VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

(Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

Kredit (Y) Pendapatan (x1) Usia (x3) Modal Kerja (x2) Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

LAMPIRAN 1 TABEL RESPONDEN No. y x1 x2 x

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang,

Lampiran 1. Data Regresi. 71 Universitas Sumatera Utara

RISET ITU MUDAH. Salah satu contoh pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah:

Lampiran 1. Jumlah Deposito, Suku Bunga Deposito, dan Inflasi di Indonesia Tahun

LAMPIRAN 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER

Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio. sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

Kuisioner Skripsi. Analisis Faktor faktor yang mempengaruhi Pendapatan Pedagang Ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

Lampiran 1 Daftar Populasi Sampel Penelitian

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG

VI ANALISIS RISIKO HARGA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

BAB V PENUTUP , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. yakni sebesar 33,03% diterangkan di luar model dari penelitian ini. Dengan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII.

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk membuktikan adanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi).

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metode purposive sampling yang digunakan, sampel yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. standar deviasi suatu data. Hasil analisis deskiptif didapatkan dengan. Tabel 4.1 Analisis Statistik Deskriptif

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

LAMPIRAN Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel

Diana Nainggolan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB IV. Analisis Data. 4.1 Gambaran Umum dan Depskriptif Obyek Penelitian

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

pada persepsi konsumen.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. independen dari listrik adalah satuan kilowatt (kwh), untuk minyak adalah

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. 3.1 Karakterisik Penelitian Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data primer dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan data dari tiga variabel independen serta dua

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

Lampiran 1. Hasil Uji Multikolinearitas (Matriks Korelasi Parameter Persamaan) 1. Persamaan Konsumsi. 2. Persamaan Investasi. 3.

Jumlah tanggungan (org) Lama bekerja di kawasan TWA (thn)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHANSAN

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

BAB III DESAIN PENELITIAN

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan Makanan dan Minuman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maksimum. Penelitian ini menggunakan current ratio (CR), debt to equity ratio

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pelalawan

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia Struktur pasar dapat dianalisis dengan tiga pokok elemen, yaitu nilai pangsa pasar, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR 4 ), dan hambatan masuk pasar yang dianalisis dengan pendekatan Minimum Effisiency Scale (MES). Namun dalam penelitian yang dilakukan terdapat keterbatasan data mengenai data penjualan sehingga penentuan struktur pasar industri kakao ini akan dianalisis melalui konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR 4 ) dan Minimum Effisiency Scale (MES). 6.1.1. Konsentrasi Pasar Konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR 4 ) menggambarkan perwakilan dari empat perusahaan terbesar yang ada di Indonesia sehingga melalui pendekatan CR 4 akan digunakan untuk melihat persentase total output empat perusahaan terbesar terhadap total output keseluruhan industri. Dalam industri kakao yang ada di Indonesia diperoleh nilai rata-rata CR 4 dari tahun 2000 hingga 2009 adalah sebesar 67.41 persen. Hal ini menunjukkan bahwa empat perusahaan terbesar memiliki persaingan dalam pasar oligopoli. Menurut Jaya (2001) pasar oligopoli dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu oligopoli longgar dan oligopoli ketat. Pembedaan ini didasarkan pada besarnya nilai konsentrasi pasar. Jika konsentrasi pasar berkisar 40-60 persen maka dikelompokkan menjadi oligopoli longgar, sedangkan konsentrasi pasar yang berkisar 60-100 persen digolongkan ke dalam oligopoli ketat, maka dapat disimpulkan industri kakao yang ada di Indonesia merupakan pasar oligopoli ketat. Dalam ekonomi industri sistem oligopoli ini memang dianggap sebagai oligoli ketat, namun dalam pengertian teori

Persen 120 100 80 60 40 20 0 CR 4 99,28 92,39 95,56 57,38 55,6 80,67 38,96 43,95 70,13 45,37 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

