V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

dokumen-dokumen yang mirip
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TENGAH PERIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. Pelaku Kegiatan Ekonomi (Konsumen dan Produsen)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

VII. HASIL ESTIMASI MODEL DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH

1. Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. bagus untuk memperoleh keuntungan. kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

OME File/UN/Soal dan Pembahasan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

Transkripsi:

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena terjadi ketidakkonsistensian hasil dugaan dengan teori yang ada, namun hal tersebut juga disesuaikan dengan kondisi faktual. Model akhir yang diguanakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam 16 dugaan persamaan struktural sebagai berikut : 1. PROA = -6830.79 + 2.790628*LA 14.8022*IRI + 0.705835*CRE - 4.75941 *SUBF + 4.975E-7*MEC + 0.095814*INVA + 88.67491*RIS + 0.133007*LPROA...(39) 2.INVA = -1394.14 + 7101.627*PA + 442.6767*LABA + 0.017501*YD - 1725.93 *IRD - 21396.8*DK + 0.880448*LINVA...(40) 3.LABA = 15.48181-0.00001*WAGER + 0.005296*POP + 0.667044*LLABA...(41) 4. PA = 1.265338-0.00001*PROAR + 0.000275*INF - 6.4E-6*ER - 0.00002*IMAR + 0.655699*LPA...(42) 5. EXA = -272.388 + 0.013962*ER - 25.5735*TAXE + 0.610861*WPA - 0.10084*IHEA + 2.841887*PA + 0.014488*PROAR + 0.230864*LEXA...(43) 6. IMA = 879.4443 + 0.031060*ER + 0.033715*TAXIR 0.65963*WPA - 13.8746*IHIA + 703.5177*PA - 0.41307*SPN + 0.766733*LIMAR...(44) 7. UPOV = 4.786854-2.72E-6*WAGER 0.17378*EGRO - 0.00007*GESR + 6.484E-7*GEMR - 0.00070*SPN + 0.043954*INF + 3.087323*DK + 0.358871*LUPOV...(45) 8. RPOV = 38.60594 0.00003*WAGER 0.62783*EGRO - 3.48965*GEAR + 0.03122*INF 4.93143*PA - 8.55E-9* *PROAR + 1.128666*DK + 0.369147*LRPOV...(46) 9. SPN = 2382.569 + 0.012027*PROAR - 0.55683*EXAR - 0.15496*IMAR - 8.09259*POP + 0.429035*LSPN...(47)

106 10. GEAR = 0.433816 0.01676*INF 5.55E-7*GR 0.07625*DK + 0.886760*LGEAR...(48) 11. GDPA = 168296.3 + 1571.421 *LABA + 25820.63 *GEAR - 0.292503 *KAR + 0.601478 *INVAR + 1.597047 *FCON + 0.117956*LGDPA...(49) 12. GR = -63583.1 + 0.965320*GDS + 0.333305*TTAX + 0.970292*WOILR + 0.775121*LGR...(50) 13. TTAXR = -12172.5-0.02700*GDPT + 0.174107*INVTR + 3850.828*TW + 0.257616*LTTAXR...(51) 14. FCONR = -7916.61 + 0.805522*PROAR + 0.016068*YD + 0.046631*LFCONR...(52) 15. MSR = -3228.80-461.775*IRD + 2.047949*ER + 0.133135*GDPT...(53) 16. INF = -6.41485 + 0.000349*GDPT - 0.00284*MSR + 0.005792*ER + 5.857520*DK...(54) Hasil pendugaan parameter atas model memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada masing-masing persamaan cukup besar, yaitu berkisar antara 0.55 hingga 0.99. Hal ini menunjukkan bahwa peubah penjelas di dalam model dapat menjelaskan fluktuasi setiap peubah endogen secara baik. Pada masing-masing persamaan, peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogen yang ditunjukkan dengan nilai statistik F berkisar antara 5.64 hingga 394.74. Model yang baik adalah model yang memberikan penanda parameter sesuai dengan yang diharapkan baik secara teori maupun secara logika ekonomi. Namun apabila terjadi perbedaan penanda bukanlah merupakan suatu kesalahan yang pasti, karena goncangan ekonomi bisa menjadi alasan terjadinya perbedaan penanda antara yang diharapkan dengan kenyataan. Dari hasil pendugaan model yang dilakukan hampir setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter

107 dan tandanya sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi dengan dikaitkan pada kondisi realitas. 5.2. Dugaan Parameter Persamaan Stuktural Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka akhirnya diperoleh model kebijakan pembangunan pertanian dan kemiskinan di Indonesia yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, yaitu sebagai berikut : 5.2.1. Produksi Pertanian Hasil pendugaan parameter pada produksi pertanian dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep -6830.79 0.9183 Pengalokasian Lahan 2.790628 0.0276 1.440854 1.661898 Luasan Lahan Irigasi -14.8022 0.2260-1.88004-2.16846 Kredit Pertanian 0.705835 0.0158 0.904546 1.043314 Subsidi Pupuk -4.75941 0.1875-0.05545-0.06395 Mekanisasi Pertanian 4.975E-7 0.5373 Investasi Pertanian 0.095814 0.0285 0.195642 0.225655 Penelitian 88.67491 0.0464 0.089759 0.103529 Lag Produksi pertanian 0.133007 0.0005 R 2 = 0.98074 F Hitung = 63.64 DW = 1.782879 Dari tabel hasil pendugaan parameter produksi pertanian dapat dilihat bahwa respon produksi pertanian berhubungan positif dengan pengalokasian lahan pertanian, kredit pertanian, mekanisasi, investasi di sektor pertanian, dan anggaran penelitian. Sedangkan untuk peubah luas lahan irigasi dan subsidi pupuk memiliki respon negatif. Luasan lahan irigasi memiliki respon negatif, hal ini diduga akibat semakin berkurangnya lahan kelas A yang dikonversi untuk keperluan lain,

