HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

5.1 Total Bakteri Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan alternatif, namun onggok memiliki kandungan protein kasar yang rendah. Selama ini onggok digunakan sebagai pakan sumber energi, onggok mengandung karbohidrat yang tinggi. Tingginya kandungan karbohidrat onggok dapat dilihat dari nilai serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Komposisi nutrien onggok lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrien Onggok ( %BK ) Komposisi Nutrien (%) Onggok* Onggok** Kadar Abu 1,44 1,15 Protein Kasar 3,43 1,88 Serat Kasar 5,12 15,62 Lemak Kasar 0,93 0,25 BETN 89,09 81,10 Keterangan : * hasil analisis pada labolatorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2011). ** Penelitian Wizna et al. (2008) Kandungan nutrien onggok pada Tabel 1 terlihat onggok memiliki kandungan protein kasar yang rendah. Kandungan nutrien onggok yang dipergunakan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan onggok pada penelitian Wizna et al. (2008) terutama karena kandungan protein yang lebih tinggi dan serat kasar yang rendah. Masing-masing onggok memiliki kandungan nutrien yang berbeda-beda, hal ini dapat di karena beberapa faktor antara lain umur, jenis, asal singkong dan proses pengolahan singkong menjadi tapioka. Kadar protein kasar onggok pada penelitian ini cukup rendah yaitu 3,43%, walaupun lebih tinggi dibandingakan dengan Wizna et al.(2008). Rendahnya kadar protein kasar onggok menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak. Pengolahan lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan kadar protein kasar onggok, misalnya dengan fermentasi menggunakan A. niger. Selama proses fermentasi kapang A. niger memerlukan energi, nitrogen dan mineral yang cukup 19

untuk pertumbuhan. Onggok dapat digunakan sebagai sumber energi selama proses fermentasi karena mengandung karbohidrat tinggi yaitu sebesar 94,21% (Tabel 1). Selama fermentasi selain energi, dibutuhkan adanya suplai nitrogen dan mineral. Kebutuhan mineral dapat dicukupi dengan adanya pertambahan mineral formula Ramos et al.(1983), yang mengandung (NH 4 )2SO 4, Urea, NaH 2 PO 4, KCL, CaCl 2 dan FeSO 4. 7H 2 O. Penambahan zeolit pun diperlukan karena selain zeolit sebagai mineral, zeolit juga memiliki daya absorben yang tinggi sehingga dapat mengefisienkan penggunaan nitrogen selama proses fermentasi. Nitrogen dibutuhkan dalam pembentukan sel kapang, sintesis protein dan produksi enzim. Oleh sebab itu, urea sebagai sumber nitrogen ditambahkan dalam proses fermentasi onggok. Kualitas Fisik Onggok Fermentasi dengan Penambahan Berbagai Level Urea dan Zeolit Fermentasi dilakukan selama enam hari selanjutnya dilakukan pengeringan selama dua hari pada oven 60 C dan kemudian digiling kembali. Selama fermentasi, terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat (media fermentasi) diantaranya kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan terhadap ph, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Pengamatan kualitas fisik yang dilakukan meliputi warna, aroma, tekstur dan derajat keasaman (ph). Berdasarkan hasil uji kualitas fisik (Tabel 2) onggok yang difermentasi penampilan fisiknya tidak jauh berbeda dengan onggok murni (lihat Gambar 10 dan 11). Kualitas fisik yang tidak jauh berbeda ini memungkinkan onggok dengan penambahan urea-zeolit dan difermentasi dengan kapang A. niger dipergunakan sebagai pakan. Proses fermentasi tidak hanya menimbulkan efek pengawetan tetapi juga menyebabkan perubahan tekstur, cita rasa dan aroma bahan pangan yang membuat produk fermentasi lebih menarik, mudah dicerna dan bergizi (Robert dan Endel, 1989). Hasil pengamatan kualitas fisik terlihat pada Tabel 2. 20

