BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN menjadikan kota Saumlaki semakin berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan daerah tujuan wisatawan domestik dan internasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898)

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

1. Panduan Pengoperasian Aplikasi untuk Seluruh Pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

Kata kunci : Perubahan lahan, nilai tanah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka

III. METODE PENELITIAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. hujan terus meningkat, hal ini tidak diimbangi oleh daerah resapan air,

BAB I PENDAHULUAN I-1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian terhadap manajemen aset Dinas Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI SERAM BAGIAN BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. banyak kepulauan-kepulauan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI ( Negara

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan memberikan informasi non spasial dan mendukung proses inventarisasi aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Informasi non spasial ini sangat bermanfaat bagi instansi terkait dalam melengkapi informasi mengenai aset tanah dan bangunan yang dimiliki. Masih terdapat data yang kosong pada Kartu Inventaris Barang (KIB), sehingga data atribut yang ada dalam penelitian ini belum tersusun dengan baik. 2. Pemetaan aset tanah dan bangunan di wilayah Kota Tanjungpinang dipadukan dengan hasil penyusunan data atribut aset tanah dan bangunan yang diolah menggunakan ArcGIS 10.0 menghasilkan basis data aset dan peta aset pada masing-masing kecamatan di Kota Tanjungpinang. Pemetaan menggunakan sistem informasi geografis ini mampu menampilkan data atribut, data foto, serta data spasial masing-masing aset tanah dan bangunan secara bersamaan, sehingga mampu memberikan informasi dengan cepat, lengkap, dan akurat. Hal ini sangat membantu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam melakukan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian aset-aset yang dimiliki. 80

81 3. Analisis potensi pemanfaatan terhadap aset yang belum optimal menunjukkan ada 6 aset yang belum optimal pemanfaatannya. Aset tersebut terdiri dari 4 aset bangunan, yakni Kantor Dinas Pariwisata dan Dinas Kebersihan Kota Tanjungpinang, mess Dinas Perikanan Kabupaten Bintan, kantor hatchery, dan bekas Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Riau, dan 2 (dua) aset tanah yaitu tanah kosong di Pulau Penyengat dan tanah bekas jembatan timbang. Berdasarkan pemetaan aset yang di-overlay dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang, keenam aset tanah dan bangunan tersebut memiliki potensi yang ekonomis untuk dikembangkan menjadi properti komersil berupa pusat perbelanjaan, hotel berbintang, rumah susun sewa, pengembangan fasilitas industri, restoran cepat saji, dan pengembangan akomodasi yang mendukung kawasan wisata seperti pembangunan guest house. 4. Pengujian efektivitas manajemen aset tanah dan bangunan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menggunakan sistem informasi geografis menunjukkan bahwa sistem informasi geografis efektif digunakan dalam pengelolaan aset tanah dan bangunan. Setelah menggunakan sistem informasi geografis, informasi mengenai aset khususnya tanah dan bangunan dapat diperoleh secara lebih cepat dan akurat dibandingkan dengan sebelum menggunakan SIG. Penggunaan SIG ini memudahkan pemerintah daerah dalam mengelola aset secara efektif dan efisien.

82 1.2 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. 1. Implikasi praktis bagi pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. a. Untuk menyusun suatu basis data aset yang akurat diperlukan data yang lengkap dan valid. BPKKD Provinsi Kepulauan Riau selaku instansi yang bertanggungjawab terhadap aset-aset milik pemerintah daerah perlu melakukan pendataan ulang terhadap aset yang dimiliki agar dapat melengkapi data yang masih kosong dalam KIB (Kartu Inventaris Barang). b. Sebagian besar aset tanah dan bangunan yang dimiliki Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum memiliki sertifikat dan batas-batas terutama untuk aset tanah belum diketahui dengan pasti. Hanya pejabat/pegawai tertentu yang mengetahui dengan pasti batas-batas tanah milik pemerintah daerah. Untuk itu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau perlu segera mengambil langkah nyata dalam mengurus dokumen kepemilikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sangat penting bagi pemerintah daerah untuk menghindari terjadinya sengketa kepemilikan lahan. a. Di era digital seperti sekarang ini, sistem informasi geografis sangat tepat digunakan dalam proses manajemen aset Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, khususnya aset tanah dan bangunan. Dengan kondisi geografis berupa kepulauan yang letaknya berjauhan satu sama lain, sistem informasi

83 geografis sangat membantu pemerintah daerah dalam mengelola aset-aset yang letaknya jauh dari ibukota provinsi, yakni Kota Tanjungpinang, terutama dari segi waktu, tenaga, dan biaya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan langkah awal dalam penyusunan basis data aset tanah dan bangunan di seluruh wilayah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, sehingga pengelolaan aset menjadi lebih efektif dan efisien. Bukan hanya untuk pengelolaan aset tanah dan bangunan, sistem informasi geografis ini juga dapat digunakan oleh instansi lain seperti Dinas Kehutanan untuk pengelolaan hutan lindung, Dinas Kelautan dan Perikanan untuk pemetaan kawasan terumbu karang, Dinas Pertambangan dalam pengelolaan kawasan pertambangan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam memetakan kawasan rawan bencana, dan instansi lainnya. b. Terkait pengembangan aset tanah dan bangunan yang dapat dimanfaatkan secara ekonomis bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam menyusun kebijakan terkait aset. Sebelum mengembangkan pemanfaatan aset-aset yang belum optimal tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebaiknya melakukan feasibility study (FS) dan analisis highest and best use (HBU) agar dapat memperoleh keputusan yang tepat mengenai penggunaan terbaik dari aset-aset tersebut. Hasil studi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pemanfaatan aset selanjutnya serta kemungkinan kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset tersebut.

84 2. Bagi penelitian selanjutnya, basis data yang telah disusun sebaiknya di-link dengan sistem informasi manajemen aset yang sudah ada, sehingga memudahkan pihak-pihak yang memerlukan data aset dengan cepat dan akurat. Selanjutnya sistem informasi geografis ini dapat dikembangkan secara online misalnya dari website resmi milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sehingga masyarakat luas dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan akurat. Di samping itu, untuk analisis potensi aset yang belum optimal pemanfaatannya perlu dikaji lebih mendalam terutama dengan melakukan studi kelayakan (feasibility study) dan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use analysis). 1.3 Keterbatasan 1. Kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah kepulauan dengan luas mencapai 251.810,71 km 2, dengan sekitar 95,79 persen atau seluas 241.215,30 km 2 berupa lautan dan sisanya sebesar 4,21 persen atau seluas 10.595,41 km 2 adalah daratan. Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 2 kota dan 5 kabupaten. Dengan keterbatasan tenaga, biaya, dan waktu, penelitian ini hanya dapat dilakukan di wilayah ibukota provinsi yakni Kota Tanjungpinang dimana banyak terdapat aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. 2. Keterangan yang disusun untuk pembuatan data atribut berdasarkan pada data yang dimiliki pada unit kerja terkait. Untuk itu perlu dilengkapi kembali agar dapat memberikan informasi aset dengan lebih lengkap dan akurat.