BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokardium Non Elevasi Segmen ST SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokardium yang disebabkan penurunan aliran darah koroner yang bersifat tiba-tiba (Amsterdam, 2014) Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA yang dikeluarkan oleh PERKI tahun 2015 diagnosis SKANEST yang terdiri dari IMANEST dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa adanya elevasi segmen ST yang persisten pada dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. IMANEST dan APTS dibedakan berdasarkan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi IMANEST. Pada APTS marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada SKA, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (Irmalita, 2015). Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA oleh PERKI tahun 2015 depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mv di sadapan V1-V3 dan 0,1 mv di sadapan lainnya. Inversi gelombang T yang simetris 0,2 mv mempunyai spesifisitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG diagnostik dikategorikan sebagai perubahan EKG nondiagnostik (Irmalita, 2015). Pasien dengan IMANEST memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan APTS. Pasien dengan APTS memiliki risiko kematian jangka pendek sebesar 1,5-2,0% sedangkan pasien dengan IMANEST dan IMAEST memiliki risiko yang hampir sama yakni 3-5% (Braunwald E 2012).

2 Stratifikasi Risiko Pasien IMANEST SKANEST memiliki spektrum klinis dan risiko yang amat lebar maka proses stratifikasi risiko harus dilakukan sesegera mungkin. Stratifikasi risiko awal memiliki peranan penting dalam menentukan prognosis dan strategi pengobatan yang akan dilakukan (Hamm, 2011; Akkerhuis, 2001). Stratifikasi risiko adalah suatu proses berkelanjutan hingga pasien dipulangkan dari rumah sakit dan proses ini dapat mengubah berbagai strategi pengobatan setiap waktunya. Bahkan setelah pasien dipulangkan, pasien masih dapat berada dalam risiko tinggi untuk terjadinya KKvM (Hamm, 2011). Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang paling sering digunakan adalah skor TIMI dan GRACE. Skor TIMI dihasilkan dari penelitian TIMI 11b dan divalidasi pada beberapa percobaan seperti TACTICS-TIMI 18. Kekurangan dari skor TIMI adalah ketidakmampuannya untuk mendiskriminasi risiko secara lebih rinci. Skor GRACE merupakan skor paling mutakhir namun lebih rumit dan membutuhkan penggunaan aplikasi komputer dalam penghitungannya. Satu skor lagi yang tidak terlalu terkenal adalah skor PURSUIT (Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable angina: Receptor Suppression Using Integrilin Therapy). Pada suatu penelitian oleh Goncalves dkk yang meneliti penggunaan skor GRACE, TIMI, dan PURSUIT pada populasi yang sama di suatu pusat kesehatan pada 460 pasien. Hasilnya terlihat bahwa skor GRACE merupakan yang terbaik dalam menilai risiko kematian atau infark miokardium dalam 1 tahun (De Araujo Goncalves, 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian Aragam dkk yang melihat bahwa daya diskriminasi skor GRACE lebih baik dibandingkan TIMI (Aragam, 2009). Perbandingan variabel yang digunakan dari ketiga skor di atas dapat dilihat pada tabel 2.1.

3 8 Tabel 2.1. Perbandingan tiga sistem skor pada SKANEST (Chandra, 2012) Variabel TIMI GRACE PURSUIT Usia 65 tahun Resiko meningkat pada usia Resiko meningkat pada usia Jenis kelamin Tidak dipertimbangkan Tidak dipertimbangkan Laki-laki meningkat 1.0 Faktor resiko 3 faktor resiko konvensional Angina 1 episode angina saat istirahat Tergantung klasifikasi CCS dalam 24 jam Penggunaan aspirin 1 minggu sebelum SKA Frekuensi denyut Skor meningkat jantung Tekanan darah sistolik pada Peningkatan TD menurunkan resiko Henti jantung saat tiba di RS Perubahan EKG Kelas killip Enzim jantung Kreatinin serum Angiografi koroner Keterangan : : termasuk dalam variabel penilaian Skor GRACE pada IMANEST Skor GRACE adalah sistem skor yang direkomendasikan oleh pedoman tatalaksana oleh ESC yang diaplikasikan pada saat pasien masuk dan pulang. Klasifikasi GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan, 1 tahun, dan 3 tahun setelah keluar dari rumah sakit (Granger, 2003; Elbarouni, 2009). Skor GRACE dan klasifikasinya dapat dilihat pada tabel 2.2. dan 2.3.

