BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan emas selain digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Trenggalek didominasi oleh morfologi positif dimana morfologi ini

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

3.8 Tipe Urat pada Endapan Porfiri... 25

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan industri atau permintaan pasar terhadap komoditas logam tersebut seperti kebutuhan terhadap logam emas. Kebutuhan pasar terhadap emas dalam 15 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan walaupun dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan namun tetap menjadikan komoditas utama. Hal ini ditunjukan dengan semakin tingginya harga jual dari logam emas tersebut dalam 15 tahun terakhir (Gambar 1.1). Gambar 1.1: Grafik peningkatan harga emas per gram dalam mata uang rupiah dalam 15 tahun terakhir per juni 2016. (www.goldprice.org, dengan modifikasi) 1

2 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya mineral yang cukup tinggi di dunia baik mineral bijih seperti emas, tembaga, timah, dan lainnya. Penambangan sumber daya mineral bijih di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Kolonial Belanda terutama di daerah Lengan Utara Sulawesi yang merupakan lokasi daerah penelitian. (Kavalieris dkk, 1992). Keterdapatan endapan mineral di Indonesia dikarenakan latar tektonik Indonesia terutama Lengan Utara Sulawesi yang berada di jalur Sabuk Pasifik Barat yang merupakan jalur magmatik. Pada jalur magmatik tersebut sistem hidrotermal dapat membentuk endapan hidrotermal (Sillitoe, 2010). Salah satu tipe endapan hidrotermal penghasil emas adalah endapan epitermal sulfidasi tinggi. Daerah penelitian merupakan salah satu daerah prospek mineralisasi emas dengan tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi (Van Leeuwen dan Pieters, 2011). Pada daerah penelitian yang termasuk dalam wilayah usaha pertambangan PT. J- Resources Bolaang Mongondow terdapat dua prospek mineralisasi emas dengan tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi dengan jarak yang relatif berdekatan yaitu Prospek Efendi dan Prospek Rasik. Kedua prospek itu saat ini sudah dalam tahap selesai tambang. Namun pada saat ini masih belum banyak penjelasan mengenai karakteristik endapan tersebut yang sifatnya lebih rinci baik dari segi alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih beserta genesa endapan tersebut. Dengan mengetahui karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih dan logam yang meliputi paragnesisnya, dapat membantu dalam hal korelasi terhadap tubuh bijih lainnya dan korelasi terhadap logam tertentu dalam suatu

3 episode atau jenis mineralisasi tertentu (Craig dan Vaughan, 1994). Hal ini tentu dapat membantu dalam upaya eksplorasi selanjutnya dan eksploitasi prospek lainnya. Selain itu dengan mengetahui genesa dan model endapan pada daerah penelitian, dapat membantu dalam studi analogi untuk upaya eksplorasi selanjutnya. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan yang bersifat lebih mendalam mengenai karakteristik endapan di daerah penelitian dan genesa pembentukan endapan tersebut. Gambar 1.2: Kenampakan tambang Rasik yang telah mencapai tahap selesai tambang I.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah usaha pertambangan PT. J-Resources Bolaang Mongondow yaitu pada Prospek Efendi-Rasik dan sekitarnya, Site Lanut. Secara geografis berada pada zona UTM 51N dengan kordinat 66XXXX E- 66XXXX E dan 7XXXX N-7XXXX N, dengan luas daerah penelitian sebesar 1 Km 2 (1 Km x 1 Km). Secara adminstratif daerah penelitian berada di Desa Lanut, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Provinsi Sulawesi Utara (Gambar 1.3).

4 Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan jalur udara dari Yogyakarta Jakarta Manado ditempuh dalam waktu sekitar 4 jam dan dilanjutkan dengan jalur darat menggunakan mobil, yang ditempuh dalam waktu sekitar 5,5 jam untuk mencapai area pertambangan perusahaan (Camp). Selanjutnya daerah penelitian dapat ditempuh dengan mobil dalam waktu 10 menit. Gambar 1.3: Peta lokasi penelitian

5 I.3. Rumusan Masalah Penelitian ini didasarkan atas beberapa masalah yaitu: 1. Bagaimana karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih pada daerah penelitian? 2. Bagaimana paragenesis mineral pada endapan emas epitermal sulfidasi tinggi daerah penelitian? 3. Bagaimana kondisi geologi daerah penelitian dan kontrolnya terhadap karakteristik alterasi dan mineralisasi? 4. Bagaimana genesa pembentukan endapan dan bentuk model genetik endapan emas epitermal sulfidasi tinggi pada daerah penelitian? I.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih pada daerah penelitian. 2. Mengetahui paragenesis mineral pada endapan emas epitermal sulfidasi tinggi daerah penelitian. 3. Mengetahui kondisi geologi dan kontrolnya terhadap alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih daerah penelitian guna membantu dalam interpretasi genesa endapan daerah penelitian.

