BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu :

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. aktif di dunia, yang memiliki siklus letusan 4 tahun sekali dan terakhir kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan tidak pernah lepas dari masalah. Masalah dapat muncul dari berbagai setting

BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. tergantung, adapun variabel-variabel tersebut adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 31 responden

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. dan kondisi keberuntungan diri sendiri (Ghufron, 2011:98).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

menilai kondisi kehidupannya saat ini dengan melihat jarak antara posisi kehidupannya saat ini dengan kehidupan yang diinginkan. Dalam hal ini bisa di

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam yang indah ditambah suasana yang sejuk dengan di selimuti kabut. Beriring

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

PENDAHULUAN Latar Belakang

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING STYLE DENGAN PENERIMAAN DIRI SURVIVOR GEMPA YOGYAKARTA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Transkripsi:

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup Kualitas hidup didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU no 23/1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut Donald kualitas hidup merupakan suatu terminologi yang menunjukan tentang kesehatan fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya untuk melaksanakan tugas sehari-hari ( Donald dalam Rubyyana, 2012) World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup, dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO. 1997). Kualitas hidup adalah berbagai pengalaman manusia yang salah satunya terkait dengan secara keseluruhan kesejahteraan. Ini berarti nilai berdasarkan fungsi subjektif dibandingkan dengan harapan pribadi dan didefinisikan oleh pengalaman subjektif, negara bagian dan persepsi (Revicki dalam Burckhardt & Anderson, 2003).

27 Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi (Cohen & Lazarus dalam Larasati, 2011). Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kesehatan fisik, sosial dan emosi yang dimilikinya. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan fisik dan emosi individu tersebut dalam kemampuannya melaksanakan aktifitas sehari-hari yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar. 2. Aspek- Aspek Kualitas Hidup Aspek aspek kualitas hidup berdasarkan skala kualitas hidup dari WHO yang disebut dengan WHO Quality of Life (WHOQOL-BREF) terdiri dari 4 domain/aspek, yaitu : a. Keadaan fisik (Physical) Kesehatan fisik disini merupakan penggambaran dari kepuasan individu terhadap kesehatan fisiknya, yang mencakup tingkat energi dan kelelahan (energy and fantigue), rasa sakit dan ketidaknyamanan (pain and discomfort), dan lama waktu untuk tidur dan beristirahat (sleep and rest).

28 b. Keadaan Psikologis (Psychological). Keadaan psikologis disini merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya yang meliputi, gambaran diri dan penampilan (bodily and appearance), seberapa sering seseorang memiliki perasaan yang negatif seperti sedih, dan marah (negative felly), perasaan positif (positive felly), gambaran tentang kepuasan terhadap diri (self esteem), dan mengenai kemampuan seseorang dalam berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi (thingking, learning, memory and concentration). c. Hubungan sosial (Social Relationship). Hubungan sosial disini merupakan kemampuan individu dalam bergaul yang meliputi, hubungan personal antara individu dengan orang disekitarnya (personal relationship), dukungan yang didapat individu dari lingkungan sosialnya (social support), dan aktivitas seksual (sexual activity). d. Hubungan dengan Lingkungan (Environment) Hubungan dengan lingkungan disini lebih menunjukan tentang keadaan disekitar kehidupan individu yang meliputi, sumberdaya keuangan/ kemapuan finansial yang dimiliki individu (financial resources), kebebasan individu, keselaman fisik dan keamanan yang dimiliki individu (freedom, safety phisical and security), ketersedian akses dan kualitas fasilitas kesehatan dan sosial (health and social care : accessbility and quality), keadaan

29 lingkungan sekitar rumah (home environment), ketrampilan dan kesempatan untuk memperoleh informasi baru (opportunities for acquiring new information and skill), partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan olahraga (partisipation in and opportunities for recreation/leisure), kesehatan lingkungan seperti polusi, kebisingan, lalu lintas dan iklim (physical environment (pollution/noise/traffic/cimate)), dan ketersediaan sarana transportasi di lingkungan sekitar tempat tinggal individu (transport). (WHO, 1997). Aspek-aspek kualitas hidup dalam The Flanangan Quality of Life Scale (QOLS) oleh ( dalam Burckhardt & Anderson, 2003), aspek kualitas hidup adalah sebagai berikut : a. Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik meliputi kesejahteraan dan keamanan finansial, kesehatan fisik dan keselamatan pribadi. b. Hubungan dengan orang lain Hubungan dengan orang lain meliputi hubungan dengan orang tua, saudara dan kerabat lainnya, memiliki dan membesarkan anak-anak, hubungan dengan pasangana atau orang penting lainnya, dan hubungan dengan teman. c. Sosial, Masyarakat dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah.