4 9 Tabel 2.2. Skor GRACE untuk SKANEST (Granger, 2003) Prediktor Skor Usia dalam tahun < Laju denyut jantung (kali per menit) < > Tekanan darah sistolik (mmhg) < >200 0 Kreatinin (μmol/l) Gagal jantung berdasarkan Killip I 0 II 21 III 43 IV 64 Henti jantung saat tiba di RS 43 Peningkatan marka jantung 15 Deviasi segmen ST 30

5 10 Tabel 2.3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor GRACE (Fox, 2006; Hamm, 2011) Prediktor Kematian di RS Prediktor Kematian 6 bulan Skor Risiko Skor Risiko 108 <1% 88 Rendah (<3%) % Sedang (3-8%) >140 >3% >118 Tinggi (>8%) Penentuan Risiko Pasien IMANEST Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, pada pedoman tatalaksana oleh ESC yang diadopsi oleh PERKI pasien juga dibagi dalam beberapa kelompok risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi (Hamm, 2011). Penentuan risiko ini berperan dalam penentuan perlu atau tidaknya dilakukan strategi invasif seperti terlihat pada tabel Tabel 2.4. Kriteria stratifikasi risiko sangat tinggi dan tinggi untuk strategi invasif berdasarkan pedoman tatalaksana ESC 2011 (Hamm, 2011) Kelompok Risiko Risiko Sangat Tinggi Risiko Tinggi Primer Sekunder Kriteria Angina refrakter Gagal jantung akut Aritmia ventrikel mengancam jiwa Keadaan hemodinamik tidak stabil Kenaikan atau penurunan troponin yang relevan Perubahan gelombang T atau segmen ST yang dinamis (simptomatik maupun tanpa gejala) Diabetes mellitus Insufisiensi ginjal (egfr <60 ml/menit/1,73m 2 ) Penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%) Paska infark baru Riwayat IKP dalam 1 bulan Riwayat CABG Skor GRACE menengah hingga tinggi 2.3. Ekokardiografi Pada Pasien IMANEST Penggunaan ekokardiografi pada pasien IMA memiliki beberapa peranan, antara lain: 1. Diagnosis IMA pada pasien dengan nyeri dada dimana hasil EKG tidak memberikan gambaran spesifik. Ekokardiografi dapat memberi hasil diagnosis

6 11 adanya abnormalitas gerakan miokardium secara cepat. Abnormalitas ini merupakan akibat dari adanya infark miokardium (Cheitlin, 2003). 2. Estimasi besarnya miokardium yang terkena dampak IMA dan melihat perbedaan luasnya infark setelah terapi reperfusi. Fungsi sistolik global dan regional ventrikel kiri dapat meningkat terutama setelah terapi reperfusi (Cheitlin, 2003). 3. Evaluasi pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik (Cheitlin, 2003). 4. Deteksi komplikasi. Ekokardiografi juga berguna dalam melihat adanya komplikasi dari IMA yakni perluasan disfungsi miokardium, abnormalitas katup, defek septum interventrikular, dan ruptur miokardium (Cheitlin, 2003). 5. Stratifikasi risiko. Indikator prognostik yang paling kuat pada pasien pasca IMA adalah derajat disfungsi sistolik ventrikel kiri, volume ventrikel kiri, bentuk ventrikel kiri (sferisitas), adanya abnormalitas gerakan miokardium akibat suatu PJK, regurgitasi mitral, disfungsi diastolik, dan adanya gagal jantung (Braunwald, 2012; Bursi, 2006; Cheitlin, 2003; Scirica, 2010; Vartdal, 2007; Wong, 2004) Sebagai alat non invasif yang mudah dan dapat dilakukan sewaktu-waktu maka ekokardiografi menjadi alat yang sangat berguna pada pasien IMA (Cheitlin, 2003) Pemeriksaan FEVK Pada Pasien IMANEST Berdasarkan kaskade iskemia, yang dimunculkan oleh Hauser dkk tahun 1985 terjadi tahapan kejadian klinis yang terjadi sejalan dengan iskemia. Perfusi ke miokardium ditentukan oleh aliran darah koroner dan konsumsi oksigen oleh miokardium. Adanya ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan ini akan menyebabkan terjadinya iskemia. Kejadian ini dapat menimbulkan manifestasi klinis atau tidak. Ekokardiografi dapat menilai terjadinya perubahan patofisiologi ini mulai dari tahap awal dan lebih sensitif dibandingkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan EKG (Herzog, 2009; Nesto, 2009).