108 karena pada umumnya lahan yang beririgasi dan memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan produksi pertanian adalah lahan kelas A. Sedangkan untuk subsidi pupuk, hal ini diindikasikan dengan adanya jalur distribusi pupuk yang panjang serta hampir 25 persen lebih anggaran subsidi pupuk dipakai untuk distribusi dan pengawasan. Selain itu banyaknya kebocoran dan penyelundupan pupuk yang bersubsidi sehingga kebijakan ini menjadi tidak tepat sasaran. Dari hasil dugaan parameter pada persamaan produksi pertanian tersebut juga diketahui bahwa kredit pertanian berpengaruh positif dan nyata dengan nilai peluang sebesar 0.015 jauh dibawah 0.25 sebagai angka toleransi sehingga bisa dikatakan berpengaruh nyata. Sedangkan peubah penelitian dapat dijelaskan bahwa penambahan anggaran penelitian sebesar satu milyar rupiah akan berpengaruh pada peningkatan produksi pertanian senilai 88.67 milyar rupiah. Peningkatan luasan lahan akan memberikan respon positif pada produksi pertanian, dengan respon elastis jangka pendek (1.44) dan elastis jangka panjang (1.66), artinya bahwa penambahan lahan untuk pertanian sebanyak satu persen akan meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 1.44 persen untuk jangka pendek dan 1.66 persen untuk jangka panjang. Selain itu peningkatan luas lahan untuk pertanian memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan hasil produksi pertanian, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya nilai peluang sebesar 0.027. Hasil estimasi parameter pada peubah luas lahan yaitu sebesar 2.79, artinya dengan adanya penambahan seribu hektar luasan lahan untuk pertanian, maka akan memberikan tambahan hasil produksi senilai 2.79 milyar rupiah. Peubah lain yang juga memberikan pengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan produksi pertanian adalah peubah investasi pertanian dengan nilai

109 peluang sebesar 0.03. Dari hasil perhitungan elastiasitas yang dilakukan, diperoleh hasil respon inelastis sebesar 0.195 untuk jangka pendek, artinya dengan penambahan investasi di sektor pertanian sebesar 1 persen akan berdampak pada peningkatan hasil produksi sebesar 0.195 persen. Untuk jangka panjang memiliki respon elastis sebesar 0.22, yang berarti dengan penambahan satu persen investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 0.22 persen dalam jangka panjang. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan dengan nilai statistik F Hitung = 63.64. Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 5.2.2. Investasi Pertanian Persamaan dan pendugaan parameter investasi di sektor pertanian akan dijeskan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Hasil Pendugaan Parameter Investasi di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep -1394.14 0.9878 Harga Komoditas Pertanian 7101.627 0.8641 Tenaga Kerja Pertanian 442.6767 0.7109 Pendapatan Disposibel 0.017501 0.7987 Suk u Bunga Domestik -1725.93 0.0064-0.28936-2.42034 Dummy Krisis Ekonomi -21396.8 0.1240-0.28172-2.35645 Lag Investasi Pertanian 0.880448 0.0011 R 2 0.96728 F Hitung = 59.12 DW = 2.3386 Persamaan perilaku respon investasi di sektor pertanian tersebut dapat dikatakan sangat baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.97 dan uji

110 statistik F Hitung = 59.12, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 97 persen. Pada Tabel 8 dijelaskan bahwa harga komoditas pertanian, tenaga kerja pertanian dan pendapatan disposibel memberikan pengaruh positif terhadap tingkat investasi di sektor pertanian. Sedangkan untuk suku bunga domestik dan adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1997 memberikan pengaruh yang negatif pada investasi di sektor pertanian. Secara keseluruhan semua peubah penjelas yang ada dalam jangka pendek memberikan respon inelastis pada tingkat investasi di sekor pertanian. Sedangkan dalam jangka panjang semua peubah tersebut memberikan pengaruh atau respon yang positif. Pada hasil pendugaan yang dilakukan bisa diketahui bahwa peningkatan indeks harga komoditas pertanian satu level akan meningkatkan investasi pertanian sebesar 7.1 trilyun rupiah. Sedangkan tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia yang relatif murah ternyata juga menjadi pendorong tingkat investasi, hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter dugaan sebesar 442.68. Dari angka tersebut bisa diartikan bahwa adanya peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak satu ribu orang akan mampu mendorong adanya inves tasi sebesar 442.68 milyar rupiah. Suku bunga domestik dan adanya krisis ekonomi ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan investasi di sektor pertanian, dengan ditunjukkan nilai peluang sebesar 0.006 dan 0.12. Untuk tingkat suku bunga domestik nilai parameter dugaannya sebesar -1725.93, artinya dengan