Tabel 2. Kualitas Fisik dan Derajat Keasaman (ph) Onggok serta Onggok yang Difermentasi Parameter Onggok Onggok Fermentasi Tekstur Halus Halus Aroma Apek Aroma Asam Warna Putih keabu-abuan Coklat ph 4,19 6,21-8,48 Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh ph, suhu dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et al., 1980). Kapang A. niger bersifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan ketersedian oksigen yang cukup. Penggunaan kapang A. niger pada fermentasi dikarenakan kapang A. niger dapat tumbuh pada kondisi lingkungan dengan suhu ruang, walaupun demikian A. niger merupakan mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37 C (Fardiaz, 1989). Sebagian besar kapang tumbuh pada media yang memiliki nilai derajat keasaman yang rendah. Kapang A. niger dapat tumbuh pada derajat keasaman 2 hingga 8,5 akan tetapi semakin rendah ph maka semakin optimal pertumbuhan A. niger (Fardiaz, 1989). Onggok sebelum diberi perlakuan memiliki derajat keasaman sebesar 4,19 sedangkan onggok setelah difermentasi antara 6,21 hingga 8,48. Kenaikan ph onggok setelah difermentasi seiring dengan peningkatan penambahan kadar urea dan zeolit. Hal ini dikarenakan urea dan zeolit merupakan bahan yang memiliki sifat basa, sehingga mempengaruhi nilai ph pada akhir fermentasi. (a) Gambar 10. Onggok Sebelum Diberi Perlakuan.(a) Onggok Setelah Digiling (b) Bongkahan Onggok (b) 21

A1 A2 B2 B3 A3 B1 C1 C2 C3 Gambar 11. Onggok Fermentasi yang Telah Diberi Perlakuan. A1= Onggok (tanpa penambahan urea dan zeolit); A2=Onggok+ 3% Urea; A3=Onggok+ 6% Urea; B1=Onggok+2.5% Zeolit; B2= Onggok+ 2.5% Zeolit+3% Urea; B3=Onggok+ 2.5% Zeolit+6% Urea; C1= Onggok+5% Zeolit; C2= Onggok+ 5% Zeolit+3% Urea; C3= Onggok+ 5% Zeolit+6% Urea Perubahan warna onggok setelah difermentasi yaitu dari putih keabu-abuan menjadi coklat. Selama fermentasi onggok tercampur bahan-bahan lain dan adanya pertumbuhan misselium kapang A. niger yang tumbuh pada onggok menyebabkan warna onggok berubah. Perubahan aroma pun terjadi pada hasil fementasi. Onggok selama fermentasi mengeluarkan bau asam. Bau asam yang keluar mulai terasa menyengat pada hari ke 3, selanjutnya semakin hari semakin menyengat. Hal ini disebabkan A. niger mulai menghasilkan enzim dan asam organik selama fermentasi, diduga pada hari ke-3 mulai memasuki fase stasioner. Soeprijanto et al. ( 2009) menyatakan bahwa kapang A. nger melewati fase adaptasi dimulai pada jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah diatas jam ke 100 terjadi penurunan biomassa kapang yang dinamakan fase kematian, dimana biomassa kapang yang mati lebih banyak dari yang tumbuh. Onggok pada kondisi awal berupa bongkahan, yang kemudian digiling dan sering disebut sebagai tepung asia. Tepung asia sering dipergunakan dalam bahan makanan maupun pakan ternak. Tekstur onggok yang telah difermentasi setelah digiling sama seperti sebelum difermentasi yaitu berupa mesh atau bubuk, onggok yang dipergunakan untuk fermentasi sudah lebih dulu digiling bukan lagi bongkahan 22

onggok (Gambar 10b). Proses fermentasi dapat meningkatkan aroma, rasa, dan tekstur produk fermentasi (Aro, 2008). Kualitas Kimia Onggok Fermentasi dengan Penambahan Berbagai Level Urea dan Zeolit Analisis pada onggok yang difermentasi perlu dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan, sehingga dapat menentukan kualitas bahan tersebut. Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dianalisis dengan analisis kimia, seperti analisis proksimat. Zat makanan adalah komponen bahan makanan yang dapat dicerna, diserap serta dimanfaatkan bagi tubuh. Penambahan berbagai level urea dan zeolit menmberikan pengaruh terhadap komposisi zat makanan. Ada 6 (enam) jenis zat makanan yang dikenal yaitu air, kabohidrat, protein kasar, lemak, vitamin dan mineral. Bahan Kering Bahan kering (BK) merupakan berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 105 C (Suparjo, 2000). Bahan kering sering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan. Pada proses fermentasi diperlukan air dalam jumlah yang banyak, air digunakan oleh NH 3 hasil proses amoniasi untuk membentuk NH 4 OH. Semakin banyak urea yang dipergunakan maka semakin banyak air yang diperlukan (Andayani dan Yatno, 2001), selain itu selama proses fermentasi terjadi perombakan bahan kering. Data bahan kering onggok setelah fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Bahan Kering Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 Rata-Rata 0 58,38±6,55 54,45±4,35 52,01±1,01 54,95±4,84 b 2,5 70,00±4,14 60,90±1,51 69,34±7,08 66,75±6,06 a 5 67,60±17,19 60,06±12,44 54,26±1,48 60,64±12,11 ab Rata-Rata 65,33±10,82 58,47±7,30 58,54±8,94 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama dan baris yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada (P<0,05) 23

