IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS NANOSELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG DENGAN PERLAKUAN HIDROLISIS KIMIA DAN HOMOGENISASI SKRIPSI NICHE EVANDANI F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen,

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

3 METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

2014 WAKTU OPTIMUM ISOLASI NANOKRISTALIN SELULOSA BAKTERIAL DARI LIMBAH KULIT NANAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel1.1 Luas Panen Pisang Indonesia (dalam Ha)

I. PENDAHULUAN. Saat ini biomassa telah banyak menarik perhatian para peneliti. Hal ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

I.PENDAHULUAN. sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila. dibandingkan dengan tanpa serat penguat.

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB III METODE PENELITIAN

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

Transkripsi:

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi Secara garis besar terdapat empat tahapan perlakuan dalam medote sintesis nanoselulosa yang digunakan yaitu, hidrolisis basa, bleaching, hidrolisis asam dan homogenisasi.melalui proses trial dan error akan dilihat faktor yang mempengaruhi sintesis nanoselulosa. Terdapat dua faktor yang telah diuji pengaruhnya, yaitu banyaknya siklus steam explosion serta waktu dan kecepatan homogenisasi. Alat yang digunakan untuk proses steam explosion adalah autoclave, sedangkan alat yang digunakan untuk proses homogenisasi adalah ultra-turrax.. Adapun penampakan bahan baku dan setengah jadi dalam proses sintesis nanoselulosa dapat dilihat pada Gambar 9. A B C D Gambar 9. Bahan baku dan bahan setengah jadi dalam proses sintesis nanoselulosa dari tepung tongkol jagung Keterangan: A: Tepung tongkol jagung B: Tepung tongkol jagung setelah perlakuan basa C : Tepung tongkol jagung setelah bleaching D : Tepung tongkol jagung setelah perlakuan asam Gambar 9A menunjukkan bahan baku yang digunakan, yaitu tepung tongkol jagung ukuran 100 mesh. Gambar 9B menunjukkan tepung tongkol jagung yang telah ditambahkan dengan NaOH 2% kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dengan suhu 121 0 C, tekanan 1,2 atm selama 1 jam. Fungsi dari perlakuan basa yang diikuti dengan pemanasan adalah untuk menghidrolisis hemiselulosa dan depolimerasi lignin menjadi komponen gula dan fenolic yang larut air (Fernfindez et al. 1999). Gambar 9C menunjukkan sampel dari gambar 9B yang telah mengalami proses selanjutnya, yaitu bleaching. Proses bleaching ini berfungsi untuk menghilangkan sebagian besar lignin yang masih tersisa pada sampel (Cherian et al. 2008). Gambar 9D menunjukkan sampel dari gambar 9C yang telah mengalami proses selanjutnya, yaitu penambahan HCl 1 N dan pemanasan pada autoclave 121 0 C selama 2 jam. Penambahan HCl dan pemanasan tersebut berfungsi untuk memisahkan nanofibril dari dinding sel tongkol jagung (Cherian et al. 2010). Setelah itu, sampel kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan ultraturrax. 22

Sampel yang telah mengalami proses hidrolisis kimia, bleaching, hidrolisis asam, dan homogenisasi kemudian diamati karakteristik mikrostrukturalnya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan dengan mikroskop cahaya dilakukan pada perbesaran 400 kali dan 1000 kali. Penampakan mikrostruktural tepung tongkol jagung dapat dilihat pada Gambar 10, penampakan mikrostruktural produk akhir trial and error I dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan penampakan mikrostruktural produk akhir trial and error II dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Gambar 10. Tepung tongkol jagung pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya A B Gambar 11. Produk akhir trial and error I sintesis nanoselulosa pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya Gambar 10 menunjukkan tepung tongkol jagung yang masih terdiri dari struktur kompleks, yang merupakan gabungan lignin, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain. Gambar 11 merupakan penampakan produk akhir trial-error I sintesis nanoselulosa pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya. Gambar 11 menunjukkan selulosa yang sudah mulai terpisah dari dinding sel tongkol jagung. Gambar 11A menunjukkan mikrofibril selulosa yang diameternya masih cukup besar sekitar 1µm, sedangkan gambar 11B menunjukkan selulosa yang diameternya sudah cukup kecil, sekitar 300-400 nm. 23

