BAB I AGAMA DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

SOSIOLOGI AGAMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER VI PERTEMUAN I OLEH: AJAT SUDRAJAT

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ambisi sang tokoh tentang bidang yang digelutinya. 1 Dengan demikian

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. makna asal dari bahasa inggris. Metode sendiri berasal dari kata methode,

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan Logos yang artinya ilmu atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

INDONESIA DALAM SOSIAL MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

BAB IV KONSEP DASAR AGAMA EMILE DURKHEIM

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB III METODE PENELITIAN

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEORI INTELEGENSI GUILFORD

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Tugas Sosiologi Rangkuman Bab 1 Posted by ferinasp - 05 Sep :41

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makmur dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Erlangga, 2010), terj. Eka Widayati, hlm Jenny Thompson, Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam suatu penelitian, salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Taylor sebagaimana dikutip oleh Moeloeng mendefinisikan metodologi

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing)

Metode Penelitian Pendekatan kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisa data da

BAB III METODE PENELITIAN. yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA

BAB III METODE PENELITIAN. kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Untuk menghadapi berbagai

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

MENGENAL PENELITIAN ETNOGRAFI. Oleh Maaruf Fauzan, S.Si Widyaiswara LPMP Provinsi Aceh

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB III METODE PENELITIAN. yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti. 1 Oleh karena itu,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif. Penulis menggunakan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Dari segi metodologi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nana Sutarna, 2015

Transkripsi:

BAB I AGAMA DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM A. Latar Belakang Masalah Pada konteks kehidupan beragama sehari-hari, terkadang sulit untuk membedakan mana sesuatu yang murni agama dan hasil pemikiran atau interpretasi dari agama. Sesuatu yang murni agama, berarti berasal dari Tuhan, absolut dan mengandung nilai sakralitas. Hasil pemikiran agama berarti berasal dari selain Tuhan (manusia), bersifat temporal, berubah dan tidak sakral. Pada aspek realisasi, kadang mengalami kesulitan membedakan keduanya karena terjadi tumpang-tindih dan terjadi pencampur adukan makna antara agama dengan pemikiran agama, baik sengaja atau tidak. Perkembangan selanjutnya, hasil pemikiran agama kadang-kadang telah berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga ia disakralkan dan dianggap berdosa bagi yang berusaha merubahnya. Apakah agama adalah kebudayaan atau agama bagian dari kebudayaan ataukah dalam setiap kebudayaan, agama adalah bagian yang paling berharga dari seluruh kehidupan sosial. Untuk itu perlu mencermati konsep Emile Durkheim tentang agama, sebab pandangan agama baginya tidak lepas dari argumentasinya tentang agama sebagai juga bagian dari fakta sosial. Selain itu, Emile Durkheim telah melakukan riset dan refleksi tentang agama selama lebih kurang sepuluh tahun dan telah menghasilkan 1

2 pemikiran genius dalam bidang sosiologi agama, sehingga ia menempati posisi penting dan dipandang sebagai tokoh penting yang berperan dalam perkembangan Sosiologi. 1 Emile Durkheim dapat disebut sebagai bapak fase teori sosiologi modern yang paling utama. Dengan karya-karyanya yang sekian banyak artikel, monograf dan bahan-bahan kuliahnya (beberapa diantaranya diterbitkan setelah dia meninggal). Emile Durkheim paling terkenal dan bahkan merupakan figur utama dalam sejarah sosiologi modern dan juga paling berpengaruh terhadap pemikiran-pemikiran antropologi. Posisi berdirinya setara dengan Max Weber dan Sigmund Freud 2 dalam pemikiran sosiologi dan antropologi 3 abad ke-20. Sosok Durkheim dianggap sebagai ilmuwan pertama yang memperkenalkan konsep fungsi sosial dari agama. Ide-idenya oleh para ahli sosiologi modern telah digunakan untuk mendefinisikan fungsi-fungsi sosial agama, yaitu : Fungsi solidaritas sosial, memberi arti hidup, control sosial, perubahan sosial dan dukungan psikologi. Emile Durkheim membangun suatu kerangka yang luas untuk analisis sistem sosial yang penting bagi sosiologi serta sejumlah kedisiplinan yang berkaitan satu sama lain. Salah satu buku yang paling istimewa karangan yang ditulis Emile Durkheim adalah The Elementary Forms of Religious Life karena di 1 Peter Beliharz, Social Theory : A Guide to Central Thinkers, terj. Sigit Jatmiko, Teori-teori Sosial : Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2003).101. 2 Daniel L., Dekonstruksi Kebenaran : Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Ridhwan Muzir, M.Sykri, (Yogyakarta : Ircisod, 2001).137. 3 Talcott Parsons Emile Durkheim dalam D. I. Sills, e.d, International Encyclopedia of The Social Seince, (New York : Maemillah Publishing Co, Inc. and The Fress, 1978),.311.