6 4. Mengetahui genesa pembentukan endapan dan membangun model genetik endapan emas epitermal sulfidasi tinggi pada daerah penelitian. I.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini adalah 1. Memberikan gambaran kondisi geologi, alterasi dan mineralisasi bijih daerah penelitian. 2. Menghasilkan peta geologi dan sebaran alterasi dalam skala yang lebih detail 1:5000. 3. Memberikan pemahaman mengenai paragenesis mineral dan genesa endapan epitermal sulfidasi tinggi di daerah penelitian. 4. Memberikan gambaran model endapan dan model konseptual endapan yang dapat bermanfaat untuk studi analogi terhadap prospek lainnya. I.6. Batasan Penelitian Secara umum penelitian ini dibatasi oleh dua batasan yaitu batasan lokasi penelitian dan batasan pembahasan. Berikut adalah rincian penjalasannya: I.6.1. Batasan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian difokuskan pada Prospek Efendi-Rasik dan sekitarnya, Site Lanut, Desa Lanut, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow

7 Timur, Provinsi Sulawesi Utara dengan luasan area 1 Km 2 (1 Km x 1 Km) dan kordinat UTM 66xxxx E-66xxxx E dan 7xxxx N-7xxxx N pada zona 51N. I.6.2. Batasan Pembahasan Adapun pembahasan penelitian ini dibatasi oleh aspek: 1. Karakteristik alterasi hidrotermal dan persebarannya berdasarkan pemetaan alterasi, analisis petrografi, XRD (X-Ray Diffraction), dan ASD (Analytical Spectral Device). Karakteristik mineralisasi bijih berdasarkan analisis mikroskopi bijih dan geokimia bijih dengan metode FA-ASS (Fire Assay Atomic Absorption Spectrometry). 2. Paragenesis pembentukan mineral bijih berdasarkan tektur bijih dan mineral alterasi berdasarkan kelimpahannya pada zona alterasi di daerah penelitian 3. Geologi daerah penelitian serta kontrolnya terhadap karakteristik alterasi dan mineralisasi daerah penelitian berdasarkan pemetaan geologi, korelasi batuan inti dan analisis petrografi. 4. Genesa pembentukan endapan berdasarkan kontrol geologi terhadap karakteristik endapan dan karakteristik alterasi dan mineralisasi beserta interpretasi dan pembuatan model genetik endapan emas epitermal sulfidasi tinggi pada daerah penelitian berdasarkan data yang ada.

8 I.7. Peneliti Terdahulu 1. Charlie, dkk. (1990) Charlie, dkk. (1990) melakukan penelitian di Lengan Utara Sulawesi salah satunya di daerah penelitian mencakup Desa Lanut mengenai kondisi geologi, karakteristik mineralisasi berbagai endapan dan eksplorasi geokimia regional di Lengan Utara Sulawesi berdasarkan stream sediments, pan concentrates, rock float dan singkapan. Menurut penelitiannya pada daerah penelitian tepatnya di Daerah Lanut stratigrafi di bagian bawah tersusun atas batupasir vulkanoklastik, konglomerat, batulempung, batulempung karbonatan, batugamping dan endapan lahar. Sekuen ini berdasarkan kandungan fosilnya menunjukan umur Miosen Awal. Lalu di bagian atas tersusun atas lava andesit yang berselingan dengan endapan piroklastik. Zona alterasi yang terbentuk di Daerah Lanut berupa urat adularia yang ke arah luar berkembang menjadi zona ilit pirit dan alterasi kloritik secara regional. Bagian atas sistem tersebut mengalami overprinting dengan jenis alterasi sulfatasam yang dicirikan dengan zona kaolinit, pirit, markasit dan sulfida yang berkembang di zona mineralisasi. Mineralisasi yang berkembang berasosiasi dengan urat kuarsa dalam berbagai bentuk dan berkaitan dengan proses breksiasi yang berulangkali. 2. Kavalieris, dkk. (1992) Kavalieris, dkk. (1992) melakukan penelitian mengenai karakteristik mineralisasi, kondisi geologi dan tektonik di Lengan Utara Sulawesi. Magmatisme Sulawesi Utara dikontrol oleh tektonik yang terjadi. Tektonik di Pulau Sulawesi