A B Gambar 12. Selulosa pada produk akhir trial and error II sintesis nanoselulosa pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya A B Gambar 13. Selulosa pada produk akhir trial and error II sintesis nanoselulosa pada perbesaran 1000 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya Gambar 12 merupakan penampakan produk akhir trial-error II sintesis nanoselulosa pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya. Gambar 12A menunjukkan nanofibril selulosa dengan ukuran diameter yang sudah cukup kecil sekitar 300nm. Gambar 12B menujukkan campuran antara selulosa yang berdiameter kecil dan besar, lingkaran merah pada kedua gambar tersebut menunjukkan proses defibrillation mikrofibril selulosa menjadi nanofibril selulosa. Gambar 13 menunjukkan penampakan produk akhir trialerror II sintesis nanoselulosa pada perbesaran 1.000 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya, gambar 13A menunjukkan nanoselulosa dengan diamater sekitar 200-250 nm, sedangkan gambar 13B menunjukkan nanofibril selulosa dengan diameter 250-350 nm. Produk akhir yang diinginkan dari penelitian ini adalah nanofibril selulosa dengan diameter sekitar 100-300 nm sehingga dapat disebut nanoselulosa (Winarno dan Fernandez 2010). Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode trial-error II lebih baik daripada metode trial-error I untuk mensintesis nanoselulosa. Perbedaan antara metode trial-error I dan metode trial-error II terletak pada proses steam explosion dan homogenisasi. Pada metode trial-error II diuji coba proses steam explosion dengan autoclave, namun mekanisme steam explosiontidak berjalan dengan lancar karena autoclave yang digunakan tidak dapat menurunkan tekanan secara tiba-tiba dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Selain itu, pada metodetrial-error II proses homogenisasinya lebih lama dan kecepatannya lebih tinggi yaitu, 16000 rpm selama 3 jam, sedangkan pada metode trial-errori hanya 11000 rpm selama 1 jam. Hal ini menunjukkan bahwa waktu dan kecepatan homogenisasi mempengaruhi sintesis nanoselulosa. 24

B. Penelitian Utama Berdasarkan penelitian pendahuluan, dapat diambil kesimpulan bahwa metode hidrolisis kimia dan homogenisasi telah mampu mengisolasi selulosa dengan diameter dibawah 500 nm, namun masih dalam jumlah yang relatif sedikit. Selain itu, diketahui juga bahwa waktu dan kecepatan homogenisasi mempengaruhi proses sintesis nanoselulosa, semakin tinggi kecepatan dan semakin lama waktu homogenisasi maka akan semakin baik proses reduksi ukuran selulosa. Oleh karena itu, pada penelitian utama akan digunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi dengan proses homogenisasi pada kecepatan 11000 rpm pada tiga taraf waktu (2 jam, 3 jam dan 4 jam). Pada penelitian utama ini tidak dilalukan homogenisasi pada kecepatan 16000 rpm karena kemampuan alat yang digunakan (ultra-turrax) tidak mencukupi. Pada penelitian utama juga akan dilakukan beberapa modifikasi pada metode hidrolisis kimia dan homogenisasi, yaitu adanya proses perendaman selama 1 jam sebelum hidrolisis basa pada suhu tinggi dan peningkatan suhu pada proses bleaching (dari suhu ruang menjadi 60 o C), tahapan jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Modifikasi tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan proses sintesis nanoselulosa. 1. Komposisi Kimia Tepung Tongkol Jagung Parameter bahan baku (tepung tongkol jagung) yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat (by difference), kadar selulosa, dan kadar lignin. Kadar selulosa dan lignin bahan baku merupakan salah satu parameter penting untuk proses sintesis nanoselulosa. Bahan baku yang baik untuk proses sintesis nanoselulosa memiliki kandungan selulosa yang tinggi dan lignin yang rendah. Rata-rata limbah pertanian yang digunakan untuk sebagai bahan baku sintesis nanoselulosa memliki kadar selulosa diatas 30% dan lignin dibawah 25%, misalnya sekam dengan kadar selulosa 35% dan kadar lignin 23% (Johar et al. 2012), jerami dengan kadar selulosa 43,2 % dan kadar lignin 22%, serta kulit kedelai dengan kadar selulosa 56,4% dan kadar lignin 18% (Alemdar dan Sain 2008).Komposisi kimia tepung tongkol jagung yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kimia tepung tongkol jagung No Parameter % bb % bk 1 Kadar Air 8,19 8,94 2 Kadar Abu 2,22 2,42 3 Kadar Lemak 4,46 4,86 4 Kadar Protein 0,52 0,57 5 Kadar Karbohidrat (by difference) 84,61 83,21 Kadar Selulosa 52,73 57,38 Kadar lignin 9,08 9,88 25

