BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSPDG UMY) telah berdiri sejak tahun 2004. PSPDG UMY merupakan salah satu program studi yang berada di bawah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY. Pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dengan menggunakan PBL sebagai strategi pembelajarannya. Implementasi kurikulum berbasis kompetensi dituangkan dalam sistem blok. Terdapat tujuh domain dalam standar kompetensi dokter gigi Indonesia. Ketujuh domain tersebut adalah profesionalisme, penguasaan ilmu pengetahuan kedokteran dan kedokteran gigi, pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik, pemulihan fungsi sistem stomatognatik, kesehatan gigi dan mulut masyarakat, serta manajemen praktik kedokteran gigi (SKDGI, 2006). Ketujuh domain tersebut tersebar dalam 24 blok pada pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY dan ditempuh selama empat tahun. Saat ini terdapat 462 mahasiswa pada pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY yang tersebar dalam empat angkatan. Seluruh mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa yang mengikuti tahap pendidikan sarjana sejak semester/tahun pertama karena PSPDG UMY tidak menerima mahasiswa transfer/pindahan daripspdg/fkg lain di Indonesia. Pembelajaran dengan strategi PBL berpusat pada mahasiswa (student centered learning) diterapkan dalam bentuk kegiatan diskusi kelompok (tutorial) dan belajar mandiri. Mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari 10-13 orang dan dibimbing oleh seorang tutor (fasilitator). Pelaksanaan tutorial menggunakan tujuh langkah atau seven jump Maastricht untuk memandu mahasiswa dalam mendiskusikan masalah yang ada dalamskenario. Setiap skenario akan diselesaikan dalam satu minggu dengan dua kali pertemuan. Langkah satu sampai dengan lima dilaksanakan pada pertemuan pertama. Langkah enam dilakukan di antara pertemuan pertama dan kedua. Langkah tujuh dilaksanakan pada pertemuan kedua. Proses tutorial menuntut mahasiswa agar aktif dalam mencari informasi atau belajar mandiri. Belajar mandiri dapat dilakukan dengan akses informasi baik melalui internet (artikel ilmiah terbaru), perpustakaan (text book dan laporan penelitian), kuliah, dan konsultasi pakar. Mahasiswa berpendapat mereka lebih terdorong untuk belajar secara aktif mencari literatur yang berkaitan dengan tujuan belajar yang ditetapkan. Sebagian mahasiswa juga berpendapat bahwa pembelajaran menggunakan tutorial sangat cocok untuk mahasiswa yang aktif dalam diskusi dan kurang cocok untuk mahasiswa yang pasif. Para alumni PSPDG UMY memiliki penilaian positif terhadap pembelajaran tutorial. Menurut mereka,
pembelajaran tutorial sangat membantu mereka selama melakukan diagnosis dan membuat rencana perawatan. Para alumni juga memberikan masukan tentang konsep-konsep di bidang keilmuan kedokteran gigi yang masih kurang jelas selama diskusi tutorial. Mereka mengusulkan konsep-konsep tersebut dibahas dan didiskusikan pada akhir blok. Perkuliahan dilakukan untuk menunjang pelaksanaan tutorial. Perkuliahan tersebut dapat membantu mahasiswa untuk memahami secara lebih jelas hal-hal yang sulit untuk dimengerti saat tutorial ataupun belajar mandiri. Seorang pakar dapat memberikan pengalaman-pengalaman klinis yang pernah mereka dapatkan saat melakukan praktik pelayanan kedokteran gigi. Perkuliahan seharusnya dapat mentransfer secara aktif pengetahuan, pemahaman, keterampilan motorik, dan sikap/nilai (Dent danharden, 2009). Akan tetapi sebagian besar perkuliahan yang dilakukan di PSPDG UMY berupa transfer pengetahuan dan pemahaman, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa transfer sikap/nilai. Pada blue print terlihat bahwa pelaksanaan perkuliahan dimaksudkan untuk mempelajari prinsip, konsep, dan kaidah mata kuliah tertentu. Transfer sikap/nilai lebih banyak muncul dari inisiatif dosen saat memberikan kuliah. Kegiatan pembelajaran lain yang dilakukan adalah praktikum dan skills lab. Praktikum dilaksanakan sebagai upaya menunjang pemahaman kedokteran dasar dan kedokteran gigi dasar mahasiswa. Beberapa praktikum yang dilaksanakan adalah praktikum anatomi, praktikum fisiologi, praktikum biokimia, praktikum histologi, praktikum mikrobilogi, dan praktikum farmakologi. Sedangkan skills lab dilaksanakan untuk menfasilitasi mahasiswa dalam belajar keterampilan motorik, kognitif, dan afektif. Pada saat mengikuti pembelajaran di skills lab, mahasiswa dapat melihat secara langsung dan mendemonstrasikan beberapa keterampilan klinis. Terdapat dua macam keterampilan klinis yang dapat diajarkan kepada mahasiswa yaitu keterampilan teknis dan non-teknis. Yang dimaksud dengan keterampilan teknis antara lain: kemampuan menggali riwayat, pemeriksaan fisik, keterampilan komunikasi dengan pasien, keterampilan prosedural, dan manajemen informasi. Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan non teknis adalah kesadaran terhadap situasi yang terjadi, manajemen tugas, komunikasi antar anggota tim, dan kemampuan mengambil keputusan (Dent dan Harden, 2009). Beberapa keterampilan prosedural yang dipelajari oleh mahasiswa tahap sarjana PSPDG UMY antara lain: melakukan penambalan gigi, pencabutan gigi, pembersihan karang gigi, melakukan penatalaksanaan pasien dengan maloklusi, membuat gigi tiruan, melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan dan melakukan bedah minor intraoral. Keterampilan tersebut dipelajari oleh mahasiswa dengan alat bantu mikromotor, panthom dan manekuin yang telah disediakan. Keterampilan teknis non-prosedural seperti kemampuan menggali riwayat pasien, pemeriksaan fisik, keterampilan komunikasi dengan
pasien, dan manajemen informasi dipelajari oleh mahasiswa dengan metoda role play. Setiap mahasiswa bergantian dengan mahasiswa lain melakukan peran sebagai dokter gigi dan pasien. Penggunaan pasien terstandar biasanya dilakukan saat pelaksanaan ujian OSCE di setiap akhir blok. Implementasi pelaksanaan skills lab dengan menggunakan strategi PBL di PSPDG UMY dilakukan dengan mendahulukan pelaksanaan tutorial sebelum skills lab pada setiap blok yang berjalan. Masalah atau kasus yang terjadi di klinik dijadikan sebagai pemicu oleh mahasiswa untuk belajar secara aktif dan mandiri dan didiskusikan dalam tutorial. Setelah mendiskusikan kasus tesebut kemudian mahasiswa dipaparkan dengan pengalaman klinis secara dini yang dilaksanakan dalam kegiatan skills lab. Di dalam standar kompetensi dokter gigi Indonesia (SKDGI) tahun 2006 disebutkan bahwa SKDGI dirumuskan melalui pengorganisasian kemampuan berdasarkan pendekatan yang bersifat umum ke yang bersifat khusus/spesifik yaitu domain, kompetensi utama, kompetensi penunjang dan kompetensi dasar. Pengembangan pernyataan kompetensi (competency statement) yang khusus dan spesifik diperlukan sebagai usaha untuk menggambarkan tingkat pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang harus dimiliki oleh lulusan dokter gigi baru. Domain dan kompetensi utama pada SKDGI telah dilengkapi dengan deskripsi untuk memberikan informasi tentang lingkup yang akan dijangkau kedalamannya. Sedangkan kompetensi penunjang dan kompetensi dasar berisikan pernyataan kompetensi-kompetensi yang disertai dengan tingkat kompetensi (level of competency) untuk mencapai kompetensi utama yang telah ditetapkan. Tingkat kompetensi ditentukan dengan memanfaatkan taksonomi yang telah dikenal dan dipakai di dunia pendidikan kedokteran, yaitu; kognitif (C), psikomotorik (P) dan afektif (A). Batas minimal tingkat kompetensi ditentukan berkisar pada tingkat kognitif 1 s/d 4, psikomotorik 1 s/d 5 dan afektif 1 s/d 5. Saat ini terdapat 17 dosen instruktur skills lab PSPDG UMY. Ketujuhbelas dosen tersebut menfasilitasi pembelajaran keterampilan klinik pada empat angkatan di PSPDG UMY. Setiap dosen instruktur biasanya menfasilitasi 6-10 mahasiswa pada setiap kelompok. Pelaksanaan skills lab dilakukan di satu ruang skills lab yang yang dibagi dalam 12 meja kelompok. Pada keterampilan yang membutuhkan kursi gigi, maka pelaksanaan skills lab dilakukan di ruangan lain yang telah disekat dalam beberapa kelompok. Skills lab biasanya dimulai dengan salah satu dosen instruktur yang menjelaskan satu keterampilan yang akan dipelajari pada sesi tersebut. Pada awal sesi tersebut, mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk menyaksikan video yang mendemonstrasikan keterampilan klinik. Setelah itu mahasiswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing. Dalam kelompok tersebut, dosen instruktur mempraktikkan keterampilan yang dimaksud.
