BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI. PERSYARATAN GELAR... ii. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

Informed Consent Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

DAFTAR ISI. Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kardiovaskularadalahsalah satu sistemyang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

ABSTRAK Latar belakang: Metode: Hasil: Simpulan: Kata Kunci:

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

HUBUNGAN ANGKA LEUKOSIT DENGAN KEJADIAN CARDIAC EVENT PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG A5 UPJ RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit infeksi ke arah penyakit degeneratif termasuk penyakit jantung koroner. Telah banyak kemajuan dalam pemahaman patofisiologi yang menjadi dasar untuk perbaikan penatalaksanaan dan pencegahan penyakit jantung koroner, namun ternyata penyakit jantung koroner masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas yang utama di negara berkembang, terutama yang berkaitan dengan kejadian sindrom koroner akut (SKA). Sindrom koroner akut merupakan istilah yang mewakili keadaan iskemia miokardium yang meliputi angina perktoris tidak stabil (APTS), non-st-elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-elevation myocardial infarction (STEMI). Sindrom koroner akut masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia yang memberikan beban finansial untuk pembiayaan sistem kesehatan di berbagai negara (Smith dkk., 2015). Diperkirakan terdapat 1,1 juta kasus SKA setiap tahunnya, dengan 74% diantaranya merupakan kasus infark miokard (Giugliano dan Braunwald, 2014). Infark miokard akut (IMA) merupakan bagian SKA yang mencakup STEMI dan NSTEMI. Diagnosis IMA didapatkan melalui pemeriksaan klinis berupa keluhan nyeri dada angina atau ekuivalen angina, pemeriksaan elektrokariografi, 1

2 pemeriksaan penanda biokimia, dan pencitraan (Montalescot dkk., 2006). Perkembangan diagnostik dan terapi untuk kasus infark miokard akut terus berkembang, namun IMA masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas akibat penyakit tidak menular di seluruh dunia, bertanggung jawab terhadap lebih dari 7 juta kematian global (12,7% dari seluruh kematian) pada tahun 2008 (Finegold dkk., 2013). Morbiditas dan mortalitas pada penderita IMA berhubungan dengan berbagai komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA. Komplikasi akibat terjadinya IMA dapat berupa komplikasi iskemik, mekanik, gangguan irama jantung, emboli dan kematian. Komplikasi mekanik penting akibat IMA adalah terjadinya gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan sampai terjadinya syok kardiogenik. Terjadinya syok kardiogenik pada pasien IMA merupakan prediktor utama kematian pasien IMA di rumah sakit. Gangguan irama jantung sebagai komplikasi IMA yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas antara lain adalah takiaritmia ventrikuler dan blok atrioventrikuler derajat tinggi (Nonogi, 2002, Abu-Assi dkk., 2010, Mullasari dkk., 2011). Syok kardiogenik pasca IMA merupakan hasil dari penurunan berat dari kontraktilitas miokard akibat kematian sel yang iskemik berkepanjangan. Syok kardiogenik berujung pada penurunan curah jantung, tekanan darah yang rendah, dan insufisiensi koroner yang lebih berat. Angka kematian akibat komplikasi syok kardiogenik pasca IMA sangat tinggi yaitu mencapai 50% (Hochman dkk., 2000). Gagal jantung adalah komplikasi berupa gangguan kontraktilitas ventrikel kiri atau

3 kanan pasca IMA. Terjadi pula peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang menyebabkan rangkaian proses edema paru akut yang memperburuk infark. Pada gagal jantung kanan, pengisian ventrikel kiri akan terganggu yang menyebabkan penurunan curah jantung secara mendadak. Mortalitas gagal jantung pasca IMA mencapai 36% (Jhund dan McMurray, 2008). Aritmia maligna meliputi kondisi takikardia supraventrikuler, atrial fibrilasi/flutter respon ventrikel cepat atau lambat dengan gangguan hemodinamik, takiaritmia ventrikuler (ventrikular fibrilasi/takikardia), serta blok atrioventrikuler derajat dua tipe dua dan blok total. Aritmia tersebut dapat menyebabkan gangguan hemodinamik pasca IMA dan kematian jantung mendadak. Kejadian dan mortalitas aritmia maligna pasca IMA dapat mencapai 20% (Piccini dkk., 2008). Komplikasi tersebut termasuk ke dalam kejadian kardiovaskuler mayor, yaitu komplikasi IMA yang berhubungan dengan survival pasien (Yasmin, 2014). Masih tingginya mortalitas dan morbiditas akibat komplikasi IMA mendorong adanya upaya untuk menyusun suatu sistem stratifikasi risiko pada pasien IMA. Sistem stratifikasi IMA yang banyak digunakan saat ini adalah sistem skoring dengan skor The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dan skor GRACE. Perhitungan skoring risiko dengan menggunakan skor TIMI dan skor GRACE merupakan upaya stratifikasi risiko non-invasif dengan memadukan keadaan klinis, hemodinamik, elektrokardiografi, angiografi, dan nilai troponin (de Araújo Gonçalves dkk., 2005, Masood dkk., 2009). Sayangnya pemeriksaan nilai troponin atau angiografi merupakan suatu pemeriksaan yang khusus, sehingga diperlukan pemeriksaan yang lebih sederhana, mudah dan cost-effective yang dapat