Terlihat pada Tabel 3 kadar bahan kering perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kadar bahan kering onggok murni (81,90%). Menurut hasil uji statistik (Tabel 3) pengaruh perlakuan penambahan zeolit terhadap penurunan bahan kering bahan menunjukkan berbeda nyata. Penurunan bahan kering ini dikarenakan adanya kehilangan bahan kering selama proses fermentasi (Tabel 4). Penurunan kadar bahan kering onggok sebagai media fermentasi A. niger menunjukkan bahwa kapang A. niger mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama proses fermentasi. Bahan kering selama proses fermentasi mengalami perombakan menjadi energi untuk pertumbuhan A. niger. Berdasarkan Tabel 3 terlihat zeolit berpengaruh nyata (P<0,05) pada kadar bahan kering onggok. Penambahan zeolit 2,5% dan 5% signifikan terhadap penurunan kadar bahan keringnya dibandingkan dengan penambahan zeolit yang lain. Penurunan bahan kering dipengaruhi peningkatan kadar zeolit, hal ini menunjukan fungsi zeolit sebagai absorben berfungsi dengan baik, sehingga dapat mendukung kerja A. niger dalam memanfaatkan urea. Zeolit memiliki daya absorben dan tukar kation tinggi sehingga mampu mengefisienkan nitrifikasi. Efisiensi nitrifikasi oleh zeolit mencapai 100% (Agustiyani et al., 2007). Pemanfaatan zeolit untuk menyerap kelebihan ammonia yang dihasilkan urea dan mengeluarkannya kembali selama proses ferementasi, agar selama fermentasi ketersedian nitrogen yang dibutuhkan oleh kapang A. niger untuk pertumbuhannya dapat terjamin. Adanya penurunan bahan kering onggok setelah proses fermentasi diduga dikarenakan pertumbuhan A. niger yang baik, hal ini mengindikasikan bahan kering onggok dirombak oleh A. niger untuk mendapatkan energi yang cukup. Tahnh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral dan vitamin. Bahan kering onggok sebagai substrat (media fermentasi) dirombak oleh kapang untuk memperoleh enegi dan disertai hasil lainnya (CO 2 dan H 2 O). Penurunan bahan kering yang terjadi dikarenakan adanya kehilangan bobot bahan kering. Kehilangan bobot bahan kering dapat dilihat pada Tabel 4. 24

Tabel 4. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kehilangan Bobot Bahan Kering Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 0 12,27±2,83 AB 9,11±0,98 C 3,42±0,40 D 2,5 10,41±0,52 BC 11,02±3,33 AB 3,39±0,61 D 5 10,44±0,82 BC 12,26±1,72 AB 3,97±1,39 D Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Data Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan statistik kehilangan bobot bahan kering selama proses fermentasi. Kehilangan bobot bahan kering mempengaruhi bahan kering setelah fermentasi. Berdasarkan Tabel 4, adanya penambahan urea dan zeolit saling mempengaruhi terhadap kehilangan bobot bahan kering. Artinya penambahan urea sebagai sumber nitrogen diperlukan pada proses fermentasi, nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan kapang yang optimal selain energi dan mineral. Penambahan urea sebanyak 6%, kehilangan bahan kering lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain. Hal ini mengindikasikan bahan kering yang dirombak oleh kapang, dimanfaatkan untuk pertumbuhan kapang sehingga bahan kering yang tidak hilang menjadi panas. Selama proses fermentasi terjadi perombakan bahan kering onggok sebagai substrat oleh kapang A. niger untuk pertumbuhan kapang. Bahan kering yang dirombak oleh kapang diubah menjadi energi dan hasil lainnya, yaitu CO 2 dan H 2 O. Perubahan bahan kering juga terkait dengan perubahan kadar air, perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais, 2008). Hal ini didukung oleh penelitian Mirwandhono dan Zulfikar (2004) yang menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan A. niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%. Pertumbuhan A. niger dipengaruhi oleh ketersedian karbon dan nitrogen, urea menyediakan nitrogen yang dibutuhkan oleh pertumbuhan kapang, sedangkan zeolit berfungsi menyimpan kelebihan nitrogen yang ada sehingga dapat dipergunakan secara efisien selama proses fermentasi. Penurunan kadar bahan kering karena kehilangan bobot bahan kering dapat mengindikasikan bahwa pertumbuhan A. niger optimal. 25