30 Aspek tersebut terkait dengan membantu dan menolong orang lain, dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan nasional. d. Pengembangan dan pemenuhan pribadi Pengembangan dan pemenuhan pribadi meliputi pengembangan intelektual, pemahaman pribadi, peran dalam pekerjaan, kreatifitas dan eksoresi pribadi. e. Aspek Rekreasi Aspek rekreasi meliputi sosialisasi, kegiatan rekreasi pasif dan pengamatan, kegiatan rekreasi aktif dan partisipasi. Berdasarkan uraian diatas maka aspek-aspek kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkunganm keempat domain tersebut telah mencakup berbagai aspek yang dapat digali untuk menggambarkan kualitas hidup seseorang. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Berdasarkan uraian dari beberapa tokoh, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah : a. Sosial demografi (Socio-demographic ) Berdasarkan literatur sebelumnya yang ditulis oleh Ardalan (2011) yang penelitiannya mengenai kualitas hidup lansia korban gempa Bam, menunjukan bahwa faktor sosial demografi mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Fakfor sosial demografi

31 meliputi, jenis kelamin, umur seseorang, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. b. Besarnya Jaringan dan Religiusitas Besarnya jaringan yang dimaksud disini adalah hubungan individu yang meliputi jumlah saudara yang dimiliki, kalangan orang yang dikenal, jumlah keluarga yang dimiliki dan kepercayaan/agama yang diyakini individu (Lim, 2008). c. Kecerdasan Emosi Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati (Ghozally, dalam Larasati, 2011). Jadi berdasarkan uraian tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang diantaranya adalah, faktor sosial demografi, jaringan sosial, mengenali diri sendiri, kemampuan menyesuakan diri dan juga kepercayaan/ religiusitas seseorang. Koping religius merupakan usaha agar memiliki kecerdasan emosi yang dibalut dengan religiusitas seseorang atau kepercayaan seseorang.

32 B. Koping Religius 1. Pengertian Koping Religius Koping adalah segala bentuk usaha, pikiran, serta tindakan untuk mengatasi situasi penuh tekanan (Lazarus & Folkman dalam Angganantyo, 2014). Terdapat beberapa jenis koping salah satunya adalah koping yang didasarkan pada kepercayaan atau agama. Koping tersebut sering disebut sebagai koping religius. Koping religius merupakan suatu strategi dimana seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, dimana hal tersebut memiliki hubungan yang positif terhadap kesehatan mental dan kinerja seseorang, (Aldwin & Yancura dalam Komar, 2011). Seperti yang diungkapkan Wong dan Gorusch koping religius adalah suatu cara individu menggunakan keyakinannya dalam mengelola stres dan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan (Wong- McDonald dan Gorsuch dalam Utami, 2012). Pendapat Wong dan Gorush didukung oleh pertanyaan Wong dan Wong bahwa koping religius adalah strategi koping dengan memasukan pemahaman akan suatu kekuatan yang amat besar dalam hidup, dimana kekuatan tersebut dikaitkan dengan unsur ketuhanan (Wong & Wong dalam Angganantyo, 2014). Kemudian Pargament mengungkapkan bahwa koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan (Pargament dalam Anggraini, 2014). Lebih

33 lanjut, Pargament menjelaskan bahwa keragaman koping religious dilihat berdasarkan individu, situasi, dan budaya yang membentuk berbagai religious coping tersebut (Pargament dalam Anggraini, 2014). Berdasarkan uraian sebelumnya maka koping religius merupakan salah satu strategi untuk mengurangi tingkat stress melalui aktivitas ibadah, memperbaiki hubungan dengan Tuhan, dan aktivitas spiritual lainnya (Anggraini, 2014). Koping religius yang diungkapkan Anggraini didukung oleh Safarian yang menyatakan bahwa koping religius memainkan peran penting dalam menurunkan atau menahan (reducing and buffering) efek stressor kerja pada individu (Safaria dalam Rachmawati dan Nashori, 2013). 2. Aspek-aspek Koping Religius Aspek-aspek koping religius menurut Alfakseir & Goleman (2011) antara lain : a. Merefleksikan dan fokus pada perbuatan dan praktik keagamaan ( Reflected a focus on religious deeds and practice). Meliputi mencari ketenangan dengan mengingat Allah, mencari ketenangan dan bimbingan dengan membaca Al- Qur an, memohon pada Nabi dan kyai (appealed to prophet and imams), membaca do a tertentu, menghadiri pengajian ketika marah, memohon kemudahan dengan berdo a.

