III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN Latar Belakang

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

PENDAHULUAN Latar Belakang

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

POTRET GAMBUT KALIMANTAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penambat (sequester) karbon. Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pengelolaan lahan gambut

L E G E N D A TELUK BANGKA J A M B I SUMATRA SELATAN B E N G K U L U S A M U D E R A H I N D I A L A M P U N G. Ibukota Propinsi.

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Merang REDD Pilot Project (MRPP) Persemaian dan Rehabilitasi Hutan. Rehabilitasi hutan rawa gambut berbasis masyarakat pada areal MRPP

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

Potensi Penggunaan Lahan Gambut untuk Pertanian Di Kawasan Hutan Produksi Muara Bedak Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

IV. KONDISI UMUM 4.1 KONDISI UMUM LOKASI Lahan gambut

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai dengan

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Transkripsi:

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan luasan areal sekitar 150 000 ha. Hutan gambut Merang merupakan bagian dari area gambut yang lebih luas dan berhubungan dengan Taman Nasional Sembilang sebelah Timur, hutan gambut Muaro Jambi di utara dan Taman Nasional Berbak di bagian barat daya. Kubah gambut terletak tepat diantara sungai Medak dan Kepahyang. Peta Lokasi dari citra satelit dapat dilihat pada Gambar 5 pada halaman berikut. Gambar 4 Deskripsi hutan bekas tebangan di Merang

PT.Pakerin TN.Sembilang PT. RHM PTPN VII Merang PT.Wahana Lestari Gambar 5 Peta lokasi hutan gambut Merang (Sumber: MRPP 2009)

3. 2 Aksesibilitas Desa yang terdekat dengan lokasi penelitian adalah Muara Merang. Jarak dari Palembang ke desa ini sekitar 225 km yang dapat ditempuh dengan akses darat atau sungai selama 4-5 jam. Sungai merupakan sarana transportasi penting bagi penduduk desa dalam bermobilitas. Kota terdekat adalah Bayung Lencir yang dapat ditempuh selama 2 jam dengan menggunakan perahu. Gambar 6 Sungai sebagai akses utama masyarakat desa dengan menggunakan perahu motor 3. 3 Iklim dan Hidrologi Area ini memiliki curah hujan rata-rata tahunan 2 304 mm yang termasuk ke dalam zona B1 menurut klasifikasi iklim Oldeman, artinya areal ini memiliki intensitas curah hujan yang cukup (BMG Kenten Palembang 2008). Curah hujan memiliki keterkaitan yang erat dengan perhitungan biomassa suatu tegakan. Berikut data curah hujan bulanan tahun 1999-2008 pada daerah penelitian : Tabel 5 Curah hujan bulanan tahun 1999-2008 di Merang Tahun Curah hujan Bulan ke- (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total 1999 249 205 314 206 73 172 153 81 37 230 459 205 2384 2000 234 238 93 240 277 177 77 56 150 250 442 249 2483 2001 254 256 324 328 87 237 74 259 170 368 283 243 2883 2002 281 47 268 279 103 38 124 19 79 71 310 324 1943 2003 169 285 247 350 80 44 177 33 85 208 171 307 2156 2004 301 195 313 396 169 114 81 17 48 232 203 302 2371 2005 134 239 361 192 210 111 205 149 180 291 302 197 2571 2006 339 285 319 142 144 84 125 0 15 74 233 121 1881 2007 297 141 220 257 96 104 77 5 156 156 200 327 2036 2008 257 143 250 399 96 53 89 146 151 202 333 209 2328 Rataan 252 203 271 279 134 113 118 77 107 208 294 248 2303,6 Sumber: BMG Stasiun Klimatologi Kenten Palembang

