BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat. Kegiatannya tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas pelayanan kesehatan yang setiap pelayanannya menghasilkan limbah

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO

D. Pertanyaan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C.

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk

1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang. atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan juga merupakan bagian yang takterpisahkan dari pembangunan, karena

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis sistem..., Dian Fitri Arestria, FKM UI, Universitas Indonesia

MEDICAL WASTE ANALYSIS IN PUBLIC HEALTH CENTER. Anita Dewi Moelyaningrum Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengelolaan Limbah Medis Padat di Rumah Sakit. Umum Daerah Gunungtua Tahun No Item Ya Tidak Skor (%)

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medik dan non medik. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO, 2010) melaporkan limbah yang. sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

kantong plastik berbeda warna dan diberi label, kemudian safety box, troli.

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan jasa yang di dalamnya terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki berbagai fungsi didalam peningkatan produktivitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB 1 PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan berbagai penyebab penyakit lainnya yang dapat

AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (sesi 2)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS DI RUMAH SAKIT TK.II KARTIKA HUSADA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan di bidang perekonomian. Pembangunan ini dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEHTAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan

UPAYA MINIMASI LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG DENGAN PENERAPAN STRATEGI CLEANER PRODUCTION

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ketenagakerjaan, antara lain masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga Kerja

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN TINDAKAN PENATALAKSANAAN NEEDLE STICK INJURY DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT UMUM (DAERAH LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMANTAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagai

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3)

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi harus ada kinerja yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir akhir ini persoalan limbah menjadi masalah yang cukup serius bagi pencemaran lingkungan, dimana aktiftitas dan jumlah penduduk yang semakin bertambah menambah kompleksitas persoalan limbah. Fasilitas kesehatan merupakan penghasil limbah yang dikategorikan sebagai limbah yang bersifat infeksius dimana jenis limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan termasuk dalam kategori biohazard dan B3 (bahan beracun dan berbahaya) yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana pada aktifitasnya banyak terdapat buangan virus, bakteri, bahan bahan kimia yang bersifat radiasi, toksik maupun zat zat yang membahayakan lainnya sehingga harus dimusnahkan agar tidak membahayakan dan tidak terjadi pencemaran di lingkungan sekitarnya. Sarana pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakat penderita penyakit (sakit), kelompok masyarakat pemberi pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan sekitar. Adanya interaksi di dalam memungkinkan menyebarkan penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan yang baik dan saniter (Paramita, 2007). Setelah pemerintah menerapkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rumah sakit dan Puskesmas terus meningkatkan kualitas perawatan medis dan menerima lebih banyak kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap daripada sebelumnya sehingga mengakibatkan peningkatan volume limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan medis. Di antara jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), jumlah limbah medis yang sifatnya dapat menginfeksi dan menularkan penyakit meningkat cukup pesat. (Liao & Ho, 2014) menemukan bahwa jumlah limbah medis dari produk medis sekali pakai telah meningkat sejak penerapan sistem National Health Insurance (NHI). Sebagai bahan perbandingan di negara negara maju jumlah limbah yang berasal dari fasilitas pelayanan

kesehatan ini diperkirakan 0,5 0,6 kg pertempat tidur rumah sakit. Cheng et al. (2009) melakukan penelitian untuk mengevaluasi jumlah limbah medis yang dihasilkan institusi medis di Taiwan, dimana kenaikan limbah rata-rata berkisar antara 2,41 sampai 3,26 kg / tempat tidur / hari untuk limbah medis umum, dan 0,19-0,88 kg / tempat tidur / hari untuk limbah infeksius. Jumlah rata-rata jumlah limbah infeksius yang dihasilkan adalah yang tertinggi di pusat kesehatan, atau 3,8 kali lebih tinggi daripada di rumah sakit regional (267,8 banding 70,3 ton / tahun). Birpinar et al. (2009) menemukan bahwa perkiraan jumlah limbah medis dari rumah sakit sekitar 22 ton / hari dan rata-rata tingkat pembangkitan adalah 0,63 kg / tempat tidur / hari. Bahan daur ulang dikumpulkan secara terpisah pada tingkat 83%. Survey yang dilakukan terhadap limbah padat medis Puskesmas, rata rata timbulan medis adalah sebanyak 7,5 gram/pasien/hari. Komposisi timbulan limbah medis Puskesmas meliputi 65 % dari imunisasi, 25 % dari kontrasepsi dan sisanya dari perawatan medis. Banyaknya pemakaian jarum suntik setiap tahu terus bertambah, pada tahun 2003 untuk kegiatan kuratif mencapai 300 juta alat suntik, sedangkan untuk imunisasi sebanyak 50 juta alat suntik (Ditjen P2PL, 2008). Pajanan pada limbah layanan kesehatan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan penyakit atau cidera bagi petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan masyarakat disekitar lingkungan fasilitas kesehatan karena limbah medis Puskesmas dapat menginfeksi dan menyebarkan vektor penyakit seperti virus, bakteri, parasit (sebagai carrier). Sifat bahaya dari limbah layanan kesehatan tersebut mungkin dapat muncul akibat satu atau beberapa karateristik berikut seperti limbah mengandung agen infeksius, limbah yang bersifat genotosik, limbah mengandung zat kimia atau obat obatan berbahaya atau beracun, limbah bersifat radiokatif, limbah mengandung benda tajam. Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya dan mereka yang berada di luar fasilitas penghasil limbah berbahaya serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam 2