Tongkol jagung yang digunakan sebagai bahan baku cenderung memiliki kadar air yang rendah, sehingga tidak mudah ditumbuhi oleh jamur. Selain itu karakteristik tongkol jagung yang digunakan cenderung memiliki kadar lemak yang tinggi (4,46 % bb) dan kadar protein yang rendah (0,52%bb), bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Venty (2009). Pada penelitian yang dilakukan Venty (2009) tongkol jagung yang digunakan memiliki kadar lemak sebesar 0,7 % bb dan kadar protein sebesar 3,2 %BB. Tongkol jagung yang digunakan sebagai bahan baku karakteristiknya cenderung memilki kadar selulosa yang tinggi (52,73 %bb) bila dibandingkan dengan tongkol jagung yang digunakan pada penelitian Shofiyanto (2008). Tongkol jagung yang digunakan pada penelitian Shofiyanto (2008) kadar selulosanya hanya 41 %bb. Kadar selulosa yang tinggi pada tongkol jagung menunjukkan bahwa tongkol jagung memiliki potensial yang tinggi sebagai bahan baku untuk sintesis nanoselulosa. 2. Karakterisasi Kimia Produk Akhir Sintesis Nanoselulosa Karakterisasi kimia dilakukan pada sampel yang telah mengalami proses hidrolisis basa,bleaching, dan hidrolisis asam, namun belum dilarutkan dalam air dan mengalami proses homogenisasi. Dari total 18 sampel yang ada, masing-masing diambil secara acak 2 sampel dengan 3 perlakuan yang berbeda (konsentrasi NaOH 2%, konsentrasi NaOH 4%, dan konsentrasi NaOH 8%) untuk dianalisis kadar selulosa dan lignin. Kadar selulosa dan lignin merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui kualitas nanoselulosa yang dihasilkan. Produk akhir sintesis nanoselulosa yang baik memiliki kadar selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang rendah. Adapun grafik batang perbandingan kadar selulosa dan lignin antar produk akhir dengan berbagai perlakuan konsentrasi NaOH dapat dilihat pada Gambar 14. Kadar selulosa dan lignin 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 77.17(a) 57.38 59.96 (b) 54.75 (b) 19.21(a) 9.88 6.32 (b) 3.72 (b) 0 2 4 8 %Selulosa(BK) Konsentrasi NaOH (%) %Lignin(BK) Gambar 14. Grafik batang perbandingan kadar selulosa dan lignin produk akhir sintesis nanoselulosa dengan berbagai perlakuan konsentrasi NaOH 26