Kondisi hidrologi areal ini dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Lalan dan anak-anaknya, yaitu Sungai Merang, Sungai Kepahyang dan Sungai Medak yang termasuk kedalam DAS Lalan dan bermuara di Selat Bangka. Sungaisungai ini memberikan sumbangan air cukup besar terhadap kondisi hidrologi dan proses pembentukan gambut serta berpengaruh terhadap fluktuasi genangan air. Sungai Merang mengalir ditengah kubah gambut yang terletak tepat diantara Sungai Kepahyang dan Medak. Sungai Merang memiliki banyak anak sungai diantaranya Sungai Cangkak, Sungai Buring, Sungai Beruhun dan Sungai Bawo. Sungai Merang mengalir dari daerah Petaling (perbatasan provinsi Sumatera Selatan dengan Jambi) sampai ke Sungai Lalan di desa Bakung, Kecamatan Bayung Lencir. Di areal ini terdapat lebih dari 100 parit atau kanalkanal kecil dengan lebar 1,7-2 meter dan dalam 0,5 meter yang dibuat oleh penebang liar untuk mengeluarkan kayu hasil tebangan dari hutan. Panjang kanal yang dibuat bervariasi, bahkan sampai 5 km tergantung pada potensi ketersediaan kayu. Dampak dari adanya parit-parit tersebut adalah penurunan air tanah terutama pada musim kemarau sehingga menyebabkan penurunan permukaan gambut. Gambar 7 Deskripsi hidrologi daerah Merang (Sumber: MRPP 2009)

3. 4 Karakteristik Gambut dan Cadangan Karbon Berdasarkan penelitian yang dilakukan SSFFMP (2005) gambut yang berada di sekitar lokasi penelitian tergolong pada gambut dangkal, sedang dan gambut dalam. Berdasarkan tingkat kematangannya secara umum pada kedalaman 1 m rata-rata kematangan gambut pada tingkat hemik-safrik, sedangkan pada kedalaman > 1 m pada tingkat kematangan safrik. Secara umum dapat dikatakan bahwa proses dekomposisi bahan organik berjalan baik, dikarenakan area tidak selalu tergenang air dan terdapat periode kering sehingga dapat membantu proses dekomposisi bahan organik. Jika dilihat dari karakteristik kimia gambut, reaksi tanah (ph) pada Hutan Gambut Merang tergolong masam. Nilai kemasaman gambut dihasilkan dari sumbangan ion H + dari proses dekomposisi bahan organik yang terjadi secara terus menerus pada lahan gambut. Kandungan C di lahan gambut ini dikategorikan tinggi karena C lebih dari 5% sekaligus membuktikan tingginya ketersediaan karbon di lahan gambut. Untuk kandungan N dan nisbah C dan N tergolong tinggi, sebaliknya kandungan P total relatif rendah terutama pada daerah deposisi atau endapan. Jika ditinjau dari kondisi kejenuhan basanya, area ini tergolong sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan basa pada gambut jauh lebih rendah daripada basa di tanah mineral. Ciri kimia lain pada areal gambut ini adalah : ketersediaan unsur K tergolong dari rendah hingga sedang, unsur N tergolong sedang, Ca dan Mg tergolong rendah hingga sangat rendah. Untuk Kapasitas Tukar Kation (KTK) daerah ini dikategorikan memiliki kation sangat tinggi yang dapat mencerminkan kondisi kesuburan tanah karena berhubungan dengan kemampuan tandah dalam menyerap unsur-unsur hara (SSFFMP 2005). Hutan Gambut Merang adalah salah satu kubah gambut terluas di bagian utara Sumatera Selatan. Walhi Sumatera Selatan (2009) menyatakan luas hutan gambut di propinsi sekitar 750 000 hektar. Namun, sekitar 500 000 hektar hutan gambut sudah dialihfungsikan, sehingga hutan gambut yang belum dialihfungsikan tinggal seluas 230 000 hektar di Merang Kepahyang. SSFFMP (2005) menyatakan bahwa hutan rawa gambut Merang and Kepahyang memiliki luas 210 ribu ha, dengan rata-rata kedalaman gambut 150 cm dan menyimpan 0,5 Gigaton karbon. Tahun 2006, SSFFMP membangun model 3D kubah gambut berdasarkan pengeboran tanah gambut peat dan DEM SRTM dan menghasilkan 0,1 Gigaton karbon dari 140 ribu ha dengan kedalaman rata-rata gambut 208 cm