3 karangannya ini ia menempatkan Sosiologi agama dan teori pengetahuannya di paling awal. Kemudian Durkheim juga meneliti/menganalisis dimana dia memulai segalanya dari yang paling primitif. Masyarakat biasanya melihat agama hanya menilik dari yang sakralnya saja dan dia memisahkan antara yang sakral dengan yang profan (bersifat umum) saja, namun Durkheim malah sebaliknya, dia melihat sesuatu yang profan itu sebagai sesuatu yang sakral dan sangat istimewa namun tetap mempertahankan esensial agama yang ada serta mengungkapkan realitas sosialnya. Durkheim berpandangan bahwa agama itu ada, tidak pernah sekalipun Durkheim berfikir bahwa agama itu tidak ada, namun di sisi lain dia tidak percaya dengan realitas supranatural yang telah menjadi pedoman agama tersebut. 4 Kemudian Durkheim juga berfikir bahwa sebenarnya masyarakat hanya berpegang dengan masyarakat itu sendiri, dan menganggap bahwa Tuhan hanya sebagai simbol atau formalitas yang seharusnya berseberangan dari pemikiran itu. 5 Dan dengan kata lain adalah masyarakat merupakan sumber dari segala kesakralan itu sendiri. Dapat dipahami yang sakral berkaitan dengan hal-hal yang penuh misteri baik yang sangat mengagumkan maupun yang sangat menakutkan. Sebab bukan benda-benda itu sendiri yang merupakan tanda dari yang sakral, tetapi justru berbagai sikap dan perasaan (manusianya) yang memperkuat kesakralan benda-benda itu. Dengan demikian kesakralan 4 George Ritzar, Douglas J.Goodman, Teori Sosiologi, (Jakarta : Kreasi Warna, 1992).37 5 Siahaan, Hotman M., Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 1997).14

4 terwujud karena sikap mental yang didukung oleh perasaan. Perasaan kagum itu sendiri sebagai emosi sakral yang paling nyata, adalah gabungan antara pemujaan dan ketakutan. Perasaan kagum itu menyebabkan daya tarik dari rasa cinta dan penolakan terhadap bahaya. Demikian juga sebaliknya hal-hal yang biasa tidak mengandung misteri atau mengagumkan di sebut sebagai profan. David Emile Durkheim adalah seorang cerdas yang lahir di Prancis bagian timur, Durkheim dari kecil dididik untuk menjadi seorang rabi, menurut jejak ayahnya, namun pada kehidupan selanjutnya ia beralih perhatian pada pendidikan, filsafat dan psikologi. Sewaktu Perancis kalah perang dari Rusia, pengalaman ini sangat mengesnkan baginya dan inilah yang menumbuhkan patriotisme dalam dirinya. Patriotisme bukan dalam arti militer, melainkan kepekaan dan rasa prihatin terhadap dekadensi yang melanda negaradan bangsa Perancis, terutama dalam bidang moral. Filsuf yang sangat berpengaruh pada Durkheim adalah A. Comte. Menurut Lukes, pengaruh Comte pada Durkheim bersifat fomatif. Unsur yang paling penting adalah perluasan sikap ilmiah terhadap studi tentang masyarakat, seperti ditulis oleh Durkheim dalam tesisnya tentang sumbangan Montesqieue bagi lahirnya sosiologi. 6 Di negara Perancis dalam masa hidup Durkheim ada dua teori moral yang berlaku. Durkheim mengambil jalan tengah dan menghapus jarak antara manusia dan alam, dan dengan itu memungkinkan penjelasan 6 Djuretna A. Imam Muhni, Moral dan Religi menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson, (Yogyakarta : Kanisius 1994).28

5 tentang moral dan religi secara sosiologi. 7 Ia setuju dengan kaum Idealis, bahwa pengalaman moral ini tidak dapat dikembalikan (dipulangkan) pada alam. Ia juga sependapat dengan aliran Naturalis dengan menempatkan gejala-gejala kemanusiaan seperti kebudayaan, pengetahuan, masyarakat, religi dan moral dalam dunia alam. Dalam pandangan filsafatnya yang kedua yaitu realisme, Durkheim mengakui masyarakat sebagai suatu kenyataan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana agama menurut Emile Durkheim? 2. Apa yang melatar belakangi pemikiran Emile Durkheim terkait dengan agama? C. Kajian Pustaka Dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul Agama dalam perspektif Emile Durkheim penulis telah melakukan riset serta observasi dalam rangka untuk memastikan bahwa judul skripsi tersebut diatas belum dan tidak ada yang membahas sebelumnya, sehingga nantinya dapat dipertanggung jawabkan, baik secara intelektual maupun moral. Selama riset dan observasi yang penulis lakukan khususnya di perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, penulis berani membuat 7 Djuretna A. Imam Muhni, Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson, (Yogyakarta : Kanisius 1994), 37.