Keterangan : Konsentrasi NaOH 0% = bahan baku Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Berdasarkan analisis statistik pada taraf signifikasi 95% diketahui bahwa perlakuan hidrolisis basa dengan NaOH 4% dan NaOH 8% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar selulosa pada produk akhir, sedangkan perlakuan hidrolisis basa dengan NaOH 2% memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan NaOH 4% dan 8% terhadap kadar selulosa pada produk akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% memiliki kadar selulosa yang paling tinggi, yaitu 77,17%, produk akhir dengan perlakuan NaOH 4% memiliki kadar selulosa 59,96%, dan sampel dengan perlakuan NaOH 8 % memiliki kadar selulosa yang paling rendah, yaitu 54, 75%. Data tersebut menunjukkan bahwa dengan metode yang digunakan konsentrasi NaOH yang terbaik untuk mengisolasi selulosa adalah 2%. Cherian et al. (2010) menyatakan bahwa konsentrasi larutan alkali sebagai bahan penghidrolisis harus sangat terkontrol agar tidak mendegradasi senyawa selulosa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cherian et al. (2010) untuk mengisolasi selulosa dari daun nanas juga didapatkan hasil bahwa konsentrasi NaOH yang terbaik untuk mengisolasi selulosa tanpa mendegradasinya adalah 2 %. Hal ini terjadi karena hidrolisis basa dengan NaOH pada suhu dan tekanan tinggi dapat memutuskan ikatan hidrogen intramolekular selulosa pada posisi C-3 dan C-6 glucopyranosesehingga selulosa terpecah menjadi komponen gula yang lebih sederhana (Cherian et al. 2010). Kadar selulosa yang berhasil diisolasi pada penelitian ini hampir sama dengan kadar selulosa yang berhasil diisolasi pada penelitian yang dilakukan oleh Kaushik dan Singh (2010). Pada penelitian yang dilakukan Kaushik dan Singh (2010) selulosa diisolasi dari jerami gandum dengan menggunakan metode steam explosion dan high shear homogenization. Kaushik dan Sigh menggunakan NaOH 2% (untuk perendamanan bahan baku selama satu malam) dilanjutkan NaOH 10%dalam proses hidrolisis basa. Dari penelitian tersebut berhasil diisolasi selulosa sebanyak 75,28%. Produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% memilki kadar lignin yang paling rendah, yaitu 3,72%. Diduga hal ini terjadi karena proses hidrolisis dengan NaOH 8% dapat mendepolimerasi lignin menjadi komponen gula dan fenolic yang larut air dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan Bismark et al. (2005), yaitu lignin tidak dapat dihidrolisis dengan perlakuan asam, tetapi dapat terhidrolis dengan perlakuan alkali yang disertai oleh pemanasan.kadar lignin produk akhir penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Kaushik dan Singh (2010), yang sekitar 8,12%. 27

3. Karakterisasi Fisik Produk Akhir Sintesis Nanoselulosa a. Parameter Warna Mutu suatu produk sering kali dapat dinilai melalui karakteristik warna yang dimilikinya.produk nanoselulosa yang baik memiliki warna yang cerah (mendekati putih). Penampakan produk akhir sintesis nanoselulosa antar perlakuan dapat dilihat pada gambar 15. Produk akhir tersebut akan dianalisis parameter warnanya dengan menggunakan sistem notasi Hunter (L a b). A B C Gambar 15. Perbandingan warna produk akhir sintesis nanoselulosa dengan berbagai Keterangan: A = produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% B = produk akhir dengan perlakuan NaOH 4% C = produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% Hasil pengukuran parameter warna dengan ChromameterMinolta 300 akan dianalisis statistik dengan menggunakan software The SAS System for Windows 9.0. Selain nilai L a b, nilai Hue sampel juga akan dihitung untuk menunjukkan kategori warna sampel. Hasil pengukuran parameter warna produk akhir sintesis nanoselulosa dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran atribut warna produk akhir sintesis nanoselulosa Faktor Parameter Konsentrasi NaOH 2% Konsentrasi NaOH 4% Konsentrasi NaOH 8% WH 2 WH 3 WH 4 WH 2 WH 3 WH 4 WH 2 WH 3 WH 4 L 32,35 de 33,12 de 31,73 e 33,58 cd 33,71 cd 34,01 bc 37,81 a 35,27 b 37,17 a a 2,98 ab 3.04 ab 2,88 bc 3,19 a 3,05 ab 2,73 cd 2,88 bc 2,73 cd 2,59 d b 0,19 a 0,71 a -0,51 a -1,72 b -1,83 b -1,75 b -4,15 c -4,64 c -3,95 c Hue 84,37 a 79,90 a 76,89 a 61,93 b 59,10 b 57,42 b 33,24 c 32,40 c 30,23 c Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Keterangan : WH = Waktu homogenisasi (jam) 28

