1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pra remaja merupakan masa anak gadis sebelum masuk tahapan pubertas atau remaja awal (Monks, 2006). Masa pra pubertas ini memiliki banyak potensi intelektual dari manusia dewasa yang pada hakikatnya merupakan produk dari perkembangan insting-insting serta potensi pada masa kanak-kanak (Kartono, 2006). Tahapan ini sangat menentukan bagi pembentukan pribadi remaja (BKKBN, 2009). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik saat ini maupun dimasa yang akan datang (Wahyuni, 2011). Mulainya masa pubertas pada remaja putri ditandai dengan munculnya perubahan-perubahan fisik pada seorang remaja putri serta mulainya peristiwa penting yaitu menstruasi pertama yang disebut menarche (Kartono, 2006). Peristiwa ini merupakan tonggak penting dalam kehidupan anak gadis (Chang, 2008). Peristiwa datangnya menarche memiliki arti dimulainya siklus reproduksi wanita (Erbil,2012). Peristiwa ini dapat menjadikan hal yang traumatis dan ketidaknyamanan (Chang, 2008). Menarche dan menstruasi merupakan proses fisiologis namun dapat menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan efek pada kebersihan, emosional, sosial dan dapat memunculkan rasa cemas. Permasalahan 1
2 ini muncul karena informasi yang buruk tentang menstruasi dan respon dari teman sebaya terkait aktivitas selama menstruasi. Campbell dan Mcgrath menyebutkan bahwa prevalensi ketidaknyamanaan gadis usia 14-21 tahun saat terjadi menarche adalah 99,6% (Chang, 2008). Menarche dan menstruasi merupakan sesuatu yang memalukan dan disembunyikan di lingkungan sosial dan lingkungan sekolah serta ada yang beranggapan terjadinya menstruasi merupakan suatu penyakit walaupun sebenarnya terjadinya menstruasi merupakan proses fisiologis (Sally, 2005). Beausang dan Razor (2000) menyebutkan secara aspek emosional, remaja perempuan sering melaporkan emosi yang negatif setelah terjadi menarche dan pada saat menstruasi berikutnya (Chang, 2008). Berbagai pandangan tentang menstruasi di atas disebabkan tidak semua anak perempuan mendapatkan informasi tentang proses menstruasi dan kesehatan selama menstruasi sehingga tidak dapat melakukan persiapan yang cukup untuk mengenali dan menyambut menstruasi (Wahyudi, 2001). Hasil penelitian Shanbag (2012) bahwa remaja putri 99,6% pernah mendengar tentang menstruasi sebelum menarche namun seluruh responden belum memahami dengan jelas tentang menstruasi. Penelitian Shanbag (2012) juga mengukur pengetahuan tentang menstruasi, responden yang menyatakan menstruasi sebagai fenomena yang normal sebanyak 28,7%, tidak mengetahui menstruasi berhubungan dengan kehamilan 48,1%, menggunakan pembalut pada saat menstruasi 44,1%, membersihkan organ genital menggunakan sabun 56,8%.
3 Pengetahuan tentang menstruasi sangat mempengaruhi anak gadis dalam menghadapi menarche yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku terjadinya menstruasi berikutnya. Peningkatan pengetahuan tentang menarche dan menstruasi dapat diberikan pada usia lebih awal sehingga dapat meningkatkan perilaku sehat selama menstruasi (Shanbag, 2012). Kesehatan selama menstruasi harus diperhatikan karena merupakan hal yang penting dan merupakan kesempatan yang baik untuk remaja lebih memahami tubuh dan kesehatan reproduksinya (BKKBN, 2003). Hasil penelitian tentang pengetahuan, sikap dan perilaku menstruasi dari 110 responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 61 (55,5%) dan 49 (44,5%) memiliki pengetahuan yang kurang terhadap menstruasi. Empat puluh sembilan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 55,1% mengalami gangguan menstruasi (Fauziah, 2005). Penelitian Wulandari (2008) melalui hasil depth interview dari sebagian responden menyatakan tidak mengetahui tentang menarche, remaja putri tidak harus mempersiapkan menstruasi dan beranggapan terdapat faktor keturunan misalnya jika orang tua tidak menstruasi maka anaknya juga tidak menstruasi (Wulandari, 2008). Hasil pengukuran sikap menstruasi sebanyak 54 (49,1% ) responden mempunyai sikap yang baik dan 58 (50,9%) responden mempunyai sikap yang kurang baik terhadap menstruasi (Fauziah, 2005). Remaja putri membutuhkan informasi tentang menarche, proses menstruasi dan kesehatan selama mentruasi namun tidak semua remaja pada masa ini mendapatkan informasi yang cukup tentang menstruasi. Remaja putri