9 dibagi menjadi dua kelompok, yaitu subduksi Laut Sulawesi dari utara yang terjadi pada Miosen-Pliosen dan subduksi Sangihe dari arah timur yang terjadi pada Pliosen-Resen. Mineralisasi yang terbentuk umumnya berkaitan dengan proses hidrotermal yang terbentuk pada Miosen Atas-Pliosen kecuali endapan VMS (volcanogenic massive sulphide) yang terbentuk pada Oligosen Atas yang berhubungan dengan magmatisme bawah laut. selain itu berdasarkan penelitiannya di Daerah Kotamobago memiliki keterdapan endapan emas epitermal sulfidasi tinggi yang penting yang terbentuk berkaitan aktivitas Kaldera Moat. 3. Apandi dan Bachri (1997) Apandi dan Bachri (1997) melakukan pemetaan geologi regional dengan skala 1:250.000 dalam bentuk peta geologi regional lembar Kotamobago. Peta tersebut mencakup aspek stratigrafi, penampang geologi, struktur geologi regional dan beberapa objek penting geologi. 4. Nugroho, dkk. (2005) Nugroho, dkk (2005) melakukan kajian mengenai penemuan deposit Riska di Daerah Lanut meliputi geologi dan karakteristik mineralisasinya. Berdasarkan penelitiannya Daerah Lanut tersusun atas seri batuan vulkanik piroklastik-andesitik yang disebut sebagai sekuen Lanut. Sekuen Lanut inilah yang menjadi tubuh mineralisasi deposit Riska. Menurutnya, Riska dan Efendi berada pada suatu jalur mineralisasi yang disebut sebagai koridor Lanut yang berarah NW-SE. Pergerakan koridor sesar ini menyebabkan terbentuknya sesar berarah ENE-WSW yang menjadi celah intrusi Pliosen-Plistosen yang terkait dengan mineralisasi. Prospek

10 Riska memiliki tubuh bijih yang dicirkan dengan vuggy dan massive silica yang berasosiasi dengan sulfida. Tubuh bijih ini berkembang pada struktur pembawa yang berarah NE-SW hingga N-S. Kadar emas pada deposit ini antara 0.5-5 g/t dan di beberapa tempat dapat mencapai >10g/t. 5. Ali dan Marpaung (2009) Ali dan Marpaung (2009) melakukan penelitian mengenai geologi dan mineralisasi di Daerah Bakan dan Lanut dalam bentuk laporan perusahaan. Dalam penelitiannya terdapat perbandingan antara startigrafi Daerah Bakan dan Lanut. Daerah Bakan dan Lanut tersusun atas batuan dasar dari Sekuen Gunung api- Sedimenter Miosen. Lalu selanjutnya pada seri batuan Pliosen Daerah Lanut tersusun atas batuan vulkanik piroklastik-andesitan yang disebut sebagai Sekuen Lanut. Sedangkan di Daerah Bakan tersusun batuan vulkanik piroklastik dasitan yang disebut Sekuen Bakan. Selanjutnya pada seri batuan Pliosen tersusun oleh material vulkanik Gunung Ambang. Selain itu dalam penelitiannya juga dicantumkan perumuran mineralisasi yang terjadi baik secara relatif maupun absolut. 6. Van Leeuwen dan Pieters (2011) Van Leeuwen dan Pieters (2011) melakukan kajian menyeluruh mengenai endapan mineral di Lengan Utara Sulawesi yang berasal dari berbagai sumber. Salah satunya ulasan mengenai mineralisasi di Daerah Lanut. Mineralisasi di Daerah Lanut berada pada zona rekahan Kotamobago yang dikontrol oleh Sesar Regional Inobonto. Pada distrik ini terdapat empat macam endapan yaitu epitermal

11 sulfidasi tinggi Au di Prospek Riska dan Efendi. Epitermal sulfidasi menengah Au di Tobongan dan Lanut, porfiri Cu dan sistem air panas kaya akan logam. I.8. Keaslian Penelitian Daerah Lanut secara umum telah diteliti oleh Ali dan Marpaung (2009) meliputi kajian geologi dan mineralisasi. Begitu pula Prospek Riska yang berada dekat dengan Prospek Rasik dan Efendi telah diteliti oleh Nugroho dkk. (2005) secara detail meliputi kajian geologi dan mineralisasi secara rinci. Dalam penelitian kali ini akan dilakukan studi rinci pada Prospek Rasik dan Efendi yang ditekankan pada karakteristik alterasi hidrotermal, mineralisasi bijih, dan beserta kontrol geologi yang terkait serta paragenesis mineral pada Prospek Efendi-Rasik dan daerah sekitarnya. Selain itu juga membahas genesa pembentukan endapan tersebut. Penelitian ini sendiri dilakuan dalam skala 1:5000. Untuk mendukung penelitian tersebut maka dilakukan beberapa analisis yang mendukung seperti petrografi, mikroskopi bijih, geokimia bijih menggunakan FA-AAS (fire assay-atomic Spectrometry) dan penentuan komposisi mineral alterasi dalam batuan menggunakan ASD (Analytical Spectral Device) dan XRD (X-Ray Diffraction).