Melalui analisis statistik dengan Uji Duncan dapat dilihat bahwa perlakuan homogenisasi selama 2, 3, dan 4 jam pada konsentrasi NaOH 2% dan 4% tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai L produk akhir. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan konsentrasi NaOH 8% pada waktu homogenisasi 2 jam memiliki nilai L yang paling tinggi, sedangkan perlakuan dengan NaOH 2% pada waktu homogenisasi 4 jam memiliki nilai L yang paling rendah. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka akan semakin cerah warna produk akhir yang dihasilkan. Jika dilihat pada gambar 15, produk akhir yang diberi perlakuan NaOH 8% berwarna putih kekuningan, sedangkan produk akhir yang diberi perlakuan NaOH 2% dan 4% berwarna kecoklatan. Menurut Hattaka (2001) warna coklat tersebut mengindikasikan kadar lignin yang masih cukup tinggi pada produk akhir karena lignin jika teroksidasi struktur aromatiknya akan menghasilkan senyawa kuinon berwarna coklat yang tidak diinginkan. Berdasarkan hasil analisis statistik pada dengan uji Duncan dapat dilihat bahwa perlakuan homogenisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai hue produk akhir, sedangkan perlakuan dengan konsentrasi NaOH yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai hue produk akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% dan 4% warnanya tergolong ke dalam yellow-red karena memiliki nilai hue dengan kisaran 54-90, sedangkan produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% warnanya tergolong ke dalam red-yellow karena memiliki nilai hue dengan kisaran 18-54 (Hutching 1999). b. Parameter Pembentukan Suspensi Suspensi didefinisikan sebagaisistem dua fase dengan partikel padat yang terdispersi dalam fase kontinyu yang bisa berupa fase padat, cair, ataupun gas (Wasan 2008).Terbentuknya suspensi yang partikelnya terdispersi sempurna merupakan salah satu parameter yang penting dalam proses sintesis nanoselulosa. Produk nanoselulosa yang baik pada suspensi dibawah 5% akan membentuk suspensi yang terdispersi sempurna dan pada suspensi diatas 10 % akan membentuk gel (Cranston 2011). Gambar perbandingan pembentukkan suspensi pada produk akhir dengan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16. A B C Gambar 16. Perbandingan pembentukan suspensi pada produk akhir sintesis nanoselulosa 29

Keterangan : A = produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% B = produk akhir dengan perlakuan NaOH 4% C = produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap pembentukan suspensi produk akhir.pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa terdapat endapan pada suspensi produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% dan 4%, sedangkan pada suspensi produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% memiliki suspensi yang baik (fase padatnya terdispersi sempurna dalam fase cair). Hal ini terjadi karena stabilitas suspensi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran partikel, jumlah partikel dan sifat/muatan partikel (Pakki E 2007). Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin sulit partikel tersebut mengendap, hal ini berhubungan dengan luas penampang partikel terhadap daya tekan ke atas cairan dari suspensi tersebut. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya, sehingga semakin kecil ukuran pastikel akan semakin besar luas penampangnya sehingga akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap(particles Science Inc, 2009). Stabilitas suspensi juga dipengaruhi oleh jumlah partikel karena semakin banyak partikel dalam sebuah suspensi maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas sehingga sering terjadi benturan antar partikel yang menyebabkan terbentukknya endapan(particles Science Inc, 2009). Produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% dan 4% memiliki kadar selulosa dan lignin yang lebih tinggi dibandingkan produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% sehingga jumlah partikelnya otomatis lebih banyak dan menyebabkan terbentuknya endapan, sedangkan produk akhir dengan perlakuan NaOH 8% kandungan selulosa dan ligninnya paling sedikit sehingga jumlah partikelnya pun jauh lebih sedikit dibandingkan produk akhir dengan perlakuan NaOH 2% dan 4%.Kadar lignin pada produk akhir juga mempengaruhi stabilitas suspensi karena lignin bersifat hidrofobiksedangkan fase cair yang digunakan untuk pembentukan suspensi adalah air destilata. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar ligninnya maka akan semakin sulit terbentuk suspensi yang terdispersi sempurna. Pada penelitian ini, suspensi produk akhir hanya diamati fisiknya secara langsung. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung terlihat bahwa waktu homogenisasi 2, 3, dan 4 jam tidak berpengaruh terhadap pembentukan suspensi produk akhir sintesis nanoselulosa. Akan tetapi, pengamatan secara langsung tidak cukup untuk melihat pengaruh waktu homogenisasi terhadap proses pembentukan suspensi produk akhir sintesis nanoselulosa. 30