6 kesimpulan bahwa, belum adanya tema dan judul serta focus pembahasan yang serupa dengan penulis angkat. Beberapa buku yang telah penulis survei ternyata ada beberapa buku yang sudah berkesinambungan dengan teori agama dan kesakralan Durkheim. Kebanyakan buku-buku yang telah dipublikasikan mengangkat tentang pemikiran bahwa segala analisanya dimulai dari hal-hal yang primitif dan pendapat Durkheim bahwasanya masyarakat merupakan sumber dan dasar segala-galanya, yang didalamnya individu sama sekali tidak mempunyai arti dan kedudukan dan religi adalah masyarakat yang disakralkan. Religi itu imanen tidak berdasarkan wahyu Ilahi dan berfungsi hanya sebagai penguat atau daya pertahanan yang sudah ada. Beberapa dari buku-buku tersebut antara lain : Djuretna A. Imam Muhni, Moral dan Religi menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson. 8 Dalam buku ini dijelaskan tentang hasil penelitian dan kajian ilmiah tentang moral dan religi menurut dua orang filsuf besar Perancis, Emile Durkheim dan Henri Bergson. Kedua filsuf tersebut melihat betapa pentingnya moral dan religi sebagai dasar kesejahteraan dan kebaikan hidup bersama. Manusia dipandang sebagai individu anggota masyarakat yang memiliki sosialibilitas dan tak mungkin hidup menyendiri. Kedua filsuf ini melihat unsur kreatif dalam kehidupan religius. Bagi mereka, akal (rasio) merupakan alat yang sangat berguna bagi kehidupan. Namun 8 Djuretna A. Imam Muhdi, Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson, (Yogyakarta : Kanisius 1994), 9.

7 pengandalan pada rasio inilah yang akhirnya menunjukkan perbedaan antara kedua filsuf tersebut dalam memandang moral dan religi. Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life. 9 Dalam jurnal ini dijelaskan bahwasanya agama primitif tampak lebih dapat membantu dalam menjelaskan hakekat religius manusia, diabndingkan dengan bentuk agama lain yang datang setelahnya, sebab agama primitif mampu memperlihatkan aspek kemanusiaan yang paling fundamental dan permanen. Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer. 10 Di buku ini dijelaskan bahwasanya ada beberapa jenis ritual kelompok yang tidak ada sama sekali keterkaitannya dengan unsur Tuhan ataupun roh-roh. Dan agama tidak lebih dari sekedar gagasan tentang Tuhan dan Roh, konsekuensinya agama tidak dapat didefinisikan sematamata dalam kaitannya dengan kedua hal tersebut. Maka dari sini kemudian penulis dapat memastikan bahwa judul yang penulis angkat merupakan orisinalitas dan belum ada satupun yang pernah membahas tema yang menjadi fokus yaitu Agama dalam Perspektif Emile Durkheim. 9 home.ku.edu.tr/~dyukseker/lecture-durkheim2-05.doc/the Elementary Forms of Religious, (New York : Pree Press 1995), 1-3, diakses pada 12/02/2017 10 Brian Morris, Antropologi Agama : Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer, (Yogyakarta : AK Group, 2003), 139-140.

8 D. Penegasan Judul Agama : Agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. 11 Perspektif : Perspektif adalah sudut pandang, pandangan. 12 Emile Durkheim : Emile Durkheim adalah salah satu pencetus sosiologi modern yang berkebangsaan Perancis, yang berhasil memperoleh kedudukan terhormat di Paris menjadi professor di Sorbonne. Durkheim menerbitkan karya besar yang berjudul Bentukbentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan. Dia juga menjelaskan keberadaan adanya fungsionalisme. 13 Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi Agama Perspektif Emile Durkheim adalah mengkaji teori tentang agama dan konsep tentang kemurnian atau kesucian dalam pandangan Emile Durkheim. E. Alasan Memilih Judul 11 Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed)., Agama : Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta : Rajawali, 1988). 12 http://kbbi.web.id/perspektif. 24/11/2016 13 https://id.wikipedia.org/wiki/%c3%89mile_durkheim. 24/11/2016

