium lebih kecil daripada kelompok kontrol (Rajuddin, 2015). Penelitian tentang efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin terhadap folikulogenesis dan steroidogenesis babi dalam hal ini ekspresi protein ERβ, LHR, 9

dan protein Gαs pada sel granulosa babi folikel sedang yang dirangsang FSH, LH, dan PGF2α belum pernah diteliti, sehingga dengan dilakukannnya penelitian ini akan menambah data untuk pengembangan C. longa L dan kurkumin sebagai agen yang berpotensi sebagai antifertilitas. E. Manfaat dan Luaran Penelitian Bagi akademisi akan memberikan bukti ilmiah tentang efek ekstrak etanolik C. longa L dan kurkumin sebagai obat kontrasepsi non hormonal yang aman terutama dalam kerjanya di ERβ, LHR, dan protein Gαs. Bagi masyarakat dapat sebagai informasi tentang efek C. longa L untuk kontrasepsi, karena telah dibuktikan secara ilmiah khasiatnya dan bagi industri, hasil ini dapat dijadikan sebagai landasan bila akan mengembangkan C. longa L atau kurkumin sebagai fitofarmaka atau obat kontrasepsi non hormonal. 10