Kadar Abu Kandungan abu dalam bahan makanan mencerminkan kandungan mineralnya, walaupun nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur-unsurnya. Fermentasi membutuhkan adanya asupan mineral untuk mendukung pertumbuhan kapang (A. niger) sehingga memperoleh hasil yang optimal. Oleh karena itu, mineral dengan formula Ramos et al.(1983) ditambahkan pada onggok yang difermentasi. Mineral formula Ramos et al. (1983) mempunyai kandungan yang diperlukan oleh Aspergilus niger antara lain unsur Fe, Zn, Mn, Cu dan Mg. Hasil perhitungan statistik level urea dan zeolit pada kadar abu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Abu Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 0 1,81±0,09 D 1,76±0,07 D 1,74±0,05 D 2,5 4,19±0,07 C 4,3±0,12 C 4,3±0,24 C 5 7,05±0,09 A 6,98±0,32 A 6,22±0,15 B Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Berdasarkan hasil uji statistik (Tabel 5) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara penambahan zeolit dan urea terhadap kenaikan kadar abu. Penambahan urea dan zeolit berpengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) pada kandungan kadar abu onggok yang difermentasi A. niger. Semakin besar pemberian zeolit semakin mempengaruhi penambahan kadar abu, akan tetapi sebaliknya semakin kecil penambahan urea semakin besar kadar abu yang dihasilkan. Pada Tabel 5 terlihat nilai kadar abu setelah fermentasi lebih besar dibandingkan dengan onggok asli (1,44%). Peningkatan kadar abu onggok setelah fermentasi disebabkan karena penambahan zeolit dan urea, dimana zeolit dan urea merupakan bahan anorganik. Penambahan urea dan zeolit berfungsi mencukupi kebutuhan A. niger akan nitrogen yang nantinya dibutuhkan dalam pertumbuhan. Tahnh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral 26

dan vitamin. Peningkatan kadar abu terjadi diduga selain adanya penambahan bahan anorganik (zeolit dan urea), juga dikarenakan sudah tercukupinya sumber mineral untuk pertumbuhan A. niger. Surisdiarto (2003) yang menyatakan adanya penurunan kadar abu setelah fermentasi disebabkan oleh pemakaian mineral oleh ragi untuk kelangsungan hidupnya. Penambahan zeolit dan mineral mix pada onggok saat fermentasi menyebabkan kebutuhan mineral tercukupi. Selain hal tersebut, penambahan urea sebagai sumber nitrogen juga meningkatkan pertumbuhan kapang A. niger. Peningkatan nilai kadar abu juga disebabkan banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan peningkatan protein. Protein mengandung unsur logam, fosfor, dan belerang (Winarno, 1992). Interaksi yang terjadi pada penambahan urea dan zeolit selama proses fermentasi, yaitu penyerapan kelebihan urea oleh zeolit yang kemudian dilepaskan kembali, sehingga nitrogen dapat tersedia selama proses fermentasi. Urea merupakan sumber nitrogen yang mudah menguap, sehingga diperluakan adanya absorben sepeerti zeolit untuk menyerap kelebiahan urea tersebut. Zeolit merupakan mineral dengan daya tukar katian tinggi (Srihapsari, 2006). Protein Kasar Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan protozoa. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan urea dan zeolit memiliki pengaruh sangat berbeda nyata terhadap peningkatan kadar protein kasar, dapat dilihat pada Tabel 6. Zeolit dan urea berinteraksi mempengaruhi kadar protein kasar onggok yang difermentasi A. niger, akan tetapi pengaruh zeolit antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kenaikan protein dipicu oleh pertumbuhan A. niger yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan urea dan zeolit mampu mengoptimalkan pertumbuhan kapang A. niger. Penambahan urea sebagai sumber nitrogen, yang dibutuhkan dalam pertumbuhan sel, produksi enzim, dan sintesis protein dapat tercukupi. Zeolit sebagai absorben, menyerap kelebihan urea 27