4 mendapatkan informasi tentang menarche dan kesehatan menstruasi dari ibu 55,1%, teman sebaya 17,4% dan saudara perempuan 14,2% (Shanbag, 2012). Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi khusunya menstruasi tidak hanya berdampak pada kesehatan menstruasi saja. Beberapa permasalahan nyata yang muncul pada saat ini yang terjadi pada usia siswa Sekolah Dasar (SD) sudah mulai muncul. Perilaku negatif yang dilakukan siswa SD diantaranya mulai dari senggol menyenggol bagian tubuh yang sensitif, berciuman hingga berpelukan. Berawal dari permasalahan ini maka saat ini banyak kasus terjadinya pelecehan seksual hingga perkosaan, hamil di luar nikah dan seks bebas yang berdampak pada kehamilan usia dini. Munculnya beberapa permasalahan ini memberikan tanda bahwa kesehatan reproduksi sudah perlu diberikan sejak usia SD (Margono, 2011). Wilayah Unit Pelaksana Tekhnis Daerah (UPTD) PAUD dan DIKDAS Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dibagi menjadi 4 (empat) gugus Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan wilayah Gugus tiga (3) dan empat (4). Informasi dari Sekolah Dasar di Wilayah Gugus 3 dan 4 belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan terkait kesehatan reproduksi khususnya tentang menarche dan menstruasi dari institusi kesehatan ataupun lainnya. Hasil studi pendahuluan di Gugus 3 dan 4 Kecamatan Nanggulan,10 siswi yang belum menarche yg duduk di kelas 5 dan 6 mengatakan tidak mengetahui tentang menarche dan menstruasi, tidak mengetahuai apa yang harus dilakukan ketika menstruasi terjadi. Lima siswi yang sudah menstruasi
5 mengatakan bingung saat terjadi menstruasi pertama, malu menceritakan kepada orang tua, saudara ataupun teman. Gugus tiga (3) dan empat (4) yang merupakan gugus yang letaknya jauh dari kota kecamatan (±7,70 km) dan memiliki kondisi geografis dataran tinggi dengan kondisi tanah batu putih dan jarang dijumpai transportasi. Wilayah Gugus 3 berada di Desa Banyuroto dan Tanjungharjo sedangkan gugus 4 ini berada di Desa Donomulyo. Ketiga desa ini memiliki jumlah keluarga dengan Pra Keluarga Sejahtera 55% dari keseluruhan di Kecamatan Nanggulan di tahun 2007. Pada tahun 2013 jumlah Kepala Keluarga merupakan penerima Kartu Pelindung Sosial (KPS) dari pemerintah dengan jumlah 1994 di Wilayah Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Beberapa kondisi ini mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang dapat berdampak pada anak usia sekolah ataupun remaja salah satunya mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap tentang menarche dan menstruasi sehingga kurang kesiapan dalam menghadapi menarche. Berdasarkan fenomena di atas, diperlukan suatu pendidikan kesehatan dengan metode yang dapat efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap pra remaja dalam menghadapi menarche. Metode diskusi kelompok merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang disarankan oleh BKKBN dengan sasaran anak usia 10-14 tahun. Metode ini merupakan cara siswa dapat belajar aktif dan meningkatkan kreatifitas siswa yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pra remaja dalam menghadapi menarche (BKKBN, 2003). Faktanya metode diskusi kelompok ini belum diterapkan sebagai metode pendidikan
6 kesehatan di tingkat Sekolah Dasar. Sedangkan metode ceramah merupakan metode yang paling sering digunakan dalam melakukan pendidikan kesehatan. Biasanya pemberi ceramah adalah tenaga kesehatan yang secara emosional belum dekat dengan siswa. Dalam penelitian ini ceramah dan diskusi kelompok diberikan oleh guru kelas dengan harapan sudah memiliki kedekatan emosional sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik. Diharapkan dengan metode diskusi kelompok dan ceramah ini dapat dilanjutkan secara rutin oleh guru sehingga informasi menghadapi menarche bukan menjadi suatu hambatan dalam menghadapi menarche. Berdasarkan fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian keefektifan metode diskusi kelompok dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap pra remaja dalam menghadapi menarche. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah intervensi pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok lebih efektif daripada metode ceramah untuk meningkatan pengetahuan dan sikap pra remaja dalam menghadapi menarche? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas diskusi kelompok dan ceramah sebagai metode pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap pra remaja dalam menghadapi menarche.