4. Karakterisasi Mikrostruktural Produk Akhir Sintesis Nanoselulosa a. Karakterisasi Mikrostruktural dengan Mikroskop Cahaya Pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya dilakukan pada produk akhir. Pengamatan perlu dilakukan untuk mengetahui struktur selulosa yang dihasilkan pada produk akhir. Adapun hasil pengamatan produk akhir sintesis nanoselulosa dengan mikroskop cahaya dapat dilihat pada Gambar 17. A B C D E F G H I Gambar17.Selulosa pada produk akhir sintesis nanoselulosa pada perbesaran 400 kali dengan menggunakan mikroskop cahaya Keterangan gambar : A = perlakuan dengan NaOH 2% dan homogenisasi selama 2 jam B = perlakuan dengan NaOH 2% dan homogenisasi selama 3 jam C = perlakuan dengan NaOH 2% dan homogenisasi selama 4 jam D = perlakuan dengan NaOH 4% dan homogenisasi selama 2 jam E = perlakuan dengan NaOH 4% dan homogenisasi selama 3 jam F = perlakuan dengan NaOH 4% dan homogenisasi selama 4 jam G = perlakuan dengan NaOH 8% dan homogenisasi selama 2 jam H = perlakuan dengan NaOH 8% dan homogenisasi selama 3 jam I = perlakuan dengan NaOH 8% dan homogenisasi selama 4 jam 31

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa setiap perlakuan telah berhasil memisahkan selulosa dari hemiselulosa dan lignin. Pada gambar 17F-I terlihat proses defibrillation mikrofibril selulosa menjadi nanofibril selulosa. Dari sembilan perlakuan jika diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali, ukuran diameter selulosanya tidak menunjukkan hasil yang terlalu berbeda, rata-rata diameter selulosa yang ada sekitar 500-1.000 nm. Selulosa yang teramati adalah selulosa yang berukuran besar karena keterbatasan alat yang digunakan, sehingga untuk mengetahui ukuran pastinya perlu dilakukan pengamatan mikrostruktural lebih lanjut dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) pada perbesaran 10.000 kali. b. Karakterisasi Mikrostruktural dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Pengamatan dengan SEM dilakukan pada produk akhir yang telah mengalami proses preparasi dan coating dengan emas. Dari total 18 sampel yang ada masing-masing diamati dua sampel dengan perlakuan NaOH 2% waktu homogenisasi 4 jam, NaOH 4% waktu homogenisasi 4 jam dan NaOH 8% waktu homogenisasi 4 jam. Sampel dengan perlakuan homogenisasi 4 jam yang dianalisis dengan SEM karena diasumsikan semakin lama waktu homogenisasi maka semakin baik proses reduksi ukuran. Adapun hasil pengamatan produk akhir dengan menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20. J K L M Gambar 18. Selulosa pada produk akhir sintesis nanoselulosa dengan perlakuan konsentrasi NaOH 2% dan waktu homogenisasi 4 jam Keterangan gambar: J dan L = perbesaran gambar 100 kali K dan M = perbesaran gambar 10.000 kali 32

