BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DEFINISI KASUS MALARIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN


BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap derajat kesehatan masyarakat. macam penyakit menular yang seringkali berakibat kematian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

ANALISIS MODEL PENYEBARAN MALARIA YANG BERGANTUNG PADA POPULASI MANUSIA DAN NYAMUK SKRIPSI. Oleh : Renny Dwi Prastiwi J2A

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

Penyakit Endemis di Kalbar

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria 2.1.1 Defenisi Penyakit Malaria adalah penyakit yang di sebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia dan di tularkan oleh nyamuk Anopheles betina dan merupakan penyakit yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupun kronis. 2.1.2. Epidemiologi Malaria Penyakit malaria terbesar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis lintang 60 utara dan 40 lintang selatan, meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk dunia yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia saat ini. Setiap tahun kasus malaria berjumlah 300-500 juta mengakibatkan 1,5 sampai dengan 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Sub-Sahara. Berdasarkan data-data epidemiologi WHO diperkirakan 56% dari penduduk dunia hidup di daerah di mana malaria masih merupakan problema kesehatan masyarakat terutama Indonesia (Prabowo, 2004). Upaya penanggulangan malaria telah menunjukkan keberhasilan pada beberapa periode, tetapi kasus malaria kembali menunjukkan peningkatan sejak tahun 1998. Berdasarkan laporan yang diterima dari dinas kesehatan se-jawa-bali ditemukan adanya peningkatan annual parasite incidence (API) dari 0,07 perseribu penduduk pada tahun 1995 menjadi 0,62 per seribu penduduk dalam tahun 2001 (Soegijanto, 2006). Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk baru dari daerah nonendemik sering terjadi wabah yang menimbulkan banyak kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia hidup di mana terjadi penularan malaria (Soegijanto, 2006). 2.1.3. Etiologi dan Penularan Malaria Ada empat tipe Plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax, sedangkan malaria lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.

Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 60 spesies yang berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria (Prabowo,2004). Nyamuk Anopheles relatif sulit membedakan cirinya dengan jenis nyamuk yang lain, kecuali dengan menggunakan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging pada malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah. Juga kebiasaan sesudah menghisap darah, nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari (Depkes, 2003). Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004). Saat menggigit nyamuk mengeluarkan sporozoit yang masuk ke peredaran darah tubuh manusia sampai sel-sel hati manusia. Setelah satu sampai dua minggu digigit, parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah merah dan memakan haemoglobin yang membawa oksigen dalam darah. Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil dan menyebabkan anemia (Depkes, 2001). Nyamuk Anopheles betina yang menggigit orang sehat, maka parasit itu dipindahkan ke tubuh orang sehat dan jadi sakit. Seorang yang sakit dapat menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim penularan (3 bulan di mana jumlah nyamuk meningkat) (Depkes, 2001). Penularan secara non-alamiah terjadi jika bukan melalui gigitan nyamuk anopheles melainkan dengan cara malaria bawaan (kongenital). Hal ini merupakan malaria pada bayi baru lahir yang ibunya menderita malaria penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala pada bayi baru lahir berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta kuning pada selaput lendir. Keadaan ini dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya. Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi. Selain itu penularan non alamiah dapat dengan cara transfusion malaria, yaitu infeksi malaria yang di tularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ (Prabowo, 2004).

2.1.4. Faktor Resiko Malaria Faktor lingkungan (enviroment) meliputi beberapa faktor yaitu, faktor fisik yang dimana suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu, makin panjang masa ekstrinsiknya. Hujan yang berselang dengan panas berhubungan langsung dengan perkembangan larva nyamuk (Depkes, 1999). Air hujan yang menimbulkan genangan air merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya (Prabowo, 2004). Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria (Harijanto, 2000). Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Ada yang menyukai tempat terbuka dan ada yang hidup di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang. Faktor biologi dimana tumbuhan semak, sawah yang berteras, pohon bakau, lumut, ganggang merupakan tempat perindukan dan tempat-tempat peristirahatan nyamuk yang baik. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambus, nila, mujahir mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah (Depkes, 1999). Faktor budaya meliputi tingkat kesadaran mesyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesadaran masyarakat memberantas malaria. Jenis kelamin juga menpengaruhi misalnya pada ibu hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat. Faktor lain yang mungkin juga dapat meningkatkan terkena malaria yaitu imunitas, apabila imunitas seseorang rendah lebih mudah terkena daripada seseorang yang memiliki imunitas tinggi. 2.1.5. Patogenesis Malaria Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama yaitu mengalami stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk. Siklus seksual (sprogoni) berlangsung pada nyamuk Anopheles sedangkan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia terdiri atas fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo-erythrocytic schizogony) (Harijanto, 2002). Stadium hati (exo-erythrocytic schizogony) di mulai ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sprozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah

manusia sewaktu menghisap darah. Melalui aliran darah dalam 30-60 menit kemudian sprozoit ke dalam sel hati terjadi melalui perlekatan antara protein sirkum-sprozoit dengan reseptor heparin sulfat proteoglikogen dan suatu glikoprotein yang disebut low density lipoprotein receptor-like protein (LRP) di hepar. Selama 5-16 hari sprozoit mengalami reproduksi aseksual (proses skizogoni atau proses pemisahan) yang akan menghasilkan sekitar 10.000-30.000 merozoit, yang kemudian akan dikeluarkan dari sel hati dan selanjutnya menginfeksi eritrosit (Harijanto, 2002). Patogenesis malaria jelas akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang, dan lingkungan. Tetapi yang penting pada malaria, menyadari bahwa satuan patologi adalah eritrosit terinfeksi, kombinasi sifat-sifat inang dan parasit, interaksi antara parasit dan inang seperti invasi eritrosit yang belum terinfeksi, sitoadherens, rosseting dan pengenalan makrofag terhadap sel-sel terinfeksi, merupakan interaksi yang mencerminkan determinandeterminan parasit dan inang (Harijanto, 2002). 2.1.6. Manifestasi klinis Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian baru muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat/anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh atau pekat karena mengandung Hemoglobin, terasa geli pada kulit dan mengalami kejang. Namun demikian, tanda yang klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti biasanya. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan atau postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak, bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak (Natadisastra, 2005). Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria serta jumlah parasit yang mungkin menginfeksinya. Waktu terjadinya infeksi pertama kali disebut dengan masa inkubasi, sedangkan diantara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit malaria dalam darah disebut periode prapaten ditentukan oleh jenis plasmodiumnya.

Umumnya gejala yang disebabkan oleh plasmodium falcifarum lebih berat dan lebih akut di bandingkan dengan jenis plasmodium lainnya. Gambaran khas dari penyakit malaria adalah adanya demam periodik, pembesaran limpa, dan anemia (Prabowo,2004). Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria,antara lain : a. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga b. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam setiap hari keempat. c. Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falcifarum, penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak. d. Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat. 2.1.7. Diagnosis Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan, maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal. Dilakukan punksi lumbal, foto toraks untuk menyingkirkan/mendukung diagnosis atau komplikasi lain (Widoyono, 2008). 2.1.8. Komplikasi dan Prognosis Malaria dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain, anemia berat, malaria cerebral, gagal ginjal, nefropati dan splenomegali diduga berbasis imunologis. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa, ketepatan dan kecepatan pengobatan (Prabowo, 2004). 2.1.9. Penatalaksanaan dan Pencegahan Efektivitas obat dinilai dari sensitivitas dan resistensi terhadap obat tersebut. Resistensi parasit malaria terhadap obat antimalaria adalah kemampuan sejenis parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit walaupun telah

diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standar maupun dosis yang lebih tinggi, yang masih bisa ditoleransi oleh pemakai obat. Batasan ini umumnya untuk resistensi Plasmodium falcifarum terhadap obat anti malaria yang bersifat skizontosida darah. Penentuan resistensi Plasmodium falciparum dapat dilakukan dengan cara in-vitro dan invivo (Soegijanto, 2006). Klorokuin merupakan obat anti malaria kelompok 4-amino kuinolon yang bersifat skizontosida darah untuk semua jenis plasmodium manusia dan gametositosida P.vivax dan P. Malariae. Obat ini merupakan obat anti malaria standar untuk pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria. Klorokuin mempunyai kemampuan untuk menghalangi sintesa enzim pada parasit dalam pembentukan DNA dan RNA. Obat ini bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu (Soegijanto, 2006). Pada pemakain per oral, konsentrasi puncak di dalam plasma di capai dalam 2-3 jam, sedangkan pada pemakaian intramuskuler dicapai dalam 15 menit. Waktu paruh klorokuin adalah 1-2 bulan tetapi waktu paruh yang sebenarnya untuk pengobatan adalah 6-10 hari. Dosis klorokuin untuk pengobatan profilaksis adalah 5 mg basa/kgbb (berat badan) /minggu dan dapat diberikan tanpa efek samping. Selama musim penularan dapat diminum dengan frekuensi 2 kali/minggu dan dianjurkan hanya untuk 3-3,5 tahun saja. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan profilaksis pada orang dewasa adalah 100 gram basa. Dosis klorokuin untuk pengobatan malaria klinis adalah 10 mg basa/kgbb/hari dosis tunggal pada hari pertama dan kedua, sedangkan pada hari ketiga adalah 5 mg basa/kgbb/dosis tunggal sehingga dosis total adalah 25 mg basa/kgbb/hari (esoegijanto, 2006). Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat klorokuin bila mengunjungi daerah endemik malaria (Prabowo, 2004). 2.2. Pengetahuan 2.2.1. Konsep Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sanagat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadosi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik. 4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adoption, di mana subjek elah berperilaku baru sesuai dengan penetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 2.2.2. Aspek Pengetahuan Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, merugikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisa (Analisa) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dilihat

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dinamakan sintesis. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, seperti dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. 2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Dalam perilaku seseorang banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk juga akan mempengaruhi pengetahuan (Notoatmojo, 2007). Menurut Green 1980 perilaku dipengaruhi tiga faktor utama yaitu: a. Faktor predisposisi (Predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor pemungkin (Enambling factors) Faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat sehat, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. c. Faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait

dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, terutama para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Pengukuran perilaku juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).