itu, atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. (Maulana et al., 2015). Meskipun proporsi limbah medis yang masuk ke dalam kategori limbah berbahaya hanya sebesar 15-25%, tetapi risiko ditimbulkan cukup besar, karena dapat menyebarkan penyakit menular dan penyebab cedera. Menurut WHO, diprediksi risiko limbah benda tajam hanya sebesar 1% dari total limbah kesehatan pada tahun 2000, akan tetapi hal ini menjadi resiko besar karena mampu menyebarkan infeksi hepatitis B (HBV) sebanyak 21 juta kasus (32% dari kasus baru), 2 juta hepatitis C (HCV) kasus (40% dari baru kasus), dan 260 ribu infeksi HIV (5% dari kasus baru). Petugas kesehatan seperti dokter, bidan, perawat dan petugas kebersihan seperti cleaning service, pemulung dan juga termasuk pasien merupakan kelompok yang paling rentan terinfeksi bakteri atau kuman penyakit. Menurut Sukantoro (2008), angka kejadian infeksi nosokomial di unit pelayanan kesehatan cukup tinggi. Sebagai contoh, dokter yang bekerja di Rumah Sakit mempunyai resiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari dokter yang praktik pribadi atau swasta dan bagi petugas kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan tercemar kuman pathogen. Pengelolaan limbah medis merupakan kegiatan yang harusnya sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi penanganan dan pengurangan. Puskesmas harus bertanggung jawab dalam pengelolaan dan memastikan bahwa limbah medis tersebut tidak membahayakan petugas kesehatan, masyarakat dan lingkungan sekitar. Kewajiban dan tanggung jawab yang dimaksud adalah denga memastikan dalam penanganan, pengolahan serta pembuangan limbah harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Patwary et al.(2009) mengemukakan bahwa ketidakmampuan pengelolaan limbah medis di negara berkembang mungkin merupakan faktor risiko penularan penyakit yang signifikan. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat sebagai bentuk kesadaran menanggulangi masalah limbah dengan cara mengurangi, mendaur ulang dan memusnahkan atau dalam bentuk 3R (reduce, reuse, recycle), namun upaya yang dilakukan ini masih sangat terbatas karena disebabkan beberapa hal seperti kurangnya sosialisasi, 3

kurangnya kesadaran dan masih minimnya penggunakan teknologi dalam pemanfaatan limbah medis. Pengelolaan limbah medis puskesmas memiliki permasalahan yang cukup kompleks mengingat sumber daya yang terbatas yang di miliki oleh Puskesmas. Limbah medis maupun limbah non medis harus dikelola sesuai dengan aturan yang ada sehingga memenuhi baku mutu lingkungan yang disyaratkan oleh undang undang agar memenuhi baku mutu sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah puskesmas perlu dikelola sesuai dengan aturan yang ada sehingga pengelolaan nya harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Perencanaan, pelaksanaan, perbaikan secara berkelanjutan atas pengelolaan puskesmas harus dilaksanakan secara konsisten selain itu, sumber daya manusia yang memahami permasalahan dan pengelolaan lingkungan menjadi sangat penting untuk mencapai kinerja lingkungan yang baik (Adisasmito, 2008). Pengolahan limbah medis di Puskesmas awalnya banyak menggunakan metode insenerasi yaitu dengan cara limbah medis dibakar melalui incenerator, tetapi hal ini kemudian menimbulkan masalah baru dengan adanya pencemaran udara dan kebisingan. Menurut Isfandiari (2013) kegiatan pelayanan kesehatan menghasilkan limbah medis padat membutuhkan pengelolaan yang baik dan benar, dari pemilahan sampai pemusnahan. Namun dengan pemusnahan dengan incenerator yang beroperasi dibawah suhu 1.000 0 C sangat berpotensi menghasilkan emisi dioksin/furan, zat kimia yang bersifat persisten, akumulasi dan beracun serta berdampak besar terhadap lingkungan dan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sri Sudewi (2013) disebutkan bahwa pemanfaatan incenerator untuk limbah medis Puskesmas di Kabupaten Bantul, khususnya incenerator di Puskesmas Srandakan masih berfungsi dan dimanfaatkan, tetapi sudah tidak stabil lagi sehingga bisa menghasilkan polusi di wilayah sekitar sehingga disarankan pengelolaan limbah medis diserahkan kepada pihak ketiga. Menurut Taiwan Waste Disposal Act dalam (Liao&Ho.2014), institusi yang memproduksi limbah medis harus secara sukarela membuangnya atau melakukan outsource ke perusahaan pembuangan sampah swasta. 4