dan melepaskannya secara efisien selama fermentasi berlangsung. Proses ini menyebabkan pertumbuhan kapang A. niger optimal dan mampu meningkatkan produksi enzim. Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan didalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbikan mikroba itu sendiri. Sehingga pertumbuhan mikroba menjadi lebih baik dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kandungan protein substrat sebagai protein sel. Tabel 6. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Protein Kasar Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 0 5,69±0,66 BC 7,98±0,90 B 12,83±0,51 A 2,5 6,78±0,99 BC 13,09±1,78 A 7,63±0,97 B 5 4,88±0,55 C 11,85±2,52 A 13,99±0,87 A Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan A. niger dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman, 2008). Pertumbuhan A. niger dapat optimal bila ditunjang dengan komposisi media fermentasi (media untuk tumbuh) yang baik, oleh karena itu penambahan urea dan zeolit menunjang pertumbuhan A. niger. Urea merupakan sumber nitrogen yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan Aspergillus niger. Sehingga semakin besar penambahan urea meningkatkan kadar protein. Kapang dalam pertumbuhannya menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuhnya (Musnandar, 2004). Fungsi zeolit sebagai absorben yang mampu menjaga ketersediaan nitrogen saat proses fermentasi, sehingga A. niger dapat tumbuh optimal. Hal ini didukung oleh penelitian Agustiyani et al. (2007) yang menyatakan bahwa zeolit memiliki daya absorben tinggi dan mampu mengefisienkan nitrifikasi. Pada perlakuan dengan penambahan kadar 6% urea dan 5% zeolit serta penambahan kadar 3% urea dan 2,5% zeolit terlihat memiliki nilai protein kasar 28

paling besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Artinya penambahan urea 3% dan zeolit 2.5% sama dengan 6% dan 5% sehingga menjadi lebih ekonomis menggunakan 3% dan 2.5%. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lanjut protein murninya. Protein Murni Penerapan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan. N total bahan diukur dengan menggunakan metode mikro-kjeldahl. Kadar protein yang ditentukan dengan cara ini biasa disebut sebagai protein kadar/crude protein (Sudarmadji et al., 1996). Protein murni adalah protein yang didapat setelah menentukan jumlah kadar protein tanpa adanya Non Protein Nitrogen (NPN). Data hasil perhitungan statistik pengaruh penambahan urea dan zeolit terhadap protein murni dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Protein Murni Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 0 4,35±1,52 CD 4,56±0,52 CD 8,48±1,19 AB 2,5 4,59±1,15 CD 6,34±0,95 BC 5,41±0,65 CD 5 3,28±1,68 D 3,41±1,60 D 10,69±2,24 A Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Hasil uji statistik (Tabel 7) menunjukan bahwa adanya interaksi antara penambahan urea dan zeolit terhadap peningkatan protein murni onggok yang difermentasi dengan A. niger. Penambahan zeolit tidak berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap peningkatan protein murni onggok yang difermentasi A. niger, namun penambahan urea yang sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap peningkatan kadar protein murni. Interaksi yang terjadi diduga karena adanya peran zeolit sebagai absorben dan sebagai tukar kation yang tinggi, sehingga dapat mengefisienkan penggunaan urea selama proses feremntasi. Semakin besar pemberian urea maka didapatkan hasil semakin tinggi kadar protein murninya. Kandungan protein murni tertinggi diperoleh dengan penambahan urea sebesar 6 % dan zeolit 5% yaitu sebesar 10,69% dan yang paling rendah adalah penambahan urea 0%. Tidak adanya penambahan urea menyebabkan kebutuhan nitrogen tidak tercukupi. 29