6.1.2. Hambatan Masuk Pasar Masuk dan keluarnya suatu industri dapat menggambarkan persaingan yang terjadi dalam industri tersebut sehingga hambatan untuk masuk pasar dapat terdeteksi. Melalui pendekatan Minimum Effisiency Scale (MES) dapat diketahui besarnya persentase hambatan untuk masuk pasar. Nilai MES yang diperoleh dengan cara membagi nilai output terbesar perusahaan dengan total output dalam industri. Sepanjang tahun 2000 hingga 2009, rata- rata nilai MES industri kakao di Indonesia adalah sebesar 45.12 persen. Semakin tinggi nilai MES, maka hambatan untuk memasuki pasar akan semakin sulit pula. Menurut Comanous dan Wilson (1967) dalam Sari (2011) nilai MES yang lebih dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 89.81 persen. Hal ini disebabkan karena melonjaknya nilai output kakao pada tahun 2006. Tidak jauh berbeda dengan pengaruh output pada nilai CR 4, peningkatan nilai output ini dapat disebabkan karena peningkatan nilai input. Disamping itu, banyaknya jumlah perusahaan yang berada dalam pasar juga ikut berpengaruh karena semakin sedikit jumlah perusahaan maka peluang untuk bersaing akan semakin besar. Jumlah industri pada tahun 2006 berjumlah 25 industri, nilai ini berkurang dari tahun 2005 yang berjumlah 31 industri kakao. Sebaliknya nilai MES terendah berada tahun 2003 yang hanya sebesar 15.51 persen. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya nilai output kakao dari 590 290 435 menjadi 296 577 445 pada tahun 2002 sehingga persentase output industri ikut menurun. 53

MES 100 89,81 Persen 80 60 40 20 23,56 29,3 21,73 15,51 54,86 45,61 53,46 64,13 53,18 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

6.1.4. Informasi Sifat oligopoli pada industri ini memungkinkan sulitnya untuk memperoleh informasi untuk memasuki pasar kakao ini karena adanya tekanan yang kuat dari masing-masing industri. Salah satu sumber menyebutkan bahwa untuk informasi yang sulit diperoleh adalah mengenai biaya mencakup dari biaya input, biaya produksi, hingga pada biaya output. Adanya teknologi yang dilakukan juga bagian yang sulit untuk diperolah pesaing lain, bagi pesaing baru yang ingin memasuki pasar ini terlebih dahulu harus mengetahui strategi perusahaan lain yang sudah bertahan sebelumnya. Ketika pesaing baru mendapatkan informasi yang tidak sempurna maka akan dapat menyebabkan kesalahan dalam harga keseimbangan sehingga pesaing baru ini harus mengetahui posisi harga keseimbangan yang ada pada industri lain, sedangkan pada kenyataannya tidak ada satupun industri yang mau memberikan informasi mengenai harga ini. 6.2. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku dan penerapan strategi yang dilakukan perusahaan untuk menguasai pangsa pasar sebesar mungkin. Dalam analisis perilaku pasar akan dibahas mengenai penerapan strategi harga, strategi produk dan promosi yang dilakukan. 6.2.1 Strategi Harga Harga merupakan unsur yang dapat menghasilkan pendapatan bagi suatu industri karena harga juga merupakan unsur yang paling fleksibel, dimana harga dapat berubah dengan cepat sehingga penting bagi suatu industri dalam menetapkan harga dengan melihat kondisi pasar yang ada. Pada industri kakao ini, jenis pasar yang terlihat adalah oligopoli ketat. Dalam oligopoli ketat tentu terjadi kolusi atau 55

dengan yang biasa diartikan sebagai bentuk kerjasama, seperti melakukan kesepakatan harga terhadap industri lain sehingga harga dari hasil pengolahan kakao tidak akan jauh berbeda. Hal pertama yang diperkirakan dalam penentuan harga dengan melihat biaya produksi yang dikeluarkan. Hal ini bisa meliputi biaya input seperti bahan baku, biaya teknologi, biaya pemasaran, dan biaya input lainnya. Namun perlu diperhatikan ketika terjadi kenaikan biaya input tidak menutupi kemungkinan akan terjadi kenaikan biaya output pula, selama biaya produksi masih dapat diatasi. Bagi pelaku ekonomi, keunggulan produk juga tetap mempengaruhi harga karena penentuan harga didasari dengan kualitas produk. Industri biasanya akan melihat responden konsumen terhadap penerapan harga yang dilakukan, seperti melakukan kuisioner acak untuk melihat kesesuain harga dengan cara membandingkan preference pelanggan terhadap suatu produk. Hal ini tentu saja menjadi strategi bagi beberapa industri untuk melihat peluang mereka berdasarkan penerapan harga. Kesepakatan penentuan harga yang dilakukan beberapa perusahaan ini tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan kerugian pada konsumen, pasalnya masing-masing perusahaan akan menetapkan harga yang tinggi pada produknya. Namun disisi lain pemberlakuan kesepakatan harga ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya pemotongan harga atau dengan kata lain agar tidak ada pihak produsen lain yang merasa dirugikan. 6.2.2. Strategi Produk dan Promosi Industri yang memproduksi suatu barang tentu akan melakukan pendekatan dengan jenis produk yang mereka hasilkan, disamping itu tak jarang pula 56