(Mott 2006). Ballhorn (2007) menyatakan bahwa dengan luas 125 ribu ha dan rata-rata kedalaman gambut 2,5 meters, hutan gambut Merang mengandung 0,2 Gigaton karbon atau setara dengan 0,72 Gigaton CO 2. 3. 5 Kondisi Sosial Ekonomi Hutan gambut Merang secara administratif hampir sama dengan desa Muara Merang. Muara Merang terdiri dari 3 dusun yaitu Kepahyang, Bakung dan Bina Desa yang berlokasi di pinggir sungai. Penduduk yang mendiami desa ini berjumlah 1 240 jiwa dengan 273 kepala keluarga. Mata pencarian utama penduduk desa adalah penebang kayu (pembalok), petani, buruh di perusahaan sawit, dan nelayan. Gambar 8 Kayu hasil penebangan liar yang dilewatkan melalui sungai Buring Di daerah ini terdapat operasi bisnis yang biasa disebut Lebak Lebung, yang artinya suatu mekanisme panen ikan dari sungai yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten. Setiap tahun, pemerintah mengadakan lelang untuk hak pemanenan ikan di salah satu bagian spesifik sungai. Pemegang hak harus membayar 35 juta rupiah kepada pemerintah untuk dapat menggunakan haknya setiap tahun. Pemegang hak akan memperoleh pajak dari setiap penangkap ikan yang memanen ikan di area tersebut. Ini hanya sebagian kecil pemasukan dari pemilik hak. Pemasukan terbesar berasal dari pajak yang dipungut dari kayukayu ilegal yang dibawa melewati bagian sungai tersebut. Pajak yang diperoleh dapat mencapai 300 juta rupiah. Ini merupakan fakta dalam mekanisme aktivitas illegal.

3. 6 Sejarah Areal Hutan gambut Merang merupakan bekas Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang ditetapkan sejak tahun 1976 oleh Departemen Kehutanan. Beberapa HPH telah memanfaatkan areal ini seperti PT. Bumi Raya Utama Wood Industries, PT Riwayat Musi Timber dan PT Bumi Usaha Pratama Jaya. Sistem yang digunakan oleh HPH ini adalah sistem tebang pilih/tpi yang diatur pada PP 21 Tahun 1970 dengan menebang kayu-kayu komersial seperti : meranti (Shorea spp), mersawa (Anisoptera spp) dan ramin (Gonystylus bancanus), dengan limit diameter 60 cm. Akses utama pada areal ini adalah sungai dan ongkak/rel kayu yang panjangnya bisa mencapai 20 km (terbukti dengan ditemukannya jalur ongkak pada keempat plot penelitian yang berukuran 35 x 35 m 2 ). Pada bulan Desember 2000, semua perusahaan yang beroperasi di hutan gambut Merang menghentikan kegiatannya dan menyisakan area bekas eksploitasinya begitu saja. Gambar 9 Peta ex HPH KPHP Lalan (Sumber: MRPP 2009) Penutupan HPH, menyisakan unmanaged forest yang memicu timbulnya ilegal logging. Baik masyarakat lokal ataupun masyarakat pendatang dari kabupaten lain melakukan penebangan liar yang difasilitasi oleh para cukong kayu di area hutan Merang. Hasil survey Wetland International di hutan gambut

Merang menyatakan bahwa kayu yang diambil penebang liar memiliki diameter 30-60 cm, sedangkan untuk 60 cm keatas sangat jarang ditemukan. Jenis-jenis yang ditebang adalah kayu-kayu yang terapung di perairan seperti meranti, ramin dan lain-lain. Sedangkan untuk kempas (Koompassia malaccensis) dan punak (Tetramelistra glabra) tidak diambil karena berat jenisnya yang sangat besar sehingga tenggelam di sungai. Selain kayu-kayu terapung, kayu lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Gelam (Melaleuca sp.) yang menjadi spesies dominan pada hutan yang terdegradasi akibat pembakaran/kebakaran hutan. Meskipun tidak komersil, kayu ini dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan arang bagi masyarakat.