111 peningkatan tingkat suku bunga satu persen maka akan mengurangi tingkat investasi sebesar 1725.93 milyar rupiah. 5.2.3. Tenaga Kerja Sektor Pertanian Persamaan dan pendugaan parameter tenaga kerja di sektor pertanian akan dijelaskan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 15.48181 0.0471 Tingkat Upah -0.00001 0.0401-0.12017-0.36091 Populasi Penduduk 0.005296 0.8437 Lag Tenaga Kerja Pertanian 0.667044 0.0010 R 2 = 0.55945 F Hitung = 6.35 DW = 2.858137 Dari hasil estimasi parameter yang dilakukan pada persamaan tenaga kerja di sektor pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat upah riil memberikan pengaruh yang negarif pada peubah endogen tenaga kerja di sektor pertanian, hal ini bisa dimaklumi bahwa upah riil yang ada adalah bias di perkotaan. Untuk respon elastisitas dari tingkat upah riil yang dihasilkan baik jangka pendek dan jangka panjang semua memiliki respon inelastis terhadap peubah tenaga kerja di sektor pertanian, yaitu masing-masing adalah (-0.12) untuk jangka pendek dan (-0.36) untuk jangka panjang. Dari hasil nilai elastisitas tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan upah riil sebesar satu persen maka akan membawa pengaruh penurunan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 0.12 persen untuk jangka pendek dan 0.36 untuk jangka panjang. Dan dari hasil pendugaan ini juga diketahui bahwa peubah penjelas ini memiliki pengaruh yang nyata dengan nilai peluang sebesar 0.047.

112 Hasil estimasi untuk peubah populasi penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian memiliki pengaruh yang positif dengan nilai parameter dugaan sebesar 0.005296. Hal tersebut bisa diartikan bahwa dengan peningkatan satu juta penduduk maka akan memberikan tambahan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 5296 orang. 5.2.4. Harga Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada harga komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Harga Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 1.265338 0.1150 Produksi Pertanian -0.00001 0.1032-0.12934-0.37567 Inflasi 0.000275 0.1887 0.000942 0.002736 Nilai Tukar -6.4E-6 0.7364 Impor Komoditas Pertanian -0.00002 0.0931-0.00667-0.01936 Lag Harga Komoditas Pertanian 0.655699 0.0235 R 2 = 0.98385 F Hitung = 158.38 DW = 1.631848 Dari Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa produksi pertanian, nilai tukar dan impor komoditas pertanian memberikan respon yang negatif terhadap harga komoditas pertanian. Sedangkan untuk peubah inflasi memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan harga komoditas pertanian. Secara keseluruhan tingkat respon elastisitas dari masing-masing peubah penjelas terhadap harga komoditas pertanian memberikan respon inelastis baik jangka panjang maupun jangka pendek. Peubah produksi pertanian memberikan respon elastisitas sebesar (-0.13) dalam jangka pendek dan (-0.38) dalam jangka panjang, hal ini berarti dengan

113 peningkatan produksi pertanian sebanyak satu persen maka akan berakibat menurunnya harga komoditas pertanian sebesar 0.13 persen dalam jangka pendek dan 0.38 persen untuk jangka panjang. Peubah produksi pertanian dalam persamaan ini memiliki pengaruh yang nyata terhadap harga komoditas pertanian dengan nilai peluang 0.1 jauh dibawah 0.25 sebagai nilai toleransi. Sementara itu untuk impor komoditas pertanian juga memiliki pengaruh negatif terhadap harga komoditas pertanian dengan nilai elastisitas sebesar (-0.007) untuk jangka pendek dan (-0.019) untuk jangka panjang. Hal ini berarti dengan adanya peningkatan impor komoditas pertanian maka akan menurunkan tingkat harga di dalam negeri sebesar 0.007 persen dalam jangka pendek dan 0.019 dalam jangka panjang. Dari hasil perhitungan elastisitas tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya impor akan memberikan keuntungan pada konsumen, namun disatu sisi akan merugikan produsen. Pada peningkatan satu persen dari nilai impor hal ini masih bisa ditoleransi karena hanya memberikan dampak elastisitas yang kecil terhadap harga, namun apabila perilaku impor komoditas pertanian mengalami peningkatan yang sangat tinggi maka akan merugikan petani selaku produsen, karena harga komoditas pertanian yang dihasilkan akan jatuh. Sedangkan untuk tingkat inflasi memberikan respon yang positif terhadap peningkatan harga komoditas pertanian masing-masing dengan respon elastisitas sebesar (0.0009) dalam jangka pendek dan (0.003), artinya dengan adanya kenaikan inflasi satu persen maka akan berakibat pada meningkatnya harga komoditas pertanian sebesar 0.0009 persen dalam jangka pendek dan 0.003 persen dalam jangka panjang.