perusahaan akan melakukan promosi guna menarik perhatian dari konsumen sehingga konsumen akan membeli produk tersebut. Namun, pada dasarnya strategi produk yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri bertujuan untuk menghasilkan keuntungan. Akan tetapi perusahaan ataupun industri harus teliti melihat keadaan pasar. Jenis pasar oligopoli ini memiliki produk terdiferensiasi yang umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan pilihan kepada konsumen dalam menarik perhatian. Strategi produk dinilai mampu memberi peningkatan kualitas seperti yang dilakukan oleh suatu produsen yang mampu tetap mempertahankan kualitas cokelatnya. Namun ada beberapa produsen yang memang senjaga mengurangi volume produknya guna mempertahankan harga agar tetap diminati konsumen, dalam arti hal ini dilakukan sebagi bentuk menekan biaya produksi. Strategi promosi dilakukan produsen untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang mereka hasilkan mampu bersaing di pasar. Berbagai cara dilakukan oleh produsen untuk menarik perhatian konsumen, sebut saja penggunaan merek/ logo dalam kemasan produk. Semakin mencolok suatu produk maka akan meningkatkan keingintahuan konsumen. Strategi promosi pun dapat dilakukan melalui iklan. Iklan biasanya didesain secara visual sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi konsumen dan didukung pula dengan kesan yang persuasif. Selain iklan, promosi yang dilakukan oleh produsen bisa dari pengaruh harga maupun produk itu sendiri, seperti pemberian potongan harga sehingga harga yang akan dibeli oleh konsumen menjadi lebih murah, pemberian gratis dengan syarat melakukan pembelian minimum produk, dan adapula beberapa produsen yang mengadakan kuis berhadiah. Langkah ini dilakukan produsen untuk mendapatkan konsumen sehingga 57

semakin banyak konsumen dengan loyalitas, dan pada akhirnya mampu memberikan keuntungan. 6.3. Analisis Kinerja Pasar Analisis kinerja pasar akan tergambar pada besarnya nilai Price Cost Margin (PCM), hal ini dikarenakan PCM dijadikan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya produksi dan menggambarkan keuntungan/ kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Pada industri kakao yang ada di Indonesia ini PCM dipengaruhi oleh variabel- variabel lain, seperti konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR 4 ), Minimum Efficiency Scale (MES), efisiensi internal (X-eff), Produktivitas (PROD), dan jumlah perusahaan (JLP). 6.3.1 Analisis Price Cost Margin (PCM) Pendekatan dengan PCM dilakukan karena tingkat keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan bersifat rahasia dan tidak untuk dipublikasikan sehingga PCM bertindak sebagai indikator keuntungan atas biaya langsung yang diperoleh suatu perusahaan. Pada industri kakao ini nilai PCM memiliki nilai rata- rata sebesar 21.29 persen, dengan nilai PCM tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 87.68 persen dan PCM terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 2.06 persen. Nilai PCM yang terjadi pada tahun 2006 tersebut dapat disebabkan karena nilai tambah industri yang meningkat drastis diikuti dengan peningkatan biaya tenaga kerja dan disertai dengan tingginya nilai barang yang dihasilkan. Tingginya nilai PCM ini dapat pula disebabkan karena industri kakao yang terus mengalami peningkatan permintaan sehingga produsen terus meningkatkan produksi pada 58