7 12 Gambar 2.1. Kaskade Iskemia (Herzog E 2009) Sekali terjadi ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen dan melewati ambang batas maka akan terjadi abnormalitas fungsi miokardium. Karakteristik dari disfungsi akibat iskemia adalah terjadi gangguan secara regional sesuai dengan distribusi aliran koroner. Segmen yang dinilai adalah 17 segmen berdasarkan ketetapan dari American Society of Echocardiography (ASE). Segmen yang paling awal terpengaruh adalah yang paling distal. Seperti contoh pada kasus oklusi total pada pembuluh darah Left Anterior Descending (LAD) maka terjadi abnormalitas mulai dari paling distal yakni di daerah apeks, kemudian diikuti daerah medial dan basal. Pengukuran fungsi sistolik lebih bermakna dibandingkan pengukuran fungsi diastolik dalam diagnosis, pengobatan, dan prognosis pasien dengan SKA (Herzog E 2009). Oklusi dari pembuluh darah koroner epikardium pada saat SKA akan mengakibatkan kehilangan fungsi kontraksi dari segmen miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut. Luasnya kerusakan ini bergantung pada keparahan dan lamanya terjadi oklusi. Pada pasien APTS, gerakan dinding biasanya masih normal kecuali pemeriksaan dilakukan pada saat episode nyeri dada. Pada pasien IMANEST oklusi biasanya terjadi pada cabang pembuluh darah pada pasien dengan distribusi kolateral yang sudah tersedia. Maka kehilangan kontraktilitas biasanya terbatas

8 13 pada daerah subendokardium. Namun pada pemeriksaan ekokardiografi transtoraks biasa terlihat pada seluruh lapisan dinding jantung. Sedangkan pada IMAEST, oklusi biasa terjadi pada pembuluh darah utama tanpa tersedia pembuluh kolateral sehingga terjadi gangguan kontraktilitas lebih luas (Herzog, 2009). Herzog (2009) menyatkan perhitungan luasnya kerusakan kontraktilitas dilakukan semikuantitatif dengan menggunakan tiga parameter, yaitu: 1. Keparahan kehilangan kontraktilitas a. Normal : kontraktilitas bagus b. Hipokinetik : kontraktilitas berkurang parsial c. Akinetik: kontraktilitas tidak ada d. Diskinesis: gerakan paradoks dari segmen yang terkena pada saat sistol e. Aneurisma: pergerakan ke arah luar dari segmen yang terkena pada saat sistol dan diastol 2. Jumlah dan lokasi terjadinya disfungsi miokardium 3. Kemungkinan area distribusi koroner yang terlibat Gambar 2.2. Perkembangan disfungsi miokardium pada SKA (Herzog, 2009). Penghitungan fungsi sistolik global dapat dengan menggunakan indeks skor gerakan dinding dan FEVK. Penghitungan yang paling sering digunakan dalam menilai fungsi sistolik global adalah pemeriksaan FEVK dimana pemeriksaan ini lebih praktis (Rimington, 2007). Pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung

9 14 volume sistolik dan diastolik ventrikel kiri dan membaginya dengan rumus pada gambar 2.3. Gambar 2.3. Metode pengitungan FEVK (Rimington, 2007) Nilai FEVK yang didapatkan kemudian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan seperti terlihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Tingkatan fungsi sistolik berdasarkan FEVK (Rimington, 2007) Normal Menurun ringan Menurun sedang Menurun berat 55% 45-54% 30-44% <30% Penghitungan ini dapat dilakukan dengan metode Teichholtz dengan modalitas M-mode dan metode Simpson dengan menghitung volume. Penghitungan dengan metode Teichholtz ini hanya bisa dilakukan bila tidak terjadi abnormalitas gerakan dinding. Dikarenakan pada IMA terjadi abnormalitas gerakan dinding jantung maka sebaiknya dilakukan penghitungan dengan metode Simpson (Rimington, 2007). Pengukuran ini dapat dilakukan manual dan pada beberapa alat ekokardiografi dapat dilakukan secara semiotomatis dimana pemeriksa cukup melakukan pelacakan batas endokardium ventrikel kiri pada saat sistol dan diastol, kemudian mesin akan menghitungnya secara otomatis seperti pada gambar 2.4 (Herzog, 2009, Otterstad, 2002)

10 15 Gambar 2.4. Penghitungan FEVK menggunakan rumus Simpson secara semiotomatis (Herzog, 2009) Walaupun penghitungan dengan metode Simpson lebih akurat namun pada penelitian Arora dkk yang melihat perbedaan penghitungan FEVK dengan metode Teichholtz dengan Simpson pada pemeriksaan Cardiac Magnetic Resonance Imaging (CMRI), menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan pada rata-rata FEVK (Arora, 2010). Pada beberapa keadaan dimana terjadinya regurgitasi aorta dan mitral maka pengukuran dengan metode Simpson juga memiliki kekurangan dimana metode ini menghitung volume sekuncup yang merupakan jumlah dari volume regurgitan ditambah volume sekuncup sebenarnya sehingga memberi hasil yang lebih tinggi dari normal (Herzog, 2009). Pemeriksaan FEVK dinilai lebih akurat dibandingkan dengan indeks skor gerakan dinding. Hal ini karena pada pemeriksaan indeks skor gerakan dinding tidak memperkirakan daerah yang normal dan hiperdinamik pada pasien IMA. Sebagai contoh pada dua pasien dengan IMA akibat oklusi di LAD. Satu pasien mengalami hiperkinesis gerakan dinding, satu lagi tidak. Bila dengan penghitungan indeks skor gerakan dinding maka nilainya akan sama sedangkan bila dengan FEVK maka pasien dengan hiperkinesis akan memperlihatkan nilai lebih tinggi (Herzog, 2009). Berdasarkan pedoman tatalaksana SKANEST oleh European Society of Cardiology (ESC) tahun 2015, pemeriksaan fungsi sistolik global dan regional

11 16 ventrikel kiri menempati rekomendasi kelas I tingkat bukti C dalam diagnosis (Roffi, 2015). Berbagai penelitian telah memperlihatkan bahwa FEVK merupakan salah satu prediktor yang paling kuat dalam menilai prognosis pasien dengan penyakit jantung iskemik termasuk SKA (Herzog, 2009; Multicenter Postinfarction Research Group, 1983). Pada pasien IMA, FEVK merupakan prediktor paling kuat untuk mortalitas dan risiko aritmia mengancam jiwa pada pasien IMA. Setelah kejadian SKA terlewati, maka FEVK tersisa juga menjadi indikator penting dalam penatalaksanaan pasien, yakni dalam penentuan pemakaian alat bantu implantable cardioverter-defibrillator (ICD) (Herzog, 2009; Zorzi, 2015). Pada pasien dengan gagal jantung paska IMA, maka terdapat grafik yang linear antara mortalitas dengan nilai FEVK (Curtis, 2003; Herzog, 2009). Gambar 2.5. Hubungan FEVK dengan mortalitas pasien gagal jantung paska IMA (Herzog, 2009) 2.4. Nilai Prognostik FEVK dan Skor GRACE pada Pasien SKA dan IMANEST Penelitian Bedetti dkk pada 487 pasien SKA tahun 2008 menunjukkan bahwa echo score merupakan suatu prediktor yang sangat kuat dalam memprediksi KKvM. Echo score ini terdiri dari nilai FEVK, ultrasound lung comets (ULCs),