Diameter selulosa pada produk akhir diukur dengan menggunakan software image J ver 3.7. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan selulosa dengan diameter 186 nm dan 103 nm (dapat dilihat pada gambar 18 K) dan selulosa dengan diameter 88 nm dan 179 nm (dapat dilihat pada gambar 18 M). Pada gambar 18 J dan18 L terlihat masih banyak serat-serat yang berukuran besar. Pada gambar 18 K dan 18 M terlihat proses defibrillation mikrofibril selulosa menjadi nanofibril selulosa. N O P Q Gambar 19. Selulosa pada produk akhir sintesis nanoselulosa dengan perlakuan konsentrasi NaOH 4% dan waktu homogenisasi 4 jam Keterangan gambar: N dan P = perbesaran gambar 100 kali O dan Q = perbesaran gambar 10.000 kali Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan selulosa dengan diameter 110 nm dan 117 nm (dapat dilihat pada gambar 19 O) dan selulosa dengan diameter 96 nm dan 220 nm (dapat dilihat pada gambar 19 Q). Pada gambar 19 N dan 19 P terlihat masih banyak serat-serat yang berukuran besar. Pada gambar 19 Q juga terlihat defibrillation mikrofibril selulosa menjadi nanofibril selulosa 33

R S T U Gambar 20. Selulosa pada produk akhir sintesis nanoselulosa dengan perlakuan konsentrasi NaOH 8% dan waktu homogenisasi 4 jam Keterangan gambar: R dan T = perbesaran gambar 100 kali S dan U = perbesaran gambar 10.000 kali Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan selulosa dengan diameter 145 nm dan 268 nm (dapat dilihat pada gambar 20 S) dan selulosa dengan diameter 124 nm dan 263 nm (dapat dilihat pada gambar 20 U). Pada gambar 20 R dan 20 T terlihat masih banyak serat-serat yang berukuran besar. Pada gambar 20 S juga terlihat defibrillation mikrofibril selulosa menjadi nanofibril selulosa. Secara keseluruhan berdasarkan hasil pengamatan dengan SEM dapat dilihat bahwa dengan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi yang digunakan telah berhasil mensintesis selulosa dalam ukuran nano (di bawah 100 nm), namun masih dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan SEM, dari keseluruhan sampel pada penelitian ini didapatkan nanoselulosa yang diameternya kisaran 80-270 nm.hal ini terjadi karena perlakuan mekanik yang belum optimal untuk mereduksi ukuran (memisahkan fibril-fibril tunggal selulosa yang masih menyatu dalam mikrofibril selulosa), sehingga pada penelitian kedepannya disarankan untuk melakukan proses homogenisasi pada kecepatan yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama atau bisa juga menggunakan high pressure homogenization. Selulosa yang dihasilkan sudah memiliki diameter yang cukup kecil bila dibandingkan dengan selulosa yang dihasilkan dari penelitiain Subyakto dkk (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Subyakto dkk (2010) menggunakan metode mekanik dengan menggunakan stone refiner dan ultraturrax, dari penelitian tersebut berhasil diproduksi selulosa dengan kisaran diameter 400 nm. Akan tetapi, selulosa yang dihasilkan pada penelitian ini masih memiliki diameter yang jauh lebih besar bila 34

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Cherian et al. (2010). Penelitian yang dilakukan Cherian et al. (2010) menggunakan metode steam explosion, dari penelitian tersebut berhasil memproduksi selulosa dengan kisaran diameter 60 nm. Hal ini menunjukkan bahwa metode hidrolisis kimia dan homogenisasi yang digunakan pada penelitian ini mampu menghasilkan selulosa dengan diameter yang lebih kecil bila dibandingkan metode mekanik dengan stone refiner dan ultra-turrax, namun belum menhasilkan partikel dengan ukuran kecil dalam jumlah besar. 35