4 digunakan sebagai upaya stratifikasi risiko pasien infark miokard akut. Stratifikasi risiko secara dini pada seluruh pasien IMA sangat penting dilakukan untuk menentukan strategi penatalaksanaan dan prognosis. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien IMA baik kasus STEMI maupun NSTEMI pada hakekatnya adalah sama yaitu mengatasi penurunan aliran darah akibat ruptur plak aterosklerosis arteri koroner, walaupun pada STEMI dilakukan terapi reperfusi yang segera dibandingkan dengan NSTEMI. Penatalaksanaan yang baik dan tepat akan mampu mengurangi lama perawatan pasien di rumah sakit. Perawatan pasien di rumah sakit merupakan salah satu indikator ketepatan dan efektivitas proses diagnostik serta terapeutik pasien IMA (Seghieri dkk., 2012). Penatalaksanaan pasien IMA berkaitan erat dengan patogenesis dasar terjadinya sindrom koroner akut yaitu terjadinya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koroner (Dziewierz dkk., 2009). Setelah terjadinya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koroner maka segera terjadi aktivasi dari platelet. Aktivasi platelet kemudian memiliki peran yang sangat penting dalam rangkaian kejadian trombosis yang menyebabkan terjadinya infark miokard (Endler dkk., 2002). Aktivasi platelet pada tempat terjadinya cedera vaskuler akibat ruptur plak aterosklerosis akan mendorong pelepasan berbagai macam substansi dan mediator proses koagulasi, inflamasi, dan trombosis. Aktivasi platelet yang tinggi akan memiliki potensi trombotik yang tinggi sehingga menyebabkan terjadi IMA yang berat dan risiko terjadinya komplikasi kejadian kardiovaskuler mayor juga lebih tinggi (Lippi dkk., 2009, Chu dkk., 2010).

5 Telah diketahui bahwa peningkatan aktivitas platelet berhubungan dengan ukuran dari platelet. Platelet berukuran besar secara enzimatik dan metabolik lebih aktif dibandingkan dengan platelet berukuran kecil, dan memiliki potensi trombotik yang lebih besar. Platelet berukuran besar mengekspresikan protein permukaan prokoagulan yang tinggi, seperti P-selectin dan glycoprotein IIIa. Peningkatan aktivitas platelet secara signifikan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap kejadian infark miokard (Endler dkk., 2002). Telah diketahui pula bahwa peningkatan pelepasan platelet ukuran besar tersebut menetap sampai saat pasien dengan infark miokard telah keluar rumah sakit. Hal tersebut mendukung bahwa platelet berukuran besar pada pasien dengan infark miokard merupakan proses kronis dan bukan merupakan hasil dari terjadinya infark miokard (Khandekar dkk., 2006). (Endler dkk., 2002). Pada seorang individu, platelet bervariasi dalam hal ukuran dan densitas. Berbagai macam metode pengukuran aktivasi platelet telah dilakukan untuk mengidentifikasi individu yang memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya kejadian kardiovaskuler, namun pengukuran aktivasi platelet masih berada pada tingkat penelitian yang belum terintegrasi pada tingkat pemeriksaan yang rutin untuk mengambil keputusan klinis. Alasan yang potensial termasuk di dalamnya adalah belum adanya data yang cukup tentang metode yang optimal untuk pengukuran aktivitas platelet, tidak diketahuinya titik potong yang optimal untuk menilai peningkatan risiko, dan tidak pastinya interpretasi serta kegunaan klinis hasil pemeriksaan yang didapatkan.