12 17 dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Rentang skornya dari nilai 0 hingga 9. Skornya dapat dilihat pada tabel 2.6 (Bedetti, 2010). Tabel 2.6 Penilaian Echo Score (Bedetti, 2010) Skor FEVK 50% 40-49% 30-39% <30% TAPSE 20mm mm mm <10 mm ULCs >30 Penilaian echo score ini terbukti akurat dalam memprediksi keluaran klinis pasien dengan SKA. Pada uji Kaplan-Meier terlihat bahwa nilai echo score terbukti memberikan nilai prognostik kematian selama dan 6 bulan. Pada uji multivariat, nilai echo score juga terlihat bermakna bersama skor GRACE, bahkan lebih tinggi dibandingkan skor GRACE. Lebih khususnya, nilai echo score sangat baik diaplikasikan pada pasien risiko sedang untuk memprediksi lebih lanjut risiko pasien (Bedetti, 2010). Penelitian Liu dkk tahun 2011 yang meneliti nilai prediktif penambahan HbA1C pada skor GRACE pada 549 pasien SKA tanpa diabetes militus (DM) yang menjalani intervensi koroner perkutan (IKP) memperlihatkan bahwa FEVK dan skor GRACE serta nilai HbA1C bermakna dalam memprediksi KKvM yakni kematian dan IMA nonfatal. FEVK dan skor GRACE juga terlihat konsisten memberikan nilai prognostik bahkan setelah dilakukan uji univariat dan multivariat (Liu, 2015). Penelitian Kobayashi dkk yang meneliti nilai prognostik left ventricular end diastolik pressure (LVEDP) pada 367 pasien NSTEMI tahun yang menjalani prosedur angiografi koroner terhadap KKvM (mortalitas dan gagal jantung akut selama perawatan) memperlihatkan bahwa peningkatan LVEDP >22 mmhg berhubungan dengan risiko KKvM. Nilai FEVK terlihat berhubungan secara signifikan dengan nilai LVEDP. Pasien dengan LVEDP < 22 mmhg memiliki nilai rerata FEVK sebesar 60% dibandingkan dengan 52% pada pasien dengan LVEDP >22 mmhg (Kobayashi, 2015). Penelitian Zorzi dkk tahun 2015 yang meneliti faktor-faktor risiko terjadinya aritmia mengancam jiwa (takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel) dan kematian selama perawatan pada populasi pasien IMANEST menunjukkan bahwa

13 18 dari 1325 pasien (69.7% pria, usia rata-rata 70 tahun) angka kejadian aritmia mengancam jiwa sebesar 1.5% dan kematian sebesar 4.7%. Prediktor independen kejadian aritmia mengancam jiwa adalah skor GRACE >140 (odds ratio = % CI , nilai p 0.01) dan FEVK < 35% (OR=3.7 95% CI , nilai p 0.006). Kedua parameter ini juga bermakna dalam prediksi kematian dengan OR masingmasing sebesar 11.9 dan 3.7. Probabilitas kumulatif pasien dengan skor GRACE >140 dan FEVK <35% untuk mengalami aritmia mengancam jiwa sebesar 9.2% dan kematian sebesar 23%. Hal ini sangat bermakna dibandingkan pada pasien dengan skor GRACE 140 namun dengan FEVK 35% yang hanya 0.2% risiko aritmia mengancam jiwa dan 0% risiko kematian. Probabilitas kumulatif dapat dilihat pada beberapa gambar 2.6. dan 2.7. (Zorzi, 2015). Gambar 2.6. Stratifikasi risiko untuk kejadian aritmia mengancam jiwa selama perawatan. Piramida risiko berdasarkan skor GRACE dan FEVK (Zorzi, 2015)

