BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi suatu bentuk pertunjukan kesenian dan kebudayaan yang tergolong langka yang secara khusus hanya terdapat pada beberapa daerah di Banten. Kelangkaan debus, selain karena karakter dan kekhasannya ini menimbulkan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengetahui dan mempelajarinya. Terdapat beberapa hal yang bisa disimpulkan terkait pembahasan tentang dimensi ontologi debus, antara lain sebagai berikut: 1. Debus secara hakiki adalah debus itu sendiri dan merupakan suatu bentuk pembuktian kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan benda tajam melalui suatu peragaan yang disebut dengan atraksi debus. Kekebalan tersebut diperoleh melalui keyakinan dan kepasrahan total seorang pelaku debus terhadap keberadaan Tuhan Sang Pemberi Kekebalan. Oleh karena itu, hakikat utama debus adalah sebagai suatu sarana untuk meningkatkan keyakinan diri pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala fenomena realitas dalam kehidupan. 2. Pandangan para pelaku debus tentang Tuhan, manusia dan alam semesta merupakan suatu bentuk pemikiran yang merefleksikan ajaran agama Islam. Tuhan dipandang sebagai penyebab eksistensi dan pemberi makna segala 259
pengada. Segala pengada, baik itu manusia dan alam semesta diciptakan oleh Tuhan disertai dengan segala potensi geraknya. Manusia merupakan pengada yang paling sempurna karena memiliki kelebihan dalam berpikir sehingga memungkinkannya untuk bebas berkehendak, tetapi segala ketentuan sama halnya dengan dinamika alam semesta telah berada dalam ketetapan Tuhan. 3. Para pelaku debus, sebagai konsekuensi dari pemelukan agama Islam, meyakini bahwa kepercayaannya merupakan bentuk monoteisme, percaya akan adanya Tuhan yang satu. Tuhan merupakan pencipta dan dianggap sebagai sumber kekuatan hidup dan tanpa itu manusia dan segala ciptaannya tidak dapat hidup. Prinsip pertama dalam ontologi debus dengan demikian adalah Tuhan Yang Mutlak. Realitas pengada yang berciri monistis, yakni bahwa Tuhan sebagai prinsip pertama yang mendasari seluruh realitas. Tuhan tidak lain adalah suatu kemutlakan. Tuhan merupakan sumber segala pengada, tidak ada pengada yang luput dari Tuhan. Segala pengada merupakan ciptaan Tuhan yang wujud dan geraknya mutlak di bawah kendali Tuhan. 4. Dimensi kuantitas pengada berciri pluralistik, karena terdiri dari pengada jasmani, pengada rohani dan pengada jasmani sekaligus rohani, tetapi Tuhan dianggap paling utama dan sumber segala pengada. Oleh karena itu, dimensi kuantitas segala pengada adalah Pluralisme-Metafisika-Sentris. 5. Para pelaku debus meyakini bahwa realitas kenyataan itu memiliki gerak dengan segala potensinya yang disebabkan oleh adanya hukum kausalitas yang ada di belakang peristiwa. Hakikat dunia materi selalu berubah terusmenerus secara tetap dan bebas. Segala kenyataan tidak statis. Dinamika 260
pengada membuatnya memiliki kebebasan dan bertujuan, tetapi kebebasan itu tidak mutlak. Perkembangan itu berada dalam kehendak Tuhan. Oleh karena itu segala gerak dan perubahan terbatas dan tergantung pada ketentuan Tuhan, sehingga segala pengada dan dinamikanya pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan. Dimensi dinamika pengada yakni bahwa Tuhan sebagai pencipta wujud pengada beserta potensi geraknya yang bersifat dinamis-ditentukanbertujuan (dinamis-deterministik-teleologis). 