6 Banyak metode pemeriksaan aktivitas platelet telah dikembangkan, namun pemeriksaan langsung terhadap aktivasi platelet misalnya dengan pemeriksaan platelet aggregometry merupakan pemeriksaan yang mahal, memakan waktu yang lama, dan memerlukan peralatan yang khusus (Chu dkk., 2010). Kondisi tersebut menyebabkan pemeriksaan aktivasi platelet secara tidak langsung. Telah diketahui bahwa aktivasi platelet berhubungan dengan ukuran platelet. Ukuran platelet juga telah diketahui dapat direfeleksikan oleh pengukuran volume platelet. Volume platelet dapat diketahui melalui indeks volume platelet (platelet volume indices) pada pemeriksaan hematologi rutin (Khandekar dkk., 2006). Indeks volume platelet, termasuk di dalamnya adalah plateletcrit (PCT), platelet distribution width (PDW), dan mean platelet volume (MPV) telah tersedia pada pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan blood cell counters otomatis sejak beberapa tahun terakhir (Giovanetti dkk., 2011). Berbagai studi telah berusaha untuk mencari parameter indeks platelet yang terbaik yang dapat menggambarkan peningkatan aktivasi platelet. Dari seluruh parameter indeks platelet, MPV dapat memberikan refleksi perubahan baik pada tingkat stimulasi platelet ataupun kecepatan produksi platelet (Khandekar dkk., 2006). Telah ditemukan pula bahwa MPV berhubungan dengan penanda peningkatan aktivitas platelet yang lain termasuk peningkatan agregasi platelet, peningkatan sintesis thromboxane, dan pelepasan β-thromboglobulin (Chu dkk., 2010), sehingga dengan demikian aktivasi platelet dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan MPV. Pemeriksaan MPV merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap rutin, sehingga pemeriksaan MPV merupakan pemeriksaan biomarker yang penting,

7 sederhana, mudah, dan cost-effective yang dapat digunakan untuk menggambarkan aktivasi platelet dan berhubungan dengan kejadian infark miokard akut (Khandekar dkk., 2006) Pengaruh berbagai variabel dalam pengukuran indeks platelet menyebabkan berbagai studi menyarankan untuk masing-masing studi menetapkan nilai rujukan masing-masing (Giovanetti dkk., 2011) Berbagai studi telah menemukan hubungan antara MPV dengan penyakit jantung koroner (PJK) dan kejadian infark miokard akut (Khandekar dkk., 2006). Meta analisis dan systematic review oleh Chu dkk. (2009) pada total 2809 pasien yang bertujuan mencari hubungan antara MPV dan infark miokard akut dan kejadian kardiovaskuler lainnya ditemukan bahwa peningkatan MPV berhubungan dengan kejadian IMA (Chu dkk., 2010). Telah ditemukan juga bahwa MPV lebih tinggi pada pasien IMA dibandingkan dengan pasien PJK stabil, namun belum ada penelitian yang menghubungkan antara MPV dengan kejadian kardiovaskular mayor pasca IMA. Mean platelet volume yang tinggi akan menggambarkan aktivasi platelet yang tinggi pada pasien IMA sehingga diharapkan mampu berperan sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, akan dilakukan penelitian mengenai peranan MPV yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskuler mayor pada pasien IMA selama perawatan di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan karena belum terdapat studi yang meneliti peningkatan aktivasi platelet yang ditunjukkan oleh nilai MPV yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskuler mayor pada populasi pasien IMA. 1.2 Rumusan Masalah

8 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : apakah mean platelet volume yang tinggi merupakan prediktor kejadian kardiovaskuler mayor pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui peran MPV pada prognosis pasien IMA. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui MPV yang tinggi sebagai prediktor kejadian kardiovaskuler mayor pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik/Ilmiah Manfaat akademik dari penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi ilmiah berupa : 1.4.1.1 Sebagai data dasar dan pedoman dalam stratifikasi risiko pasien IMA. 1.4.1.2 Sebagai dasar untuk memperkaya bukti ilmiah mengenai penggunaan MPV sebagai pemeriksaan penanda biokimiawi yang penting, sederhana, mudah, dan cost-effective untuk prognosis pasien IMA. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan kontribusi berupa penggunaan MPV sebagai stratifikasi risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA, sehingga dapat dilakukan pemberian terapi yang lebih agresif.