BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 Perancangan Tapak 5.1.1 Pemintakatan Secara umum bangunan dibagi menjadi beberapa area, yaitu : Area Pertunjukkan, merupakan area dapat diakses oleh penonton, artis, maupun pegawai. Area ini menampung fungsi pertunjukkan karena itu area ini terbagi menjadi area panggung (dapat diakses oleh artis dan pegawai) serta area penonton. Area Publik, merupakan area yang dapat diakses pengunjung secara bebas. Pada area publik ini terdapat fungsi galeri dan lobby. Area ini digunakan sebagai pengikat area yang lain. Area ini diletakkan ditengah sehingga mudah diakses dan dipisahkan dengan fungsi lain yang membutuhkan ketenangan. Area Pendukung, Area ini terdiri atas fungsi-fungsi Komersial (cafe, kios toko), Sekolah musik, dan Recital Hall. Fungsi komersial diletakan di lantai dasar, sekolah musik di lantai 1, dan Recital Hall di lantai 2. Peletakan fungsi ini didasarkan atas tingkat kebisingan yang timbul dari kegiatan yang ada di dalamnya dan intensitas penggunaan fungsi. Area Servis merupakan area yang hanya dapat di akses oleh pegawai untuk keperluan servis bangunan. Area ini berada pada bagian basement bangunan. Berdasakan keadaan lahan perancangan dibatasi oleh dua buah jalan. Di sebelah selatan tapak dibatasi Jl. Prof. Sutami yang keadaannya ramai, terutama pada jam pulang kerja. Sedangkan di barat tapak terdapat Jl. Setramurni. Jalan ini tebih tenang dibandingkan dengan Jl. Prof. Sutami, karena jalan ini hanya jalan akses penduduk sekitar. Dari keadaan di atas, dapat diputuskan Auditorium ditempatkan di bagian barat lahan dengan panggung diletakkan pada bagian utara lahan. Area ini nantinya akan berdekatan dengan area artis. Auditorium Musik Klasik di Bandung 93
Pendekatan secara fungsi dan hubungan ruang juga menjadi acuan dalam pemintakatan. Peletakan area publik di bagian selatan diputuskan dengan tujuan membuat hubungan antara bangunan dengan Pusat perbelanjaan yang ada di bagian selatan tapak. Sehingga pengunjung dapat terundang masuk ke dalam. Area Pertunjukan Area Artis Area Publik Area Pendukung 5.1.2 Ruang Luar Gambar 5.1 Pemintakatan pada lahan Pada perancangan ruang luar, dirancang sebuah plaza bersama. Plaza direncanakan sebagai pintu masuk utama bagi pedestrian dan drop off area ke dalam bangunan. Selain plaza bersama, terdapat pula taman terbuka yang terdapat di utara bangunan. Taman ini ditujukan untuk tempat berdikusi dan ruang makan outdoor. Sekeliling bangunan ditanami oleh vegetasi, terutama di sebelah timur lahan, untuk menyaring kebisingan yang berasal dari bengkel dan mesjid. Sedangkan untuk bagian barat lahan dipasangkan ditanami pohon-pohon yang besar untuk mengurangi efek ketinggian bangunan. Sehingga bangunan tidak terlihat terlalu tinggi bila dilihat oleh orang yang melewati jalan Setramurni. Auditorium Musik Klasik di Bandung 94
5.1.3 Pencapaian, Sirkulasi, dan Parkir Gambar 5.2 Sirkulasi pada lahan Konsep sirkulasi kendaraan yang diterapkan adalah meminimalisasi intensitas terlihatnya kendaraan pada permukaan lahan dan mengkonsentrasikan sirkulasi kendaran dan parkir pada area basement 1 dan 2. Selain pertimbangan luas lahan, dan GSB, ada konsep visual yang diiinginkan yakni sebuah kesan sebagai sebuah kawasan yang berupa bangunan mewah dikelilingi lahan terbuka yang berisi elemen tapak alami dan buatan. Tanpa perlu terganggu dengan pemandangan area parkir yang terlalu banyak. Seperti umumnya gedung konser di luar negeri, parkir disembunyikan dan tidak menggangu view ke arah bangunan gedung konser. Pada permukaan lahan, jalan intern yang ada dirancang mengarahkan kendaraan untuk bergerak baik untuk membawa kendaraannya ke area basement atau keluar. Saat tidak ada pertunjukan, areal parkir pada basement 2 akan ditutup. Parkir untuk sekolah musik, toko musik, dan cafe, menggunakan parkir basement 1. Auditorium Musik Klasik di Bandung 95