100 80 PCM 87,68 persen 60 40 20 0 35,32 26,34 13,06 12,98 2,06 5,71 10,41 12,06 7,31 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persen 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 X-eff 774,71 126,27 72,12 52,46 29,49 42,44 82,02 11,77 13,76 15,99 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

dikatakan baik apabila lulus uji statistik dan uji ekonometrika. Uji statistik meliputi uji koefisiensi determinasi (R 2 ), uji t, dan uji f. Sedangkan dalam uji ekonometrika, suatu model harus terbebas dari pelanggaran asumsi-asumsi seperti multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji normalitas. Alat analisis yang digunakan dalam model ini adalah minitab 14 dan E-views 6. 6.4.1 Uji R-Squared (R 2 ) Berdasarkan nilai pada model regresi maka nilai R-Squared atau nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah sebesar 91.8 persen yang artinya sebesar 91.8 persen keragaman variabel dependen (PCM) dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model yang terdiri dari variabel MES, CR 4, Produktivitas (PROD), X-eff, Jumlah Perusahaan (JLP). Sedangkan sisa nilai koefisien determinasi sebesar 8.2 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Sedangkan untuk uji R-adjusted, nilainya adalah sebesar 81,6%. 6.4.2 Uji F Nilai Probability F-Statistic yang diperoleh dalam model adalah sebesar 0.027 dengan besarnya taraf nyata adalah lima persen atau sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Probability F-Statistic lebih kecil dibanding nilai taraf nyata (0.027 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model ini layak digunakan sebagai parameter penduga. 6.4.3 Uji t Hasil uji t dapat dilihat dari nilai variabel independen yang nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata. Variabel MES, CR 4, PROD, dan JLP memiliki nilai masing-masing sebesar 0.722, 0.869, 0.920, dan 0.523 dimana 61

nilainya lebih besar daripada taraf nyata lima persen atau sebesar 0.05 sehingga variabel ini tidak beperngaruh nyata terhadap variabel dependen (PCM). Sedangkan variabel efisiensi internal (x-eff) memiliki nilai sebesar 0.028 dimana nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0.05 sehingga variabel ini berpengaruh nyata terhadap PCM. Dapat disimpulkan bahwa dalam model ini hanya variabel x-eff saja yang berpengaruh nyata pada variabel dependen (PCM). 6.4.4 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara variabel bebas didalam model regresi. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF dalam model, dengan ketentuan jika nilai VIF pada variabel kurang dari 10 maka terdapat multikolinearitas. Dari hasil regresi dapat dilihat bahwa tidak ada nilai VIF dari masing-masing variabel yang besarnya lebih dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak terjadi multikolinearitas sehingga model layak. Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -13,47 26,94-0,50 0,643 MES 0,1630 0,4267 0,38 0,72 7,3 CR 4 0,0568 0,3242 0,18 0,869 4,2 X-eff 0,08949 0,02639 3,39 0,028 2,9 PROD -0,0000420 0,0003935-0,11 0,920 1,8 JLP 0,5553 0,7942 0,70 0,523 1,9 6.4.5 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Uji autokorelasi dapat dilihat dengan nilai Durbin-Watson. Pada lampiran 7 ditunjukkan bahwa hasil estimasi menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1.96297. Nilai ini berada pada batasan 1.55-2.46 sehingga dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi. 62

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.595952 Prob. F(5,4) 0.3356 Obs*R-squared 6.661035 Prob. Chi-Square(5) 0.2471 Scaled explained SS 0.817098 Prob. Chi-Square(5) 0.9759 4 3 2 1 0-15 -10-5 0 5 10 15 Series: Residuals Sample 2000 2009 Observations 10 Mean -3.02e-15 Median 0.325383 Maximum 12.85568 Minimum -10.86246 Std. Dev. 7.243494 Skewness 0.284011 Kurtosis 2.533354 Jarque-Bera 0.225170 Probability 0.893522