114 Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = 158.38. Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 5.2.5. Ekspor Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada ekspor komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Ekspor Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep -272.388 0.7027 Nilai Tukar 0.013962 0.4515 Pajak Ekspor -25.5735 0.1031-0.15245-0.19821 Harga Pertanian Dunia 0.610861 0.8039 Indeks Harga Ekspor Pertanian -0.10084 0.8460 Harga Komoditas Pertanian 2.841887 0.9883 Produksi Pertanian 0.014488 0.1312 1.317774 1.713317 Lag Ekspor Komoditas Pertanian 0.230864 0.4379 R 2 = 0.92888 F Hitung = 20.52 DW = 1.955595 Persamaan perilaku respon ekspor komoditas pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.93 dan uji statistik F Hitung = 20.52, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 93 persen. Dari hasil pendugaan parameter yang dilakukan dapat diketahui bahwa respon positif ekspor komoditas pertanian dipengaruhi oleh nilai tukar, harga pertanian dunia, harga komoditas pertanian dan produksi pertanian. Sedangkan

115 pajak ekspor dan indeks harga ekspor pertanian memberikan respon yang negatif. Secara umum hampir semua peubah penjelas yang ada menunjukkan nilai elastis itas yang kecil atau inelastis dan tidak berpengaruh nyata karena memiliki nilai peluang di atas 0.25, kecuali untuk peubah penjelas produksi pertanian selain memiliki pengaruh nyata terhadap perilaku ekspor komoditas pertanian sebesar 0.13, peubah ini juga memberikan respon yang elastis terhadap perilaku ekspor komoditas pertanian. Respon positif yang diberikan oleh peubah produksi pertanian terhadap ekspor komoditas pertanian memiliki nilai elastisitas sebesar (1.31) dalam jangka pendek dan (1.71) dalam jangka panjang. Artinya, dengan adanya penambahan produksi pertanian sebesar satu persen maka akan berakibat pada peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian sebesar 1.31 persen dalam jangka pendek dan 1.71 persen dalam jangka panjang. Selain itu harga pertanian dunia juga mendorong ekspor komoditas pertanian, meskipun hanya memberikan respon yang inelastis. 5.2.6. Impor Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada ekspor komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Impor Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 879.4443 0.7843 Nilai Tukar 0.031060 0.7921 Pajak / Tarif Impor 0.033715 0.7794 Harga Pertanian Dunia -0.65963 0.1744-0.13039-0.55897 Indeks Harga Impor Pertanian -13.8746 0.4904 Harga Komoditas Pertanian 703.5177 0.0969 2.110645 9.048194 Stok Pangan Nasional -0.41307 0.4465 Lag Impor Pertanian 0.766733 0.0588 R 2 = 0.84821 F Hitung = 8.78 DW = 2.246432

116 Persamaan perilaku respon impor komoditas pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.85 dan uji statistik F Hitung = 8.78, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 85 persen. Dari Tabel 12 bisa diketahui bahwa respon positif impor komoditas pertanian dipengaruhi oleh nilai tukar, pajak impor, dan harga komoditas pertanian dalam negeri. Sedangkan untuk harga pertanian dunia, indeks harga impor komoditas pertanian dan stok pangan memberikan respon atau pengaruh yang negatif. Peubah penjelas harga komoditas pertanian memiliki nilai peluang 0.09 jauh di bawah 0.25 sebagai angka toleransi, selain itu peubah ini memiliki nilai elastisitas sebesar (2.11) untuk jangka pendek dan (9.04) untuk jangka panjang, hal ini berarti bahwa dengan adanya peningkatan harga komoditas pertanian satu persen, maka akan memberikan respon elastis 2.11 persen dalam jangka pendek dan respon elastis sebesar 9.04 persen dalam jangka panjang terhadap perilaku impor komoditas pertanian. Hal ini menunjukkan kuatnya perilaku impor yang dilakukan oleh importir dalam membaca peluang pasar di dalam negeri. Sementara itu untuk tarif impor yang seharusnya memberikan pengaruh negatif pada perilaku impor ternyata tidak mengurangi nilai impor, hal tersebut diduga akibat margin keuntungan yang masih tinggi yang bisa diperoleh importir. Namun yang menjadi kendala utama dalam mempengaruhi perilaku penurunan nilai impor komoditas pertanian adalah tingginya harga pertanian dunia dan indeks harga komoditas pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil dugaan

117 parameter yang negatif pada kedua peubah tersebut, dan khusus untuk peubah indeks harga impor pertanian memiliki nilai elastisitas yang tinggi. Sedangkan untuk peubah penjelas stok pangan nasional memberikan respon yang negatif terhadap perilaku impor komoditas pertanian, hal ini sejalan dengan teori dan kondisi aktual. Namun peubah stok pangan ini tidak memberikan pengaruh nyata pada perilaku impor komoditas pertanian. 5.2.7. Kemiskinan di Perkotaan Hasil pendugaan parameter pada kemiskinan di perkotaan dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Kemiskinan di Perkotaan Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 4.786854 0.6235 Tingkat Upah -2.72E-6 0.1603-0.11539-0.17999 Pertumbuhan Ekonomi -0.17378 0.1186-0.05722-0.08924 Belanja Pemerintah di Sektor Jasa -0.00007 0.1934-2.5E-05-3.9E-05 Belanja Pemerintah di Sektor Industri 6.484E-7 0.4180 Stok Pangan Nasional -0.00070 0.8641 Inflasi 0.043954 0.1391 0.037978 0.059236 Dummy Krisis Ekonomi 3.087323 0.2123 0.270818 0.422408 Lag Kemiskinan di Perkotaan 0.358871 0.1379 R 2 = 0.81869 F Hitung = 5.64 DW = 2.231885 Dari Tabel 13 dapat diduga bahwa respon negatif yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di perkotaan dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor jas a dan stok pangan nasional. Sementara itu, ternyata belanja pemerintah di sektor industri tidak mampu memberikan respon yang negatif terhadap kemiskinan di perkotaan. Bersama-sama dengan belanja pemerintah di sektor industri, peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi

118 memberikan pengaruh yang positif terhadap kemiskinan di perkotaan. Dari hasil perhitungan respon elastisitas tiap-tiap peubah penjelas masing-masing memberikan respon inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Untuk peubah tingkat upah menghasilkan nilai respon elastisitas sebesar (-0.12) dalam jangka pendek dan (-0.18) untuk jangka panjang. Artinya, dengan peningkatan upah sebesar satu persen maka akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 0.12 persen dalam jangka pendek dan untuk jangka panjang sebesar 0.18 persen. Sementara itu dari hasil dugaan parameter pertumbuhan ekonomi yang dikatahui sebesar -0.17378, memberikan intepretasi bahwa dengan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 0.17378 persen. Sementara itu belanja pemerintah di sektor jasa memiliki dampak yang cukup baik dalam mengurangi kemiskinan di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor jasa layak dikembangkan di perkotaan, dengan dibuktikan dengan nilai respon elastisitas terhadap kemiskinan di perkotaan sebesar (-2.5E-05) dan (-3.9E-05) masing-masing untuk jangka pendek dan jangka panjang. Peubah stok pangan nasional memberikan respon negatif terhadap kemiskinan di perkotaan, hal ini mengindikasikan bahwa ketahanan dan ketersediaan pangan merupakan salah satu kunci menekan kemiskinan. Untuk peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi sesuai dengan teori dan kondisi aktual yang menunjukkan adanya respon positif terhadap kemiskinan di perkotaan.

119 5.2.8. Kemiskinan di Pedesaan Hasil pendugaan parameter pada kemiskinan di pedesaan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Kemiskinan di Pedesaan Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Elastisitas Peluang SR LR Intersep 38.60594 0.2488 Tingkat Upah -0.00003 0.0994-0.5482-0.86899 Pertumbuhan Ekonomi -0.62783 0.0314-0.08903-0.14113 Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian -3.48965 0.2072-0.5257-0.83332 Inflasi 0.03122 0.7048 Harga Pertanian -4.93143 0.6499 Produksi Pertanian -8.55E-9 0.0916-1.2E-05-1.9E-05 Dummy Krisis Ekonomi 1.128666 0.6869 0.042645 0.067599 Lag Kemiskinan di Pedesaan 0.369147 0.1571 R 2 = 0.94638 F Hitung = 22.06 DW = 2.697835 Persamaan perilaku respon kemiskinan di pedesaan tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.95 dan uji statistik F Hitung = 22.06, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 95 persen. Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa respon negatif kemiskinan di pedesaan dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor pertanian, harga komoditas pertanian dan produksi pertanian. Sedangkan untuk inflasi dan krisis ekonomi memberikan pengaruh positif terhadap kemiskinan di pedesaan. Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa tingkat upah mampu memberikan respon negatif terhadap tingkat kemiskinan di pedesaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya respon elastisitas sebesar (-0.55) dan (-0.87) masing-

120 masing untuk respon elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Artinya, dengan adanya peningkatan tingkat upah sebesar satu persen maka akan memberikan respon pengurangan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 0.55 persen untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang sebesar 0.87 persen. Hal tersebut sama dengan pertumbuhan ekonomi yang juga mampu memberikan respon baik terhadap pengurangan kemiskinan di pedesaan, masing-masing memiliki respon elastisitas jangka pendek dan jangka panjang sebesar (-0.09) dan (-0.14). Belanja pemerintah di sektor pertanian ternyata mampu memberikan respon yang negatif terhadap kemiskinan di pedesaan, artinya dengan peningkatan belanja pemerintah di sektor pertanian sebesar satu persen, maka akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 0.53 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen dalam jangka panjang. Hasil pendugaan parameter peubah penjelas harga komoditas pertanian sebesar -4.93143, artinya dengan peningkatan indeks harga komoditas pertanian sebesar satu level maka akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 4.9 persen. Untuk peubah produksi pertanian juga memberikan respon yang negatif terhadap tingkat kemiskinan dipedesaan, meskipun nilai respon yang diberikan cukup kecil. Sementara itu, untuk peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi memberikan respon positif terhadap tingkat kemiskinan di pedesaan, hal ini sesuai dengan teori dan kondisi yang ada. Kedua peubah penjelas ini memberikan respon yang sama terhadap kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan.