Peningkatan protein murni disebabkan pertumbuhan A. niger yang optimal dan menghasilkan protein sel tunggal yang optimal pula. Selama pertumbuhan dan perkembangan A. niger merombak urea sebagai Non Protein Nitrogen (NPN) menjadi senyawa protein murni dalam bentuk protein mikrobial. Urea merupakan sumber nitrogen, dimana nitrogen dibutuhkan untuk pertumbuhan sel, produksi enzim dan sintesis protein. Tahnh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral dan vitamin. Lubis (1996) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam proses fermentasi mempengaruhi kandungan protein kasar, protein murni, serat kasar, lemak kasar, BETN dan bahan kering. Serat Kasar Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat. Pada pakan sebagian besar serat kasar yang terdapat dalamnya, tidak dapat dicerna pada ternak non ruminansia namun dapat dicerna pada ternak ruminansia. Sebagian besar serat kasar berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kapang A. niger menghasilkan produk enzim yang dapat medegradasi serat kasar. Adanya perubahan pada kadar serat kasar setelah fermentasi mengindikasikan produksi enzim dan pertumbuhan kapang, sehingga penambahan urea dan zeolit yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang juga berpengaruh pada kadar serat kasar onggok yang difermentasi. Hasil perhitungan statistik pengaruh urea dan zeolit terhadap onggok yang difermentasi dapat dilihat pada Tabel 8. Pengujian statistik menunjukan bahwa penambahan zeolit memiliki pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap penurunan kadar serat kasar seperti yang terlihat pada Tabel 8. Data kadar serat kasar onggok yang difermentasi mengalami penurunan dibandingkan dengan kadar serat kasar onggok murni (5,12%). Terlihat pada Tabel 8, zeolit dengan kadar 5% tidak signifikan dalam mempengaruhi penurunan kadar serat kasar onggok, namun kadar penurunan onggok terbesar adalah saat onggok dengan penambahan urea 6% dan urea 5% yaitu hingga mencapai kadar serat 1,70%. 30

Tabel 8. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Serat Kasar Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Zeolit mempengaruhi kandungan serat kasar, hal ini menunjukan penambahan zeolit mempengaruhi produksi enzim selulase yang ada dalam kapang A. niger. Suplai nitrogen mempengaruhi produksi enzim pada kapang, sehingga selama proses fermentasi diperlukan ketersediaan nitrogen yang cukup. Zeolit berperan sebagai absorben yang mampu mengefisienkan nitrifikasi, selanjutnya zeolit mampu menyerap kelebihan urea yang diberikan sehingga A. niger dapat memanfaatkanya selama proses fermentasi. Proses inilah yang mendukung perkembangan kapang secara efektif dan dapat menghasilkan produksi enzim secara optimal. Perkembangan kapang yang optimal diduga menyebabkan produksi enzim selulase yang optimal. Penurunan kadar serat kasar ini disebabkan A. niger selama fermentasi menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasikan serat. Kapang A. niger menghasilkan enzim pendegradasi serat (Enari, 1983), dimana enzim ini mendegradasi serat kasar sehingga terjadi penurunan kadar serat kasar selam proses fermentasi. Hal ini didukung hasil penelitian Suparjo et al. (2003) pada dedak yang difermentasi dengan A.niger dengan lama pemeraman 72 jam, menunjukkan adanya peningkatan kadar protein kasar dan penurunan serat kasar. Hasil penelitian Akmal dan Mairizal (2003) menunjukan bahwa proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan kapang Aspergillus niger menurunkan kandungan serat kasar dari 15,15% menjadi 10,24%. Urea (%) 0 3 6 Rata-rata 0 3,16±0,86 4,31±1,47 3,91±0,59 3,79±1,03 A 2,5 2,93±0,64 3,30±0,82 3,49±1,20 3,24±0,83 AB 5 3,01±0,96 2,12±0,51 1,70±0,29 2,28±0,81 B Rata-rata 3,03±0,73 3,24±1,29 3,03±1,22 Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Teknologi biofermentasi dengan menggunakan kapang merupakan suatu alternatif karena selain dengan melonggarkan ikatan atom hidrogen selulosa dan melonggarkan ikatan lignoselulosa dengan bantuan enzim 31

