METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan Institut Pertanian Bogor untuk pengamatan parameter jumlah anakan maksimum dan umur berbunga. Analisis fisiologi yaitu RRG dan analisis marka molekuler dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor dan Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 19 bulan, dimulai dari bulan Mei 2007 sampai dengan bulan November 2008. Jadwal penelitian dan alokasi waktu dapat dilihat pada Lampiran 1. Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetua 1 (IR64) yang sensitif Al dan tetua 2 (Hawarabunar) yang toleran Al, F 1 sebanyak 10 tanaman dan populasi F 2 hasil persilangan tetua IR64 dan Hawarabunar sebanyak 379 tanaman (Gambar 1). Biji-biji padi kedua tetua, F 1 dan F 2 diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler, Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor. c a b Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar)
Alur Penelitian Metode Penelitian Tanaman F 1 hasil persilangan IR64 x Hawarabunar Benih padi tetua, F 1 dan F 2 Populasi F 2 Kultur Hara dan Cekaman Al Isolasi DNA dari daun tetua, daun populasi F 1 dan F 2 Penanaman di tanah masam dan tidak masam PCR Analisis Root Regrowth Analisis marka molekular Pengamatan jumlah anakan maksimum dan umur berbunga Interpretasi parameter fisiologi, analisis keterpautan dan marka molekuler Perlakuan Cekaman Al Biji padi tetua 1 (IR64), tetua 2 (Hawarabunar), F 1 dan F 2 direndam dalam larutan NaOCl (byclean) 0,5 %(v/v) selama 15 menit. Setelah dicuci dengan air destilata, biji direndam selama 24 jam dalam air destilata pada suhu ruang dan dalam keadaan gelap. Selanjutnya benih dikecambahkan pada kertas merang yang lembab selama 3-4 hari pada suhu ruang. Setelah berkecambah, dipilih benih dari kedua tetua, F 1 dan F 2 untuk setiap perlakuan, lalu ditanam di net plastik yang diapungkan di atas media kultur hara minimum tanpa Al dengan ph 4,0 (Miftahudin et al. 2002) untuk adaptasi selama 24 jam dan diberikan aerasi (Gambar 2a).
Perlakuan Al dilakukan dengan pemberian Al 3+ dalam bentuk AlCl 3.6H 2 O kepada semua galur yang diuji dengan konsentrasi 15 ppm (penelitian pendahuluan) selama 72 jam (Quarrie et al. 2006) dalam larutan hara sebanyak masing-masing 10 ml pada tabung sentrifuge 15 ml (Corning Incorporated, USA) untuk setiap individu (Gambar 2b). Setelah perlakuan cekaman Al 72 jam dilanjutkan dengan recovery pada larutan hara minimum tanpa Al selama 48 jam (Miftahudin et al. 2002) untuk analisis RRG (Gambar 2c). Tanaman dalam tabung kemudian digoyang dengan menggunakan shaker untuk aerasi dan ph larutan dipertahankan setiap hari dengan penambahan 1 N HCl atau 1 N NaOH. Media kultur hara minimum terdiri dari unsur dengan komposisi mengikuti Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 2). (a) (b) (c) Gambar 2 Kultur hara dan cekaman Al 15 ppm dan ph 4,0 pada populasi F 2. (a) Adaptasi selama 24 jam; (b) perlakuan cekaman Al 15 ppm selama 72 jam; (c) kondisi kecambah setelah recovery selama 48 jam Perlakuan adaptasi, cekaman Al dan recovery dilakukan di ruang kultur hara dengan suhu ruang dan pencahayaan 300 PPFD (photo proton fluk density) selama 12 jam setiap hari. Analisis Parameter Fisiologi Cekaman Al Analisis parameter fisiologi cekaman Al meliputi analisis Root Regrowth (RRG), jumlah anakan maksimum dan umur berbunga. Analisis RRG. Pengukuran RRG dari tanaman yang telah diberi perlakuan cekaman Al dilakukan dengan mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat akhir recovery. Selisih antara panjang akar pada saat