Pada kabupaten Bantul terdapat 27 Puskesmas yang terdiri dari 16 puskesmas rawat inap dan 11 puskesmas rawat jalan dan terdapat Puskesmas Pembantu sebanyak 26 buah. Berdasarkan data tahun 2009 jumlah produksi sampah yang dihasilkan Puskesmas adalah sebesar 71 % dari total produksi sampah medis di Kabupaten Bantul dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah produksi sampah medis yang dihasilkan Puskesmas tahun 2011 sebesar 775 kg dan meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 1.276 kg atau meningkat 114 % (Sri Sudewi, 2013). Pada penanganan limbah medis padat sebagai kategori limbah B3 (berbahaya, beracun dan beresiko) untuk Puskesmas dan jaringannya kebawah di wilayah Kabupaten Bantul telah mengadakan kerjasama dengan pihak swasta dalam hal pengangkutan dan pemusnahan nya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang sistem pengelolaan limbah medis Puskesmas di Kabupaten Bantul. B. Rumusan Masalah Berdasarkan datanya di atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah apakah manajemen pengelolaan limbah medis Puskesmas di wilayah Kabupaten Bantul telah terlaksana sesuai dengan peraturan yang berlaku? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah melakukan evaluasi sistem pengelolaan limbah medis di Puskesmas Kabupaten Bantul DIY. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi sistem kelembagaan, SDM, sarana prasarana, regulasi dan pembiayaan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis oleh pihak ketiga? b. Mengidentifikasi sistem pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan limbah medis yang dilakukan di Puskesmas sebelum diangkut oleh pihak ketiga? 5

c. Mengidentifikasi cakupan limbah medis Puskesmas yang terkelola oleh pihak ketiga. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi instansi terkait : a. Dapat memberikan masukan dalam hal kajian perencanaan dalam rangka pengembangan dan perbaikan sistem pengelolaan dan pengolahan limbah medis menggunakan pihak ketiga pada Puskesmas di wilayah Kabupaten Bantul dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan. b. Dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan anggaran bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas khususnya mengenai pengelolaan limbah Puskesmas. c. Dapat memberikan masukan sebagai bahan evaluasi untuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) untuk meningkatkan pengawasan dalam sistem pengelolaan limbah medis. 2. Bagi masyarakat Dapat mengurangi atau meminimalisasi gangguan/dampak yang akan timbul dari faktor risiko pengelolaan limbah medis Puskesmas terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. 3. Bagi dunia pendidikan Penelitian diharapkan menjadi bahan kajian, rujukan dan tambahan referensi dalam penelitian penelitian sejenis di masa yang akan datang. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan evaluasi manajemen pengelolaan limbah medis di Puskesmas antara lain : 1. Sukantoro (2008) meneliti tentang Evaluasi Pengelolaan Limbah Klinis Tajan Puskesmas di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian yaitu mengetahui sistem pengelolaan limbah klinis tajam, perilaku petugas dalam pengelolaan limbah klinis tajam, angka kecelakaan akibat limbah klinis tajam dan 6