selulotik yang dihasilkan kapang sehingga pakan berserat juga mampu menghilangkan senyawa beracun dalam bahan (Jamatun et al., 2000). Lemak Kasar Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzena. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adipose, lemak juga berfungsi sebagai pelarut yang membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Hasil statistik pengaruh penambahan urea dan zeolit terhadap kandungan lemak kasar terlihat pada Tabel 9. Perlakuan penambahan berbagai level urea dan zeolit tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kadar lemak kasar, namun kadar lemak onggok yang terfermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak onggok murni. Tabel 9. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan Lemak Kasar Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 Rata-rata 0 0,30±0,13 0,86±0,59 0,65±0,46 0,60±0,45 2,5 0,86±0,52 1,16±0,24 1,04±0,38 1,02±0,37 5 1,11±0,21 0,62±0,25 0,56±0,44 0,77±0,38 Rata-Rata 0,76±0,46 0,88±0,41 0,75±0,43 Rata-rata hasil analisis kadar lemak pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Siswoko (1996) dan Pitriyatin (2010) dimana kadar lemak yang diperoleh rata-rata 0,66 dan 0,30%. Tabel 9 menunjukan adanya peningkatan kadar lemak pada onggok yang telah diberi perlakuan. Peningkatan kandungan lemak kasar disebabkan oleh adanya kehilangan bahan kering selama proses fermentasi berlangsung serta adanya pertumbuhan dan perkembangan kapang untuk membentuk massa sel yang mengandung lemak. Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak 32

dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat tumbuh pada kisaran ph yang rendah, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). Lemak yang tersedia pada onggok diduga dipergunakan oleh kapang untuk menjadi sumber energi pertumbuhan kapang. Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (onggok). BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) merupakan karbohidrat mudah larut, BETN terdiri dari pati dan gula serta sakarida lainnya. Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Kadar BETN onggok yang difermentasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Level Urea dan Zeolit pada Kandungan BETN Onggok yang Difermentasi (%) Zeolit (%) Urea (%) 0 3 6 0 89,05±0,40 A 85,10±1,58 B 80,87±0,22 C 2,5 85,24±0,99 B 78,15±1,32 D 83,54±1,10 B 5 83,95±1,12 B 78,42±2,08 D 79,97±0,96 D Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata pada (P<0,01) Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 10 terlihat bahwa kandungan BETN menurun dari kandungan BETN onggok yang belum diberi perlakuan yaitu 89,09%. Perlakuan dengan penambahan berbagai kadar zeolit dan urea berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan kadar BETN. Terdapat interaksi antara penambahan urea dan zeolit dalam penurunan kandungan BETN. Hal ini membuktikan bahwa zeolit dan urea mempengaruhi pertumbuhan A. niger, dimana dalam pertumbuhan kapang diperlukan karbohidrat, nitrogen dan mineral. Urea sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel, sintesis protein dan produksi enzim, akan tetapi urea mudah menguap sehingga nitrogen yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Zeolit mampu menyerap kelebihan nitrogen yang ada sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kapang A. niger. Zeolit memiliki daya tukar kation yang tinggi 33

(Srihapsari, 2006), sehingga dapat menjadi absorben untuk menyerap kelebihan nitrogen dari urea, kemudian mengeluarkanya lagi secara efisien. Proses ini dapat mendukung tersedianya nitrogen yang dibutuhkan dalam pertumbuhan A. niger selama proses fermentasi, namun demikian karbohidrat juga sangat diperlukan dalam pertumbuhan kapang. Penurunan kadar BETN sejalan dengan pertumbuhan kapang A. niger. Penurunan kadar BETN dikarenakan karbohidrat mudah larut ini dirombak oleh A. niger sebagai energi untuk pertumbuhan. Selama proses fermentasi kapang Aspergillus niger memanfaatkan karbohidrat, lemak, dan protein substrat untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. BETN merupakan karbohidrat mudah larut, sehingga akan terlebih dulu dimanfaatkan A. niger untuk tumbuh sehingga BETN akan mengalami penurunan setelah proses fermentasi dilakukan. Proses fermentasi oleh bakteri anaerob merombak bahan ekstrak tanpa nitrogen menjadi asam lemak terbang (Hermana et al., 2010). Berdasarkan Tabel 10, pada penambahan urea dan zeolit 0% terlihat kadar BETN adalah sebesar 89,05%, tidak berbeda jauh dengan kadar onggok murni. Hal ini diduga perkembangan A. niger pada onggok tidak dapat optimal, sehingga kadar karbohidrat mudah larut yang digunakan sangat sedikit. Tahnh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral dan vitamin. 34