Entrance utama berada pada Jl. Prof. Sutami, yang berdekatan dengan persimpangan dengan Jl. Prof. Surya Sumantri. Sedangkan jalan keluar kendaraan juga berada pada jl. Prof. Sutami namun diletakan sebelah timur pintu masuk. Sirkulasi Artis dan Barang Sirkulasi Kendaraan Sirkulasi Auditorium Sirkulasi Pengunjung Gambar 5.3 Sirkulasi pada potongan bangunan Sirkulasi manusia pada gedung diakomodasi dari luar bangunan dengan adanya Plaza. Plaza ini digunakan sebagai akses pengunjung yang datang menggunakan kendaran umum (yang tidak drop off). Serta akses dari sisi luar untuk fungsi retail dan cafe. Setelah melewati entrance, pengunjung akan berada pada lobby utama atau sekunder dimana kedua lobby ini berhubungan langsung dengan area komersil yaitu ritel dan cafe. Dengan kata lain area komersialnya dapat diakses dari kedua entrance. Pemisahan sirkulasi manusia, barang dan kendaraan lebih jelas pada gambar 5.3 dimana secara umum dalam gedung ini akan ada beberapa sirkulasi yang terpisah sekaligus terhubung. Auditorium Musik Klasik di Bandung 96
5.2 Bentuk Massa Bangunan Gambar 5.4 Bentuk Bangunan Bentuk dasar yang diambil adalah kotak-kotak yang diletakan sesuai dengan hierarki fungsi. Bentuk semi-persegi untuk auditorium didasarkan pada studi akustik yang mengarahkan untuk mengambil bentuk persegi sebagai bentuk dasar auditoriumnya. Bentuk dasar semi-persegi ini didasarkan atas sebuah studi akustik dimana bentuk ini akan memudahkan dalam memasang panelpanel akustik. Pada lobby dan foyer Auditorium ruang-ruang yang terhubung membentuk sebuah koridor yang panjang dan lebar. Setelah selesai pertunjukan, penonton akan ke luar ruangan auditorium melalui 6 buah pintu yang terletak di setiap sisi auditorium. Ruang lobby dan foyer berbentuk semi-u yang ada dapat digunakan untuk ruang tunggu, dan pameran. Ketinggian bangunan yang dirancang sengaja berjenjang, dari area pertunjukan yang besar, lalu area publik yang lebih kecil, dan area pendukung yang sedang. Hal ini didasarkan pada skala lingkungan yang ada. Bangunan yang ada di sekitarnya bangunan merupakan ruko dan rumah tinggal, dengan bermacam-macam ketinggian. Terlebih lagi lahan perancangan berada pada level ketinggian yang lebih tinggi dari lingkungan sekitar. Sehingga bangunan yang dibuat tidak bisa terlalu tinggi dan besar, dan bangunan tidak dibuat dengan ketinggian yang homogen. Hal ini untuk menghormati bangunan sekitar dan dengan dinding berjenjang, akan ada cukup ruang bagi mata manusia untuk mengapresiasi bangunan. Auditorium Musik Klasik di Bandung 97
Untuk membedakan fungsi utama (auditorium) dengan fungsi lain pada bangunan, pada bagian fungsi utama, bentuk kotak diberi second skin yang melengkung pada sudut-sudut bangunan. Sedangkan fungsi lobby yang berada di sebelah fungsi utama memiliki bentuk kotak biasa. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menonjolkan fungsi utama. 5.3 Perancangan Tampak Konsep tampak yang diambil berhubungan dengan konsep pemintakatan pada denah secara umum. Pada denah tampak ada 3 bagian utama yaitu area pertunjukan, area publik, dan area pendukung. Maka konsep pembagian ke dalam 3 kelompok ini diperlihatkan pula pada tampak bangunannya. Bagian kiri yang paling megah mewakili area auditorium. Sedangkan bagian tengah mewakili area publik dan bagian kanan mewakili area pendukung. Secara tampak terlihat jelas hierarki fungsi yang ada di dalamnya. Area auditorium tinggi dan besar, kemudian area publik paling pendek, dan area pendukung lebih tinggi dari area publik. Atap auditorium terlihat rata, namun sebenarnya di tengahnya terdapat atap pelana dengan bentangan 32 meter. Sedangkan atap untuk fungsi lainnya memang datar, berupa dak beton dengan talang air di pinggirnya. Permainan bidang masif-transparan pada fasade, sebagai salah satu cara agar bangunan tetap dapat berkesan terbuka sebagai bangunan publik. Pada area publik seperti lobby, memiliki fasade yang berkesan terbuka (transparan). Namun, pada fungsi bangunan lain yang membutuhkan privasi tinggi, seperti ruang persiapan artis dan panggung, digunakan penyelesaian fasade yang berkesan masif (tertutup). Auditorium Musik Klasik di Bandung 98