9 Adapun dasar yang melatar belakangi penulis mengangkat judul diatas adalah sebagai berikut : 1. Bahwa Emile Durkheim merupakan orang pertama yang membangun suatu kerangka yang luas untuk analisis sistem sosial yang penting bagi sosiologi serta beranggapan bahwa masyarakat adalah satu realitas yang bersifat sui generis, memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dapat ditemukan kesamaannya diseluruh mayapada ini. 2. Bahwa Emile Durkheim lah yang pertama kali menganalisis semua teori dan memulai semuanya dari yang primitif. 3. Bahwa masyarakat biasanya melihat agama hanya menilik dari sakralnya saja dan memisahkan antara yang sakral dan yang profan (bersifat umum) saja, Durkheim berbeda, dia melihat sesuatu yang profan itu sebagai sesuatu yang sakral dan sangat istimewa, namun tetap mempertahankan esensial agama yang ada serta mengungkapkan realitas sosialnya. F. Tujuan Yang Ingin Dicapai Sesuai dengan objek kajian dan rumusan masalah di atas, kajian ini bertujuan untuk : 1. Untuk menjelaskan agama menurut pandangan Emile Durkheim. 2. Untuk menjelaskan alasan-alasan apa saja yang melatar belakangi konsep agama menurut Emile Durkheim.

10 G. Metode Penelitian Dalam penelitian perlu adanya metode atau jalan, karena kebenaran itu hanya dapat diperoleh dengan jalan setapak demi setapak, dengan analisa yang detil dan radikal (akar). Karena dengan demikian bila tercapai hasilnya dalam ilmu pengetahuan itu merupakan urut-urutan demonstrasi pembuktian tentang kebenaran mulai dari asas-asasnya yang telah diketahui sedikit demi sedikit untuk mengetahui pengetahuan tentang hal yang belum diketahui. Jadi metode adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah. Dan sebagai langkah awal penelitian tentang Agama dalam Perspektif Emile Durkheim ini, dibutuhkan proses penelitian yang komprehensif. Sehingga akan dihasilkan penelitian yang maksimal dalam penyusunan skripsi ini. Untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut dibutuhkan sebuah metode dalam penelitian karya ilmiah ini, yaitu : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dengan tahapan-tahapan guna mengetahui dan memahami kebenarannya, yaitu : Pertama, melalui Interpretasi, data yang dikumpulkan dari keterangan naskah, referensi, fakta atau peristiwa sejarah ditangkap nilai, arti dan maksudnya melalui ekplorasi kepustakaan (Library Research). 14 Kedua, koherensi intern yaitu, usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan 14 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), hlm.63.

11 menunjukkan semua unsur struktural dilihat dalam satu struktur yang konsisten, sehingga merupakan internal struktural atau internal relational. 15 Ketiga, deskripsi analitis yaitu, seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Deskripsi merupakan salah satu unsur hakiki untuk menemukan ide dasar pada suatu kenyataan tertentu. Satu usaha untuk mempresentasikan realitas yang diserap oleh panca indera, yang diteruskan dengan satu analisa yang menyeluruh menyangkut semua pemahaman yang ada. 16 2. Sumber Data Kajian ini bersifat kepustakaan (Library Research). Karena itu data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan objek studi ini. Adapun sumber data perlu dibedakan antara sumber primer dan sekunder. Dan buku-buku sumber primernya yaitu buku yang ditulis oleh Emile Durkheim sendiri. Sedangkan sumber yang sekunder adalah majalah atau buku-buku yang ditulis oleh orang lain yang membahas tentang Agama dalam 15 Anton Bakker, Achmad Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), 64. 16 Ibid., 95.

12 Perspektif Emile Durkheim ditambah beberapa buku yang masih berkesinambungan dengan persoalan tersebut, yaitu : a. Peter Beliharz, Social Theory : A Guide to Central Thinkers, terj. Sigit Jatmiko, Teori-teori Sosial : Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2003).101. b. Daniel L., Dekonstruksi Kebenaran : Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Ridhwan Muzir, M.Sykri, (Yogyakarta : Ircisod, 2001).137. c. Talcott Parsons Emile Durkheim dalam D. I. Sills, e.d, International Encyclopedia of The Social Seince, (New York : Maemillah Publishing Co, Inc. and The Fress, 1978).311. d. George Ritzar, Douglas J.Goodman, Teori Sosiologi, (Jakarta, Kreasi Warna, 1992).37 e. Siahaan, Hotman M., Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi, (Jakarta : Penerbit Erlangga).14 f. Djuretna A. Imam Muhni, Moral dan Religi menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson, (Yogyakarta, Kanisius 1994).28 g. Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990). h. Parsudi Suparlan dalam Robertson, Roland (ed)., Agama : Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta : Rajawali, 1988). 3. Metode Pengumpulan Data Jenis penelitian ini adalah Historis Factual mengenai tokoh beserta pemikirannya. Maka dalam hal ini penulis mengerjakan penelitian