121 5.2.9. Stok Pangan Nasional Hasil pendugaan parameter pada stok pangan nasional dapat dilihat pada Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter Stok Pangan Nasional Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 2382.569 0.4933 Produksi Pertanian 0.012027 0.0872 0.349168 0.61154 Ekspor Komoditas Pertanian -0.55683 0.4718 Impor Komoditas Pertanian 0.15496 0.1911-0.11593-0.20305 Populasi Penduduk -8.09259 0.5669 Lag Stok Pangan Nasional 0.429035 0.2073 R 2 = 0.90048 F Hitung = 23.52 DW = 1.857055 Persamaan perilaku respon stok pangan nasional tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.90 dan uji statistik F Hitung = 23.52, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 90 persen. Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa respon positif stok pangan nasional hanya dipengaruhi oleh produksi pertanian. Sementara itu untuk peubah penjelas impor komoditas pertanian yang seharusnya memberikan respon positif ternyata sebaliknya justru memberikan respon positif. Selain impor komoditas pertanian peubah yang lain yang juga memberikan respon negatif adalah ekspor komoditas pertanian dan populasi penduduk. Produksi pertanian mampu memberikan pengaruh positif terhadap stok pangan nasional dengan nilai dugaan parameter sebesar 0.012, hal ini berarti dengan meningkatnya produksi pertanian senilai satu milyar, maka akan menambah stok pangan nasional sebesar 12 ton. Peubah penjelas ini memiliki

122 respon inelastis dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, yaitu masing-masing sebesar (0.35) dan (0.61). Sementara itu respon negatif yang diperoleh stok pangan nasional juga dipengaruhi oleh populasi penduduk. Sedangkan apabila dilihat dari angka parameter dugaan, maka dengan peningkatan populasi penduduk sebesar satu juta jiwa akan mengakibatkan berkurangnya sto k pangan nasional sebesar 8.09 ribu ton. Apabila stok pangan nasional tidak segera diperbaiki maka akan berakibat kerawan an pangan, hal ini disebabkan Indonesia termasuk dalam kategori negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. 5.2.10. Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada belanja pemerintah di sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Elastisitas Peluang SR LR Intersep 0.433816 0.2101 Inflasi -0.01676 0.0003-0.0414-0.36564 Penerimaan Pemerintah -5.55E-7 0.6218 Dummy Krisis Ekonomi -0.07625 0.7277 Lag Belanja Pemerintah di 0.886760 <.0001 Sektor Pertanian R 2 = 0.99121 F Hitung = 394.74 DW = 2.670983 Dari Tabel 16 dapat kita lihat bahwa hanya krisis ekonomi yang memberikan pengaruh paling besar atau respon positif yang cukup tinggi. Sementara itu untuk respon negatif diakibatkan oleh peubah inflasi dan penerimaan pemerintah. Semua peubah yang ada dalam persamaan ini

123 memberikan respon inelastis terhadap anggaran belanja pemerintah di sektor pertanian. Pada hasil pendugaan parameter krisis ekonomi, diperoleh nilai dugaan parameternya sebesar -0.07625. Artinya, dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, mengakibatkan berkurangnya anggaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 0.07 milyar rupiah. Hal tersebut cukup ironis, meskipun pengurangan anggaran yang tidak terlalu signifikan, namun akan membawa dampak yang kurang baik pada pemulihan krisis khususnya berkaitan dengan penyelamatan dari kerawanan pangan, mengingat sektor pertanian merupakan penghasil pangan. 5.2.11. GDP Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada GDP Sektor Pertanian dapat dilihat pada Tabel 17 dibawah ini. Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter GDP Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep 168296.3 0.0142 Tenaga Kerja Pertanian 1571.421 0.1916 0.529223 0.599996 Belanja Pemerintah di Sektor 25820.63 <.0001 Pertanian 0.861472 0.976677 Modal Sektor Pertanian 0.292503 0.8587 Investasi Pertanian 0.601478 0.0001 0.382269 0.433389 Konsumsi sektor Pertanian 1.597047 0.0769 0.458687 0.520028 Lag GDP Sektor Pertanian 0.117956 0.3184 R 2 = 0.96478 F Hitung = 54.78 DW = 2.517508 Persamaan perilaku respon GDP Sektor Pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.96 dan uji statistik F Hitung = 54.78, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 96 persen.

124 Respon positif terhadap GDP Sektor Pertanian dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor pertanian, belanja pemerintah di sektor pertanian, investasi pertanian, modal sektor pertanian dan konsumsi sektor pertanian. Secara keseluruhan respon inelastis diberikan oleh peubah penjelas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Respon positif terhadap GDP sektor pertanian yang dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor pertanian, memiliki angka dugaan parameter sebesar 1571.421. Hal ini mengisyaratkan bahwa dengan penambahan satu ribu tenaga kerja di sektor pertanian maka akan mendorong tingkat GDP dari sektor pertanian sebesar 1571.421 milyar rupiah. Sementara itu dengan penambahan satu persen anggaran belanja pemerintah untuk sektor pertanian maka akan mendorong GDP dari sektor pertanian sebesar 0.86 persen dalam jangka pendek dan 0.97 persen dalam jangka panjang. Sementara itu untuk peubah penjelas investasi di sektor pertanian memberikan nilai respon elastisitas yang positif terhadap GDP sektor pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka elastisitas sebesar (0.38) dan (0.43) masing-masing untuk jangka pendek dan jangka panjang. Selain memiliki pengaruh yang positif terhadap GDP sektor pertanian, peubah ini juga memiliki pengaruh nyata dengan nilai peluang sebesar 0.0001.