Transparan Masif Gambar 5.5 Tampak Bangunan 5.4 Struktur Struktur yang digunakan dalam bangunan adalah struktur beton bertulang. Modul kolom yang dipakai adalah 8 meter. Modul tersebut dipilih perancang karena pertimbangan adanya area parkir di lantai basement bangunan, sehingga modul didasarkan dari jarak efisien kolom pada area tempat parkir mobil, yaitu 8 meter. Selain itu, pemilihan modul kolom juga didasarkan pada pertimbangan besaran (ukuran) panggung dan auditorium yang dipakai. Bangunan ini menggunakan dua macam struktur atap yang digunakan. Terdapat pemisahan antara struktur atap yang digunakan pada teater sebagai fungsi utama dengan fungsi bangunan lain. Digunakan struktur atap baja truss dengan material penutup corrugated alumunium sheet. Untuk fungsi lain yang berada di sebelahnya, memakai struktur atap plat beton. Untuk struktur penyangga second skin menggunakan rangka baja/ truss dengan penutup second skin menggunakan Aluminium Composite. Rangka baja dipasangkan melekat pada dinding bangunan. Bangunan ini terdiri atas 3 massa yang saling berhimpit, karenanya untuk menghindari kerusakkan yang sangat parah, terutama pada saat gempa, pada ke tiga massa tersebut maka dirasa perlu untuk menerapkan delatasi pada struktur. Delatasi ini dilakukan dengan memisahkan kolom struktur yang awalnya Auditorium Musik Klasik di Bandung 99
digunakan bersama pada bagian yang berhimpit dengan jarak tertentu. Sehingga masing-masing massa bisa dikatakan berdiri sendiri dan tidak menumpang struktur massa yang lain. Dengan memiliki struktur sendiri maka apabila terjadi gempa, kerusakan terjadi tidak akan merusak ketiga massa tersebut secara bersamaan melainkan hanya massa yang paling terpengaruh dengan gempa tersebut. 5.5 Interior Auditorium Panel Reflektor Gambar 5.6 Interior Auditorium Pada auditorium, digunakan panel reflektor(langit-langit) akustik yang dapat digerakkan. Panel akustik ini dapat digerakkan sesuai kebutuhan waktu dengung yang diperlukan pada masing-masing pertunjukan sehingga ruang teater dapat menampung kegiatan pertunjukan dengan waktu dengung yang berbeda-beda. Dinding dalam Auditorium menggunakan resonator rongga, karena dengan menggunakan resonator rongga permainan pola bidang pada dinding dimungkinkan terjadi. Ide interior yang dipilih oleh perancang adalah pemakaian material kayu sebagai elemen akustik sekaligus pemberi suasana visual yang hangat. Material kayu memiliki peranan yang sangat besar untuk memberi pantulan suara yang optimal. Suasana visual hangat ini terasa semakin kuat dengan didukung oleh penggunaan warna-warna yang berkesan hangat, seperti merah, coklat, dan orange. Auditorium Musik Klasik di Bandung 100
Material kayu pada langit-langit berupa lapisan multipleks juga memberikan kontribusi yang baik untuk memberi waktu dengung yang optimal. Sebenarnya material unit akustik siap pakai (material acoustile), juga memberi pengaruh yang cukup baik. Namun untuk ruang pertunjukan musik klasik yang membutuhkan waktu dengung cukup panjang, antara 1,5 2 detik, acoustile masih kurang perannya dibandingkan lapisan multipleks. Gambar 5.7 Detail Lantai Material kayu pada lantai berfungsi sebagai peredam sekaligus pemantul suara yang baik. Jika digunakan karpet daya redam yang didapat jauh lebih besar namun dengung yang ada akan berkurang jauh dari kebutuhan ruang musik. Untuk ruang latihan, dan juga ruang artis juga menggunakan kayu dengan pertimbangan maintenance yang lebih mudah dari karpet serta daya redam yang sudah mencukupi. Mengingat ruangan-ruangan tersebut letaknya berdekatan dengan panggung. Auditorium Musik Klasik di Bandung 101