7 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok dan ceramah terhadap pengetahuan pra remaja dalam menghadapi menarche. b. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode diskusi dan metode ceramah terhadap sikap pra remaja dalam menghadapi menarche. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga pengambil kebijakan mengingat pemahaman pra remaja putri tentang menarche penting untuk kelangsungan tahapan perkembangan reproduksi selanjutnya. 2. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru di Sekolah Dasar sehingga mampu menyampaikan materi menstruasi dan membantu mempersiapkan siswinya dalam menghadapi menarche. 3. Bagi Profesi Perawat Memberikan gambaran metode pendidikan yang sesuai untuk siswa Sekolah Dasar dalam melakukan pendidikan kesehatan sehingga dapat memaksimalkan peran perawat dalam melakukan pencegahan primer.
8 E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap menghadapi menarche, telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Meskipun demikian masih terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian tentang menarche pada remaja putri diantaranya dilakukan oleh : 1. Fakhri et al. (2012), yang berjudul Promoting menstrual health among persian adolescent girls from low socioeconomic backgrounds: a quasiexperimental study. Metode penelitian menggunakan pendekatan quasiexperiment. Sampel pada penelitian ini adalah remaja putri di beberapa sekolah SMA total berjumlah 698 siswa (349 kelompok eksperimen dan 349 kelompok kontrol). Pengukuran dilakukan dengan pre test dan post tes pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Informed consent diperoleh dari orang tua dari semua remaja yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Materi yang diberikan adalah pentingnya remaja, perubahan fisik dan emosi selama remaja, masa pubertas, kesehatan menstruasi dan sindrom premenstruasi. Kuesioner dibuat dan dikembangkan oleh peneliti yang terdiri dari lima bagian yaitu karakteristik demografi, perilaku saat menstruasi, terkait kesehatan menstruasi, sumber informasi dan kesehatan pribadi. Hasil penelitian menunjukkan intervensi pendidikan seperti promosi kesehatan efektif meningkatkan kesehatan menstruasi remaja putri.
9 2. Shanbag et al (2012) melakukan penelitian yang berjudul Perceptions regarding menstruation and Practices during menstrual cycles among high school going adolescent girls in resource limited settings around Bangalore city, Karnataka, India Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur persepsi termasuk pengetahuan dan praktek kebersihan diri selama menstruasi. Penelitian ini merupakan cross sectional study. Hasil dari penelitian ini adalah 99,6% responden pernah mendengar tentang menstruasi namun pengetahuan tentang proses menstruasi, kebersihan menstruasi dan gizi atau nutrisi selama menstruasi masih belum bagus. Persepsi dan kebersihan tentang menstruasi harus baik sehingga setiap remaja memiliki keyakinan/ pengetahuan sehingga dapat terhindar dari berbagai masalah berhubungan dengan menstruasi. 3. Widyaningsih (2010) melakukan penelitian yang berjudul Efektifitas Metode Ceramah dan Diskusi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Anemia Gizi Besi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektifitas metode diskusi kelompok dan ceramah dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia gizi besi. Metode penelitian ini menggunakan true experimental dengan desain cluster randomized controlled trial. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja. Metode diskusi kelompok sama efektif dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap mengenai anemia gizi besi pada remaja putri. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada desain penelitian, responden dan materi pendidikan kesehatan.
10 4. Riyatno (1998) melakukan penelitian yang berjudul Efektifitas Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh/efektifitas metode pendidikan kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan rancangan non randomized control group pretest-postest. Subyek dari penelitian ini adalah remaja berusia 15-21 tahun dengan pendidikan minimal SLTP dengan cara pemilihan sampel Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil antara penggunaan metode ceramah dan diskusi kelompok dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah metode diskusi kelompok lebih efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, karakteristik populasi dan lokasi penelitian.