6. Segala pengada yang pluralistik terdiri dari unsur pengada jasmani (benda mati dan tumbuhan), pengada rohani (malaikat, jin, iblis, setan) dan pengada jasmani-rohani (hewan dan manusia). Manusia sebagaimana ciptaan Tuhan lainnya disatu sisi terikat dengan ketentuan Tuhan, tetapi di sisi lain manusia memiliki kebebasan dengan akalnya. Tuhan menciptakan segala pengada dengan dimensi yang berbeda-beda, sehingga Tuhan melingkupi segala pengada. Tuhan mengatasi segala pengada tetapi berbeda sama sekali dengan pengada, karena pengada hanyalah ciptaan yang ada menurut kehendaknya. 7. Subjek dari debus adalah manusia dan debus merupakan yang-ada itu sendiri. Meskipun manusia merupakan ciptaan Tuhan yang harus tunduk pada ketentuannya, tetapi manusia adalah makhluk yang bebas karena akalnya. Ada semacam determinisme, tetapi bukan determinisme total. Pelaku debus memiliki kebebasan untuk melakukan segala perbuatan dan atraksi debus yang berbahaya. Atraksi kekebalan tubuh tersebut tidak hanya diperoleh melalui latihan-latihan fisik dan mental, tetapi harus disertai dengan berdoa, yakni mendekatkan diri pada Tuhan. Doa kepada Tuhan adalah upaya untuk 261
mendapatkan perlindungan sehingga bisa kebal. Kekebalan dalam debus tergantung atas ketentuan Tuhan. Kebebasannya pada akhirnya bersifat semu karena terbatasi oleh kehendak dan ketentuan Tuhan. Bentuk determinisme yang lain adalah bahwa pelaku debus memiliki prinsip keyakinan dan kepasrahan total kepada Tuhan. Segala pengada dan geraknya juga sudah ditentukan di dalam Loh Mahfud, adanya kodrat Tuhan, dengan kata lain Loh Maufud merupakan Hukum Tertinggi realitas yang mengatur keberadaan setiap entitas pengada. Dimensi norma ontologis debus dengan demikian adalah determinisme dan harmoni. 8. Debus di era globalisasi ini dihadapkan pada perubahan-peruhanan. Perubahan ini terjadi baik di dalam sistem debus itu sendiri maupun hal yang berada di luar debus. Globalisasi mengakibatkan debus dihadapkan pada kondisi-kondisi yang telah banyak berubah dibandingkan sebelumnya yang pada akhirnya menuntut debus untuk bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Upaya yang tampak dari penyesuaian diri tersebut terlihat dari sejumlah gejala yang menunjukan adanya perubahan di dalam sistem permainannya yang telah mengalami perubahan materi dari hasil proses modifikasi agar pertunjukan debus tidak monoton dan lebih menarik serta menghibur. Perubahan yang paling mencolok adalah bahwa debus kini tidak lagi merupakan suatu representasi dari ajaran tarekat tertentu karena lebih mementingkan aspek komersialisasi. 9. Debus sebagai fenomena kesenian dan kebudayaan tradisional kini menjadi suatu ciri identitas seni dan budaya Banten. Debus sebagai seni dan budaya 262
pertunjukan sekarang lebih menonjol ke permukaan dibandingkan suatu kelompok-kelompok tarekat seperti pada masa awal debus yang mempertunjukan debus sebagai suatu sarana syiar agama Islam. 10. Debus sebagai suatu sistem permainan memiliki sejumlah unsur-unsur yang saling berkaitan dan berhubungan satu dengan yang lainnya dan masingmasing unsur memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Fungsi unsur-unsur debus tersebut menjadi suatu penggerak kesatuan fungsi debus secara keseluruhan yang berdampak ke dalam sistem debus itu sendiri maupun keluar kepada masyarakat yang ada disekitarnya, terutama identitas budaya masyarakat Banten. 11. Debus merupakan salah satu kebudayaan daerah Banten warisan leluhur yang masih dipertahankan dan dilestarikan sebagai bentuk identitas budaya masyarakat Banten. Usaha pembentukkan identitas budaya Banten melalui debus masih banyak dilakukan di beberapa daerah di Banten dengan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan debus yang diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Banten dengan menjaga regenerasi dan melakukan penanaman pewarisan seni dan budaya debus kepada generasi muda, seperti melakukan pelatihan debus di lingkungan masyarakat dan mengikutsertakan generasi muda dalam kegiatan dan pertunjukan debus. 12. Pandangan ontologis dalam debus secara konseptual memiliki dua fungsi, yakni fungsi teologis dan dan fungsi praktis. Fungsi teologis berlandaskan pada bahwa manusia harus memiliki keyakinan secara penuh terhadap kuasa dan kekuatan Tuhan sebagai satu-satunya kekuatan yang utama dan tertinggi. 263