Mahasiswa kemudian diminta untuk mempraktikkan keterampilan dan menyelesaikan tugas yang diberikan di awal sesi. Implementasi pelaksanaan skills lab pada kurikulum pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY dilaksanakan untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang ada dalam SKDGI. Implementasi tersebut tentunya memerlukan evaluasi dan peningkatan strategi yang dilaksanakan pada pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY. Upaya mendeterminasi kebutuhan dan meningkatkan kualitas sebuah kurikulum dan metoda pembelajaran dapat dilakukan evaluasi dan melakukan peningkatan kualitas staf pengajar dengan mengadakan program pengembangan staf pengajar (Clark et al., 2004; Skeff et al., 1997). Untuk membantu staf fakultas memenuhi peran majemuk mereka, sebuah variasi program dan kegiatan-kegiatan pengembangan staf pengajar telah dirancang dan diterapkan. Programprogram tersebut antara lain workshop, seminar, short course dan site visits, fellowship, serta program longitudinal lainnya (Steinert et al, 2006). Selama ini PSPDG UMY secara rutin mengadakan pelatihan di setiap awal blok yang berkaitan dengan konten/materi yang akan diajarkan. Sedangkan pelatihan peningkatan kemampuan mengajar terakhir diadakan sekitar tiga tahun yang lalu. Survei dilakukan pada tanggal 6-7 januari 2014 terhadap 17 dosen instruktur di ruang skills lab PSPDG UMY. Hasil survei menunjukkan para dosen instruktur skills lab membutuhkan pelatihan pengajaran keterampilan klinik yang efektif. Survei juga dilakukan dengan memberikan kuesioner pertanyaan terbuka kepada mahasiswa tentang kemampuan dosen instruktur selama mengajar keterampilan klinik. Mahasiswa menilai kemampuan mengajar keterampilan klinik dosen instruktur perlu ditingkatkan. Kemampuan tersebut antara lain adalah kemampuan menjelaskan keterampilan klinik secara efektif dan kemampuan komunikasi khususnya dalam memberikan umpan balik...ada beberapa instruktur satu dan lain yang tidak sama pendapatnya (cara memanipulasi bahan dan menjelaskan). Ada instruktur yang kurang terampil dalam mengajar. Sehingga membingungkan mahasiswa. (komentar terbuka mahasiswa, 1. 3). Emery (1984) melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa tentang kemampuan instruktur klinik dengan melakukan survei kepada 102 yang telah menyelesaikan pendidikan klinik pada pendidikan fisioterapi. Hasilnya terdapat empat dimensi kemampuan mengajar (dikdatik) keterampilan klinik. Keempat dimensi tersebut adalah kemampuan komunikasi, kemampuan interpersonal, kemampuan professional, dan kemampuan dikdatik. Pada penelitian ini fokus peningkatan kemampuan mengajar keterampilan klinik pada dua dimensi yaitu kemampuan komunikasi dan kemampuan dikdatik.