13 kepustakaan yaitu data yang menyangkut dan membicarakan tentang latar belakang kehidupan dan pemikiran Emile Durkheim khususnya mengenai Agama dalam Perspektif Emile Durkheim. Penulis akan menghimpun data-data yang meliputi biografi, kemudian elemenelemen yang mempengaruhi serta membentuk pemikiran Emile Durkheim, data corak pemikirannya tentang agama. Di samping itu pula penyelidikan yang mendalam mengenai situasi yang mengitarinya, termasuk kondisi politik, budaya serta hal-hal yang berkembang pada masanya. Dalam hal dimensi internal, termasuk latar belakang hidup, pendidikan, evaluasi pemikiran dan paradigma piker yang digunakan. Selanjutnya, data yang diperoleh diedit ulang, dilihat kelengkapannya dengan diselingi pengurangan dan penambahan data yang diselingi dengan klasifikasi data untuk memperoleh sistematika pembahasan yang terdeskripsikan dengan rapi. Untuk penggalian data, penulis menggunakan Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. 17 Data-data yang diperoleh melalui studi ini lebih spesifiknya berkisar tentang tema Agama dalam Perspektif Emile Durkheim. Jadi, dalam pengambilan data hanya terfokus pada konsepsi agama dari sudut pandang sang tokoh. 4. Analisa Data 17 Suharsini Arikunto, Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), 99.

14 Dalam penelitian yang berdasarkan Library Research (studi pustaka), menggunakan pendekatan Content Analysis menjadi suatu keharusan. Jadi data yang tersaji atau yang telah dikumpulkan, diidentifikasi dengan interpretasi isi atau materi. Kemudian seluruh hasil interpretasi dipetakan dalam sistematisasi deskriptif analitis. Upaya yang dilakukan oleh metode Content Analysis mencakup : Pertama, klarifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi. Kedua, menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi. Ketiga, menggunakan tekhnik analisis sebagai dasar prediksi. Dalam memberikan prediksi terdapat tiga syarat yaitu, objektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi. Content Analysis sering digunakan dalam penelitian kualitatif. George dan Kraucer mengungkapkan bahwa Content Analysis kualitatif lebih mampu menyajikan dan melukiskan prediksinya lebih baik. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode lain seperti halnya metode historis, yaitu masalah atau situasi aktual yang diteliti harus ditempatkan dalam konteks historis, bagaimana muncul dan berkembangnya. Dan metode deskripsi, yaitu seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan atau dibahasakan, ada kesatuan mutlak antara jiwa dan raga. Data yang dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap. 18 H. Sistematika Pembahasan 18 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo, 1997), 48.

15 Untuk memberikan sistematika pembahasan yang jelas maka pada skripsi ini penulis mencoba menguraikan isi kajian pembahasan. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan uraian sebagai berikut : Bab Pertama, Pendahuluan menguraikan secara spesifik mengenai tentang gambaran umum dari latar belakang masalah yang berfungsi sebagai pengantar dalam pemahaman pembahasan berikutnya. Pada bab ini terdiri dari sub-sub bab yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Alasan Memilih Judul, Penegasan Istilah, Tujuan Yang Ingin Dicapai, Sumber Data, Metodologi Penelitian dan yang terakhir adalah Sistematika Pembahasan. Bab Dua, Penjelasan tentang beberapa teori-teori agama diluar pemikiran Emile Durkheim. Bab Tiga, Penjelasan secara detail mengenai biografi yang mencakup latar belakang kehidupan, latar belakang pemikiran yang kemudian memunculkan teori tentang sakral dan profan, karya-karya Emile Durkheim serta yang terakhir tokoh-tokoh yang ada dibalik semua pemikiran Emile Durkheim. Bab Empat, Penjelasan mengenai bagaimana konsep kesakralan atau kesucian dalam agama tersebut, bagaimana agama dalam pendekatan sosiologi serta agama totemisme. Bab Lima, Analisa tujuan, berisi tentang keseluruhan pemikiran Durkheim tentang agama.

16 Bab Enam, merupakan bab terakhir yang terdiri dari penutup atau kesimpulan dan saran.