6.4.8. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Hasil regresi model pada lampiran 7, menunjukkan bahwa variabel MES, CR 4, X-eff, dan JLP berpengaruh positif terhadap PCM, sedangkan variabel PROD berpengaruh negatif terhadap PCM. Keterkaitan antara PCM dengan variabel independen dirumuskan dengan model berikut: PCM = - 13.5 + 0.163 MES + 0.057 CR 4 + 0.0895 X-eff 0.000042 PROD + 0.555 JLP + ε Hal ini berarti menunjukkan bahwa peningkatan MES sebesar satu persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.163 persen, yang artinya semakin meningkatnya hambatan untuk memasuki pasar maka besarnya keuntungan akan meningkat. Hipotesis ini sesuai dengan hipotesis awal karena meningkatnya hambatan masuk pasar menyebabkan persaingan semakin ketat karena hanya industri yang kuatlah yang dapat bertahan dalam menghadapi pasar ini. Peningkatan CR 4 sebesar satu persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.057 persen pula. Selain itu, peningkatan x-eff sebesar satu persen akan turut meningkatkan PCM sebesar 0.0895 persen, hal ini tentu saja didukung dengan semakin meningkatnya efisiensi maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Hal yang sama juga terjadi pada JLP, peningkatan JLP sebesar satu satuan akan meningkatkan PCM sebesar 0.555 persen. Jumlah perusahaan akan mendukung kinerja suatu industri, ketika jumlah perusahaan semakin meningkat maka kinerja suatu industri akan turut meningkat dan ketika kinerja industri meningkat maka dapat diartikan dengan semakin efisien industri tersebut yang berujung pada peningkatan keuntungan, hal inilah yang menyebabkan nilai PCM ikut meningkat. Model regresi juga menunjukkan bahwa dari lima variabel independen yang ada, hanya ada satu variabel saja yang berpengaruh nyata yaitu x-eff. Dapat 64

disimpulkan bahwa model regresi yang tepat untuk kasus industri kakao ini yaitu: PCM = - 13.5 + 0.0895 X-eff + ε. Hubungan antara x-eff dan PCM tentu jelas akan saling berpengaruh karena efisiensi internal (x-eff) menggambarkan kemampuan suatu industri untuk menekan biaya produksinya, semakin efisien maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. X-eff yang memiliki besar 0.028 ini terbukti lebih besar dari taraf nyata 0.05 sehingga dapat disimpulkan x-eff berpengaruh nyata dan sesuai dengan hipotesis karena industri akan menekan biaya produksi mereka untuk tetap memperhatikan keuntungan. Empat variabel yang tidak signifikan seperti CR 4, MES, PROD, dan JLP ini dianggap tidak sesuai dengan hipotesis awal. Besarnya masing- masing variabel ini adalah sebesar 0.869, 0.722, 0.920, 0.523 memiliki besar yang melebihi taraf nyata 0.05. CR 4 tidak berpengaruh signifikan karena semakin tinggi konsentrasi industri justru akan menurunkan persaingan yang menyebabkan perilaku industri kurang efisien. Penurunan perilaku akan mempengaruhi kinerja industri yang menyebabkan kinerja menurun. Dalam model estimasi nilai MES berpengaruh positif terhadap PCM, namun pada kenyataannya nilai MES ini tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM. Hal ini diduga karena tingginya hambatan untuk masuk dalam pasar akan mengakibatkan masing-masing industri untuk terus meningkatkan persaingannya agar tetap bertahan. Ketika masing-masing industri saling meningkatkan persaingan justru akan menurunkan keuntungan, karena share yang diperoleh masing-masing industri semakin sedikit sehingga keuntungan yang semakin menurun tidak dapat meningkatkan kinerja industri secara profit. 65

Model estimasi yang menunjuk variabel produktivitas ternyata berpengaruh negatif terjadap PCM. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis karena semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan maka seharusnya akan meningkatkan keutungan pada suatu industri. Namun pada kenyataannya peningkatan produktivitas sebesar satu persen akan menurunkan keuntungan sebesar 0.000042 persen. Hal ini diduga karena tingginya produktivitas akan meningkatkan output ataupun barang yang dihasilkan juga ikut meningkat. Hal ini dapat dikatakan sebagai suatu supply, ketika supply terlalu tinggi maka akan menurunkan harga dari yang semestinya. Akibatnya, produk menjadi tidak bersaing dan tidak memberi keuntungan lebih. Kondisi ini mampu dikatakan sebagai alasan mengapa produktivitas tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. JLP yang diartikan dengan jumlah perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap PCM. Peningkatan JLP sebesar satu persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.555 persen. Peningkatan ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah perusahaan yang memasok dari suatu industri akan meningkatkan keuntungan industri tersebut. Namun pada kenyataanya besarnya JLP tidak berpengaruh signifikan pada PCM, karena semakin banyak jumlah perusahaan yang memasuki pasar akan menurunkan keuntungan yang akan diterima dari masingmasing perusahaan sehingga akibatnya keuntungan yang rendah tersebut tidak akan mendukung kinerja yang lebih diartikan pada profit. 66