125 5.2.12. Penerimaan Pemerintah Hasil pendugaan parameter pada Penerimaan Pemerintah dapat dilihat pada Tabel 18 dibawah ini. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Penerimaan Pemerintah Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep -63583.1 0.0038 Stok Hutang Pemerintah 0.965320 0.0118 0.178376 0.79321 Pajak Total 0.333305 0.3222 Harga Minyak Dunia 0.970292 0.0015 7.78E-05 0.000346 Lag Penerimaan Pemerintah 0.775121 <.0001 R 2 = 0.99028 F Hitung = 356.76 DW = 2.572584 Dari Tabel 18 bisa dilihat bahwa secara keseluruhan peubah penjelas memberikan respon yang positif terhadap penerimaan pemerintah, hal ini sesuai dengan teori dan kondisi aktual yang ada. Namun hampir secara keseluruhan pula semua peubah memiliki respon inelastis terhadap penerimaan pemerintah. Untuk peubah penjelas stok hutang pemerintah memiliki respon yang positif terhadap penerimaan pemerintah dengan angka parameter dugaan sebesar 0.965320, artinya dengan adanya penambahan hutang pemerintah satu milyar rupiah maka akan menambah penerimaan pemerintah sebesar 0.97 milyar rupiah. Sementara itu untuk respon harga minyak dunia memberikan nilai dugaan parameter sebesar 0.970292, artinya dengan peningkatan harga minyak dunia sebesar 1 dollar per barrel, maka akan menambah penerimaan pemerintah sebesar 0.97 milyar rupiah. Kedua peubah penjelas ini yaitu, stok hutang pemerintah dan harga minyak dunia masing-masing memiliki pengaruh yang nyata terhadap penerimaan pemerintah, dengan masing-masing memiliki nilai peluang sebesar 0.0118 dan 0.0015 jauh dibawah 0.25 sebagai angka toleransi.

126 Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.99, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 99 persen sedangkan satu persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = 356.76. Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 5.2.13. Pajak Total dibawah ini. Hasil pendugaan parameter pada pajak total dapat dilihat pada Tabel 19 Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Pajak Total Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep -12172.5 0.2481 GDP Total -0.02700 0.5854 Investasi Total 0.174107 0.1260 0.0898 0.120962 Trend Waktu 3850.828 0.0415 0.338736 0.456281 Lag Total Pajak 0.257616 0.3730 R 2 = 0.93395 F Hitung = 49.49 DW = 1.346751 Persamaan perilaku respon pajak total tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.93 dan uji statistik F Hitung = 49.49, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 93 persen. Secara keseluruhan peubah penjelas yang ada pada persamaan pajak total memberikan respon inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa respon perilaku pajak total dipengaruhi secara positif oleh investasi total dan tren waktu, kedua peubah

127 penjelas ini memiliki memiliki nilai peluang 0.13 dan 0.04, artinya kedua peubah tersebut memberikan pengaruh nyata. Hal tesebut bisa dimaklumi karena memang tingkat investasi total yang ada di Indonesia didorong untuk menumbuhkan sektor-sektor formal. Sementara untuk tren waktu diduga akibat semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Sedangkan GDP total memberikan dampak negatif terhadap pajak total. Seharusnya peubah penjelas ini memberikan pengaruh yang positif terhadap total penerimaan pajak, hal ini diduga akibat pertumbuhan ekonomi yang terjadi justru banyak di sektor-sektor informal yang hak wajib pajaknya sulit untuk dideteksi. 5.2.14. Konsumsi Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada konsumsi di sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 20 dibawah ini. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas SR LR Intersep -7916.61 0.2537 Produksi Pertanian 0.805522 <.0001 0.872962 0.91566 Pendapatan Disposibel 0.016068 0.0829 0.280248 0.293956 Lag Konsumsi untuk Pertanian 0.046631 0.7108 R 2 = 0.95222 F Hitung = 99.65 DW = 1.985057 Dari Tabel 20 dapat dik etahui bahwa respon perilaku pada konsumsi sektor pertanian dipengaruhi secara positif oleh produksi pertanian dan pendapatan disposibel (pendapatan yang langsung dibelanjakan), hal tesebut berarti sejalan antara teori dan kondisi aktual yanga ada. Meskipun kedua peubah penjelas tersebut memberikan respon inelastis terhadap konsumsi sektor pertanian, namun kedua peubah penjelas tersebut memiliki pengaruh yang nyata.

128 Dari hasil perhitungan elastisitas didapatkan hasil bahwa dalam jangka pendek produksi pertanian memberikan respon inelastis sebesar (0.87) dan (0.91) untuk jangka panjang. Hal ini berarti bahwa dengan peningkatan produksi pertanian satu persen, maka akan meningkatkan konsumsi sektor pertanian sebesar 0.87 persen dalam jangka pendek dan 0.91 untuk jangka panjang. Untuk peubah pendapatan disposibel meskipun memberikan pengaruh yang nyata namun peubah ini memiliki nilai elastisitas yang cukup kecil, hal ini diduga karena pendapatan disposibel banyak dialokasikan ke sektor lain. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.95, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 95 persen sedangkan lima persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = 99.65. Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 5.2.15. Penawaran Uang Hasil pendugaan parameter pada penawaran uang dapat dilihat pada Tabel 21 dibawah ini. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Penawaran Uang Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas Intersep -3228.80 0.2108 Suku Bunga Domestik -461.775 <.0001-0.02989 Nilai Tukar 2.047949 <.0001 0.097986 GDP Total 0.133135 <.0001 0.321729 R 2 = 0.98106 F Hitung = 258.95 DW = 1.638961 Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa respon perilaku penawaran uang dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga domesatik. Sementara itu peubah penjelas nilai tukar rupiah terhadap dolar dan GDP total memberikan pengaruh