Kata dokter (doctor) berasal dari bahasa latin, docere, yang berarti mengajar (Shapiro, 2001; disitasi oleh Steinert, 2005). Banyak dokter/dokter gigi yang dipersiapkan menjadi seorang klinisi tetapi jarang yang dilatih menjadi seorang guru. Pengembangan staf pengajar/guru merupakan proses sistematik yang ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada para pengajar di bidang kedokteran gigi tentang ilmu pendidikan agar meningkatkan keterampilan/kemampuan pengajaran mereka. Pengajar di bidang kedokteran gigi merupakan ahli dalam hal konten akan tetapi mereka kurang memiliki banyak pengetahuan tentang proses pendidikan. Pengembangan staf pengajar sangat penting untuk meningkatkan tugas pengajaran mereka (Amin dan Eng, 2009). Rekomendasi laporan Dearing (1998) menekankan pada pentingnya kemampuan dalam mengajarkan keterampilan klinik. Pengembangan staf pengajar merujuk pada beberapa teori belajar yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana staf pengajar berkembang. Salah satu teori belajar yang paling sering digunakan adalah teori belajar sosial. Teori tersebut mengungkapkan tiga proposisi yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain (determinasi resiprokal). Tiga proposisi tersebut adalah faktor lingkungan, personal, dan faktor perilaku. Intervensi suatu program pengembangan staf pengajar banyak dirancang dengan merujuk pada teori ini. Beberapa model intervensi tersebut antara lain dengan menggunakan video role modeling, role play, dan pelaksanaan intervensi lain yang dilakukan dengan cara memberikan model yang diamati ataupun memberikan umpan balik terhadap performa peserta pelatihan. Penelitian pengembangan staf (peningkatan kemampuan mengajar keterampilan klinik) secara luas telah dilakukan di berbagai negara (Steinert, 2006). Penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia masih banyak difokuskan pada metoda pembelajaran yang digunakan seperti penelitian dasar mengenai hubungan antara beberapa variabel dengan hasil belajar, penelitian tentang efektifitas problem based learning, penelitian mengenai assessment, penelitian mengenai pendidikan berkelanjutan, pembelajaran kontekstual, Community Based Education serta penelitian mengenai pembelajaran di klinik. Sedangkan penelitian mengenai kinerja dan kemampuan pengajar yang menggunakan metoda pembelajaran tersebut masih jarang dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang kinerja dan kemampuan pengajar lebih banyak menggunakan data survei yang nantinya dideskripsikan dan dikorelasikan. Penelitian eksperimen yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan mengajar masih sangat jarang dilakukan. Oleh karena itu peneliti bermaksud melakukan penelitian pendahuluan dengan memberikan intervensi berupa program pengembangan dosen instruktur skills dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan para dosen insruktur dalam mengajar keterampilan klinik di tahap sarjana PSPDG UMY.
B. Masalah Penelitian Dari latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti menitikberatkan pada masalah kemampuan mengajar keterampilan klinik para dosen instruktur. Kemampuan mengajar keterampilan klinik memiliki peran dalam mentransfer kemampuan keterampilan klinik kepada mahasiswa kedokteran gigi. Suatu program pengembangan staf pengajar perlu diberikan untuk meningkatkan kemampuan mengajar keterampilan klinik. Dalam penelitian ini para dosen instruktur keterampilan klinik pada pendidikan tahap sarjana diberikan intervensi program. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah feasibilitas pelaksanaan program dan apakah program pengembangan staf yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan mengajar keterampilan klinik para dosen instruktur? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan penelitian pendahuluan dengan memberikan intervensi program pelatihan kepada para dosen instruktur untuk meningkatan kemampuan mengajar keterampilan klinik pada pendidikan tahap sarjana PSPDG UMY. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui feasibiltas pelaksanaan program pelatihan dengan mencatat peristiwa dan kejadian selama pelaksanaan program. 2. Mengeksplorasi persepsi dosen instruktur mengenai pelaksanaan dan pengaruh pelatihan yang telah diberikan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD). 3. Mengetahui pengaruh pelatihan instruktur skills lab terhadap peningkatan kemampuan mengajar keterampilan klinik (dimensi komunikasi dan dikdatik) setelah dimoderasi faktor pengalaman pelatihan dan pengalaman menjadi instruktur. 4. Mengetahui pengaruh pelatihan instruktur skills lab terhadap self efficacy dosen instruktur skills lab setelah dimoderasi faktor pengalaman pelatihan dan pengalaman menjadi instruktur. 5. Mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kemampuan mengajar keterampilan klinik. 6. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang kendala selama menjadi instruktur skills lab dan rekomendasi untuk peningkatan pengajaran keterampilan klinik di PSPDG UMY.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan pelatihan instruktur skills lab. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui feasibilitas penelitian utama yang akan dilakukan dengan rancangan eksperimental murni dan menggunakan alat/instrumen yang lebih valid. Beberapa kekurangan dalam penelitian ini baik berupa ancaman validitas dan kejadian kritis selama pelatihan dapat disempurnakan dalam penelitian utama yang menggunakan rancangan eksperimental murni. Teori yang digunakan dalam merancang penelitian ini adalah teori belajar sosial. Teori belajar sosial mengungkapkan tentang pengaruh model terhadap perubahan perilaku atau tujuan yang dimediasi oleh self-efficacy. Prinsip teori tersebut diterapkan dengan memberikan role model dan role play pengajaran keterampilan klinik yang benar kepada para dosen instruktur skills lab. Dosen instruktur skills lab diharapkan dapat mengamati dan meniru role model dan role play pengajaran keterampilan klinik yang benar tersebut. 2. Manfaat Praktis PSPDG UMY dapat menggunakan data proses evaluasi dan program pelatihan instruktur skills lab. Proses evaluasi program untuk mendeterminasi kelebihan dan kekurangan pelaksanaan kurikulum dalam tingkat mikro pengajaran keterampilan klinik di skills lab. Proses evaluasi mendorong PSPDG UMY untuk menentukan strategi yang tepat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kurikulum serta pengajaran keterampilan klinik yang telah didelegasikan kepada dosen instruktur. Sedangkan inovasi, dapat dilakukan dengan mengadaptasi ataupun menyempurnakan program pengembangan pelatihan instruktur skils lab yang telah dilaksanakan pada penelitian ini. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi sebagian dari penelitian yang dilakukan oleh Skeff et al.(1998). Penelitian tersebut merupakan penelitian pendahuluan dengan menggunakan rancangan satu kelompok pretest dan posttest. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran multiple method berupa self-assessment, student ratings, dan penilaian rekaman video yang dilakukan oleh videorater. Penelitian tersebut dilakukan pada setting pengajaran keilmuan dasar dengan metoda pengambilan sampel berupa convenience sampling. Besar penelitian sampel tersebut adalah delapan. Subyek penelitian adalah
profesor pada bagian patologi Stanford University School of Medicine. Metoda pengolahan data yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah dengan menggunakan metoda pengolahan secara stataistik dan tidak disebutkan secara spesifik tentang metoda yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Skeff et al. (1998) adalah penelitian ini tidak menggunakan salah satu metoda pengukuran/evaluasi (penilaian rekaman video mengajar). Pengukuran dengan menggunakan videorater tidak dilakukan pada penelitian ini karena setting pengajaran keterampilan klinik skills lab di UMY tidak memungkinkan untuk didapatkan rekaman video yang baik untuk dilakukan analisis. Penelitian ini dilakukan pada setting pengajaran keterampilan klinik skills lab tahap sarjana PSPDG UMY Pada penelitian ini dilakukan FGD dengan tujuan untuk mengeksplorasi persepsi dosen mengenai pelatihan, pengaruh pelatihan, kendala dan rekomendasi pengajaran keterampilan klinik skills lab. Penelitian ini dilakukan pada 12 dosen instruktur skills lab. Keduabelas dosen instruktur tersebut melakukan evaluasi diri (self assessment) dan dinilai oleh 93 mahasiswa tahun keempat PSPDG UMY. Penelitian Skeff et al. (1998) tidak menyebutkan proses validasi dan uji reliabilitas alat/ instrumen yang digunakan untuk menilai kemampuan mengajar di departemen patologi. Pada penelitian ini, validasi isi, validasi konstruk, dan uji reliabilitas dilakukan pada instrument yang digunakan. Validasi lain yang digunakan adalah validasi program pelatihan yang dirancang pada penelitian ini. Selain alat ukur (menggunakan data triangulasi), jumlah subyek penelitian, dan rancangan yang sama, penelitian ini dan penelitian Skeff et al. (1998) memiliki kesamaan dalam pelaksanan pelatihan. Pelatihan pada penelitian ini dan penelitian Skeff et al. dilakukan dalam durasi yang pendek. Metoda pelatihan yang dilakukan sama-sama melakukan review video pengajaran dan roleplay. Penelitian Skeff et al. (1998) tidak menjelaskan secara spesifik teori yang digunakan dalam penelitian. Akan tetapi salah satu rujukan penelitian tersebut adalah artikel yang ditulis oleh Skeff et al. (1997) dengan judul Faculty development: a resource for clinical teachers. Artikel tersebut menuliskan salah satu teori yang sering dijadikan sebagai landasan teori penelitian pengembangan staf pengajar yaitu teori belajar sosial. Peneilitian Skeff et al. (1998) mendeskripsikan kerangka konsep dengan pelatihan dalam bentuk seminar menjadi prediktor/variabel terikat dari empat variabel krterion: sikap dan perilaku mengajar, performa mengajar, dasar pengambilan keputusan secara paedagogik, dan kesadaran akan kelebihan dan kekurangan mengajar. Skeff et al. (1998) tidak menuliskan self-efficacy sebagai mediator antara pengaruh pelatihan dengan empat kriterion (variabel terikat). Pada penelitian ini, self-efficacy diukur sebagai mediator pelatihan dan kemampuan mengajar keterampilan klinik di skills lab.