34 b. Perasaan negatif terhadap Allah ( Highlighted negative fellings toward God). Meliputi merasa bahwa Allah telah melupakan hambanya (bertanya-tanya apakah Allah benar-benar peduli), kecewa dengan rahmat dan kasih sayang Allah, marah terhadap Allah karena membiarkan masalah ini terjadi, dan menyadari bahwa Allah tidak dapat menjawab semua do a. c. Pemaknaan dalam hati ( Related to the benevolent reapprasial). Aspek pemaknaan dalam hati meliputi menganggap bahwa situasi tersebut merupakan cobaan dari Allah, melihat situasi sebagai kehendak dari Allah, penderitaan adalah untuk pemurnian dosa-dosa, berusaha sabar karena Allah bersama orang-orang yang sabar, penderitaan dan kesulitan memperkuat keimanan, dan penderitaan dapat membawa hambanya lebih dekat kepada Allah. d. Merefleksikan cara pasif dari koping religius (Reflected the passive way of religious coping). Merefleksikan cara pasif antara lain adalah tidak mencoba untuk berbuat banyak ; hanya menduga Allah akan menanganinya, ditakdirkan untuk memiliki situasi tersebut sehingga tidak mencoba untuk mengubahnya, dan tidak berbuat banyak hanya mengaharapkan Allah memecahkan masalah hambanya.

35 e. Relevan dengan cara aktif untuk melakukan koping (Relevant to an active way of coping). Mengembalikan situasi kepada Allah setelah melakukan semua secara maksimal, melakukan apa yang mampu untuk dilakukan dan menyerahkan sisanya kepada Allah, melakukan semua yang mampu dilakukan dan meminta kepada Allah atas kehendaknya (tawakal). Dari 5 aspek yang dipaparkan oleh Alfakseir & Goleman, aspek-aspek tersebut dibagi menjadi 2 jenis yaitu koping positif dan koping negatif. Pargament mengidentifikasi dua jenis koping religious, yaitu positive koping religius dan negative koping religious yang berimplikasi terhadap kesehatan mental (Pargamaent dalam Anggraini, 2014). a. Koping Religius Positif Menurut Pargament, Koenig & Perez ( dalam Anggraini, 2014) koping religius Positif adalah sebuah ekspresi spiritualitas, hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan bahwa ada makna yang dapat ditemukan dalam hidup, serta adanya hubungan spiritualitas dengan orang lain. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan beberapa bentuk koping religius positif, yaitu dukungan spiritualitas, penilaian kembali mengenai kebaikan dalam agamanya, serta adanya pendekatan kolaboratif atau aktif dalam mengatasi masalah.

36 Gaya pendekatan kolaboratif atau aktif ini menunjukkan adanya tanggungjawab bersama dalam proses penyelasaian masalah dan kerjasama individu dengan Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut. b. Koping Religius Negatif Menurut Pargament, Koenig & Perez (dalam Anggraini, 2014) koping religious negatif adalah sebuah ekspresi dari hubungan yang kurang aman dengan Tuhan, pandangan yang lemah dan kesenangan terhadap dunia, serta adanya perjuangan religiusitas dalam pencarian makna. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan bentuk dari koping religius negatif meliputi ketidakpuasan terhadap anggota jama ah tertentu dan adanya penilaian mengenai hal-hal negatif terhadap agamanya. Gaya pendekatan penangguhan atau pasif, yaitu individu tunduk pasrah pada tanggungjawab Tuhan dan menunggu solusi muncul melalui upaya aktif Tuhan dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Strategi religius koping menurut Pargament dalam Utami (2012) a. Collaborative ( Kolaboratif ) Merupakan strategi koping yang paling umum, dalam hal ini individu dan Tuhan tidak memainkan peran yang pasif dalam proses pemecahan masalah, tetapi keduanya bekerja

37 bersama-sama memecahkan masalah individu. Tuhan memberikan active voice yang digunakan sebagai petunjuk oleh individu dalam mempertimpangkan keputusan untuk menyelesaikan masalahnya. b. Self-directing ( Mengarahkan diri ) Individu dibantu tindakannya dalam memecahkan masalahnya. Individu yang menggunakan strategi ini memandang dirinya sebagai orang yang diberi Tuhan kemampuan dan sumber-sumber untuk memecahkan masalah. c. Deferring ( Menunda ) Individu bergantung pada Tuhan dalam mencari tandatanda/isyarat untuk mengatakan kepada individu pendekatan pemecahan masalah yang akan digunakan. Seperti individu melakukan sholat tahajut atau sgolat istiqarah yang ditujukan untuk mencari petunjuk dari Allah dalam menyelesaikan masalah individu tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka koping religius terdiri dari lima aspek yakni, prektek ibadah, perasaan negatif terhadap Allah, pemaknaan dalam hati, pasif dalam melakukan koping, dan cara aktif utuk melakukan koping. Dari lima aspek tersebut terbagi menjadi 2 jenis yakni positif koping religius dan negatif koping religius.