129 yang positif terhadap respon perilaku penawaran uang. Ketiga peubah penjelas yang digunakan dalam persamaan penawaran uang ini memberikan pengaruh yang nyata dengan nilai peluang yang sangat kecil. Selain itu ketiga peubah tersebut juga memberikan respon inelastis secara keseluruhan. Suku bunga domestik memberikan pengaruh negatif terhadap penawaran uang dengan nilai parameter dugaan sebesar -461.775. Hal tersebut berarti dengan adanya peningkatan suku bunga domestik akan mengurangi penawaran uang sebesar 461.775 milyar. Perilaku ini sesuai antara teori dengan kondisi aktual, yaitu apabila terjadi peningkatan suku bunga maka pelaku ekonomi akan enggan melakukan investasi dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank, karena akan lebih menguntungkan. Peubah penjelas nilai tukar yang seharusnya memberikan nilai negatif terhadap penawaran uang ternyata memberikan pengaruh yang positif. Hal ini diduga oleh tren karakteristik masyarakat yang semakin konsumtif, sehingga antara peubah penjelas nilai tukar dan penawaran uang memiliki arah yang sama. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = 258.95. Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 5.2.16. Inflasi Hasil pendugaan parameter pada peubah endogen inflasi dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini.

130 Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Inflasi Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas Intersep -6.41485 0.5253 GDP Total 0.000349 0.0002 16.84375 Penawaran Uang -0.00284 <.0001-56.7197 Nilai Tukar 0.005792 0.0025 5.534643 Dummy Krisis Ekonomi 5.857520 0.6116 0.594672 R 2 = 0.74327 F Hitung = 10.13 DW = 2.898171 Dari Tabel 22 dapat diketahui bahwa respon positif tingkat inflasi dipengaruhi oleh GDP total, nilai tukar dan krisis ekonomi. Sementara itu untuk peubah penawaran uang justru memberikan pengaruh yang negatif terhadap inflasi. Secara umum semua peubah penjelas yang ada memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah endogennya kecuali krisis ekonomi, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai peluang yang sangat kecil. Sementara itu hampir secara keseluruhan peubah penjelas memberikan respon elastis pada peubah endogen inflasi, kecuali krisis ekonomi. GDP total memberikan respon positif terhadap inflasi dengan nilai elastisitas sebesar (16.84), artinya dengan peningkatan GDP total sebesar satu persen maka akan mengakibatkan inflasi meningkat 16.84 persen. Begitu pula dengan nilai tukar, peubah penjelas ini memberikan respon elastis sebesar (5.53), artinya dengan peningkatan kemapuan nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan peningkatan inflasi sebesar 5.53 persen. Hal tersebut sejalan dengan teori, bahwa dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, secara proporsional akan meningkatkan harga, sehingga secara otomatis akan mendorong meningkatnya inflasi.

131 Sementara itu untuk peubah penjelas penawaran uang justru memberikan respon yang negatif terhadap inflasi. Hal ini diakibatkan karena kebijakan penawaran uang tidak melihat tingkat inflasi yang terjadi pada tahun sebelumnya, karena dari data yang ada tingkat inflasi bersifat fluktuatif, namun penawaran uang secara terus-menerus mengalami peningkatan. Selain itu diduga pula disebabkan adanya goncangan ekonomi pada tujuh tahun terakhir yang menyebabkan keseimbangan moneter menjadi goyah serta bersamaan dengan lonjakan tingkat inflasi yang cukup tinggi. Hal tersebutlah yang membuat Bank Indonesia menarik infestasi dengan meningkatkan suku bunga yang sangat tinggi. 5.2.17. Kemiskinan Total Kemiskinan total dalam penelitian ini diduga dengan persamaan identitas, dimana kemiskinan total ini merupakan penjumlahan dari kemiskinan di perkotaan dan di pedesaan. Jadi apabila terjadi goncangan pada salah satunya dan atau pada keduanya maka secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kemiskinan total. Secara matematis persamaan identitas dari kemiskinan total sudah ditulis pada persamaan 9 yaitu sebagai berikut : TPOV t = UPOV t + RPOV t 5.2.18. GDP Total GDP total merupakan persamaan identitas dari penjumlahan GDP dari sektor pertanian ditambah dengan GDP dari sektor yang lainnya. Sektor yang lain disini yang dimaksud adalah sektor jasa, industri, pertambangan dan lain-lain.

132 Secara matematis persamaan identitas dari GDP total telah disamapaikan pada persamaan 13 yaitu sebagai berikut : GDPT t = GDPA t + GDPN t Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan pada GDP di sektor pertanian ataupun di sektor yang lain, maka akan mempengaruhi GDP total. Selanjutnya perubahan GDP total akan memberikan pengaruh dan efek balik kepada peubah endogen yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.