Fungsi praktis berarti bahwa manusia tidak serta merta bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi tetap harus berusaha dalam hidupnya. 13. Fungsi debus tampil di tengah-tengah masyarakat. Debus berperan dalam menjaga nilai seni dan budaya tradisional yang ada dan hidup di tengah masyarakat. Nilai yang terkandung dalam debus yakni nilai-nilai patriotisme dan heroisme, serta nilai-nilai keagamaan seperti peningkatan ketakwaan kepada Tuhan dan ketaatan dalam pelaksanaan kegiatan religious secara penuh dan utuh, meningkatkan rasa solidaritas yang tinggi pada masyarakat, debus sebagai simbol masyarakat Banten yang merepresentasikan perjalanan sejarah masyarakat Banten yang sarat dengan perjuangan dan menetapkan tingkah laku manusia di dalam kehidupannya. B. SARAN Ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan dalam rangka mempertegas pengembangan dimensi ontologi debus yang berpengaruh pada pembentukan identitas budaya masyarakat Banten sebagai berikut: 1. Ontologi debus sangat berhubungan dengan disiplin ilmu lain seperti filsafat kebudayaan, filsafat ketuhanan, aksiologis dan lain sebagainya karena beberapa cabang ilmu filsafat tersebut memiliki topik kajian yang bisa memberikan kontribusi satu sama lain. Ada semacam hubungan simbiosis mutualisme, yakni hubungan saling menguntungkan. Ontologi debus, dengan demikian memberikan kontribusi positif bagi terbukannya ruang dialogis bagi dunia akademis, terutama bidang filsafat. 264
2. Diskursus antara ontologi debus dan kebudayaan terletak pada ruang lingkup pembahasan debus sebagai suatu bentuk kebudayaan khas Banten yang menempatkan manusia sebagai subjek kebudayaan. Kaduanya bisa menggali berbagai nilai dan fenomena dalam kebudayaan debus yang berkembang sebagai kearifan lokal nusantara, sehingga dapat menjadi rujukan alternatif bagi media pendidikan muatan lokal di sekolah-sekolah yang mendukung perkembangan pendidikan Indonesia. 3. Diskursus antara ontologi debus dengan filsafat ketuhanan terletak pada kajian teologis karena keduanya sama-sama menaruh perhatian pada persoalan tentang Tuhan. Persoalan tentang Tuhan yang ada pada ontologi debus dapat diperkaya dan dikrucutkan dengan telaah dari perspektif filsafat ketuhanan. 4. Diskursus antara ontologi debus dengan filsafat seni terletak pada perubahanperubahan debus bahwa debus kini menjadi salah satu seni dan budaya pertunjukan di Banten. Ontologi debus mampu memberikan pemahaman tentang unsur-unsur dalam pertunjukan debus dan filsafat seni dapat lebih mengeksplorasi nilai-nilai seni yang terkandung di dalam pertunjukan debus. 5. Diskursus antara ontologi debus dengan aksiologi terletak pada pembahasan tentang nilai-nilai pada kearifan lokal, karena keduanya memiliki lingkup kajian pemahaman atas nilai. Ontologi debus memberikan kontribusi dalam hal pengkajian debus secara hakiki yang sarat dengan nilai-nilai dan aksiologi dapat memberikan pembahasan secara rinci tentang nilai-nilai yang ada pada simbol pamaknaan berbagai unsur-unsur dalam debus. 265