akhir recovery dengan pengukuran akhir perlakuan cekaman Al adalah parameter RRG tersebut (Miftahudin et al. 2005). Pengamatan terhadap parameter jumlah anakan maksimum dan umur berbunga dilakukan saat penanaman di rumah kaca. Populasi tetua 1 (IR64), tetua 2 (Hawarabunar), F 1 dan F 2 ditanam di rumah kaca secara gogo. Tanah asam podsolik merah kuning diambil dari Jasinga Bogor. Sebelum digunakan, tanah dikeringkan dan diaduk-aduk hingga bercampur secara merata. Hasil analisis kandungan tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Pemeliharaan tanaman padi dilakukan dengan menyiram tanaman padi sesuai dengan kebutuhan. Pemupukan setiap bulan dengan menambahkan pupuk NPK secara berimbang pada setiap tanaman pada semua populasi dan penyemprotan dengan menggunakan insektisida dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Pengamatan jumlah anakan maksimum. Perhitungan terhadap jumlah anakan maksimum per rumpun dihitung pada saat usia tanaman berkisar 2,5 bulan atau sekitar 50% populasi berbunga. Perhitungan dilakukan baik pada tetua 1 (IR64) dan tetua 2 (Hawarabunar) yang ditanam pada tanah masam (perlakuan) dan tidak masam (kontrol), pada F 1 serta F 2 yang ditanam pada tanah masam. Analisis umur berbunga. Perhitungan terhadap umur berbunga dihitung semenjak tanaman dipindahkan dari persemaian ke ember. Perhitungan dilakukan pada saat masing-masing individu membentuk malai pertama secara sempurna. Perhitungan dilakukan baik pada tetua 1 (IR64) dan tetua 2 (Hawarabunar) yang ditanam pada tanah masam (perlakuan) dan tidak masam (kontrol), pada F 1 serta F 2 yang ditanam pada tanah masam. Analisis data fenotipe. Analisis pola pewarisan dilakukan dengan menggunakan Uji Khi-Kuadrat pada taraf = 5% terhadap data parameter fisiologi cekaman Al (Miftahudin et al. 2005). Analisis Marka Molekuler Isolasi DNA tanaman padi. DNA diisolasi dari daun muda tanaman padi kedua tetua, F 1 dan F 2 yang berumur 3-4 minggu. Isolasi DNA dilakukan dengan mengikuti prosedur dari Saghai-Maroof et al. (1984). Sebanyak 1,5-2,0 g daun
segar digerus dengan menambahkan nitrogen cair dan dimasukkan dalam tabung 15 ml ditambahkan buffer yang terdiri dari 2% (w/v) CTAB, 100 mm Tris HCl ph 7,5, 0,2% 10 mm -mercaptoethanol, 20 mm EDTA ph 8,0 dan 1,4M NaCl sampai volume 9 ml dan dipanaskan pada suhu 65 o C. Larutan tersebut dibolak balik dan dimasukkan dalam waterbath pada suhu 65 o C selama 60-90 menit, digoyang perlahan-lahan setiap 10 menit. Larutan didinginkan selama 4-5 menit, ditambahkan 4,5 ml kloroform / isoamil alkohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1, digoyang dengan perlahan selama 10 menit dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu ruang (28 o C). Fase cair diambil dan dimasukkan dalam tabung baru 15 ml. Fase cair tersebut kemudian ditambahkan lagi 4,5 ml CIAA (24:1), kemudian di goyang perlahan-lahan selama 10 menit dan disentrifugasi 4000 rpm selama 30 menit suhu ruang. Fase atas diambil dan dimasukkan dalam tabung baru 15 ml dan larutan ditambahkan 1 volume isopropanol dingin dan digoyang secara perlahan sampai muncul benang-benang DNA. Benang-benang DNA diambil dengan glass-hook steril dan dikeringkan selama 45 menit pada suhu ruang. Glass-hook yang mengandung DNA tersebut ditempatkan di tabung 2 ml yang sudah berisi 1 ml TE ph 8 (10 mm Tris HCl ph 8,0, dan 1 mm EDTA ph 8,0) dan dibiarkan selama 5 menit dan goyang-goyang glass-hook hingga DNA lepas. Selanjutnya ke dalam tabung, ditambahkan 50 µ l RNAse 10 mg/ml dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama minimal 18 jam. Bolakbalik tabung selama 10 menit hingga DNA benar-benar larut. Satu mililiter fenol ditambahkan dalam tabung dan disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit suhu ruang. Setelah selesai sentrifugasi, fase cair diambil dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf 2 ml yang baru. CIAA 1 ml ditambahkan dalam tabung dan disentrifugasi selama 10 menit 12000 rpm suhu ruang. Dengan menggunakan pipet, fase cair diambil dan dimasukkan dalam tabung baru 15 ml ditambahkan 50 µ l NaCl 5 M dan 2,5 ml EtOH absolut dan dibolak balik. Mengambil benangbenang DNA dengan glass-hook steril dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 3-4 ml WASH 1 (76% (v/v) EtOH, 0,2 M NaOAc) dibiarkan selama 20 menit agar DNA bersih. Ditambahkan lagi 1-2 ml WASH 2 (76%(v/v) EtOH, 10 mm NH 4 Oac) untuk membilas glass-hook. DNA yang ada di glass-hook dikeringkan
selama 5 menit. DNA yang ada di glass-hook dipindahkan ke dalam tabung efendorf dan ditambahkan 300 ml TE ph 8 dan dapat disimpan suhu 4 0 C. Marka molekuler. Marka molekuler yang digunakan diambil dari marka molekuler untuk tanaman padi yang dapat diperoleh dari situs http://www.gramene.org. Marka molekuler tersebut merupakan marka SSR (Simple Sequence Repeats) atau mikrosatelit. Primer-primer yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 17 pasang primer (F/R) yang terdiri atas 10 pasang primer pada kromosom 1 dan 7 pasang primer pada kromosom 3 (Lampiran 4). PCR (Polymerase Chain Reaction). Komposisi reaksi PCR yang digunakan terdiri dari 2,5 mm 10x buffer(+mg), 2,0 mm dntp, 3 µmol primer SSR (F dan R) serta 100 ng DNA dari tanaman populasi F 2. Reaksi PCR dilakukan pada Thermocycle ESCO Swift Maxi (Gambar 3). Gambar 3 Thermocycle ESCO Swift Maxi Kondisi PCR yang digunakan adalah 5 menit pada suhu 94 o C untuk denaturasi permulaan (pra-pcr), pada suhu 94 o C selama 45 detik untuk denaturasi, pada suhu 55 o C selama 45 detik untuk penempelan primer (annealing), pada suhu 72 o C selama 1.5 menit untuk proses pemanjangan (extension) dan dilakukan sebanyak 35 siklus. Pasca PCR pada suhu 72 o C selama 10 menit serta 4 o C inkubasi selama 59 menit. Produk amplifikasi dipisahkan dengan elektroforesis pada 3 % (w/v) gel Super Fine Resolution (SFR) menggunakan buffer TBE 1X (0,89M Tris, 0,89M Boric Acid, dan 20 mm EDTA). Visualisasi pita DNA dilakukan pada gel pada larutan etidium bromida 0,5 µg/ml dan diamati di atas UV transiluminator dan
kemudian difoto dengan menggunakan foto gel WiseDoc Gel Documentation System. Analisis Polimorfisme Produk PCR dari kedua tetua dan F 1 dianalisis dan dibandingkan untuk mengidentifikasi keberadaan polimorfisme di antara kedua tetua dengan menggunakan marka SSR. Marka-marka yang menunjukkan polimorfisme selanjutnya digunakan dalam analisis segregasi dan keterpautan. Untuk analisis segregasi, pola pita pada tetua, F 1 dan populasi F 2 yang diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut: 1 = pola pita sama dengan pita dari tetua sensitif (homozygous sensitive). 2 = pola pita sama dengan pita dari tetua toleran (homozygous tolerant). 3 = pola pita mengandung pita kedua tetua (heterozygous). Analisis Segregasi Untuk mengetahui apakah pola segregasi marka molekuler pada populasi F 2 mengikuti pola segregasi gen tunggal (1:2:1) untuk rasio genotipe IR64:Heterozigot:Hawarabunar, pola-pola pita pada populasi F 2 dianalisis dengan menggunakan Uji Khi-Kuadrat pada taraf = 5% (Miftahudin et al. 2005). Analisis Keterpautan Hasil skoring pada semua marka yang polimorfis untuk seluruh individu F 2, digunakan untuk menganalisis keterpautan antara data genotipe dengan data parameter fisiologi. Analisis keterpautan dilakukan dengan menggunakan 38 marka SSR yaitu 17 marka yang berasal dari penelitian ini dan 21 marka dari Hariyanto (2009) yang polimorfis pada kromosom 1, 2, dan 3 padi dengan metode Marka Tunggal menggunakan software QTL Cartografer Ver.2,0 (Wang 2003).