14 19 Gambar 2.7. Stratifikasi risiko untuk kejadian kematian selama perawatan. Piramida risiko berdasarkan skor GRACE dan FEVK (Zorzi, 2015) Penelitian Barthel dkk yang meneliti nilai prognostik laju pernafasan sebagai prediktor risiko mortalitas jangka panjang (hingga 5 tahun) pada 941 pasien dengan IMA pada tahun 2005 juga memperlihatkan bahwa FEVK dan skor GRACE merupakan prediktor independen untuk mortalitas (Barthel, 2013). Pada uji statistik log-rank di studi Barthel dkk ini memperlihatkan bahwa pada pasien dengan skor GRACE < 120, berapapun nilai FEVK dan laju respirasi, tidak akan memperlihatkan pengaruh nilai prognostik yang signifikan. Sebaliknya pada nilai skor GRACE 120, kedua nilai baik laju pernafasan maupun nilai FEVK memberikan nilai prognosis yang signifikan seperti terlihat pada gambar 2.8 (Barthel, 2013).

15 20 Gambar 2.8. Nilai kumulatif rata-rata untuk resiko kematian berdasarkan skor GRACE, frekuensi pernafasan, dan FEVK (Barthel, 2013) Studi Guler dkk pada 115 pasien SKANEST tahun 2009 yang meneliti nilai prognostik penambahan nilai lipoprotein(a) [Lp(a)] pada skor GRACE memperlihatkan bahwa variabel yang signifikan untuk memprediksi KKvM (kematian dan rehospitalisasi dalam 1 tahun) pada uji univariat adalah kadar hemoglobin, kraetinin, usia, FEVK, riwayat IMA, dan kelas Killip. Namun kemudian pada uji multivariat yang bermakna hanya riwayat IMA dan kadar Lp(a). Pada studi ini dilakukan uji penambahan nilai Lp(a) pada skor GRACE dan terlihat memberikan penambahan nilai prognostik. (Guler, 2013). Penelitian Abu-Assi dengan jumlah populasi yang cukup besar yakni 5985 pasien dengan SKA tahun 2010 yang bertujuan melihat apakah FEVK kiri memberikan peningkatan nilai prognostik pada skor GRACE memperlihatkan bahwa nilai FEVK tidak memberikan penambahan nilai prognostik (Abu-Assi, 2010).

16 Kerangka Teori Gambar 2.9. Diagram Kerangka Teori

17 Kerangka Konsep Gambar Diagram Kerangka Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokard yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

Informed Consent Penelitian

Informed Consent Penelitian 62 Lampiran 1. Lembar Kerja Penelitian Informed Consent Penelitian Yth. Bapak/Ibu.. Perkenalkan saya dr. Ahmad Handayani, akan melakukan penelitian yang berjudul Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. Terhitung sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi ini terjadi perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan gangguan pembukaan, sehingga aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal

Lebih terperinci

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 1 M.Fajar Sidiq, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada

Lebih terperinci

TESIS MAGISTER. Oleh AHMAD HANDAYANI NIM:

TESIS MAGISTER. Oleh AHMAD HANDAYANI NIM: PENAMBAHAN NILAI FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI PADA SKOR GRACE SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULER MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARDIUM AKUT NON ELEVASI SEGMEN ST TESIS MAGISTER Oleh AHMAD HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI

DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI No. Variabel Definisi Operasional dan Kode Cara Ukur 1 Rumah Sakit Nama fasilitas kesehatan yang mengisi formulir data sindrom koroner akut istemi 2 RM