6. Temuan dalam penelitian ini bahwa dimensi-dimensi ontologi debus yang digali dari kearifan lokal bangsa Indonesia dapat membentuk identitas budaya masyarakat, nilai-nilai tersebut perlu diinternalisasikan di dalam diri generasi penerus bangsa. Upaya pewarisan nilai-nilai seni dan budaya debus dalam pembentukan identitas budaya generasi muda di banten hendaknya terus dilakukan dalam lingkup generasi muda melalui pembelajaran kesenian dan kebudayaan dengan mengikutsertakan generasi muda dan anak-anak sebagai bentuk pengembangan nilai-nilai yang terkandung di dalam debus. Pewarisan secara vertikal yakni diwariskan langsung dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya di dalam lingkungan keluarga para pelaku debus dengan menanamkan nilai-nilai dalam debus dan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang makna yang terkandung di dalam debus. Pewarisan debus secara horizontal yakni pewarisan kepada masyarakat di lingkungan sekitar padepokan debus dengan turut berpartisipasinya masyarakat ke dalam rangkaian acara debus sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengaplikasikan nilai-nilai debus ke dalam kehidupan sehari-hari. Upaya pewarisan seni dan budaya debus dilakukan untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten. 7. Kesenian dan kebudayaan debus Banten hendaknya tidak menghilangkan ciri khas dari proses ritual seperti selalu menggunakan ritual-ritual khusus yang sering dilakukan pada saat proses ritual kesenian debus Banten berlangsung. Pemerintah, masyarakat dan peneliti selanjutnya hendaknya membuat dan menginventarisasi karya tulis yang berkaitan dengan debus secara lebih 266
mendalam kemudian menyajikannya ke dalam bentuk tulisan-tulisan ilmiah yang terstruktur seperti buku. Hal ini dikarenakan peneliti mengalami kesulitan dalam mencari beberapa sumber tertulis tentang debus. 8. Terdapat sejumlah atraksi permainan yang harus dikuasai oleh pelaku debus. Debus memiliki makna dan simbol seni dan budaya yang mewakili karakteristik masyarakat Banten sepanjang sejarah. Kekebalan tubuh, sebagai bentuk salah satu dari atraksi debus menjadi cermin keberanian masyarakat Banten. Simbol tersebut mangindikasikan bahwa masyarakat Banten memiliki sikap yang keras dan tegar. Benda seperti golok, misalnya, menjadi lambang watak masyarakat Banten. Benda debus yang tajam menjadi benda lembut dalam pertunjukan debus. Pesan yang tersirat dari pemaknaan simbol tersebut adalah bahwa masyarakat Banten masih memiliki semangat heroisme yang tinggi yang kini tersalurkan dalam pertunjukan debus. Debus dalam atraksinya masih menggunakan unsur-unsur keagamaan (Islam) yang memperlihatkan bentuk ketaatan religius. Fenomena tersebut memberi gambaran bahwa masih terbuka lebar untuk dilakukan penelitian tentang debus selanjutnya. 9. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan debus secara filosofis dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif yang berbeda karena masih banyak bidang studi lain yang bisa dijadikan alternatif pemecahan masalah, sehingga nantinya dapat melengkapi pandangan-pandangan dan kekurangan-kekurangan yang belum dapat 267
disajikan oleh peneliti serta dapat menggali kembali potensi yang belum terungkap tentang kesenian dan kebudayaan debus. 10. Penelitian tentang seni dan budaya debus selanjutnya disarankan lebih mampu memberikan kontribusi positif dan mendukung peran filsafat, khususnya kajian ontologi dalam usaha menyoroti fenomena-fenomena dalam seni dan budaya pertunjukan debus yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan, sehingga mampu memperluas wacana dan pengetahuan baik bagi pemerhati seni dan budaya debus, filsafat, ilmu pengetahuan maupun masyarakat yang lebih luas. 268