38 C. Hubungan Antara Religius Coping dan Kualitas Hidup Warga Penyintas Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. Koping religius merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengatasi masalahnya dengan menggunakan unsur keagamaan seperti yang telah diungkapkan (Pargament dalam Anggraini, 2014) koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan. Koping religius memiliki aspek-aspek yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan kualitas hidupnya, karena kualitas hidup yang baik tidak lepas dari upaya yang dilakukan individu agar dirinya tetap sehat baik secara fisik maupun psikis. Aspek koping religius yang pertama adalah perbuatan dan praktek ibadah, dalam melakukan ibadah sesuai yang diperintahkan Allah yakni sholat, membaca Al-Qur an, puasa dan lain sebagainya. Seorang individu yang melaksanakan sholat dan membaca Al-Quran dan memaknainya akan mendapatkan kesehatan rohani karena perasaan positif yang didapatkan dari ibadah dan do anya, sedangkan dengan melakukan puasa individu mendapatkan kesehatan secara jasmani, karena puasa juga sebagai upaya pembersihan organ pencernaan dan tubuh. Sehingga seseorang yang melakukan praktek ibadah juga akan memiliki kualitas hidup yang baik karena kondisi rohani, psikis dan fisiknya yang sehat.

39 Aspek yang kedua adalah perasaan negatif terhadap Allah, jika seorang individu merasa menyerah dengan situasi yang dialami dan memiliki perasaan negatif terhadap Allah maka individu tersebut akan merasa gundah, karena merasa tidak memiliki siapapun yang mampu menolongnya dalam situasi tersebut. Aspek berikutnya adalah pasif dalam melakukan Koping, seorang individu hanya diam dan menerima situasi yang rumit, tidak melakukan sesuatu dan tidak berusaha untuk keluar dari situasi yang rumit tersebut, dan hanya pasrah dengan keadaan dan sehingga hal tersebut justru membuat individu berkubang dalam situasi yang rumit. Seperti yang diungkapkan Gardner, Krageloh & Marcus (2013) dalam hasil penelitianya bahwa negatif koping religius justru meningkatkan stres pada subjeknya, dan sebaliknya positif koping religius mampu mengurangi stres pada subjeknya. Konsep negatif koping religius dan positif religius coping dikemukakan oleh Pargamen (dalam Anggraini, 2014). Aspek berikutnya adalah pemaknaan dalam hati hal tersebut berpengaruh pada kondisi psikis seorang individu ketika menghadapi situasi yang sulit, seperti mengidap penyakit atau mengalami masalah yang cukup berat, sehingga pemaknaan dalam hati ini akan membuat seseorang mampu memaknai setiap situasi yang dialami dengan mengambil hikmah dari setiap kejadian, karena segala yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari ketentuan yang telah direncanakan oleh Allah. Seorang individu yang mampu memaknai setiap

40 situasi dengan mengingat Allah akan memiliki perasaan yang optimis, dan fikiran yang positif, individu tersebut akan merasa baik-baik saja sehingga dalam kegiatan sehari-hari tetap berjalan normal dan hubungan dengan orang lain dan lingkuangan tetap berjalan dengan baik. Aspek yang terahir adalah menyerahkan segalanya kepada Allah setelah melakukan semua usaha, umat Allah mempunyai kehendak masing-masing sesuai rencana Allah, sehingga setelah seorang individu berusaha dan berbuat yang terbaik untuk mengatasi situasi yang sulit dalam hidup, individu tersebut harus mampu tawakal dan pasrah terhadap ketentuan yang akan terjadi karena segala yang terbaik hanya Allah yang tau. Individu akan memiliki perasaan yang tenang ketika menyerahkan segala sesuatunya kepada sang pencipta setelah melakukan segala hal dengan sekuat tenaga, sehingga memiliki hubungan yang baik dengan Tuhannya. Individu yang mampu menyerahkan diri kepada Allah akan memiliki perasaan dan fikiran yang sehat, karena tidak mengalami stress akibat situasi yang dihadapi, sehingga dengan berserah diri kepada Allah kualitas hidup seseorang akan tetap baik karena kondisi psikis yang tetap baik walaupun dalam situasi yang sulit. Berdasarkan uraian berikut peneliti berasumsi bahwa kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh koping religius, jika seseorang mampu menhadapi permasalahanya dengan baik maka tidak akan timbul efek yang negatif dalam hidupnya, dan kualitas hidup individu tetap baik.

41 D. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini terdapat 2 hipotesia yaitu : 1. Ada hubungan positif antara koping religius positif dengan kualitas hidup seseorang, dimana bila tingkat koping religiusnya positif tinggi maka tingkat kualitas hidupnya juga tinggi, sebaliknya bila seseorang memiliki koping religius positif yang rendah maka kualitas hidupnya juga rendah. 2. Ada hubungan negatif antara koping religius negatif dan kualitas hidup seseorang, seseorang yang memiliki tingkat koping religius negatif yang rendah akan memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi, sedangkan seseorang dengan tingkat koping religius negatif yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang rendah.