pelaksanaannya pengelolaannnya sudah sesuai kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman. Persamaan dengan peneltian ini adalah mengevaluasi sistem pengelolaan limbah medis yang ada di Puskesmas, sedang perbedaan dari penelitian ini adalah pada metode menggunakan deskriptif evaluatif, subyek penelitian adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Puskesmas dan petugas yang tekait dengan limbah klinis tajam dan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah kilnis tajam Puskesmas menggunakan sistem terpadu dikordinir oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Pelaksanaan pengelolaan limbah klinis belum menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibakukan, limbah ditampung dalam safety box sebelum dimusnahkan menggunakan incenerator di RSUD Kota Yogyakarta. Belum terbentuk SMK3 pelayanan kesehatan Puskesmas, belum ada pencatatan dan pelaporan tentang pengelolaan limbah klinis tajam dan kecelakaan oleh limbah klinis tajam. Dari 221 responden petugas medis dan paramedis yang melayani pasien sebesar 37,1 % melakukan recapping jarum suntik, 53,8 % selalu meggunakan APD dan 73, 6 % memanfaatkan safety box sesuai peruntukannya. Angka kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani pasien, 11,11 % oleh petugas pengumpul limbah serta kesimpulannya pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta belum memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman. 2. Wilis (2012) meneliti tentang Evaluasi Pengelolaan Limbah Medis Layanan Kesehatan Puskesamas di Kabupaten Kulonprogo. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan evaluasi manajemen sistem pengelolaan limbah berdasarkan regulasi, pembiayaan, sumber daya manusia, sarana prasarana dan organisasi. Persamaan penelitian adalah pengelolaan limbah Puskesmas sedangkan perbedaan pada lokasi penelitian, desain penelitian menggunakan pendekatan analisis deskriptif evaluasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, ditinjau dari segi ketenagaan tenaga pengelola yang berada di Puskesmas sudah memenuhi minimal klasifikasi pendidikan yang disyaratkan kesehatan ditinjau dari organisasi, koordinasi dan kerjasama telah dilakukan dengan 7

pemerintah baik swasta. Pada kegiatan pemilahan, pewadahan, pengangkutan, pengolahan limbah medis di Kabupaten Kulon Progo secara umum telah dilakukan dan sesuai dengan standar. Ditinjau dari cakupan pelayanan, pelayanan pengolahan limbah medis di Kabupaten Kulon Progo sudah menjangkau seluruh Puskesmas namun output pengelolaan limbah medis tidak dapat diukur dari jumlah limbah yang ditangani, kapasitas pelayanan, jumlah limbah yang dimusnahkan tetapi minimalisasi limbah dari sumber dan ditinjau dari kepuasan stake holder pengelolaan sampah sudah baik namun perlu terus ditingkatkan. 3. Ulfah, Maria (2015) meneliti tentang Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit UGM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengelolaan limbah cair berdasarkan kelembagaan, SDM serta mengukur kualitas limbah cair berdasarkan ph, suhu, BOD, COD, amonia bebas, TSS, TDS, fosfat, MPN Coliform. Persamaan penelitian ini adalah pengelolaan limbah medis sedangkan perbedaan nya pada subyek, lokasi penelitian dan kegiatan penelitian. 4. Palupi, Esti (2016), meneliti tentang Evaluasi Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pengelolaan Limbah Medis Padat di RSUD Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian adalah untuk Untuk mengevaluasi penerapan manajemen K3 yang diterapkan pada petugas pengelola limbah medis padat di RSUD Kota Yogyakarta meliputi komponen input, proses, output. Persamaan dari penelitian ini adalah pada jenis penelitian kualitatif dengan studi kasus, serta variabel penelitian yang memuat input, proses dan pada out put yang ingin dicapai berbeda antara penerapan dan cakupan limbah medis. Perbedaan penelitian adalah terletak pada subjek penelitian yaitu petugas K3 dan objek penelitian nya berbeda antara rumah sakit dan Puskesmas. 5. Sudewi, Sri (2013) meneliti tentang Pemanfaatan Incenerator Untuk Limbah Medis Puskesmas di Kabupaten Bantul (Studi Kasus Puskesmas Srandakan). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan incenerator Puskesmas di Kabupaten Bantul. Persamaan dari penelitian adalah lokasi penelitian di Puskesmas Wilayah Kabupaten Bantul sedangkan perbedaannya 8

adalah pada tujuan penelitian ini mengetahui teknis operasional incenerator Puskesmas Srandakan dan mengetahui sistem pengelolaan limbah hasil pembakaran incenerator Puskesmas serta adanya regulasi dan kebijakan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, subjek penelitian sebanyak 36 orang, pemilihan menggunakan teknik purpossive sampling. Hasil penelitian menunjukkan proses pengelolaan limbah medis telah sesuai dengan SOP namun pengiriman limbah medis masih sering terkendala dengan waktu dan transportasi serta hasil buangan incenerator juga telah mengakibatkan pencemaran. 9