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan

Lebih terperinci

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu penyakit dalam. 2. Waktu Pengambilan Sampel Waktu pengambilan sampel

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) >139 mmhg dan/ atau, Tekanan Darah Diastolik (TDD) >89mmHg, setelah dilakukan pengukuran rerata

Lebih terperinci

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik DIAGNOSIS Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

MODUL SINDROMA KORONER AKUT PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND

MODUL SINDROMA KORONER AKUT PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND MODUL SINDROMA KORONER AKUT PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral adalah penyakit kelainan katup jantung yang menyebabkan terlambatnya aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri pada fase diastolik disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS)

Lebih terperinci

PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT. Disusun oleh: PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2015 EDISI KETIGA

PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT. Disusun oleh: PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2015 EDISI KETIGA PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT Disusun oleh: PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2015 EDISI KETIGA PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT Disusun oleh: PERHIMPUNAN DOKTER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Jantung Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang disebut diastol dan periode kontraksi yang disebut sistol. Diastol merupakan bagian dari siklus jantung dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah gangguan vaskular yang disebabkan oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli yang mengganggu struktur maupun fungsi aorta dan

Lebih terperinci

Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi

Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi 5.2.2. Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi I WAKTU Mengembangkan Kompetensi Sesi di dalam kelas Sesi dengan fasilitasi Pembimbing Sesi praktik dan pencapaian kompetensi Hari:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR ISI. Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii DAFTAR SINGKATAN... xviii BAB I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

ECHO-GUIDED HEMODYNAMIC INTERVENTION. April Retno Susilo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

ECHO-GUIDED HEMODYNAMIC INTERVENTION. April Retno Susilo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta ECHO-GUIDED HEMODYNAMIC INTERVENTION April Retno Susilo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Ekokardiografi di ICU Penggunaan echokardiografi di ICU meningkat, non-invasif Instabilitas HD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah sindrom koroner akut (Lilly, 2011). Sindom koroner akut (SKA) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian terdiri dari 17 pasien DM tipe 2 dengan HbA1C < 7% (rerata usia 63,12 ± 9,38 tahun; 22,7%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossectional ( potong lintang) yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

Definisi Rehab Jantung

Definisi Rehab Jantung Rehab Jantung Definisi Rehab Jantung Serangkaian kegiatan diperlukan untuk mempengaruhi penyebab penyakit jantung dan mencapai kondisi fisik, mental dan sosial terbaik, sehingga mereka dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung (Siregar, 2011). Penyebab IMA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Infark Miokard Akut 2.1.1 Definisi dan etiologi infark miokard akut Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sindroma Koroner Akut II.1.1. Definisi Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama SKA akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital dr Jetty RH Sedyawan SpJP K FIHA FAsCC Sindroma koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu spektrum penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium terhadap oksigen yang disediakan oleh pembuluh darah koroner.

Lebih terperinci

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN Faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien Sindroma Koroner Akut selama periode Januari sampai dengan Desember 2011 di RSUP. H. Adam Malik Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian

Lebih terperinci

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY DEFINISI Kardiomiopati (cardiomyopathy) adalah istilah umum untuk gangguan otot jantung yang menyebabkan jantung tidak bisa lagi berkontraksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 11,12 Poplack dan Varat menyatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homeostassis dari hormon ini sangat penting bagi pengoptimalan dari fungsi

BAB I PENDAHULUAN. homeostassis dari hormon ini sangat penting bagi pengoptimalan dari fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hormon tiroid mempengaruhi setiap sel, jaringan dan organ di tubuh, dan homeostassis dari hormon ini sangat penting bagi pengoptimalan dari fungsi jantung. 1 Hormon

Lebih terperinci

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan ANGINA PECTORIS Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan Angina pectoris: Nyeri dada akibat berkurangnya suplai O2 ke jantung Berkaitan dengan penyakit jantung koroner / atherosklerosis.

Lebih terperinci